Lap Case Nyeri Post SC [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “Z” P2A0H1 NIFAS POST SECTIO CAESAREA (SCTPP) HARI KEDUA DENGAN MASALAH NYERI BEKAS INSISI SC DI RUANGAN NIFAS RSUD PARIAMAN Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Praktek Klinik Kebidanan di RSUD Pariaman Periode 8 Juli – 3 Agustus 2013



OLEH :



RAHMADONA BP. 1121228046 DOSEN PEMBIMBING : Dr. ALADIN, Sp.OG (K)



PROGRAM MAGISTER ILMU KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013



1



LEMBARAN PERSETUJUAN



Laporan kasus yang berjudul “Kajian Asuhan Kebidanan pada Ny. “Z” P2A0H1 Nifas Post Sectio Caesarea (SCTPP) hari kedua dengan masalah nyeri bekas insisi SC di ruang nifas RSUD Pariaman ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.



Dosen Pembimbing,



Padang, 3 Agustus 2013 Mahasiswa,



Dr. Aladin, Sp.OG (K)



Rahmadona



Mengetahui, Ketua Program Studi,



Dr. Yusrawati, Sp.OG (KFM)



2



DAFTAR ISI



LEMBARAN PERSETUJUAN....................................................................................ii DAFTAR ISI................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1 A.Latar Belakang.......................................................................................................1 B.Tujuan Penulisan....................................................................................................2 BAB II TINJAUAN TEORITIS...................................................................................3 A.Konsep Dasar Masa Nifas......................................................................................3 B.Asuhan Masa Nifas................................................................................................4 C. Seksio Caesarea.....................................................................................................5 C. Nyeri Post Sectio Caesarea...................................................................................6 D. Penatalaksanaan Nyeri Post SC............................................................................9 BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................13 BAB IV KAJIAN / ANALISA ASUHAN KEBIDANAN..........................................17 BAB V PENUTUP......................................................................................................20 A.Kesimpulan..........................................................................................................20 B.Saran.....................................................................................................................20 TINJAUAN KEPUSTAKAAN...................................................................................21



3



BAB I PENDAHULUAN



A.Latar Belakang Persalinan normal merupakan proses dari mulainya kontraksi ibu sampai pada keluarnya bayi dengan kondisi kepala dahulu melalui vagina, dengan lama persalinan kurang dari 24 jam (Whalley, 2008). Proses ini kadang tidak berjalan semestinya dan janin tidak dapat lahir secara normal karena beberapa faktor, yaitu komplikasi kehamilan, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, ruptur uteri, cairan ketuban yang tidak normal, kepala panggul. Keadaan tersebut perlu tindakan medis berupa operasi sectio caesarea (Padilla, et al.,2008). Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningham, 2006). Persalinan secara sectio caesarea dapat memungkinkan terjadinya komplikasi lebih tinggi dari pada melahirkan secara pervagina atau persalinan normal. Komplikasi yang bisa timbul pada ibu post sectio caesarea seperti nyeri pada daerah insisi, potensi terjadinya thrombosis, potensi terjadinya penurunan kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul, perdarahan, luka kandung kemih, infeksi, bengkak pada ektremitas bawah dan gangguan laktasi (Mochtar, 2008). Hal tersebut dapat diatasi secara langsung oleh tim medis agar ibu cepat sembuh dan lama rawat inap lebih cepat. Tindakan operasi sectio caesarea menyebabkan nyeri dan mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan karena adanya pembedahan. Pada 1



proses operasi digunakan anestesi agar pasien tidak nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar, akan merasakan nyeri di daerah sayatan yang membuat sangat terganggu (Whalley, dkk 2008). Nyeri post operasi SC yang dirasakan ibu, dampaknya akan mengakibatkan mobilisasi ibu menjadi terbatas, Activity of Daily Living (ADL) terganggu, bonding attachment (ikatan kasih sayang) dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) tidak terpenuhi karena adanya peningkatan intensitas nyeri apabila ibu bergerak. Hal ini mengakibatkan respon ibu terhadap bayi kurang, sehingga ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai banyak manfaat bagi bayi maupun ibunya tidak dapat diberikan secara optimal (Purwandari, 2009). Selama melakukan observasi di ruangan nifas RSUD Pariaman, pasien post SC umumnya mengeluhkan rasa nyeri di bekas luka insisi, sehingga menimbulkan kecemasan ibu untuk bergerak (mobilisasi) secara dini. Sementara mobilisasi dini diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka insisi post SC. Untuk itu, penulis tertarik untuk mengkaji kasus nyeri luka insisi post SC ini dan menuliskannya dalam bentuk laporan kasus.



B.Tujuan Penulisan Melakukan Kajian Asuhan Kebidanan pada Ny. “N” P2A0H1 Nifas Post Sectio Caesarea (SCTPP) hari kedua dengan masalah nyeri bekas insisi SC di ruang nifas RSUD Pariaman



2



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A.Konsep Dasar Masa Nifas Masa nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV) sampai 42 hari (Manuaba, 2001). Masa nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin, menandakan akhir periode intrapartum hingga kembalinya traktus reproduktif wanita pada kondisi tidak hamil. (Varney, 2007) Masa nifas atau purperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampaidengan 6 minggu (42 hari) setelah itu yang mana pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi dan nutrisi bagi ibu. (Prawirahardjo, 2012) Perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas adalah :involusi, Involusi tempat



Placenta,



Perubahan



pembuluh



darah



rahim,



Cerviks,



Ligamen-



ligamen,Dinding perut dan peritonium, Saluran Kencing serta proses laktasi. Masa nifas menurut Mochtar (2002) terbagi atas beberapa periode, antara lain adalah : 1. Puerperium Dini/ Early Puerperium Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap bersih dan boleh bekerja ( setelah 40 hari ). 2. Puerperium Intermedial Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3



3. Remote Puerperium Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi (bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan).



B.Asuhan Masa Nifas Asuhan masa nifas adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan bidan pada masa nifas sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan ( Kemenkes RI, 2007). Standar kompetensi bidan menjelaskan bahwa bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat. Asuhan masa nifas difokuskan pada upaya pencegahan infeksi dan menuntut bidan untuk memberikan asuhan kebidanan tingkat tinggi (Varney, 2007). Asuhan yang diberikan kepada ibu bertujuan untuk : a. b. c. d.



Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi Pencegahan, diagnosis dini dan pengobatan komplikasi pada ibu Merujuk ibu ke tenaga ahli bilamana perlu Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk



mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga e. Imunisasi ibu terhadap tetanus f. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak



Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas, antara lain : 4



a. Teman terdekat sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapai saat-saat kritis masa nifas b. Pendidikan dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga c. Pelaksana asuhan kepada kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan dan deteksi dini komplikasi masa nifas ( Sulistyawati A, 2009).



C. Seksio Caesarea Pelahiran caesar didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding abdomen (laporotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak mencakup pengangkatan janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uterus atau pada kasus kehamilan abdominal. Pada beberapa kasus, dan paling sering karena komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak terkendali merupakan indikasi histerektomi perabdominal setelah pelahiran. Jika dilakukan pada saat pelahiran caesar, operasinya disebut histerektomi caesar. Apabila dilakukan segera setelah pelahiran per vagina, maka disebut histerektomi pascapartum (Cunningham, 2010). Adapun indikasi SC meliputi indikasi ibu yaitu panggul sempit, pembedahan sebelumnya pada uterus, perdarahan, toxemia gravidarum dan indikasi fetal yaitu gawat janin, cacat atau kematian janin sebelumnya, prolapsus taipusat, insufisiensi plasenta, inkompatibilitas rhesus dan infeksi virus herpes pada traktus genitalis (Hakimi, 2010). Menurut Mochtar (2008) sectio caesarea menimbulkan beberapa komplikasi antara lain adalah : a. Nyeri pada daerah insisi 5



b. Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan mencapai homeostatis karena insisi rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan. c. Sepsis setelah pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini lebih besar bila sectio d. e. f. g. h.



caesaria dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim Cidera pada sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar dan ureter Infeksi akibat luka pasca operasi Bengkak pada ekstremitas bawah Gangguan laktasi Penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul dan potensi terjadinya penurunan kemampuan fungsional



C. Nyeri Post Sectio Caesarea Nyeri merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak nyaman disebabkan oleh stimulus tertentu. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik, maupun mental. Nyeri bersifat subjektif, sehingga respon setiap orang tidak sama saat merasakan nyeri. Orang yang merasakan nyeri yang dapat mengukur tingkatan nyeri yang dialaminya (Potter & Perry, 2006). Pada proses operasi digunakan anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar dan efek anestesi habis bereaksi, pasien akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan (Potter dan Perry, 2006). Menurut Potter & Perry (2006), munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. Nociceptor merupakan ujung- ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong empedu. 6



Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik atau mekanis. Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C, serabutserabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri dari beberapa lapisan atau lamina yang saling berikatan. Di antara lapisan dua dan tiga membentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari talamus, yang melalui otak tengah dan medula, ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditansmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang diketahui mekanismenya.



7



Demikian halnya dengan nyeri pasca operasi SC. Banyak ibu yang mengeluhkan rasa nyeri dibekas jahitan, keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka dan penyembuhannya tidak bisa sempurna, apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Nyeri post operasi akan meningkatkan stres post operasi dan memiliki pengaruh negatif pada penyembuhan nyeri. (Potter dan Perry, 2006). Rasa nyeri timbul setelah operasi karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan, terputusnya jaringan juga dapat terjadi akibat stimulus ujung syaraf oleh karena bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau iskemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian tubuh sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan aktivitas dapat terganggu. Pada luka juga dapat menyebabkan perdarahan yang disebabkan karena terputusnya jaringan dan terbuka, sehingga dapat menimbulkan defisit volume cairan, Hb berkurang, daya tahan tubuh menurun dan dapat menimbulkan infeksi pada luka post operasi (Hakimi, 2010). Menurut Hillan (1992) dalam Anggorowati, dkk 2007 bahwa 68% ibu post sectio caesarea mengalami kesulitan dengan perawatan bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri. Rasa nyeri tersebut akan menyebabkan pasien menunda pemberian ASI sejak awal pada bayinya, karena rasa tidak nyaman selama proses menyusui berlangsung atau peningkatan intensitas nyeri setelah operasi (Batubara dkk, 2008). Adapun dampaknya terhadap bayi adalah dalam pemberian ASI dan kurangnya perawatan bayi yang dilakukan oleh ibunya. Pemberian nutrisi untuk bayi berkurang karena tertundanya pemberian ASI sejak awal, respiratorik 8



terganggu dan daya tahan imun rendah (Indiarti, 2009). Respon ibu dalam memberikan ASI kurang, maka ASI sebagai makan terbaik bagi bayi dan mempunyai banyak manfaat bagi bayi maupun ibunya tidak dapat secara optimal.



D. Penatalaksanaan Nyeri Post SC Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri post sectio caesarea berupa penanganan farmakologi, biasanya untuk menghilangkan nyeri digunakan analgesik yang terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan analgesik narkotik. Pengendalian nyeri secara farmakologi efektif untuk nyeri sedang dan berat.



Namun



demikian



pemberian



farmakologi



tidak



bertujuan



untuk



meningkatkan kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Van Kooten, 1999



dalam Anggorowati dkk.,



2007).



Sehingga dibutuhkan kombinasi



farmakologi untuk mengontrol nyeri dengan non farmakologi agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, 2004). Metode non farmakologi tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan



tersebut



diperlukan



untuk



mempersingkat



episode



nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal ini, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan metode non farmakologi dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk



mengontrol



nyeri.



Pengendalian



nyeri



non-



farmakologi menjadi lebih murah, simpel, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter dan Perry, 2006). 9



Salah satu metode pengendalian nyeri non farmakologi yang dimaksud adalah relaksasi pernafasan. Ketika seseorang melakukan relaksasi pernapasan untuk mengendalikan nyeri, di dalam tubuh tersebut meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan maka hormon adrenalin dan kortisol yang dapat menyebabkan stres akan menurun sehingga meningkatkan konsentrasi serta merasa tenang untuk mengatur napas sampai pernapasan kurang dari 60 – 70 x/menit. Kemudian kadar PaCO2 akan meningkat dan menurunkan pH sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah (Handerson, 2005). Teori relaksasi pernapasan ini menjelaskan bahwa pada spinal cord, selsel reseptor yang menerima stimulasi nyeri periferal dihambat oleh stimulasi dari serabut-serabut saraf yang lain. Stimulasi yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulasi nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang (Priharjo, 2003).



Periode relaksasi pernapasan yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan, ketegangan otot yang terjadi akibat meningkatknya nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002). Teknik relaksasi pernapasan dapat menggunakan teori relaksasi Benson. Teknik Relaksasi Benson merupakan teknik latihan nafas . Dengan latihan nafas yang teratur dan dilakukan dengan benar, tubuh akan menjadi lebih rileks, menghilangkan ketegangan saat mengalami stress dan bebas dari ancaman. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga 10



produksi enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan  endorphin sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks. Meningkatnya enkephalin dan β endorphin kebutuhan tidur akan terpenuhi dan lansia akan merasa lebih rileks dan nyaman dalam tidurnya. Manfaat relaksasi menurut Benson (2000) antara lain dapat menghilangkan kelelahan, mengatasi kecemasan, meredakan stress, membantu tidur nyenyak, dapat dilakukan di segala tempat dan tidak menimbulkan efek samping. Prosedur teknik relaksasi menurut Benson (2000) adalah : 1. Pasien berbaring dengan posisi yang nyaman 2. Anjurkan klien menutup mata 3. Anjurkan klien untuk relaksasi semua otot secara dalam, mulai dari kaki dan relaksasikan sampai wajah 4. Nafas melalui hidung, hembuskan nafas, sambil mengucap satu, tenangkan pikiran. Nafas dalam…..hembuskan, satu, Nafas dalam……hembuskan satu. Bernafaslah dengan mudah dan alami….hembuskan sampai tercipta ketenangan dan rileks pada diri pasien. 5. Ulangi 10 sampai 20 menit sampai anda tertidur. 6. Ciptakan lingkungan yang sunyi dan bebas dari gangguan



Teknik relaksasi ini awalnya sulit untuk menghilangkan gangguan pikiran atau kecemasan, karena itu tehnik ini memerlukan latihan, dengan konsistensi dan berjalannya waktu, respon relaksasi bisa dicapai dengan mudah. Untuk mendapatkan



11



hasil yang maksimal harus dibuat jadwal waktu latihan relaksasi diantara rutinitas sehari – hari. Tehnik relaksasi ini akan memberikan perubahan setelah 1 sampai 3 minggu apabila dilakukan secara rutin (Prihardjo, 2003)



12



BAB III TINJAUAN KASUS



LAPORAN KASUS PADA NY.”Z” P1A0H1 NIFAS POST SC HARI KE 2 DENGAN NYERI BEKAS INSISI SC DI RUANG NIFAS RSUD PARIAMAN Kunjungan : I Hari/Tanggal : Senin / 29 Juli 2013



MR : 05 61 36 Pukul : 09.30 wib



I. PENGUMPULAN DATA A. Identitas Diri/Biodata ISTRI



SUAMI



Nama : Zainur Rahma Umur : 29 tahun Agama : Islam Suku/kebangsaan : Minang Pendidikan/pekerjaan : S1/Guru Alamat rumah : Bato



Nama : Syafrianto Umur : 30 tahun Agama : Islam Suku/kebangsaan : Minang Pendidikan/pekerjaan : STM/Swasta Alamat rumah : Bato



B. Anamnesa (Data Subyektif) 1. Keluhan Utama : nyeri pada bekas insisi operasi SC. Ibu mengatakan dioperasi tanggal 28-7-2011 pkl.11.wib. Hingga saat ini ibu belum ada bergerak karena cemas luka akan terbuka. Ibu mengatakan anak di rawat di ruang perinatologi. 2. Riwayat kehamilan, persalinan yang lalu : a. Usia gestasi : 42-43 minggu b. Tempat melahirkan : Rumah sakit c. Penolong : Dokter Obsgyn d. Jenis persalinan : SC atas indikasi KPD dan postterm 3. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari : a. Makan dan minum : ibu sudah makan dan minum b. Eliminasi : BAK ± 300 cc ibu masih menggunakan kateter dan urine bag, BAB belum ada. 13



c. Riwayat psikososial & spiritual : ibu mendapat dukungan penuh dari Keluarga dan status psikologis ibu baik C. Data Objektif 1. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum b. Keadaan emosional c. Tanda-tanda Vital  TD  Nadi  Suhu  P ernafasan d. Pemeriksaan fisik 1) Payudara - Pengeluaran - Puting susu 2) Uterus - TFU - Konsistensi - Kontraksi 3) Pengeluaran lokea - Jenis - Warna - Bau 4) Genitalia



: Sedang : Baik : 110/70 mmHg : 82 x/i : 37 oC : 20 x/menit : belum ada : Menonjol



5) Ekstremitas 6) Pergerakan 2. Pemeriksaan Penunjang



: 2 jari dibawah pusat : Keras : Baik : Rubra : Merah : Amis : perineum utuh, kebersihan baik, Terpasang kateter foley : pada lengan kiri terpasang IUFD 20 tt/i Drip Induksin : pospargin 1:1,oedem (-) Kemerahan (-) : kurang, ibu belum berani bergerak : pemeriksaan lab belum dilakukan



ASSESMENT Ny.”Z” post SC hari kedua dengan nyeri pada bekas insisi SC



PLANNING a. Informasikan tentang kondisi ibu



14



b. Ajarkan tentang tekhnik pengurangan rasa nyeri dengan teknik relaksasi pernafasan c. Anjurkan dan bantu ibu mobilisasi dini dengan miring kanan dan miring kiri d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi, hasil : Ibu diberi terapi inj cefriaxone 2x1 gr, asam mefenamat 500 mg 3x1 tab, Sulfas Ferosus 1x1tab



Evaluasi kondisi Ibu tanggal 30 Juli 2013 pukul 09.00 wib SUBYEKTIF : Ibu mengatakan nyeri pada bekas SC sudah mulai berkurang, ibu sudah bisa bergerak dan duduk di atas tempat tidur. Ibu mengatakan bayi sudah dirawat gabung sejak sore kemaren tanggal 29 Juli 2013. OBJEKTIF Kondisi ibu dan bayi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, kontraksi uterus baik, pengeluaran lochea dalam batas normal, ibu masih harus dibantu untuk ke kamar mandi, terlihat meringis nyeri saat turun dari tempat tidur. Kolustrum ada keluar sedikit, belum diberikan ke bayi. ASSESMENT Ny.”Z” Post SC hari ke 3 dengan nyeri bekas SC PLANNING a. Informasikan tentang kondisi ibu b. Kontrol tanda-tanda vital c. Kaji luka abdomen dan balutan d. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien e. Anjurkan teknik pernafasan, relaksasi dan distraksi f. Anjurkan ibu untuk mencoba turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi secara mandiri g. Anjurkan agar ibu mencoba menyusui bayinya dengan ASI h. Ajarkan ibu teknik menyusui yang benar i. Lanjutkan pemberian terapi ceftriaxone 2x1, asam mefenamat 3x1, SF 1x1 Observasi tanggal 31 Juli 2013 pukul 09.00 wib SUBJEKTIF :



15



Ibu mengatakan nyeri pada bekas insisi SC masih terasa sedikit nyeri. Ibu sudah bisa turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi sendiri. Ibu sudah mulai menyusui bayinya.



OBJEKTIF Keadaan umum ibu dan bayi baik, pergerakan ibu sudah baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, kontraksi uterus baik, pengeluaran lochea dalam batas normal, respon meringis saat bergerak dan berjalan sudah hilang, menyusui sudah lancar.



ASSESMENT Ny.”Z” Post SC hari ke 4 PLANNING a. Informasikan tentang kondisi ibu b. Kaji luka abdomen dan balutan c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien d. Anjurkan ibu melakukan teknik relaksasi mandiri bila nyeri terasa atau untuk membantu ibu istirahat/tidur e. Lanjutkan pemberian terapi ceftriaxone 2x1, asam mefenamat 3x1, SF 1x1



16



BAB IV KAJIAN / ANALISA ASUHAN KEBIDANAN



Ny.”Z” P1A0H0, masuk ruang rawatan nifas tanggal 28-7-2012 pukul 12.30 wib. Pasien baru selesai operasi Sectio Caesarea atas indikasi KPD dan postterm. Pengkajian kasus Ny.”Z” ini baru penulis lakukan pada hari berikutnya tanggal 29-72013 pukul 09.00 wib. Saat pengkajian, ibu mengeluhkan nyeri pada bekas insisi SC dan ibu hanya berbaring telentang belum bergerak sejak masuk ruang nifas karena cemas luka akan terbuka. Nyeri luka insisi SC yang dirasakan Ny.”Z” memang umum dialami ibu yang melahirkan dengan SC seperti yang dipaparkan oleh Mochtar (2008) bahwa komplikasi SC salah satunya adalah nyeri luka insisi. Potter dan Perry (2006) dan Whalley dkk, (2008) juga menjelaskan bahwa nyeri setelah operasi timbul karena habisnya efek anestesi sehingga ibu dapat merasakan nyeri apalagi jika luka insisi cukup panjang dan dalam Ny.”Z” akibat nyeri yang dirasakannya, merasa cemas dengan pergerakannya sehingga mobilisasi dini ibu menjadi terganggu. Hal ini wajar dialaminya karena nyeri post operasi SC akan mengakibatkan mobilisasi ibu terbatas, aktivitas harian terganggu, bonding attachment dan inisiasi menyusu dini (IMD) tidak terpenuhi (Purwandari, 2009; Anggorowati, dkk 2007; Batubara,dkk, 2008) Pada kasus Ny.”Z” ini, terapi untuk mengurangi nyeri bekas insisi SC diberikan terapi farmakologis oleh dokter yaitu obat analgesic asam mefenamat 500 mg dengan 17



dosis 3 x 1 tab. Sementara bidan dalam hal ini berperan dalam memberikan terapi nonfarmakologis yaitu menggunakan cara-cara diluar cara medis untuk mengurangi nyeri dan menimbulkan kenyamanan bagi ibu. Seperti yang disebutkan oleh Van Kooten (1999) dalam Anggorowati dkk (2007), terapi secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan berat, tetapi tidak bisa meningkatkan kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyeri yang dirasakannya. Kombinasi antara terapi farmakologis dan non farmakologis dibutuhkan agar sensasi nyeri dapat berkurang hingga masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, 2004). Pengendalian nyeri secara non farmakologis juga menjadi metode yang murah, simpel, efektif dan tanpa efek merugikan (Potter dan Perry, 2006). Untuk kasus Ny.”Z” ini terapi non farmakologis yang dilakukan adalah dengan mengajarkan teknik relaksasi pernapasan Benson. Teknik relaksasi Benson ini merupakan teknik latihan nafas. Pada kasus Ny.”Z” ini latihan nafas Benson diajarkan pada ibu dan diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh ibu secara teratur, sehingga tubuh ibu menjadi menjadi lebih rileks dan menghilangkan ketegangan. Mengajarkan teknik relaksasi Benson ini sesuai dengan langkah-langkah yang telah dipaparkan pada bab II laporan kasus ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai keefektifan suatu asuhan yang telah diberikan (Varney, 2007). Untuk asuhan terhadap Ny”Z”, evaluasi dilakukan keesokan harinya yaitu tanggal 30-7-2013 dan diperoleh data bahwa ibu telah mencoba sendiri teknik relaksasi pernapasan yang diajarkan dan mengatakan nyeri sudah agak berkurang. Namun pergerakan ibu masih terbatas dengan mobilisasi diatas tempat tidur saja, 18



sementara untuk ke kamar mandi ibu masih merasa kesulitan dan membutuhkan bantuan. Evaluasi pada hari berikutnya tanggal 31-7-2013, rasa nyeri luka insisi SC dirasakan ibu sudah jauh berkurang dibanding hari sebelumnya. Pergerakan ibu juga sudah agak lancar, ibu dapat turun sendiri dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi tanpa dibantu. Namun demikian, ibu masih merasakan sedikit nyeri bila bergerak terlalu cepat atau tiba-tiba. Dengan demikian, evaluasi selama tiga hari untuk kasus Ny.”Z” dengan masalah nyeri pada bekas insisi SC belum dapat teratasi sepenuhnya walaupun intensitas nyeri yang dirasakan ibu sudah jauh berkurang dan ibu sudah bisa melakukan mobilisasi mandiri walaupun masih agak terbatas. Berkurangnya rasa nyeri ibu dan meningkatnya kemampuan mobilisasi ibu akan memberi kenyamanan bagi ibu untuk beraktivitas dan melakukan pengasuhan terhadap bayinya. Hal tersebut sesuai dengan penatalaksanaan nyeri dengan terapi relaksasi Benson, dimana teknik ini tidak otomatis menghilangkan gangguan pikiran atau kecemasan, karena teknik ini perlu latihan, dan untuk mendapatkan hasil maksimal, harus dibuat jadual waktu latihan relaksasi diantara ruitinitas sehari-hari. Teknik ini akan memberikan perubahan setelah 1 sampai 3 minggu apabila dilakukan dengan rutin (Prihardjo, 2003).



19



BAB V PENUTUP



A.Kesimpulan Observasi terhadap Ny.”Z” P1A0H1 nifas post SC hari kedua dengan masalah nyeri pada bekas insisi SC telah dilaksanakan terapi non farmakologis yaitu terapi relaksasi Benson disamping terapi farmakologis oleh dokter. Setelah dievaluasi selama tiga hari, masalah ibu belum teratasi sepenuhnya, karena nyeri masih dirasakan ibu walaupun intensitas nyerinya sudah sangat berkurang dan mobilisasi ibu sudah agak lancar walaupun masih terdapat keterbatasan gerak.



B.Saran Ibu disarankan agar tetap melaksanakan latihan nafas yang sudah diajarkan secara rutin agar hasilnya lebih optimal, dan latihan ini sebaiknya didukung oleh bidan dan perawat ruangan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada ibu.



20



TINJAUAN KEPUSTAKAAN Anggorowati, dkk. 2007. Efektifitas Pemberian Intervensi Spiritual “Spirit Ibu” terhadap Nyeri Post Sectio Caesarean (SC) pada RS Sultan Agung dan RS Roemani Semarang. Journal Media Ners Vol 1, No 1, Tahun 2007: 10 – 1 Batubara, dkk. 2008. Hubungan Pengetahuan, Nyeri Pembedahan Sectio Caesaria dan Bentuk Puting dengan Pemberiann Air Susu Ibu Pertama Kali Pada Ibu Post Partum. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.2 Juli 2008 54. Bobak , L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Cunningham, FG et al. 2013. Obstetric Williams Edisi 23 vol.1. Jakarta: EGC Fauzi, D.A. ( 2007 ). Operasi Caesar pengantar dari A sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota. Fraser, D dan Cooper, M. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Llewellyn, Derek. ( 2002 ). Dasar – Dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6 Jakarta : Hipokrates. Oxorn, H. ( 2003 ), Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor and Birth, Jakarta : Yayasan Essentia Medica. Padilla, et al. 2008. Risk Factors in Cesarean Section. Ginecol Obstet Mex Article in Spanish. 2008 Jul;76(7):392-7. Priharjo, R. 2003. Perawatan Nyeri. Jakarta: EGC. Pritchard. ( 1999 ). Obstetri Williams, Edisi ketujuh belas, Surabaya : Airlangga University Press. Potter & Perry . (2006). Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC. Sulistyowati, D. 2009. Efektifitas Terapi Aroma Lavender Terhadap Tingkat Nyeri dan Kecemasan Persalinan Primipara Kala I di Rumah Sakit dan Klinik Bersalin Purwokerto. Walley, J., Simkin, P., dan Keppler, A. (2008). Panduan Praktis Bagi Calon Ibu : Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo 21