Lap.4 FTIR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LABORATORIUM KIMIA FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI



LAPORAN ANALISIS INSTRUMEN ANALISIS SENYAWA KOMPLEKS DENGAN FTIR



OLEH : KELOMPOK I RAHAYU SAMALO



(15.01.258)



I GUSTI NGURAH DEDI



(15.01.280)



LOVEMY GENEVIEVE BATU



(15.01.314)



ANANG MUKRININ



(15.01.330)



ARENSI BELO



(15.01.351)



DIAN PRATIWI



(15.01.353)



ADI WAHYU NOVIANTO



(15.01. 375)



ASISTEN : YEUSY R.P SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR 2016



BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teknik analisis spektroskopi termasuk salah satu teknis analisis instrumental. Teknik tersebut memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan



gelombang elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya



tampak, dan infrared. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan. Dalam bidang fisika bahan sepertibahan-bahan polimer, inframerah juga dipakai untuk mengkarakterisasi sampel. Suatu kendala yang menyulitkan dalam mengidentifikasi senyawa dengan inframerah adalah tidak adanya aturan yang baku untuk melakukan interprestasi spectrum. Karena kompleksnya interaksi dalam vibrasi molekul dalam suatu senyawa dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali prediksi teoritik tidak lagi sesuai. Pada percobaan ini metode yang digunakan untuk menganalisis senyawa kompleks Aspirin yaitu dengan menggunakan metode FTIR (Fourier Transform infrared Spectroscopy). Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elekromagnetik yang berbeda pada daerah panjang gelombang 0,75-1000µm atau pada bilangan gelombang 13000 – 10 cm 3. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluorensensi(fluorescence).



Komponen



medan



listrik



yang



banyak



berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik



seperti



pada



fenomena



transmisi,



pemantulan,



pembiasan



dan



penyerapan. Berdasarkan uaraian diatas maka dilakukan percobaan untuk mengetahui dan memahami senyawa kompleks aspirin dengan metode FTIR guna mengetahui interaksi molekul dengan radiasi elekromagnetik yang berbeda pada daerah panjang gelombang yang berbeda. I.2



Maksud dan Tujuan Percobaan



I.2.1 Maksud Percobaan Adapun maksud percobaan ini adalah memahami



cara



menganalisis



senyawa



untuk mengetahui dan



komplek



Aspirin



dengan



menggunakan metode FTIR (Fourier Transform infrared Spectroscopy). I.2.2 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menetukan ligan dan atom pusat molekul senyawa kompleks Aspirin dengan FTIR. I.3



Prinsip Percobaan Menentukan interaksi ligan dan atom pusat molekul senyawa



kompleks dengan FTIR



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1



Teori Umum FT-IR merupakan salah satu instrument yang menggunakan prinsip



spektroskopi.



Spektroskopi



adalah



spektroskopi



inframerah



yang



dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya (Anam. 2007).



Spektroskopi inframerah berguna untuk



identifikasi senyawa organic karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak (Basset, 1994). Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR dapat dihasilkan dengan mengukur absorbs radiasi, refleksi atau emisi di daerah IR (Siti Silviah, 2007). Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan. Dalam bidang fisika bahan, seperti bahan-bahan polimer, inframerah juga dipakai untuk mengkarakterisasi sampel. Suatu kendala yang menyulitkan dalam mengidentifikasi senyawa dengan inframerah adalah tidak adanya aturan yang baku untuk melakukan interpretasi spektrum. Karena kompleksnya interaksi dalam vibrasi molekul dalam suatu senyawa dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali prediksi teoretik tidak lagi sesuai. Pengetahuan dalam hal ini sebagian besar diperoleh secara empiris dan pengalaman (Basset, 1994). Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik mencakup bilangan gelombang 14.000 cm-1 hingga 10 cm-1. Daerah inframerah sedang ( 4000-400 cm -1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus



fungsi dalam molekul tersebut. Daerah inframerah jauh (400-10cm -1) bermanfaat untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat seperti senyawa anorganik, namun membutuhkan teknik khusus yang lebih baik. Daerah inframerah dekat (12.500-4000cm -1) yang peka terhadap vibrasi overtone (Silverstein, 2002). Spektroskopi inframerah sangat berguna untuk analisis kualitatif (identifikasi) dari senyawa organik karena spektrum yang unik yang dihasilkan oleh setiap organik zat dengan puncak struktural yang sesuai dengan fitur yang berbeda. Selain itu, masing-masing kelompok fungsional menyerap sinar inframerah pada frekuensi yang unik. Sebagai contoh, sebuah gugus karbonil, C = O, selalu menyerap sinar inframerah pada 1670-1780 cm-1, yang menyebabkan ikatan karbonil untuk meregangkan (Silverstein, 2002). Atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi (bergetar). Ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat dimisalkan sebagai dua bola yang dihubungkan oleh suatu pegas. Bila radiasi inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi dasar dan tingkat tereksitasi. Contoh suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90 triliun kali dalam satu detik harus menyerap radiasi inframerah pada frekuensi tersebut untuk pindah ketingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorpsian energi pada frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah yang memplot jumlah radiasi infra merah yang akan memberikan informasi enting tentang tentang gugus fungsional suatu molekul (Blanchard, A Arthur, 1986). Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer FTIR



adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis (Hendayana, 1994). Metode



Spektroskopi



inframerah



ini



dapat



digunakan



untuk



mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui,karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena: a. Cepat dan relatif murah b. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul c. Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut (Harjadi, 1993). Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekwensi. Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi



atau



sebaliknya



disebut



Transformasi



Fourier



(Fourier



Transform). Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sebagai contoh aplikasi pemakaian gelombang radiasi elektromagnetik yang berdasarkan daerah waktu adalah interferometer yang dikemukakan oleh Albert Abraham Michelson (Harjadi, 1993). Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu : 1. Dapat digunakan pada semua frekwensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.



2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless). Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan spektrofotometer FTIR sama degan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel.Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam.Dengan demikian radiasi inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin bergerak dan cermin yang diam.Pada sistem optik fourier traansform infared digunakan radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Day, R.A dan A.L. Underwood. 2002). Sistem optik Spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi (δ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red (Silverstein, 2002). Pada



sistem



optik



FTIR



digunakan



radiasi



LASER



(Light



Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Silverstein, 2002).



Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah (Mudzakir, 2008). Spiritus adalah alkohol yang mempunyai konsentrasi 94 – 95% yang digunakan sebagai pelarut dan bahan bakar (fuel oil) pengganti bahan bakar minyak yang tidak menimbulkan jelaga. Metanol merupakan alkohol yang tidak berwarna, larut dalam air, dan bersifat racun. Metanol sering dipakai sebagai bahan bakar, anti pembekuan, dan pelarut. Spiritus biasanya berwarna biru atau ungu karena ditambah dengan metylen blue atau metylen violet. Selain itu, spiritus juga akan mengalami penambahan zat beracun seperti tembaga sulfat agar tidak salah digunakan sebagai minuman keras. Limbah tetes tebu dari pabrik gula dapat diolah menjadi spiritus. Spiritus banyak digunakan untuk bahan bakar. Proses pembuatan spiritus merupakan proses alkohol terdenaturasi yaitu etanol yang diberi tambahan zat beracun supaya alkoholnya tidak diminum. Bensin atau gasoline atau petrol adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk kendaraan bermotor roda dua, tiga, dan empat. Secara sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari C7 (heptana) sampai dengan C11. Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon yang terikat antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk rantai.



II.2



Uraian Bahan 1. KBr (FI III : 328) Nama resmi Nama lain RB BM Pemerian



: KALII BROMIDUM : Kalium bromide : KBr : 119,01 : Hablur tidak berwarna ,transparan atau buram atau serbuk butir ,tidak berbau, rasa asin dan



Kelarutan



agak pahit. : Larut dalam 1,6 bagian air,dan dalam kurang 200



Kegunaan Penyimpanan



bagian etanol (90%)P. : Sebagai sampel. : Simpan dalam wadah tertutup baik



2. Asam Salisilat (Dirjen POM, 1979) Nama resmi



: ACIDIUM SALICYLICUM



Nama lain



: Asam salisilat



Rumus kimia



: C7H6O3



BM



: C7H6O3



Pemerian



: Hablur ringan tidak berwarna atau



serbuk



berwarna putih: hampir tidak berbau: rasa agak manis dan tajam. Kelarutan



: Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95 %) P: mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P:larut dalam ammonium asetat P,dinatrium hidrogenfosfat P,kalium sitrat P dan natrium sitrat P



Titik leleh



: Suhu lebur antara 158,50 dan 1610



Kegunaan



: Sebagai sampel BAB III METODE KERJA



1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu, lumping dan mortir, alat pembuat pellet, neraca analit, spatula, spektroskopi FTIR. III.1.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali in yaitu, KBr (200 mg), aspirin hasil sintesis (2 gram), bensin, dan spritus. 2 Cara kerja 1 Menyiapkan sampel, bahan dan alatyang akan digunakan. 2 Masukan 2 gram sampel aspirin hasil sintesis dalam lumping dan tambahkan KBr 200 mg lalu digerus hingga homogen. 3 Membuat pellet dari campuran bahan tersebut menggunakan alat press dan dipre-vakum selama 2-3 menit. 4 Mengepress pellet dengan pompa hidrolik dan mengatur tekananya menjadi 80 KN selama 5 menit. 5 Menhentikan proses vakum dan pengepressan lalu mengambil sampel pellet dengan cara mendorongnya dengan pompa hidrolik hingga terdengar bunyi “klek” yang berarti sampel sudah lepas. 6 Meletakkan sampel yang sudah jadi pada sampel holder dan menempatkannya pada lintasan sinar alat FTIR. 7 Melakukan pengukuran dengan alat FTIR dan mengamati grafik yang terbentuk.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1



Hasil Pengamatan



Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 1. Spektrum inframerah bensin



Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 2. Spektrum inframerah spiritus IV.2



Pembahasan FTIR



(Fourier



Transform



Infrared)



yaitu



metode



spektroskopi



inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk analisis hasil



spektrumnya. Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode absorpsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Sampel yang digunakan dalam FTIR ini adalah bensin dan spiritus. Bensin merupakan senyawa yang tersusun dari rantai hidrokarbon mulai dari C7 sampai dengan C11 yang dapat mempunyai susunan rantai lurus maupun aromatik, sedangkan



spiritus merupakan



senyawa alkohol jenis metanol. Dalam menganalisa spektrum inframerah dari sampel bensin, pembahasan yang pertama lakukan adalah pada kerangka karbon. Karena bensin tersusun atas rantai hidrokarbon sehingga dalam spektrum inframerah bensin akan muncul berbagai macam penyerapan yang ditimbulkan oleh adanya ikatan karbon. Pada spektrum bensin tersebut kerangka karbon dapat langsung dilihat pada daerah bilangan gelombang 3000– 2700 cm-1 yang merupakan karakteristik penyerapan untuk gugus alkana dan alkil. Kenampakan yang paling umum dari serapan C–H str adalah munculnya tiga buah pita kuat di bawah 3000 cm -1. Pada spektrum di atas ketiga pita tersebut adalah pada bilangan gelombang 2923,9, 2958,4 dan 2869,9 cm-1. Pita dengan intensitas penyerapan paling kuat yaitu pada bilangan gelombang 2923,9 cm -1 disebabkan oleh adanya penyerapan dari gugus CH2. Pita yang muncul pada bilangan gelombang 2958,6 cm -1 kemungkinan disebabkan oleh adanya penyerapan uluran taksimetris dari gugus metil (CH3). Dalam cara tersebut dua buah ikatan C–H dari gugus metil memanjang secara bersamaan sedang yang ketiga memendek atau sebaliknya. Pita yang ketiga yang merupakan bagian dari C–H str muncul pada bilangan gelombang 2869,9 cm -1. Pita tersebut berasal dari penyerapan uluran simetri gugus metil (CH3). Untuk mendukung kesimpulan-kesimpulan tersebut, dapat ditinjau penyerapan- penyerapan yang disebabkan oleh adanya gugus alkil. Adanya gugus alkil dapat dilihat dengan munculnya pita karakteristik yang sesuai dengan C–H def pada daerah bilangan gelombang 1500–1300 cm -1. Pada



spektrum tersebut tampak adanya penyerapan yang tajam pada bilangan gelombang 1377 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus metil dengan vibrasi tekukan simetri dari CH3 (δ sim CH3) yang terbagi dalam gugus-gugus (CH3)2=C dan (CH3)3– C. Adanya gugus metilen sebagai pendukung penyerapan pada bilangan gelombang 2923,9 cm -1 dapat dilihat dengan munculnya pita pada bilangan gelombang 1461 cm -1. Pita tersebut muncul akibat dari penyerapan gugus CH 2 dengan vibrasi tekukan simetri CH 2 (δsim CH2). Selain itu munculnya pita pada daerah bilangan gelombang 750–720 cm-1 yaitu tepatnya pada bilangan gelombang 729 cm -1 yang menunjukkan bahwa gugus alkil kemungkinan mengandung tiga gugus metilen yang berdekatan (-CH2–CH2–CH2–CH2 ). Pita pada bilangan gelombang di atas 3000 cm-1 menunjukkan adanya senyawa aromatik. Empat daerah dalam spektrum yang berkaitan dengan vibrasi aromatik yang dapat diketahui adalah C–H str, C–H def, C=C str dan gugus dari pita gabungan. Kedudukan serapan C–H str lemah dan muncul sebagai bagian kecil dari pita C–H str alkana yang lebih kuat. Pada spektrum di atas C–H str aromatik muncul pada bilangan gelombang 3020 cm-1. Kemungkinan vibrasi yang lain sebagai pendukung adanya senyawa aromatik adalah uluran C=C. Pada spektrum di atas pita uluran tersebut muncul pada bilangan gelombang 1608 cm -1 dan 1492 cm-1. Perbedaan penyerapan tersebut menunjukkan adanya substitusi pada senyawa aromatik. Substitusi tersebut dapat dilihat dengan munculnya pita pada bilangan gelombang 694 cm -1 yang menunjukkan bahwa benzena tersubstitusi mono. Vibrasi yang lain yang dapat mendukung adanya senyawa aromatik adalah C–H def. Pada spektrum tersebut C–H def muncul pada bilangan gelombang 767 cm -1 yang berasal dari vibrasi tekukan keluar bidang dari C– H (δ C–H). Dari sampel spiritus didapatkan spektrum inframerah seperti pada gambar 2. Dari rumus molekul spritus kemungkinan–kemungkinan vibrasi yang dapat terjadi adalah uluran dan tekukan gugus O–H dari alkohol, C–H



dari



gugus alkil, C–O dari ikatan gugus hidroksil dengan rantai karbon dan



gugus yang lain yang dapat muncul dalam spektrum inframerah spiritus sebagai akibat penambahan zat warna pada spiritus atau ketika melakukan preparasi sampel. Pita lebar dan kuat yang muncul pada daerah 3000–3600 cm-1 hingga menutupi pita uluran C–H di bawah 3000 cm -1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (O–H). Kesimpulan tersebut dikuatkan dengan munculnya dua buah pita pada 1014,5 dan 1053,1 cm -1 yang muncul dari uluran gugus C–O. Dua buah pita lemah yang muncul pada bilangan gelombang 2862,2 dan 2981,7 cm-1 kemungkinan muncul dari uluran simetrik dan taksimetrik dari gugus metil (CH 3). Pita medium pada bilangan gelombang 1635,5 cm-1 muncul dari uluran ikatan rangkap C=C. Pita tersebut kemungkinan berasal dari zat warna yang ditambahkan ke dalam spiritus.



BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Analisis gugus fungsi sampel bensin menggunakan FTIR menunjukkan bahwa terdapat gugus metil (CH 3), gugus alkana, senyawa benzena yang ditunjukkan dengan vibrasi uluran C–H dan cincin aromatik (C=C) dan gugus lain yang tidak dapat diidentifikasi dengan tepat, sedangkan untuk sampel spiritus menunjukkan adanya gugus hidroksil dari senyawa alkohol dengan munculnya pita lebar di atas 3000–3500 cm-1 dan pita pada 1000–1100 cm -1. Pita uluran C–H kemungkinan tertutup oleh uluran gugus hidroksil, sehingga muncul sebagai pita dengan intensitas yang lemah. V.2 Saran



DAFTAR PUSTAKA Ariyani, Desi. 2009. Laporan Kerja Praktek di Pabrik Spirtus Madu Kismo. Yogyakarta: STTN-BATAN Basset ,J . 1994 . Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC. Blanchard, A Arthur.1986. Synthetic Inorganic Chemisrty, New York: John and Willey Sons Day, R.A dan A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta Earnshaw, A. 1997. Chemistry of The Element 2nd Edition. New York: Elsevier Hendayana, Sumar, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Press. Harjadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Penerbit Gramedia, Jakarta Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta Mudzakir , A . 2008 . Praktikum Kimia Anorganik . Bandung ; Jurusan Pendidikan Silverstein. 2002. Identification of Organic Compund, 3rd Edition. John Wiley & Sons Ltd. New York.