Lapkas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENELITIAN PERBANDINGAN KEAKURATAN RADIOGRAFI BITEWING, PERINCITPITAL DAN PANORAMIK PADA PENELITIAN KEHILANGAN TULAN ALVEOLAR



drg. Phimatra Jaya Putra



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN 2017



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN



PERBANDINGAN KEAKURATAN RADIOGRAFI BITEWING, PERINCITPITAL DAN PANORAMIK PADA PENELITIAN KEHILANGAN TULAN ALVEOLAR Nama pengusul



: drg. Phimatra Jaya Putra



Seminar Proposal : 2 Februari 2017 Seminar Hasil



: 10 November 2017



Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia



Pengusul



(Prof. dr. Gusbakti Rusip, M.Sc., Sp.KKLP.,



drg.Phimatra Jaya Putra



.AIFM., AIFO-K., PKK)



Ketua LPPM UNPRI



(Edy Fachrial, S.Si., M.Si., CIQaR)



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. dengan baik. Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada: 1.



Rektor Universitas Prima Indonesia Prof. Dr. Chrismis Novalinda Ginting, M.Kes



2.



Kepada Dekan FKKGIK Prof. dr. Gusbakti Rusip, M.Sc., Sp.KKLP., AIFM., AIFO-K., PKK



3.



Ketua Program Sarjana Kedokteran Gigi drg. Novelya, M.Biomed



4.



Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf FK UNPRI Medan.



Semoga Tuhan membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini. Kami sadar bahwa laporan penelitian ini jauh dari kata sempurna, tetapi kami berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi.



Medan, 2 Februari 2017 Penulis



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................



ii



HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ....................................................................



iii



KATA PENGANTAR ..............................................................................................



iv



DAFTAR ISI............................................................................................................



vii



DAFTAR TABEL ....................................................................................................



ix



DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................



x



DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................



xi



BAB 1



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 1.4 Hipotesis Penelitian ................................................................. 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................... 1.5.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 1.5.2 Manfaat Aplikatif .................................................................



1 3 3 3 3 3 4 4 4



BAB 2



TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang alveolar……………..................................................... 2.1.1 Proses Resorpsi Tulang Alveolar Pada Penyakit Periodontal... 2.2 Periodontitis….......................................................................... 2.2.1 Gambaran Klinis…................................................................... 2.2.2 Gambaran Radiografi................................................................ 2.3 Radiografi Kedokteran Gigi……………………………….. ... 2.4 Radiografi Bitewing ................................................................. 2.4.1 Teknik Radiografi Bitewing………….......................................



5 5 6 7 8 10 11 11



2.4.2 2.5 2.5.1 2.5.2 2.6 2.6.1 2.6.2 2.7 2.8



Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Bitewing....................... Radiografi Periapikal…………………...................................... Teknik Radiografi Periapikal…. ................................................ Keuntungan dan Kerugian Teknik Radiografi Periapikal…….. Radiografi Panoramik…………………………………………. Teknik Pengambilan Gambar Radiografi Panoramik……...….. Keuntungan dan Kerugian Radiografi Panoramik…………….. Kerangka Teori….…………………………………………..… Kerangka Konsep……………………………………………...



12 13 13 14 15 16 18 19 20



METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.2.1 Lokasi Penelitian ........................................................................ 3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................ 3.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 3.3.1 Populasi ...................................................................................... 3.3.2 Sampel ........................................................................................ 3.4 Variabel dan Definisi Operasional ............................................. 3.4.1 Variabel ...................................................................................... 3.4.2 Definisi Operasional .................................................................. 3.5 Alat Penelitian……………..……………………..................…. 3.6 Bahan Penelitian......................................................................... 3.7 Prosedur Pengambilan Data…………………………………… 3.8 Analisis Data…………………………………………………...



21 21 21 21 21 21 21 22 22 23 23 24 24 26



HASIL PENELITIAN 4.1 Data Sampel Penelitian………………………………………... 4.2 Analisis Menggunakan Uji…………………………………….



27 27



BAB 5



PEMBAHASAN



29



BAB 6



KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……………………………………………………. 6.2 Saran…………………………………………………………...



32 32



DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................…



33



BAB 3



BAB 4



LAMPIRAN



DAFTAR TABEL



Tabel



Halaman



1



Hasil pengukuran kehilangan tulang alveolar……………………. .



27



2



Analisis data kehilangan tulang alveolar…………………………..



27



3



Nilai keakuratan dari radiografi………………………………………



28



DAFTAR GAMBAR



Gambar



Halaman



1



Periodontitis kronis secara klinis………………………………….....



7



2.



A. Radiografi periapikal dari pasien penderita periodontitis yang menunjukkan adanya kehilangan tulang alveolar…………………....



9



B. Radiografi bitewing dari pasien yang sama……………………… 3



Bagian dari radiografi panoramik yang menunjukkan localized bone defects….………………………………………………………….....



10



4



Teknik pengambilan radiografi bitewing……………………….…....



12



5



Teknik pengambilan radiografi periapikal..…………………….…....



14



6



Teknik pengambilan radiografi panoramik…………………….……



18



7



Cara pengambilan radiografi………………..………………….……



25



8



Cara pengukuran kehilangan tulang alveolar.……………….…… …



26



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1



Surat izin permintaan peminjaman tengkorak



2



Hasil Perhitungan SPSS



3



Jadwal Penelitian



4



Anggaran Penelitian



5



Curriculum vitae peneliti



Abstrak Radiografi mempunyai peranan penting dalam kedokteran gigi sebagai informasi diagnostik tambahan untuk penatalaksanaan kasus, mulai dari menegakkan diagnosa, merencanakan perawatan dan menentukan prognosis. Pada kelainan atau perubahan yang bersifat menyeluruh seperti manifestasi penyakit sistemik di rahang, perluasan tumor, penyakit periodontal yang menyeluruh, teknik radiografi ekstraoral seperti radiografi panoramik merupakan teknik yang paling sering dipilih. Sedangkan untuk pemeriksaan gigi, kelainan pada jaringan periapikal dan kelainan pada jaringan periodontal digunakan radiografi intraoral seperti radiografi periapikal. Prosesus alveolaris adalah tulang yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveolus). Tulang alveolar merupakan penyangga gigi yang utama dan merupakan jenis tulang yang dirancang untuk dapat mengakomodasi gigi. Pada manusia, tulang alveolar ditemukan di bagian rahang bawah dan rahang atas. Tulang alveolar terletak setelah jaringan periodontal dan tepi puncak tulang alveolar biasanya sejajar terhadap pertautan amelosemental pada jarak yang konstan (12mm), tetapi hubungannya bervariasi sesuai dengan aligment gigi dan kontur permukaan akar. Tujuan dari Penelitian ini adalah Untuk mengetahui keakuratan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik pada penilaian kehilangan tulang alveolar. Manfaat dari penelitian ini adalah Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan jenis radiografi yang tepat untuk pemeriksaan periodontal sesuai indikasi sehingga dapat meminimalisir jumlah dosis radiasi yang diterima. Hasil dari penelitian ini adalah Kesimpulan penelitian ini adalah keakuratan radiografi bitewing memiliki nilai yang paling tinggi, sedangkan keakuratan radiografi panoramik memiliki nilai yang paling rendah dengan perbandingan persentase keakuratan diantara bitewing : periapikal : panoramik adalah 90 : 85 : 70. Abstract Radiography has an important role in dentistry as additional diagnostic information for case management, starting from establishing a diagnosis, planning treatment and determining prognosis. In generalized abnormalities or changes such as systemic disease manifestations in the jaw, tumor expansion, generalized periodontal disease, extraoral radiographic techniques such as panoramic radiography are the most frequently chosen techniques. As for the examination of teeth, periapical tissue abnormalities and periodontal tissue abnormalities, intraoral radiographs such as periapical radiographs were used. The alveolar processes are the bones that form and support the tooth sockets (alveoli). Alveolar bone is the main support for teeth and is a type of bone designed to accommodate teeth. In humans, the alveolar bone is found in the mandible and maxilla. Alveolar bone lies after the periodontal tissues and the margins of the alveolar crest are usually parallel to the amelocemental junctions at a constant distance (1-2mm), but the relationship varies according to tooth alignment and root surface contour. The aim of this study was to determine the accuracy of bitewing, periapical and panoramic radiographs in the assessment of alveolar bone loss. The benefit of this study is that it is expected to be a consideration in selecting the right type of radiograph for periodontal examination according to indications so as to minimize the amount of radiation dose received. The results of this study are the conclusion of this study is that the accuracy of bitewing radiographs has the highest value, while the accuracy of panoramic radiographs has the lowest value with a percentage ratio of accuracy between bitewing: periapical: panoramic is 90: 85: 70.



BAB 1 PENDAHULUA N



1.1 Latar Belakang Radiografi mempunyai peranan penting dalam kedokteran gigi sebagai informasi diagnostik tambahan untuk penatalaksanaan kasus, mulai dari menegakkan diagnosa, merencanakan perawatan dan menentukan prognosis. Pada kelainan atau perubahan yang bersifat menyeluruh seperti manifestasi penyakit sistemik di rahang, perluasan tumor, penyakit periodontal yang menyeluruh, teknik radiografi ekstraoral seperti radiografi panoramik merupakan teknik yang paling sering



dipilih.



Sedangkan untuk pemeriksaan gigi, kelainan pada jaringan periapikal dan kelainan pada jaringan periodontal digunakan radiografi intraoral



seperti



radiografi



periapikal.1 Prosesus alveolaris adalah tulang yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveolus). Tulang alveolar merupakan penyangga gigi yang utama dan merupakan jenis tulang yang dirancang untuk dapat mengakomodasi gigi. Pada manusia, tulang alveolar ditemukan di bagian rahang bawah dan rahang atas. Tulang alveolar terletak setelah jaringan periodontal dan tepi puncak tulang alveolar biasanya sejajar terhadap pertautan amelosemental pada jarak yang konstan (1-2mm), tetapi hubungannya bervariasi sesuai dengan aligment gigi dan kontur permukaan akar.2 Kehilangan tulang yang disebabkan oleh penyakit periodontal



hanya



dapat dinilai dari gambaran radiografi. Jenis pemeriksaan radiografi yang sering dipakai untuk mengukur kehilangan tulang alveolar adalah bitewing, periapikal dan panoramik. Teknik-teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan



masing-



masing dalam menginterpretasikan hasil. Bila dipertimbangkan dari segi dosis radiasi yang akan diterima oleh individu, kenyamanan individu, biaya yang harus dikeluarkan maka teknik radiografi panoramik merupakan teknik yang paling banyak dipilih dalam melihat kehilangan disebabkan oleh penyakit periodontal.2



tulang



alveolar



yang



Efisiensi dari radiografi bitewing dibandingkan dengan radiografi periapikal masih menjadi masalah yang belum terpecahkan dalam memberi gambaran dalam penyakit periodontal ataupun pada ketinggian tulang alveolar. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan adanya tingkat perbedaan keakurasian gambaran radiografi periodontal



menggunakan



radiografi



ekstraoral



dibandingkan



menggunakan



radiografi intraoral.2 Penelitian Moradi J et al yang mengukur krista tulang alveolar ke cemento enamel junction dengan menggunakan radiografi periapikal mendapatkan hasil pengukuran



lebih



kecil



10%



dari



pengukuran



sebenarnya,



sedangkan



menggunakan radiografi bitewing mendapatkan hasil pengukuran lebih kecil 6% daripada pengukuran sebenarnya.3 Penelitian Wilton et al yang melakukan pengukuran pada 70 gigi molar rahang bawah mendapatkan hasil tingkat keakuratan radiografi periapikal menggunakan film holder Rinn XCP lebih besar bila dibandingkan radiografi panoramik, sedangkan tingkat keakuratan radiografi periapikal menggunakan film holder han shin lebih kecil bila dibandingkan radiografi panoramik.4 Penelitian R Geidek et al menggunakan radiografi bitewing, radiografi periapikal, dan radiografi panoramik mendapatkan hasil bahwa radiografi bitewing memiliki tingkat keakuratan tertinggi, dan radiografi periapikal memiliki tingkat keakuratan terendah apabila dibandingkan dengan pemeriksaan secara klinis.5 Penelitian Deimante et al menggunakan radiografi panoramik dan radiografi bitewing untuk mengukur skor dari marginal bone level mendapatkan hasil tingkat keakuratan radiografi bitewing sebesar 56% untuk rahang atas dan 58% untuk rahang bawah, sedangkan radiografi panoramik memiliki tingkat keakuratan 16% untuk rahang atas dan 17% untuk rahang bawah.6 Penelitian Sairam V et al menggunakan radiografi bitewing dan radiografi panoramik pada pengukuran tinggi tulang dibandingkan dengan probing secara klinis mendapatkan hasil radiografi bitewing memiliki tingkat keakuratan lebih tinggi daripada radiografi panoramik bila dibandingkan dengan pemeriksaan secara klinis.7



Adanya perbedaan pendapat dari peneliti sebelumnya dan belum ada nya penelitian mengenai perbandingan keakuratan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik yang dilakukan di Medan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan keakuratan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik pada penilaian kehilangan tulang alveolar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimanakah perbandingan keakuratan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik pada penilaian kehilangan tulang alveolar. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui keakuratan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik pada penilaian kehilangan tulang alveolar.



1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui keakuratan teknik radiografi bitewing dibandingkan dengan radiografi periapikal. 2. Untuk mengetahui keakuratan teknik radiografi bitewing dibandingkan dengan radiografi panoramik. 3. Untuk mengetahui keakuratan teknik radiografi periapikal dibandingkan dengan radiografi panoramik.



1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah tidak ada perbedaan keakuratan antara radiografi bitewing, periapikal dan panoramik pada penilaian kehilangan tulang alveolar.



1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun menjadi bahan ajar yang berguna bagi fakultas-fakultas kedokteran gigi. 2. Diharapkan dapat memberi informasi kepada klinisi mengenai jenis radiografi yang dapat digunakan untuk pemeriksaan periodontal. 1.5.2 Manfaat Aplikatif Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan jenis radiografi yang tepat untuk pemeriksaan periodontal sesuai indikasi sehingga dapat meminimalisir jumlah dosis radiasi yang diterima.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris adalah tulang yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveolus). Tulang alveolar merupakan penyangga gigi yang utama. Tulang alveolar adalah jenis tulang yang dirancang untuk mengakomodasi gigi. Pada manusia tulang alveolar ditemukan di bagian rahang bawah, dan rahang atas. 8 Tulang alveolar terdiri dari: 1. Alveolar bone proper (cribiform plate): Tulang kompak yang merupakan dinding dalam soket. 2. Supporting alveolar bone: Terdiri dari cancelous trabeculae dan vestibular plate oral berupa tulang kompak. Pembagian prosesus alveolaris adalah berdasarkan anatomisnya, tetapi dalam berfungsi semuanya bagian tersebut sebagai satu unit. Semua bagian saling berhubungan dalam mendukung gigi geligi. Tekanan oklusal yang dihantarkan dari ligamen periodontal ke dinding dalam alveolus akan disangga oleh cancelous trabeculae, kemudian diperkuat oleh plate kortikal sebelah vestibular dan oral. Tulang alveolar berfungsi sebagai pembentuk dan penyokong gigi dan penyangga gigi yang paing utama.8 2.1.1 Proses Resorpsi Tulang Alveolar Pada Penyakit Periodontal Resorpsi tulang merupakan proses morfologi kompleks yang berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic dan terbentuk dari penyatuan sel mononuklear. Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak dari enzim hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah tepi, enzim ini akan merusak bagian organik dari tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat



dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan calcitonim yang mempunyai reseptor pada membran osteoklas.8 Kerusakan periodontal terjadi secara bertahap dan intermitten selama periode tidak aktif. Periode dari kerusakan ini akan menghasilkan kehilangan kolagen dan tulang alveolar dengan pendalaman poket periodontal. Onset destruksi tidak semuanya dapat dijelaskan walaupun telah dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :8 1. Aktifitas destruksi berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan reaksi inflamasi akut yang menghasilkan kehilangan tulang alveolar yang cepat. 2. Aktifitas destruksi mirip dengan konversi lesi predominan limfosit T yang mengalami infiltrasi ke dalam sel plasma predominan limfosit B. 3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram (-) anaerob yang terdapat di dalam poket, dan periode remisi sama dengan pembentukan flora gram (+) dengan kecenderungan mengalami mineralisasi. 4. Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti dengan pertahanan lokal dari host. 2.2 Periodontitis Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi jika tidak diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta terjadinya kehilangan gigi. 8 Periodontitis merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva,



pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. Periodontitis kronis didefinisikan sebagai penyakit infeksi dikarenakan inflamasi pada jaringan lunak dari gigi, kehilangan jaringan ikat secara progresif dan kehilangan tulang. Definisi ini menggaris bawahi tentang tanda-tanda klinis dan etiologi dari penyakit, susunan mikrobial plak, inflamasi periodontal dan hilangnya jaringan ikat serta hilangnya tulang alveolar.8 2.2.1 Gambaran Klinis Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan mendeteksi perubahan inflamasi kronis pada marginal gingival, kemunculan poket periodontal dan kehilangan perlekatan secara klinis. Penyebab periodontal ini besifat kronis, kumulatif, progresif dan bila telah mengenai jaringan yang lebih dalam akan menjadi irreversible. Secara klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan gingiva disekitar leher gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva sehat, pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi. 8 Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cemento enamel junction menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket. Pada beberapa keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila tersentuh.8 Tanda klinik dan karakteristik periodontitis kronis: 8 1. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun juga terlihat pada remaja 2. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal. 3. Kalkulus subgingiva sering ditemukan. 4. Berhubungan dengan pola mikroba 5. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan remisi.



6. Mungkin dimodifikasi oleh dan atau berhubungan dengan kelainan sistemik (seperti diabetes mellitus, infeksi HIV). 7. Dapat dimodifikasi oleh faktor selain kelainan sistemik seperti merokok dan stres emosional.



Gambar 1. Periodontitis kronis secara klinis8 2.2.2 Gambaran Radiografi Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi mukosa (labial, bukal, palatal, gingival), lidah dan jaringan penyangga gigi. Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut. Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang pada jaringan penyangga gigi, seperti periodontitis, dengan pemeriksaan radiografi dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang lain. 9



Gambar 2.A.Radiografi periapikal dari pasien penderita periodontitis yang menunjukkan adanya kehilangan tulang alveolar B. Radiografi bitewing dari pasien yang sama9 Untuk dapat menginterpretasi suatu gambaran radiografi, seorang klinisi atau dokter gigi perlu mengetahui bagaimana gambaran radiografi jaringan periodontal sehat dimana tidak terdapat bone loss atau kerusakan tulang. Satu-satunya hal yang dapat diandalkan dalam melihat gambaran radiografi jaringan periodontal yang sehat yaitu hubungan antara crestal bone margin dan cement enamel junction (CEJ).Jika jarak antara keduanya berkisar pada jarak normal (2-3 mm) dan tidak ada tanda klinis dari loss of attachment, atau kehilangan perlekatan, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi periodontitis. Pada resorpsi tulang alveolar menunjukkan gambaran radiografi yang:9  Kehilangan corticated interdental crestal margin, tepi tulang menjadi irregular (tidak berbentuk) atau tumpul.







Pelebaran space ligamentum periodontal pada margin crestal







Kehilangan bentuk ketajaman normal antara tulang crestal dan lamina dura – bone angle menjadi irregular dan membulat







Loss of alveolar supporting bone yang localized maupun generalized







Pola dari bone loss horizontal dan vertikal menghasilkan pembentukan kerusakan kompleks infrabony







Kehilangan tulang pada area furkasi pada gigi yang berakar banyak



Gambar 3. Bagian dari radiografi panoramik yang menunjukkan localized bone defects9



2.3 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Radiografi sering digunakan sebagai informasi diagnostik tambahan yang dikumpulkan untuk mendukung pemeriksaan secara klinis. Radiografi yang sering digunakan pada praktek kedokteran gigi adalah radiografi intraoral yaitu radiografi bitewing dan periapikal serta radiografi ekstraoral yaitu radiografi panoramik. Pemeriksaan klinis dan radiografi memegang peranan yang penting dalam diagnosa penyakit periodontal. Selain radiografi intraoral, radiografi panoramik juga digunakan sebagai pemeriksaan tambahan pada jaringan tulang marginal, rencana pengobatan penyakit dan evaluasi terhadap penyakit umum maupun penyakit mulut tertentu. Meskipun dosis radiasi radiografi rendah, bila memungkinkan paparan radiasi harus diminimalkan. Dokter harus mempertimbangkan manfaat dari radiografi terhadap meningkatnya konsekuensi paparan radiasi pada pasien.9 2.4 Radiografi Bitewing Radiografi bitewing adalah radiografi yang digunakan untuk melihat permukaan gigi yang meliputi mahkota gigi, interproksimal dan puncak alveolar di



maksila dan mandibula daerah anterior maupun posterior dalam satu film khusus. Radiografi ini juga dapat digunakan untuk mengetahui status jaringan periodontal dan efektif untuk melihat kalkulus pada interproksimal. Pada teknik radiografi bitewing tidak menggunakan pegangan film (film holder) melainkan dengan cara pasien menggigit sayap film untuk stabilisasi film di dalam rongga mulut.8 2.4.1 Teknik Radiografi Bitewing Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukaan gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik radiografi bitewing yaitu pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut dasar dari teknik bitewing adalah teknik kesejajaran yang sedikit di modifikasi, dengan sudut antara bidang vertikal dengan konus sebesar 0-100. 9 Tekniknya :8 1. Film diletakkan dengan pegangan khusus dan harus meliputi semua daerah yang ingin diambil. 2. Pasien diatur sedemikian rupa yaitu posisi dari dataran oklusal sejajar dengan lantai. 3. Film diletakkan secara paralel pada mahkota diantara rahang atas dan rahang bawah pada gigi yang akan difoto. 4. Pasien diinstruksikan untuk menggigit ringan pegangan dari sayap-sayap film agar stabil. 5. Sinar sentral diarahkan melalui titik kontak antara gigi, menggunakan ±100 vertikal angulasi. 6. Hasilnya akan nampak gigi RA dan RB dalam keadaan hampir oklusi (mahkota kelihatan seluruhnya dan bagian akar hanya kelihatan sebagian).



Gambar 4. Teknik pengambilan radiografi bitewing9 2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Bitewing Radiografi bitewing memiliki kelebihan yaitu dalam teknik bitewing satu film dapat digunakan untuk memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus. Teknik bitewing juga dipakai pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan penderita memiliki insiden karies yang cukup tinggi dan digunakan untuk menunjukkan karies sekunder yang berada di bawah tumpatan, selain itu radiografi bitewing juga memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi karies dini, puncak tulang alveolar terlihat jelas dan memudahkan pasien yang memiliki refleks muntah yang tinggi. 9 Radiografi bitewing memiliki kelemahan yaitu pada teknik bitewing pasien sering sulit mengoklusikan kedua rahang sehingga puncak alveolar tidak terlihat. Selain itu kita tidak dapat melihat hasil radiografi sampai bagian apikal gigi, kita hanya bisa melihat bagian korona sampai cemento enamel junction (CEJ) saja, periapikal dan ujung akar tidak terlihat. 9 2.5 Radiografi Periapikal Radiografi periapikal adalah radiografi yang berguna untuk melihat gigi geligi secara individual mulai dari keseluruhan mahkota, akar gigi dan jaringan pendukungnya. Indikasi penggunaan radiografi periapikal antara lain untuk melihat



infeksi pada apikal, lesi-lesi pada periapikal, penilaian status periodontal, dugaan adanya gigi yang tidak erupsi dan letaknya serta untuk perawatan endodontik. 10 2.5.1 Teknik Radiografi Periapikal Teknik pemotretan radiografis periapikal adalah: 10 1. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang film dibagi dua sama besar yang selanjutnya disebut garis bagi. 2. Tabung sinar diarahkan tegak lurus pada garis bagi ini, dengan titik pusat sinar diarahkan ke daerah apikal gigi. 3. Dengan menggunakan prinsip segitiga



sama



sisi,seluruh



panjang



gigi sebenarnya dapat terproyeksi sama besarnya pada film. 4. Penentuan



sudut vertikal



tabung



sinar adalah



sudut



yang



dibentuk dengan menarik garis lurus titik sinar terhadap bidang oklusal. 5. Penentuan sudut horizontal tabung sinar ditentukan oleh bentuk lengkung rahang dan posisi gigi, dalam bidang horizontal titik pusat sinar diarahkan melalui titik kontak interproksimal, untuk menghindari tumpang tindih satu gigi dengan gigi sebelahnya. 6. Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang diperiksa ada di pertengahan film untuk gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. 7. Film harus dilebihkan kurang lebih 2 mm di atas permukaan oklusal/insisal untuk memastikan seluruh gigi tercakup di dalam film. Perlu diperhatikan juga sisi yang menghadap tabung cone adalah sisi yang menghadap gigi dengan tonjol orientasi menghadap ke arah mahkota gigi. 8. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa tekanan, dengan ibu jari atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat menyebabkan film menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan. 9. Tabung cone diarahkan ke gigi dengan sudut vertikal dan horizontal yang tepat.



Gambar 5. Teknik pengambilan radiografi periapikal10 2.5.2 Keuntungan dan Kerugian Teknik Radiografi Periapikal Pada radiografi periapikal, keuntungan dan kerugiannya tergantung pada teknik radiografi periapikal yang digunakan. Keuntungan teknik bisekting ialah relatif nyaman untuk pasien karena tidak ada alat tambahan lain kecuali film, penentuan posisi relatif lebih sederhana dan cepat, bila penentuan sudut horizontal dan vertikalnya benar, gambaran radiografis yang dihasilkan akan sama besar dengan yang sebenarnya, dan memadai untuk hampir semua indikasi pemotretan, tak perlu sterilisasi khusus, karena tidak menggunakan alat bantu tambahan sedangkan Kerugian dari teknik bisekting ialah kemungkinan terjadinya distorsi pada gambaran radiografis yang dihasilkan sangat besar, kesalahan sudut vertikal mengakibatkan pemanjangan atau pemendekan gambar, tinggi tulang periodontal, tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik, bayangan tulang zygomatik sering tampak menutupi regio akar gigi molar, sudut vertikal dan horizontal dapat berbeda-beda pada setiap pasien, dengan demikian untuk menghasilkan gambaran yang baik, diperlukan operator yang terampil dan berpengalaman. 11 Keuntungan dari teknik paraleling ialah gambaran yang dihasilkan lebih geometris dengan sedikit sekali kemungkinan terjadinya pembesaran gambar. Tulang



zygomatik berada di atas apeks gigi molar atas, tinggi puncak tulang periodontal dapat terlihat jelas, jaringan periapikal dapat tampak dengan jelas, mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat dideteksi dengan baik, dapat membuat beberapa foto radiografi dengan posisi dan kondisi yang sama pada waktu yang berbeda. Kerugian dari teknik paraleling ialah penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien, terutama regio posterior, karena dapat menyebabkan rasa ingin muntah, film holder sulit penggunaannya bagi operator yang tidak berpengalaman, kondisi anatomis dalam rongga mulut sering menyulitkan teknik ini, misalnya palatum yang datar dan dangkal sulit menggunakan film holder untuk regio M3 rahang bawah.11 2.6 Radiografi Panoramik Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat popular di kedokteran gigi karena teknik yang simple, gambaran mencakup seluruh gigi dan



rahang dengan



dosis radiasi yang rendah. 12 Indikasi dari kasus yang memerlukan gambaran panoramik dalam penegakan diagnosa diantaranya seperti: adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi terpendam yang menghalangi gambaran pada intraoral, untuk melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih dari 6 mm, untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan rencana pembedahan, rencana perawatan orthodonti yang diperlukan untuk mengetahui keadaan gigi atau benih gigi, mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada seluruh bagian mandibula, rencana perawatan implant gigi untuk mencari vertikal height. 12



2.6.1 Teknik Pengambilan Gambar Radiografi Panoramik Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat lainnya. Tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki semua alat dan dapat dirangkum meliputi: Persiapan alat : 12 1. Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital telah dimasukkan kedalam tempatnya. 2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan. 3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA. 4. Hidupkan alat untuk melihat bahwa alat dapat bekerja, naik atau turunkan tempat kepala dan sesuaikan posisi kepala sehingga pasien dapat diposisikan. Persiapan pasien : 1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris rambut, gigi palsu dan alat orthodonti yang dipakainya. 2. Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak. 3. Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala. 4. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk memegang handel agar tetap seimbang. 5. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge 6. Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar. 7. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat penyinaran.12



Persiapan operator : 11 1. Operator memakai pakaian pelindung. 2. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari Sumber x-ray ketika waktu penyinaran. 3. Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak ada pergerakan. 4. Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala pada tempatnya. Teknik Radiografi Panoramik : 12 1. Masukkan film kedalam kaset, lalu letakkan kaset pada penyangga kaset 2.



Temporal clampsk digunakan untuk fiksasi kepala, sebelum pasien



diintruksikan untuk duduk 3.



Tentukan kV dan mA sesuai dengan keadaan pasien.



4.



Intruksikan pasien untuk duduk, letakan dagu pada chin rest sehingga



posisi kepala dari pasien menjadi simetris. 5.



Kaset dan tube harus tepat segaris dengan arkus pasien, untuk memenuhi



hal tersebut naikan atau turunkan kepala tube dengan menggunakan foot pedal dan hand switch sampai angka pada skala di chin rest sesuai dengan skala unit. 6.



Jelaskan kepada pasien tentang jalannya pemeriksaan selama eksposi



dilakukan, terutama : - Kaset dan tube yang akan mengelilingi pasien. - Eksposure akan berlangsung beberapa saat, instruksikan untuk diam



Gambar 6. Teknik pengambilan radiografi panoramik12 2.6.2 Keuntungan Dan Kerugian Radiografi Panoramik Keuntungan dari radiografi panoramik adalah :13 Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada film, mencakup tulang wajah dan gigi. 1. Pasien menerima dosis radiasi yang rendah 2. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut 3. Untuk membuat gambaran panoramik tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya 3-4 menit (termasuk waktu yang diperlukan untuk posisi pasien dan paparan) Kerugian dari radiografi panoramik adalah : 13 1. Gambaran tomografi hanya menampilkan irisan tubuh, struktur atau abnormalitas yang bukan di bidang tumpu tidak bisa jelas. 2. Bayangan jaringan lunak dapat mengkaburkan struktur jaringan keras. 3. Bayangan artefak bisa mengkaburkan struktur di bidang tumpu. 4. Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang tumpu dan film menghasilkan distorsi dan magnifikasi pada gambaran.



2.7 Kerangka Teori



Tulang Alveolar



Proses Resorpsi Tulang Alveolar



Periodontitis



Radiografi Kedokteran Gigi



Bitewing



Periapikal



Indikasi Teknik radiografi Keuntungan dan kerugian



Panoramik



2.8 Kerangka Konsep



Tengkorak Kering



Pemeriksaan klinis kehilangan tulang alveolar



Radiografi Bitewing



Radiografi Periapikal



Radiografi Panoramik



Pengukuran Kehilangan Tulang Alveolar



Dibandingkan dengan Pemeriksaan Klinis



Perbedaan Keakuratan Radiografi Bitewing, Periapikal dan Panoramik



BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional analitik. Penelitian cross sectional adalah adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara dua faktor penelitian atau lebih dengan



cara



mengamati, dimana cara pengambilan data variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di bagian Radiologi Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan laboratorium klinik Pramita. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni - Agustus tahun 2016. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi



Populasi pada penelitian ini adalah radiograf tengkorak menggunakan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik. 3.3.2 Sampel



Sampel pada penelitian ini adalah radiograf tengkorak menggunakan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik yang diperoleh dengan rumus.



Rumus



2. 𝑛 = 𝜎 2� dimana n



Z1−α/2 + Z1−β/2 � (µ20 −aµ )2



= besar sampel minimum



Z1-α-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu =1,96 Z1β/2



= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu = 1,28 σ2



= standar deviasi = 0,89 ( berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh R Gedik et al pada tahun 2008 ) µ0-µa = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean dipopulasi = 1,25 maka 𝑛=



2. 0,892( 1,96 + 1,28 )2 1,252



𝑛 = 10,64 Sampel pada penelitian dengan menggunakan radiografi bitewing, periapikal dan panoramik ini masing-masing adalah 11 buah radiograf.



3.4 Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel



1. Variabel bebas



: Teknik radiografi bitewing, periapikal dan panoramik.



2. Variabel terikat



: Kehilangan tulang alveolar yang diukur pada radiograf bitewing, periapikal dan panoramik.



3.4.2 Definisi Operasional



1. Kehilangan tulang alveolar adalah kehilangan tinggi tulang alveolar dari cemento enamel junction ke alveolar bone crest yang diukur secara manual dengan menggunakan penggaris yang didapatkan hasil pengukuran dalam satuan mm. 2. Radiografi bitewing merupakan teknik konvensional yang digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah pada daerah anterior dan posterior sehingga dapat berfungsi untuk melihat bagian aproksimal dan crest alveolar. 3. Radiografi periapikal adalah radiografi intraoral yang mencakup gigi geligi dan jaringan sekitarnya sampai dengan daerah periapikal. Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya. 4. Radiografi panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. 3.5 Alat Penelitian



1.



Pesawat radiografi periapikal dengan merek Trophy Trex Group tahun



produksi 2001 2.



Pesawat radiografi panoramik dengan merek Asahi tahun produksi 2012



3.



Pesawat radiografi bitewing dengan merek Plan Meca Intra tahun



produksi 2012 4.



Tengkorak rahang atas dan rahang bawah



5.



Selotip



6.



Penggaris dengan merek Tozhca



7.



Jangka dengan merek Pendolf



8.



Kertas



9.



Viewer Box



10. Alat tulis 11. Gunting 12. Tali Plastik



3.6 Bahan penelitian



1.



Film bitewing dengan merek kodak



2.



Film periapikal dengan merek hanshin



3.



Film panoramik dengan merek kodak digital



4.



Larutan developer dengan merek kodak-D76



5.



Larutan fiksasi dengan merek fuji-film



6.



Larutan fiksasi dengan merek kodak



3.7 Prosedur Pengumpulan Data



1.



Mengukur kehilangan tulang alveolar secara manual dengan cara :



-



Menggunakan jangka dengan kedua ujung jangka yang tajam



-



Letakkan salah satu ujung jangka pada cemento enamel junction dan



ujung jangka lain pada alveolar bone crest sebelah distoaproksimal gigi molar dua kanan rahang bawah tengkorak. -



Tekan kedua ujung jangka tersebut pada kertas.



-



Ukur kedua titik pada kertas dengan menggunakan penggaris.



-



Pengukuran dilakukan oleh dua orang interpreter sebanyak 5 kali



-



Mencatat hasil pengukuran.



2.



Melakukan radiografi bitewing :



-



Menggunakan satu buah kertas di bentuk menyerupai film holder



-



Letakkan film pada kertas tersebut kemudian film diletakkan pada gigi



yang akan difoto sesuai dengan teknik pengambilan radiografi bitewing. -



Arahkan kon tegak lurus dengan sumbu gigi dan film, lakukan eksposure.



3.



Melakukan radiografi periapikal :



-



letakkan film pada bagian lingual gigi yang akan difoto.



-



Arahkan kon tegak lurus terhadap sumbu gigi dan film, eksposure.



4.



Melakukan radiografi panoramik :



-



Letakkan tengkorak diatas chin rest.



-



Posisikan tengkorak sampai sesuai dengan garis bantu, eksposure



5.



Masing- masing teknik radiografi dilakukan sebanyak 11 kali untuk



mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan 6.



Lakukan prosesing film bitewing dan periapikal secara konvensional.



Hasil radiografi panoramik dicetak. 7.



Radiograf bitewing, periapikal dan panoramik dilihat menggunakan



viewer box. 8.



Lalu ukur kehilangan tulang alveolar pada masing masing radiograf



dengan cara : -



Menggunakan jangka dengan kedua ujung jangka yang tajam



-



Letakkan salah satu ujung jangka pada cemento enamel junction dan



ujung jangka lain pada alveolar bone crest sebelah distoaproksimal gigi molar dua kanan rahang bawah



A.B.



-



Tekan kedua ujung jangka tersebut pada kertas.



-



Ukur kedua titik pada kertas dengan menggunakan penggaris.



-



Mencatat hasil pengukuran.



C.



Gambar 7. Cara pengambilan radiografi A. Bitewing. B. Periapikal C. Panoramik



A. \



C.



B.



.



D. Gambar 8. Cara pengukuran kehilangan tulang alveolar A. Pada tulang B. Pada radiograf bitewing . C. Pada radiograf periapikal . D. Pada radiograf panoramik. 3.8 Analisis Data Untuk menganalisa dan membandingkan radiografi bitewing, periapikal dan



radiografi panoramik dalam melihat kehilangan tulang alveolar pada tengkorak, data yang diperoleh dari ketiga kelompok kemudian dibandingkan dan dianalisis dengan metode uji T-one sample yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata populasi yang digunakan sebagai pembanding dengan rata-rata sebuah sampel dengan menggunakan sistem SPSS versi 18.



BAB 4 HASIL PENELITIAN



4.1 Data sampel penelitian Sampel penelitian ini berjumlah 33 radiograf yang didapatkan dari masing masing radiograf bitewing, radiograf periapikal dan radiograf panoramik. Penelitian ini mengukur kehilangan tulang alveolar pada distoaproksimal gigi 46 yang diukur dari cemento enamel junction ke alveolar bone crest. Pengukuran dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil pengukuran kehilangan tulang alveolar Objek



n



Total (mm)



Mean (mm)



Tengkorak



5



10



2



Radiograf bitewing



11



24



2,2



Radiograf periapikal



11



25



2,3



Radiograf panoramik



11



29



2,6



4.2 Analisis menggunakan uji Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode T-one sampel, dengan membandingkan hasil dari radiograf bitewing, radiograf periapikal dan radiograf panoramik dengan pengukuran secara langsung, sehingga dapat menentukan keakuratan dalam menentukan kehilangan tulang alveolar. Tabel 2. Analisis data kehilangan tulang alveolar No



Radiograf



Standar deviasi



P value



1



Bitewing



0,36



0,76



2



Periapikal



0,41



0,57



3



Panoramik



0,66



0,36



Hasil yang diperoleh dari hasil uji T-one sample didapatkan bahwa nilai p > 0,05 pada pengukuran radiograf bitewing, periapikal dan panoramik, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan. Hasil



yang



didapatkan menunjukkan bahwa hipotesa ditolak, Ho: tidak terdapat perbedaan secara signifikan. Berdasarkan hasil pengukuran diatas didapatkan nilai keakuratan yang diukur dengan rumus :



𝑚𝑒𝑎𝑛 −2



2



𝑥 100%, lalu hasil yang didapatkan dikurangkan dengan



100%. Tabel 3. Nilai keakuratan dari radiografi No



Objek



Mean (mm)



Nilai Keakuratan (%)



1



Tengkorak



2



100



2



Bitewing



2,2



90



3



Periapikal



2,3



85



4



Panoramik



2,6



70



BAB 5 PEMBAHASA N Penelitian ini menggunakan teknik intraoral yaitu bitewing dan periapikal, dan teknik ekstra oral yaitu panoramik. Pengambilan sampel pada penelitian ini berjumlah 33 radiograf dimana masing masing teknik radiografi dilakukan sebanyak 11 kali pengambilan radiografi. Penelitian ini mengukur kehilangan tulang alveolar pada bagian distoaproksimal gigi molar dua kanan rahang bawah yang diukur dari cemento enamel junction ke alveolar bone crest. Pada penelitian ini kehilangan tulang alveolar bagian distoaproksimal gigi molar dua kanan rahang bawah didapatkan hasil sebesar 2 mm. Pada penelitian ini, dengan menggunakan radiografi bitewing didapatkan hasil rata-rata sebesar 2,2 mm. Sedangkan dengan menggunakan radiografi periapikal didapatkan hasil rata-rata sebesar 2,3 mm. Berdasarkan hal tersebut pengukuran dengan radiografi bitewing mendapatkan nilai yang lebih akurat. Hal ini sesuai dengan penelitian Hachem et al yang mengukur kehilangan tulang alveolar menggunakan radiografi bitewing dan periapikal yang mendapatkan hasil bahwa radiografi bitewing memiliki nilai keakuratan lebih mendekati pengukuran sebenarnya



daripada



menggunakan



radiografi periapikal dengan hasil sebesar 0,3 mm lebih kecil daripada menggunakan radiografi periapikal.14 Hal ini berbeda dengan penelitian Pecoraro et al yang membandingkan kehilangan tulang alveolar diukur dengan menggunakan teknik radiograf periapikal dan bitewing secara konvesional dan digital didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua teknik radiograf baik secara konvensional maupun secara digital dengan nilai perbandingan antar kedua pengukuran radiografi digital dan konvensional berkisar antara 0,70 sampai 0,95 mm.15 Hasil dari radiografi bitewing lebih akurat untuk pengukuran kehilangan tulang alveolar karena sudut proyeksi dilewatkan



langsung pada daerah



interproksimal. Pemeriksaan ini juga efektif untuk mendeteksi adanya kalkulus pada



area interproksimal. Sumbu panjang reseptor bitewing biasanya diletakkan secara horizontal, tetapi juga dapat diletakkan secara vertikal. 17 Hal ini sesuai dengan Corbet et al yang menyatakan bahwa teknik radiografi bitewing vertikal dimana film diletakkan tegak lurus keaksis panjang gigi dengan sudut 900 dapat sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana keadaan tulang alveolar dan kehilangan tulang alveolar. Sedangkan untuk teknik radiografi periapikal harus menggunakan full mouth survei dengan teknik proyeksi long cone paraleling untuk dapat menjadi standart utama dalam penentuan diagnosis penyakit periodontal dan rencana perawatannnya.18 Hasil penelitian dengan menggunakan radiografi panoramik didapatkan hasil sebesar 2,6 mm, hal ini menunjukkan bahwa radiografi panoramik memiliki nilai keakuratan kurang dari radiografi bitewing. Hal ini sesuai dengan penelitian Semenoff et al yang mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nilai pengukuran yang signifikan antara pengukuran dengan teknik radiograf bitewing dibandingkan dengan panoramik. Pada kategori 0-2 mm (absence of bone loss) didapatkan nilai pengukuran untuk radiografi bitewing memiliki nilai rata-rata sebesar 1,90 mm, sedangkan radiografi panoramik memiliki nilai rata-rata sebesar 2,50 mm.16 Hasil penelitian dengan menggunakan radiografi periapikal didapatkan hasil sebesar 2,3 mm, hal ini menunjukkan bahwa radiografi periapikal memiliki nilai keakuratan yang lebih baik daripada radiografi panoramik. Hal ini sesuai dengan penelitian Rand et all yang mengukur marginal bone level menggunakan teknik radiografi periapikal dan panoramik, dalam lima kali pengukuran didapatkan hasil bahwa pengukuran periapikal memiliki nilai pengukuran yang lebih stabil dibandingkan dengan pengukuran secara panoramik.19 Sesuai dengan penelitian Semenoff et al yang mengkategorikan pengukuran berdasarkan derajat keparahannya, mendapatkan hasil bahwa teknik radiografi periapikal lebih akurat dibandingkan dengan teknik radiografi panoramik.16 Hasil dari radiografi panoramik kurang akurat untuk mengukur kehilangan tulang alveolar dibandingkan dengan teknik radiografi intra oral seperti bitewing dan periapikal, karena pada radiografi panoramik menggunakan metode Intensifying screen, indirect action film dan jarak dari objek ke film yang lebih besar



dibandingkan radiografi periapikal.Sinar X-ray pada radiografi panoramik diarahkan secara oblique melalui film dibandingkan dengan pengambilan melalui sudut yang tepat, faktor-faktor pada pengaturan film dapat mengakibatkan terjadinya distorsi bentuk. Pada radiografi periapikal distorsi bentuk dapat diminimalisasi dengan pengaturan film dan sudut dari cone yang tepat.20 Pada radiografi panoramik pengaturan posisi film hanya dapat dilakukan pada kepala pasien saja hal ini sesuai dengan Pepelassi et all yang menyatakan bahwa walaupun radiografi panoramik tidak dapat menentukan seberapa akurat kehilangan tulang alveolar tetapi radiografi panoramik dapat melihat kehilangan tulang alveolar secara lebih luas dibandingkan dengan radiografi intra oral yang hanya melihat kehilangan tulang alveolar hanya pada sebagian regio, sehingga radiografi panoramik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kerusakan tulang alveolar pada rongga mulut.21



BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN



6.1 Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini adalah keakuratan radiografi bitewing memiliki nilai yang paling tinggi, sedangkan keakuratan radiografi panoramik memiliki nilai yang paling rendah dengan perbandingan persentase keakuratan diantara bitewing : periapikal : panoramik adalah 90 : 85 : 70 6.2 Saran 1. Diharapkan pada penelitian berikutnya dapat menggunakan teknik radiografi yang lebih akurat seperti menggunakan radiogradi CBCT atau CT scan. 2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengukuran pada regio yang berbeda.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Newman MG, Takei H, Carranza F. Carranza’s clinical periodontology.9th ed. St. Louis: Mosby Co; 2006. P 579-3.



2.



Corbet EF, Dkl HO, Lai SML. radiopgraphs in periodontal disease diagnosis and management. Faculty of dentistry University of Hong Kong 2009; 54: (1);S27-S43.



3.



Moradi J, Poorsaafar F, Khoshhalk M. A comparison of two radiographic techniques to determine the distance between alveolar bone crest and cementoenamel junction in patient with chronic periodontitis; DJH 2010;Vol 1, Vol 2.



4.



Wilton M, Lilian C, Vessoni I. Evaluation of diagnostic accuracy of conventional and digital periapical radiography, panoramic radiography, and cone-beam computed tomography in the assessment of alveolar bone loss. Contemporary clinical dentisty. Jul-sep2014;Vol 5;Issue 3.



5.



Gedik R, Marakoglu I, Demirer S. Assessment of alveolar bone levels from bitewing, periapical and panoramic radiographs in periodontitis patients. West Indian med. J. 2008; 57(4):410-3.



6.



Deimante I, Christina L, Klara R, Madeleine R. Comparison between scanora panoramic radiography and bitewing radiography in the assessment of marginal bone tissue. Stomotologija. 2006; Vol 8, No 1.



7.



Sairam V, Gagan P. Comparison of measurements of alveolar bone levels by clinical, bitewing and panoramic radiography. Indian Academy of oral medicine and radiology med J. 201; 23(4):543-7.



8.



Clerehugh V, Tugnait A, Genco R J. Periodontology at a glance: Systemic risk factors for peridontal disease. Welly-Blackwell: Oxford: England, 2009: 23.



9.



th



Carranza F. A., Henry H.T., Michael G. N. 2002. Clinical periodontology. 9 ed. W.B. Saunders Co, Philadelphia.



10.



Whaites E. Essentials of dental radiography and radiology. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone 2003:85-95.



11.



th



Fromer HH. Radiology for dental auxilaries. 7



ed., Philadelphia: Mosby, inc.,



2001:357-9. 12.



Kardjokar R. F. Textbook of dental and maxillofacial Radiology. Jaypee Brothers Medical (P) LTD, St Louis, 2009:146-200.



13.



Vijay G, Raghavan V. Radiology on periodontitis, J Indian Acad Oral Med Radiol 2013;25(1):24-9.



14.



Hachem EL, Cho Sang, Dennis T, Ellian, Forum, Stuart. A Comparative study on the correlation between periapical and bitewing radiographs assessing crestal bone levels around implants with different platform designs. New York University. 2006.



15.



Pecoraro ML, Azadivatan N, Janal M, Khocht A. Comparison of observer reliability in assessing alveolar bone height on direct digital and conventional radiographs. Dentomaxilofacial British Institute of Radiology 2005(34):279-84.



16.



Semenoff L, Aparecida T, Evaristo R, Alvaro H. Are panoramic radographs reliable to diagnose mild alveolar bone resorption?. ISRN Dentistry 2011:1-4 .



17.



Allan G, Sandra A, Kolsom C. Intraoral radiographic techniques. Dental Care.com continuing education course 2014;1-37.



18.



Corbet EF, Dkl HO, SML Lai. Radiographs in periodontal disease diagnosis and management. Australian dental journal2009;54:S27-S43



19.



Rand Sh, Abdul S, Fahad M. Reliability of digital, panoramic and periapical radiological techniques in the assessment of marginal bone level. J Bagh College Dentistry 2011:65-8.



20.



Kamata G Pillal. Oral and Maxillofacial radiology basic principles and interpretation. Jaypee Brothers Medical (P) LTD, St Louis, 2009:92-115.



21.



Pepelassi EA, Diamanti-Kipiotri A.Selection of the most accurate method of conventional radiograph for the assessment of periodontal ossesus destruction. J Clin Periodontol 2000;24:557-67