Lapkas Mioma Uteri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIAGNOSIS DAN PENANGANAN MIOMA UTERI



Oleh: Siti Nikmawati Tuhatelu 14014101254 Masa KKM 11 Juli 2016 – 18 September 2016



Supervisor Pembimbing Prof. dr. Hermie M.M Tendean, SpOG (K)



BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU 2016



3



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN KASUS “DIAGNOSIS DAN PENANGANAN MIOMA UTERI”



Oleh: Siti Nikmawati Tuhatelu 14014101254 Masa KKM 11 Juli 2016 – 18 September Juli 2016



Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada tanggal September 2016 untuk memenuhi syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado



Koordinator Pendidikan Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT Manado



Supervisor Pembimbing



dr. Frank Wagey, SpOG



Prof. dr. Hermie M.M Tendean SpOG (K)



4



BAB I PENDAHULUAN Kesehatan reproduksi wanita merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Masalah yang terjadi pada kesehatan reproduksi wanita dapat memberikan pengaruh yang besar dalam kelanjutan generasi penerus suatu negara.1 Salah satu masalah yang sering dijumpai adalah mioma uteri. Mioma uteri yang dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomyoma adalah tumor jinak ginekologi yang struktur utamanya berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya.2 Menurut letaknya, mioma uteri dibagi menjadi mioma submukosum, mioma intramural dan mioma subserosum.2 Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif. Insidennya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibanding dengan ras kulit putih.2 Prevalensi mioma uteri di Nigeria ditemukan sekitar 17,9-26% dibandingkan dengan di Eropa atau Amerika Serikat yaitu ± 5-11%. 3 Mioma uteri merupakan tumor jinak terbanyak pada wanita dan merupakan indikasi histerektomi tersering di Amerika Serikat.3 Tercatat sebanyak 39% dari 600.000 histerektomi yang dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. 4 Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 % dari semua penderita ginekologi yang dirawat.5 Pada penelitan yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado didapatkan pada tahun 2013-2014, dari 401 tumor ginekologi 127 diantaranya



5



merupakan mioma uteri dengan kelompok umur terbanyak yaitu 41-50 tahun (56,7%).4 Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause.4 Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.4 Sekitar dua per tiga kasus mioma uteri asimtomatik dan hampir setengah dari kasus ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik. 4 Namun gejala klinik yang seringkali dihubungkan dengan penyakit ini yaitu perdarahan uterus abnormal terutama haid yang banyak, infertilitas, keguguran berulang, dan keluhan perut dirasakan membesar.5 Etiologi mioma hingga kini belum jelas. Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Beberapa penelitian telah dikembangkan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, faktor hormon pertumbuhan, dan biologi molekular dalam patogenesis mioma uteri. Faktor yang diduga berperan dalam inisiasi perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada



6



miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon terhadap kondisi iskemik ketika haid.6 Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Teknik pencitraan, seperti ultrasonografi (USG) biasanya digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan massa uterus lainnya.7 Penanganan mioma uteri adalah berdasarkan gejala, ukuran dan lokasi tumor, umur penderita, fungsi reproduksi dan fertilitas dari penderita, serta terapi yang tersedia. Mioma uteri yang bergejala dapat ditangani dengan obat-obatan, operasi, atau keduanya. Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik di Indonesia pada umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat menjadi pilihan.1,7 Berikut ini akan dilaporkan kasus mioma uteri pada seorang wanita usia 43 tahun yang dirawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.



7



BAB II LAPORAN KASUS I. Identitas pasien Nama



: Ny. KL



Umur



: 43 tahun



Tanggal lahir : 9 April 1973 Agama



: Kristen Protestan



Suku/ Bangsa : Minahasa/ WNI Alamat



: Malalayang



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: IRT



Nama suami : Tn. Ruhaidi Umur



: 43 tahun



Pekerjaan



: Wiraswasta



Pendidikan



: SMA



Tgl MRS



: 12-7-2016



II Anamnesis (12-7-2016) Keluhan utama : benjolan pada perut bagian bawah. Perjalanan penyakit : • Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 12-7-2016 dengan keluhan benjolan pada perut bagian bawah sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan semakin lama semakin besar dan tidak disertai nyeri. • Neri perut saat haid ada dan perdarahan saat haid banyak, dalam satu pasien mengganti pembalut 3-4 kali dengan ukuran pembalut yang besar Riwayat



8



keputihan tidak ada. Gangguan BAK berupa BAK sering, sedikit-sedikit, nyeri saat/ sebelum/ sesudah BAK tidak ada. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB tidak ada. • Pasien sudah pernah periksa ke dokter spesialis Obs-gyn dan didiagnosis dengan mioma uteri dan direncanakan untuk HT. Riwayat menstruasi: -



menarche : umur 15 tahun.



-



siklus : teratur 30 hari sekali.



-



banyaknya : normal (2-3 pembalut/ hari)



-



lamanya : 4-5 hari



-



HPHT : 2-7-2016



Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1x selama 18 tahun. Kehamilan : P1 : 1999/♂/4100gr/46cm/SC a.i. letak sungsang di RSUP Prof. Kandou/hidup P2 : 2001/♀/4000gr/47cm/SC di RSUP Prof. Kandou /hidup P3 : 2002/♀/4100gr/49cm/SC di RSUP Prof. Kandou /hidup Riwayat KB : suntik selama 1 tahun dan sterilisasi setelah lahir anak ketiga Riwayat abortus : tidak pernah mengalami keguguran. Riwayat penyakit dahulu: penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, alergi dan hipertensi disangkal Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, tumor, dan keganasan.



9



III. Pemeriksaan fisik (12-7-2016) Status present Keadaan umum



: Baik



Kesadaran



: Compos mentis



Tensi



: 110/70 mmHg



Nadi



: 66x/menit



Nafas



: 20x/menit



Suhu



: 36,3 0C



Tinggi badan



: 161 cm



Berat badan



: 80 kg



Status general Kepala



: Normocephali



Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



Thorak s



: Cor  S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen



: I : Cembung P : Lemas, TFU 3 jari di bawah pusat, padat, mobile, nyeri tekan (-) P : WD (-) A : BU (+) normal



Ekstremitas



: Edema -/-



10



Status ginekologi Inspeksi



: Fluksus (-), fluor (-), Vulva t.a.k.



Inspekulo



: Fluksus (-), fluor (-), vulva dan vagina t.a.k., portio licin, bentuk normal, OUE tertutup



VT



: Fluksus (-), fluor (-), portio kenyal, bentuk normal, OUE tertutup, nyeri goyang (-) CUT  20 minggu. A/P bil : teraba pole bawah massa padat, permukaan licin CD : massa (-)



IV. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium (12-07-2016) Hb



: 11,8 g/dL



Leu



: 5500 /uL



Tro



: 280.000 /ul



SGOT



: 12 U/L



SGPT



: 9 U/L



Ur



: 20 mg/dL



Kreatinin : 1,0 mg/dL Alb



: 4,16 mg/dL



Na



: 137 mEq/L



K



: 4,17 mEq/L



11



USG (tgl 12-7-2016) : VU terisi cukup Uterus membesar 15x11x12 cm Tampak gambaran hipoekoik degan batas tidak jelas di corpus uteri, EL (-) Kedua ovarium normal, cairan bebas (-) Kesan : mioma uteri.



V. Diagnosis Kerja P3 A0, 43 tahun dengan mioma uteri + bekas SC 3x



VI. Terapi • Rencana HT (14/7/2016) • Konseling informed consent Operasi tanggal 14-7-2016 (jam 09.40 wita) S : (-) O : KU Tensi



: Cukup : 120/70 mmHg



12



Nadi



: 72x/menit



Nafas



: 20x/menit



Suhu



: 36,1 0C



Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



Thorak



: Cor  S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-



A : P3 A0, 43 tahun dengan mioma uteri + bekas SC 3x P : Rencana HT hari ini LAPORAN OPERASI Tanggal Operasi



:



14 juli 2016



Jam Operasi dimulai :



09.45 WITA



Jam Operasi selesai



:



11.45 WITA



Lama Operasi



:



2 Jam



Operator



:



dr. Bismarck Joel Laihad, SpOG (K)



Asisten



:



dr. Raphael, dr. Donny



Diagnosa pre op



:



P3A0 43 tahun dengan mioma uteri dan bekas SC 3x



Diagnosa post op



:



P3A0 43 tahun telah dilakukan histerektomi totalis



a.i mioma uteri Tindakan Pembedahan :



Histerektomi totalis



Penderita dibaringkan telentang diatas meja operasi. Dilakukan tindakan aseptik pada daerah abdomen dan sekitarnya dengan povidone iodine kemudian ditutup doek steril pada daerah abdomen kecuali lapangan operasi. Dalam keadaan anestesi umum, dilakukan insisi linea mediana inferior, insisi diperdalam lapis



13



demi lapis sampai fascia. Fascia diinsisi kecil dan diperluas ke atas dan ke bawah. Otot disisihkan secara tumpul, peritoneum dijepit dengan 2 pinset, setelah yakin tidak ada usus yang terjepit dibawahnya, peritoneum digunting kecil dan diperluas ke atas dan ke bawah. Eksplorasi tampak uterus ukuran sebesar buah melon. Eksplorasi lanjut, kedua tuba dan ovarium baik. Diputuskan dilakukan histerektomi totalis. Ligamentum rotundum kiri diiepit dengan 2 klem, digunting, dan dijahit. Demikian juga pada sisi kanan. Identifikasi plika vesiko uterina, diiepit dengan pinset, dan diperluas ke kiri dan ke kanan sampai dengan pangkal ligamentum rotundum, vesika urinaria disisihkan kebawah. Ligamentum latum kiri dan kanan ditembus secara tumpul untuk dibuat jendela. Pangkal tuba, ligamentum ovarii propium kiri dijepit 3 klem, digunting dan dijahit double ligasi. Identifikasi arteri uterina sisi kiri diiepit 3 klem, digunting dan diiahit double ligasi, demikian juga pada sisi kanan. Ligamentum kardinale sisi kiri dijepit 2 klem, digunting dan dijiahit, demikian juga pada sisi kanan. Ligamentum sakrouterina sisi kiri dijepit 2 klem, digunting dan dijahit, demikian luga pada sisi kanan. ldentifikasi puncak vagina, dijepit dengan 2 klem bengkok, digunting. Puncak vagina dijepit dengan 4 klem kocher panjang, kemudian dimasukkan kasa betadin ke dalam puncak vagina. Puncak vagina dijahit secara jelujur dengan Safil. Kontrol perdarahan negatif. Rongga abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. Peritonium dijahit secara jelujur dengan chromic catgut, otot dijahit secara simpul dengan chromic catgut, fascia dijahit secara jelujur dengan Safil, lemak dijahit secara simpul dengan plain catgut, dan kulit dijahit secara subkutikuler dengan chromic catgut.



14



Luka operasi ditutup dengan kassa steril. Operasi selesai. Kassa betadin dalam vagina dikeluarkan. Jaringan dikirim PA. Perdarahan : ± 500 cc Diuresis : ± 200cc



15



Pemeriksaan Laboratorium post Op (14-07-2016) Hb



: 11,0 g/dL



Leu



: 11100 /uL



Tro



: 224.000 /ul



Eri



: 3,68 /uL



Ht



: 32,6%



MCH



: 29,9 mg/dL



MCHC



: 33,7 mg/dL



MCV



: 88,5 mg/dL



VII. Follow Up 15 Juli 2016 S:



Nyeri perut luka bekas operasi



O:



KU



: Cukup



Tensi



: 110/70 mmHg



Nadi



: 88x/menit



Nafas



: 18x/menit



Suhu



: 36,1 0C



Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



Thorak



: Cor  S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen



: Luka operasi baik



16



A:



P3 A0 43 tahun dengan mioma uteri intramural + perlengketan + bekas SC 3x telah dilakukan HT totalis H-1



P:



- IVFD RL : D5 = 2 : 2 - Inj Tetraxone 3x1 gr iv - Drip Metronidazole 2 x 1 botol - Inj Asam Tranexamat 3 x 1 amp - Inj Vit C 2 x 1 amp - Kaltrofen supp 1 x 2 supp - Aff kateter setelah 3 hari



16 Juli 2016 S:



(-)



O:



KU



: Cukup



Tensi



: 110/70 mmHg



Nadi



: 80x/menit



Nafas



: 20x/menit



Suhu



: 36,4 0C



Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



Thorak



: Cor  S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen A:



: Luka operasi baik



P3 A0 43 tahun dengan mioma uteri intramural + perlengketan + bekas SC 3x telah dilakukan HT totalis H-2



P:



- Aff infus



17



- Kateter tetap - Cefadroxyl 3 x 500mg - Metronidazole 2 x 500mg tab - SF 2 x 1 tab - Vit C 1 x 1 tab - Asam mefenamat 3 x 500mg tab



17 Juli 2016 S:



(-)



O:



KU



: Cukup



Tensi



: 100/60 mmHg



Nadi



: 70x/menit



Nafas



: 22x/menit



Suhu



: 36 0C



Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



Thorak



: Cor  S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen A:



: Luka operasi baik



P3 A0 43 tahun dengan mioma uteri intramural + perlengketan + bekas SC 3x telah dilakukan HT totalis H-3



P:



- Kateter tetap - Cefadroxyl 3 x 500mg - Metronidazole 2 x 500mg tab - SF 2 x 1 tab



18



- Vit C 1 x 1 tab - Asam mefenamat 3 x 500mg tab



18 Juli 2016 S:



(-)



O:



KU



: Cukup



Tensi



: 120/70 mmHg



Nadi



: 80x/menit



Nafas



: 20x/menit



Suhu



: 36,1 0C



Mata



: Anemis (-/-), ikterik (-/-)



Thorak



: Cor  S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen A:



: Luka operasi baik



P3 A0 43 tahun dengan mioma uteri intramural + perlengketan + bekas SC 3x telah dilakukan HT totalis H-4



P:



- Aff kateter - Rencana Pulang - Cefadroxyl 3 x 500mg - Metronidazole 2 x 500mg tab - SF 2 x 1 tab - Vit C 1 x 1 tab - Asam mefenamat 3 x 500mg tab



19



- Edukasi pasien untuk datang kontrol ke poli seminggu lagi dan bila ada keluhan



BAB III PEMBAHASAN Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai mioma uteri. Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu, akan dibahas pula mengenai diagnosis banding, penanganan, komplikasi, serta prognosis mioma uteri.



A. DIAGNOSIS Sebagian besar kasus mioma uteri tidak menunjukkan gejala khas. Gejala yang timbul tergantung pada lokasi, ukuran, dan adanya komplikasi. Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan perut dirasakan membesar sejak 1 tahun yang lalu. Haid teratur tiap bulan dalam jumlah banyak selama kurang lebih 1 minggu bergumpal-gumpal warna merah tua (± 3-4x ganti pembalut ukuran besar/hari). Pasien merasakan nyeri perut saat haid. Riwayat sering buang air kecil dirasakan pasien. Riwayat post coital bleeding disangkal, penurunan berat badan disangkal dan BAB normal. Hal ini menunjukkan adanya gejala yang berhubungan dengan mioma uteri. Berdasarkan teori, meskipun seringkali asimtomatik, gejala yang ditimbulkan oleh mioma uteri sangat bervariasi, seperti menoragia, metroragia, nyeri, hingga infertilitas.2 Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama 20



vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor.2 Beberapa mekanisme yang menjelaskan terjadinya perdarahan yang banyak pada mioma uteri yaitu berupa anovulasi, perluasan permukaan endometrium, gangguan kontraktilitas uterus, serta dilatasi vena-vena kecil pada miometrium dan endometrium yang mengandung fibroid dan mengganggu efek hemostatis trombosit dan fibrin.8 Penderita juga mengeluh nyeri saat haid. Kepustakaan menyebutkan bahwa rasa nyeri bukanlah gejala khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertasi nekrosis setempat dan peradangan.9,10,11 Mioma yang berukuran besar juga dapat menyebabkan penyempitan pada kanalis servikalis sehingga terjadi nyeri berupa dismenore.9 Dismenorea juga dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.2 Riwayat sering buang air kecil juga dikeluhkan oleh penderita. Berdasarkan teori, hal ini disebabkan karena adanya efek penekanan yang sering dikaitkan dengan mioma uteri intramural, namun jenis yang lain juga dapat menyebabkan efek penekanan pada ureter, kandung kemih dan rektum bila ukuran tumor lebih besar lagi.2 Selain manifestasi klinis, pada kasus juga ditemukan adanya faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya mioma uteri. Berdasarkan kepustakaan, faktor risiko berkembangnya mioma uteri berupa nullipara, usia menarche dini, riwayat dismenorea, riwayat keluarga dengan mioma uteri, ras, dan usia.12 Pada kasus ini pasien berusia 43 tahun. Hal ini berhubungan dengan faktor risiko usia pada pasien mioma uteri yaitu kejadian mioma uteri yang lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. 4 Dengan adanya stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi di uterus,



21



sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan dari garis endometrium, sehingga terjadilah pertumbuhan mioma.13 Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.13 Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan teraba massa padat setinggi pusat, permukaan licin, mobile, tidak ada nyeri tekan. Sesuai kepustakaan, pada pemeriksaan fisik ditemukan uterus yang membesar, mobile, dengan kontur yang ireguler khas pada mioma uteri. Ukuran, kontur dan mobilitas uterus harus diperhatikan juga dengan temuan lain, seperti massa adneksa dan serviks. Temuan ini dapat membantu untuk melihat perubahan uterus dan untuk perencanaan operasi.7,12 Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.14 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada mioma uteri berupa pemeriksaan laboratorium, USG (Ultasonography), histeroskopi, dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).10 Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap terutama untuk mencari kadar hemoglobin karena pada mioma uteri sering terjadi anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi.15 Pada kasus, kadar hemoglobin MRS penderita yaitu 11,4 g/dL, karena pasien masuk tidak dengan keluhan perdarahan dan datang untuk persiapan operasi. Ultrasonografi (USG) adalah modalitas yang sering digunakan karena mudah digunakan, tersedia, dan efektif.13 USG dapat melihat pertumbuhan mioma dan adneksa untuk konfirmasi diagnosis mioma uteri dan menyingkirkan kemungkinan massa adneksa lainnya.7,12 Transvaginal USG memiliki sensitivitas yang tinggi (95-100%) dalam mendeteksi mioma uteri yang berukuran < ~ 10



22



minggu, serta dapat menemukan lokasi mioma uteri yang lebih besar.7 Mioma berukuran besar dapat ditemukan dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal USG. Mioma uteri sering terlihat sebagai massa yang simetris, mudah ditemukan, hipoekhoik, dan heterogen. Namun, area yang mengalami kalsifikasi atau perdarahan dapat terlihat hiperekhoik dan degenerasi kistik dapat terlihat anekhoik.6 Pada kasus ini pemeriksaan USG memberikan gambaran kesan mioma uteri. Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat. 13 Sedangkan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.10,11 Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan histereskopi maupun MRI karena anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi, dan USG



yang telah



dilakukan pada kasus telah menunjang diagnosis mioma uteri.



B. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding pada kasus ini adalah adenomiosis dan tumor padat ovarium. Adanya perdarahan abnormal dan pembesaran uterus pada kasus ini memungkinkan untuk didiagnosis banding dengan adenomiosis. Adenomiosis atau endometriosis interna merupakan lesi pada lapisan miometrium yang ditandai dengan invasi jinak endometrium yang secara normal hanya melapisi bagian



23



dalam kavum uteri.9 Pembesaran oleh adenomiosis bersifat difus dan tidak nodular seperti mioma uteri.2 Gejala utama adenomiosis adalah menoragia dan dismenorea yang semakin lama semakin berat, terutama pada perempuan usia 40 tahunan. 2 Pada kasus ini, pasien mengalami nyeri haid dan juga perdarahan banyak, sehingga kasus ini dapat didiagnosis diferensial dengan adenomiosis. Selain itu, tumor padat ovarium merupakan massa yang mirip dengan mioma uteri, dengan konsistensi padat, permukaan berbenjol dan mudah digerakkan bila tak ada perlekatan dengan sekitarnya. Tumor ovarium padat merupakan 5% dari semua neoplasma ovarium dan paling sering ditemukan pada penderita pada massa menopause dan sesudahnya. Pada pemeriksaan, tumor ovarium berada di samping atau diatas uterus dan dapat ditentukan hubungan dengan uterus. Pada kasus ini, bila massa abdomen digerakkan atau ditekan ke bawah maka portio ikut bergerak, ini menandakan bahwa massa tersebut berhubungan dengan uterus. Sedangkan tumor ovarium, bila massa abdomen digerakkan ke bawah maka portio tidak ikut bergerak bila tak ada perlekatan.10



C. KOMPLIKASI Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut.2 a. Atrofi Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil. b. Degenerasi hialin Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian



24



besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya. c. Degenerasi kistik Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. d. Degenerasi membatu (calcereus degeneration) Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. e. Degenerasi merah (carneus degeneration) Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai. f. Degenerasi lemak Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Adapun komplikasi yang terjadi pada mioma uteri sebagai berikut.14 a. Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus



25



yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. b. Torsi (putaran tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. c. Nekrosis dan infeksi Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.



D. PENATALAKSANAAN Penanganan mioma uteri adalah berdasarkan gejala, ukuran dan lokasi tumor, umur penderita, fungsi reproduksi dan fertilitas dari penderita, serta terapi yang tersedia.



a. Konservatif Penderita dengan mioma kecil ukuran 12 minggu dengan gejala kompresi atau perasaan tidak enak pada bagian bawah perut.15 Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus. 1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.13 Miomektomi dapat dilakukan berdasarkan jumlah, ukuran, dan lokasi dari mioma uteri dengan cara laparatomi, minilaparatomi, laparoskopi, histeroskopi, atau kombinasinya. Perencanaan operasi harus dilakukan dengan akurat berdasarkan lokasi, ukuran, dan jumlah mioma uteri melalui teknik imaging preoperasi.12 Pada mioma geburt dilakukan dengan cara ekstirpasi lewat vagina.13 2) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.13 Wanita yang



27



telah memiliki anak dapat dilakukan histerektomi sebagai solusi permanen untuk mioma uteri yang simptomatik. Indikasinya adalah untuk mencegah terjadinya keganasan ketika penderita sudah menopause dan tidak menggunakan hormone replacement therapy (HRT).12 Histerektomi dilakukan jika fungsi reproduksi tidak diperlukan lagi, pertumbuhan tumor sangat cepat, terjadi perdarahan terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.15 3) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat.1



Tabel 1. Perbandingan pilihan terapi untuk wanita dengan mioma uteri16 Penanganan Gonadotropin



Deskripsi Penanganan



Keuntungan Sedikit kehilangan



Kerugian Biaya besar,



Fertilitas Tergantung



releasing hormone



preoperatif untuk



darah dan waktu



gejala menopause,



prosedur



agonists



mengecilkan tumor



penyembuhan cepat



peningkatan risiko



berikutnya



Histerektomi



sebelum dilakukan



rekuren dan



miomektomi atau



miomektomi



histerektomi Pengangkatan uterus



Penanganan definitif



(transabdominal,



untuk wanita yang



transvaginal,



sudah tidak ingin



laparoskopi)



memiliki anak



28



Risiko operasi



Tidak



Sedikit kehilangan darah, tidak nyeri, dan demam serta pasien Miomektomi



Operasi pengangkatan



lebih puas Mirip histerektomi,



Peningkatan



mioma



pasien masih dapat



kekambuhan ±15-



mempertahankan



30 % pada 5



fertilitas



tahun,



Ya



prosedurnya berdasarkan ukuran dan Uterine artery



Prosedur intervensi



Invasif minimal, tidak



jumlah tumor Gejala dapat



embolization



radiologi untuk



perlu operasi,



berulang >17%



menutup arteri uterine



perawatan di rumah



pada 30 bulan,



sakit cepat (24-36 jam)



post-procedure



Tidak



pain



Pada kasus ini direncanakan akan dilakukan histerektomi totalis mengingat ukuran mioma yang cukup besar yaitu setara dengan usia kehamilan 20 minggu dan adanya perdarahan disertai dengan nyeri haid yang dapat membahayakan penderita,. Selain itu, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang ditegakkan diagnosis mioma uteri yang didiagnosis banding dengan adenomiosis. Dan terbukti setelah operasi, uterus yang diangkat, dibelah dan ditemukan mioma uteri intramural. Untuk persiapan pra operatif, dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap yaitu periksa darah lengkap, fungsi hemostasis, fungsi ginjal, fungsi hati, gula



29



darah, EKG dan foto toraks. Maksud pemeriksaan ini untuk mengetahui penyakit penyerta dan untuk mengantisipasi adanya penyulit disaat tindakan anestesi saat operasi dan pasca operasi. Penanganan penderita setelah operasi berupa pemberian antibiotik, analgesik dan anti perdarahan untuk mencegah timbulnya komplikasi post operasi. Penderita kemudian dipindahkan ke ruangan setelah keadaan umum penderita cukup pulih. Setelah dirawat selama 5 hari post operasi tidak ditemukan adanya komplikasi dan luka operasi baik maka penderita sudah dapat dipulangkan dan dianjurkan untuk kontrol kembali ke poliklinik ginekologi RSUP Prof. R.D. Kandou Manado.



E. PROGNOSIS Prognosis pre operasi pada kasus ini adalah dubia ad dubia dimana waktu pemeriksaan ditemukan adanya massa yang membesar setinggi pusat, permukaan licin, batas tegas, nyeri tekan tidak ada dan adanya perdarahan abnormal uterus yang sudah berlangsung lama. Rencana operasi yang akan dilakukan adalah histerektomi totalis sehingga sudah tidak bisa memiliki anak dan kemungkinan rekurensi sangat kecil karena dapat terhindar dari komplikasi degenerasi keganasan. Dengan demikian prognosis post op adalah dubia ad bonam melihat dari keadaan umum dan tanda – tanda vital post operasi baik.



30



31



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pasien 43 tahun datang dengan membawa surat rujukan dari dokter spesialis obstetri dan ginekologi dengan diagnosis mioma uteri. Pasien mengeluh perut dirasakan membesar sejak 1 tahun yang lalu. Haid teratur tiap bulan dalam jumlah banyak selama kurang lebih 1 minggu bergumpal-gumpal warna merah tua (± 3-4x ganti pembalut ukuran besar/hari). Pasien merasakan nyeri perut saat haid. Riwayat sering buang air kecil dirasakan pasien. Riwayat post coital bleeding disangkal, penurunan berat badan disangkal, BAB normal. Pasien ini didiagnosis dengan P3A0 43 tahun dengan mioma uteri . Dilakukan pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Penanganan pada pasien ini yaitu dengan tindakan operatif. Telah dilakukan histerektomi totalis pada pasien ini. Setelah dilakukan operasi pasien dirawat di ruangan pemulihan dengan observasi tanda-tanda vital.



B. Saran Pasien ini dianjurkan untuk kontrol teratur agar luka operasi dapat dirawat dan tidak terjadi infeksi atau komplikasi lainnya. Selain itu, setelah histerektomi pasien tidak bisa memasukkan tampon ke dalam vagina selama ±6 minggu. Pasien juga dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual dulu. Perubahan fisik, emosi, dan seksual dapat terjadi setelah histerektomi, karena itu pasien dianjurkan untuk



32



tetap kontrol teratur atau rawat jalan di Poli Ginekologi RSUP Prof. Kandou setelah pulang dari rumah sakit. Pasien juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pap smear untuk deteksi dini kanker serviks.



33



DAFTAR PUSTAKA 1



Lilyani DI, Sudiat M, Basuki R. Hubungan faktor risiko dan kejadian mioma uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Jurnal



2



Kedokteran Muhammadiyah. 2012;1:14-9. Adriaansz. Tumor jinak organ genitalia. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono



3



Prawirohardjo; 2011. hal. 274-8. Ekine AA, Lawani LO, Iyoke CA, Jeremiiah I, Ibrahim IA. Review of the Clinical Presentation of Uterine Fibroid and the Effect of Therapeutic Intervention on Fertility. American Journal of Clinical Medicine Research.



4



2015;3:9-13. Pasinggi S, Wagey F, Rarung M. Prevalensi mioma uteri berdasarkan umur di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). 2015;3:71-



5



6 Advancing Minimally Invasive Gynecology Worldwide Editors. AAGL Practice Report: Practice guidelines for the diagnosis and management of submucous leiomyomas. September 8, 2011 [diakses : 1 Juli 2016].



6



Available from : http://www.AAGL.org/jmig-19-2-11-00392 Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas.



7



Fertility and Sterility. 2007;87:725-36 Stewart EA. Epidemiology, clinical manifestations, diagnosis, and natural history of uterine leiomyomas (fibroids). 1 Juni 2011 [diakses: 5 Juli 2016]. Available from : http://www.uptodate.com/contents/epidemiologyclinical-manifestations-diagnosis-and-natural-history-of-uterine-



8



leiomyomas-fibroids Epocrates Editors. Uterine fibroids. [diakses: 5 Juli 2016] Available from : https://online.epocrates.com/u/2924567/Uterine+fibroids



34



9



DeCherney, A., Nathan L., Goodwin M., Laufer N.. Benign Disorders of the



Uterine Corpus. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &



Gynecology, Tenth,2007:134-145. 10 Uterine masses. In: Berek and Novak’s gynecology. 14 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2007.p.469-71. 11 Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham. Benign general



gynecology. In: Williams’ gynecology. The McGraw-Hill



Companies; 2008 12 Vilos GA, Allaire C, Laberge PY, Leyland N. The Management of Uterine Leiomyomas. J Obstet Gynaecol Can 2015;37(2):157–178 13 Kurniasari T.Karakteristik mioma uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari 2009-Januari 2010 [Skripsi]. ]Surakarta]:Universitas Sebelas Maret Surakarta;2010. 14 Joedosapoetro MS. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2009:38-41 15 Achadiat CM. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC. 2004:94-5 16 Evans P, Brunsell S. Uterine Fibroid Tumors: Diagnosis and Treatment. American Family Physician. 2007;75:1503-8



35