Lapkas Gawat Janin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS INSTALASI GAWAT DARURAT GAWAT JANIN



Disusun oleh: dr. Dita Maulida Anggraini Dokter Internsip RSUD Cileungsi



Pendamping: dr. Aprizal, MARS. dr. Edwin Sp.OG



PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR – JAWA BARAT 2018



Nama Peserta



: dr. Dita Maulida Anggraini



Nama Wahana : RSUD Cileungsi Topik : Gawat Janin Tanggal (kasus) :7 Agustus 2018



Presenter : dr. Dita Maulida Anggraini



Nama Pasien : Ny. Y



No. RM : 094980



Tanggal Presentasi : September 2018



Pendamping: dr. Aprizal, MARS., dr. Edwin Sp.OG



Tempat Presentasi : RSUD Cileungsi Obyektif Presentasi : o Keilmuan 



o Keterampilan



o Diagnostik  o Manajemen  o Neonatus



o Bayi



o Anak



o Penyegaran



o Tinjauan Pustaka



o Masalah 



o Istimewa



o Remaja



o Dewasa



o Lansia



o Bumil



o Deskripsi : G1P0A0 gestasi 23-24 minggu + Glioblastoma multiforme o Tujuan : Menegakkan diagnosis dan menangani pasien emergensi secara cepat dan tepat Bahan Bahasan Cara



o Tinjauan



o Kasus 



o Audit



o Presentasi dan



o E-mail



o Pos



Pustaka o Diskusi



diskusi 



Membahas Data Pasien :



o Riset



Nama : Ny. Y



Nama RS : RSUD Cileungsi



No. RM : 094980 Telp : 0211-89934667



DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI : Diagnosis : G1P0A0 Gestasi 23-24 minggu + Glioblastoma multiforme Gejala : Nyeri kepala hebat, muntah, penglihatan kedua mata menurun.



ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri kepala Riwayat Penyakit Sekarang G1P0A0 datang dengan keluhan nyeri kepala hebat sejak ± 1 hari SMRS. Keluhan disertai dengan mual, muntah 10x/ hari cair berisi makanan, muntah warna hitam 1x, ± ¼ gelas kecil, demam naik turun, dan penglihatan kedua mata yang menurun sejak bulan April 2018. Riwayat kejang tidak ada, riwayat pingsan tidak ada, riwayat trauma di kepala disangkal. Riwayat darah tinggi, nyeri ulu hati, kencing berbusa disangkal. Pasien mengatakan sedang hamil anak pertama dengan usia kehamilan 23-24 minggu. Sebelum dibawa ke IGD RSUD Cileungsi, pasien sudah meminum obat paracetamol. Karena keluhan nyeri kepala tidak berkurang, pasien langsung dibawa ke IGD RSUD Cileungsi.



Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mulai merasakan keluhan nyeri kepala sejak September 2017. Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter dan dikatakan sakit kepala biasa. Riwayat obat yang sudah dikonsumsi yaitu Tramadol + Paracetamol 325 mg. Pada Maret 2018, penglihatan pasien mulai menurun. Pada bulan April 2018, pasien sudah tidak bisa melihat sama sekali. Pasien telah dilakukan pemeriksaan MRI kepala di RS Carolus pada April 2018 dan didiagnosis menderita tumor otak. Pasien diketahui hamil pada bulan Mei 2018 saat dirawat di RSUD Cileungsi. Riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat diabetes tidak ada. Riwayat perdarahan dari jalan lahir disangkal.



Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat keluarga penderita tumor tidak ada. Riwayat Obstetri Kehamilan saat ini merupakan kehamilan pertama pasien. Anamnesis Tambahan



Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien tanggal 22 Januari 2018. Taksiran persalinan 29 Oktober 2018. Riwayat kontrasepsi yang dipakai tidak ada.



PEMERIKSAAN FISIK •



Keadaan Umum



: tampak sakit sedang







Kesadaran



: compos mentis







Tanda vital











Tekanan Darah



: 120/80



mmHg



Nadi



: 97



kali/menit



Frekuensi Napas



: 22



kali/menit



Suhu



: 36.8



o



SpO2



: 100%



Berat badan



: 60 kg



Tinggi Badan



: 160 cm



Kepala Deformitas



(-)



Konjungtiva anemis



-/-



Sklera ikterik



-/-



Refleks cahaya



+/+



Pupil bulat isokor



3 mm/3mm



Leher KGB tidak teraba membesar



C



JVP tidak meningkat







Toraks Inspeksi



: P/ Bentuk dan gerak simetris, retraksi intercostal (-) C/ ictus cordis tidak tampak



Perkusi



: P/ Sonor di seluruh lapang paru



Auskultasi



: P/ vbs kanan= kiri. Ronchi -/- wheezing -/C/ Bunyi jantung S1 &S2 murni regular, murmur (-)







Abdomen Inspeksi



: dinding perut tampak datar



Auskultasi



: bising usus (+) normal



Perkusi



: timpani, pekak samping (-), pekak pindah (–)



Palpasi



: soepel, hepar dan lien tidak teraba



Ekstremitas : akral hangat, CRT 35 tahun



-



Wanita dengan riwayat: o Bayi lahir mati o Pertumbuhan janin terhambat o Oligohidramnion atau polihidramnion o Kehamilan ganda/ gemelli



o Sensitasi rhesus o Hipertensi o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya o Berkurangnya gerakan janin o Kehamilan serotinus



2.5. Tanda dan Gejala



Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ ’kick count’. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6 Tanda-tanda gawat janin:4,5  Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala  Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan menggunakan kardiotokografi  Asidosis janin Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.



2.6. Klasifikasi Jenis gawat janin yaitu (Dastur et. al., 2005): 1.



Gawat janin yang terjadi secara ilmiah a. Gawat janin iatrogenic: Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin. b. Posisi tidur ibu: Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau semilateral. c. Infus oksitosin: Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik. d. Anestesi Epidural: Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.



2.



Gawat janin sebelum persalinan



a. Gawat janin kronik: Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu. b. Gawat janin akut: Suatu kejadian bencana yang tiba – tiba mempengaruhi oksigenasijanin. c. Gawat janin selama persalinan: Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun.



2.7.



Patofisiologi



2.7.



Tata Laksana 1. Penanganan umum (Dunn et. al., 2016): a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan oksigen dari ibu ke janin lebih lancar. b. Berikan oksigen sebagai antisipa si terjadinya hipoksia janin. c. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin, karena dapat mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin. d. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai. e. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin: 1) Bebaskan setiap kompresi tali pusat 2) Perbaiki aliran darah uteroplasenter 3) Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan indikasi.



Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetrik pasien dan jalannya persalinan (Kohli et. al., 2017).



2.



Penatalaksanaan Khusus a. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat. b. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal. c. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke ruang intervilli. d. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik. e. Pemeriksaan



pervaginam



menyingkirkan



prolaps



tali



pusat



dan



menentukan perjalanan persalinan. f. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal. Abdul Bari Saifuddin dkk.2002



3.



Prinsip Umum : a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat



b. Perbaiki aliran darah uteroplasenter c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan indikasi. Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.



4.



Pengelolaan Antepartum Dalam pengelolan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan. Menentukan umur kehamilan dapat dengan menghitung dari tanggal menstruasi terakhir, atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20 minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta. Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu dengan pemeriksaan Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini untuk menditeksi terjadinya insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk mendiagnosis oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin. Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain NST juga menilai volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin dan gerakan janin. Pemeriksaan lain yaitu Oxytocin Challenge Test (OCT) menilai kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian asidosis, hipoksia janin dan deselerasi lambat. Penilaian ini dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41 minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan.



Penulis lain melaporkan bahwa kematian janin secara bermakna meningkat mulai umur kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41 minggu. Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan mekonium. Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak matang dengan Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dari 3047 wanita dengan kehamilan 41 minggu mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita hamil postterm diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland. Pada wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea karena distosia.



5.



Pengelolaan Intrapartum Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai risiko terjadi bahaya pada janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah disporposi kepala panggul, profil biofisik janin baik. Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu putusan bila serviks belum matang denganmonitoring janin secara serial. Pilihan persalinan tergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan tersebut adalah induksi persalinan dan monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan pola denyut jantung janin. Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi tali pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan memeriksa pola denyut jantung janin. Bila ditemukan variabel deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang panjang maka seksio cesarea segera dilakukan karena janin dalam bahaya.



Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi paru berat dan kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada faring setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium, trakea harus diaspirasi segera mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi (Huang et. al., 2012).



GLIOBLASTOMA MULTIFORME



3.1. Definisi Glioblastoma atau glioblastoma multiforme adalah derajat tertinggi (derajat IV) tumor glioma dan merupakan bentuk paling ganas dari astrositoma. Temuan histologi yang dapat membedakan glioblastoma dari derajat tumor lain adalah adanya jumlah pembuluh darah yang meningkat dan adanya sel nekrosis di sekitar tumor.



3.2. Epidemiologi Berdasarkan laporan CBTRUS, rata-rata insiden (IR) dari glioblastoma sebesar 3,19/100.000 populasi. Ini merupakan tertinggi dari keseluruhan tumor otak dan SSP dengan tanda keganasan, diikuti dengan astrositoma derajat II (0,56/100.000).



3.3. Etiologi Pada glioblastoma, abnormalitas genetik yang menyebabkan perubahan morfologi (infiltrasi, nekrosis dengan pseudopalisade, dan MVP) bertanggung jawab terhadap percepatan pertumbuhan tumor dan bersifat agresif. Pada inti perubahan morfologi ini terdapat kejadian protrombotik yang membentuk model vaso oklusif bagi progres glioblastoma. Sel-sel neoplastik mensekresi protein prokoagulan (seperti tissue factor dan plasminogen activator inhibitor-1) yang bertanggung jawab pada perlukaan endotel dan thrombosis intravaskular. Trombosis intravaskular menyebabkan hipoksia dan nekrosis tumor perivaskular dengan sel tumor pseudopalisading. Pseudopalisade selular menunjukkan adanya adaptasi terhadap hipoksia. Selain itu, penelitian yang telah ada menunjukkan adanya fraksi kecil tumor dalam tiap individu. Lingkungan mikro di sekitar fraksi tumor tersebut memicu tumbuhnya sel tumor.



3.4. Gambaran Radiologis Computed tomography (CT) scan dapat dilakukan pada tumor dan temuan bermanfaat lainnya, meskipun pada penentuan diagnosis glioblastoma, CT scan tidak dapat mengenali tumor yang kecil. Glioma derajat ringan yang kecil dan terlewati dari CT scan dapat berkembang menjadi glioblastoma. Sebagai tambahan, modalitas ini tidak dapat mendeteksi seluruh lesi multifokal. Cairan serebrospinal (CSF) yang menyebar, terutama pada persebaran awal, dapat mempersulit diagnosis dengan CT scan.



Magnetic resonance imaging (MRI) secara signifikan lebih sensitif terhadap keberadaan tumor. Begitu pula edema peritumor juga dapat terdeteksi dan merupakan modalitas pilihan untuk mengkonfirmasi pasien dengan glioblastoma. Lesi tumor tersebut sangat infiltratif sehingga sel tumor sering kali ditemukan di tempat abnormal pada MRI. Metastasis di sistem saraf pusat sering terjadi, namun metastase ekstraserebral sangat jarang.



DAFTAR PUSTAKA



Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam: Ilmu Bedah Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006:6:52-60 Ayres-de-Campos D, Spong CY, Chandraharan E, FIGO consensus guidelines on intrapartum fetal monitoring. Cardiotocography. Int J Gynecol Obstet. 2015;131:13-24. Dastur AE. Intrapartum Fetal Distress. The Journal of Obstetry and Gynecology of India. 2005; 55 (2): 115-117. De Leeuw JP, Verhoeven ATM, Schutte JM, Zwart J, van Roosmalen J. The end of vaginal breech delivery (letter). BJOG. 2007;114:373. Dunn L, Flenady V, Kumar S. Reducing the risk of fetal distress with Sildenafil study: a double blind randomised control trial. Trans Med. 2016; 14:15. Huang ML, Hsu YY. Fetal distress prediction using discriminant analysis, decision tree, and artificial neural network. Journal of Biomedical and Engineering. 2012; 5: 526-533. Kohli UA, Singh S, Dey M, Bal HK, Seth A. Antenatal risk factor in emergency caesarean sections done for fetal distress. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetric, and Gynecology. 2017; 6 (6):24212426. Prawirohardjo S. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Roy KK, Baruah J, Kumar S, Deorari AK, Sharma JB, Karmakar D. Cesarean section for suspected fetal distress, continuous fetal heart monitoring and decision to delivery time. Ind J of Pediatrics. 2015;75(12):1249-52. Saifudin AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.