Laporan 1 Flebotomi (Cairan Serosa) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN 1 NAMA HARI / TANGGAL KEGIATAN TUJUAN HASIL KEGIATAN Dasar Teori



Xena Nuriana 10 Desember 2020 Teknik Pengambilan Sampling dan Pengelolaan Sampel Cairan Serosa (Peritoneal, Pleura, Perikardium) Untuk mengetahui tahapan dari praanalitik hingga pascaanalitik dari cairan serosa yang meliputi pleura, peritoneal, dan pericardium. Mampu memahami konsep cairan serosa sebagai spesimen pemeriksaan laboratorium CAIRAN SEROSA Setiap rongga tubuh dikelilingi oleh membrane serosa yang tipis. Membran yang berbatasan dengan dinding tubuh disebut membrane parietal dan yang berbatasan dengan organ disebut membrane visceral. Di antara kedua membrane tersebut terdapat ruangan yang disebut cavum atau rongga tubuh.



Membran serosa terdiri dari lapisan tipis dan jaringan penyambung yang terdiri dari banyak kapiler-kapiler dan limfatik dan lapisan superfisial disebut dengan sel mesothelial. Cairan serosa adalah ultrafiltrasi plasma yang dibentuk jaringan kapiler pada membrane serosa. Pembentukan ini mirip dengan produksi cairan interstitial ekstravaskuler dimanapun pada tubuh. Dalam pembentukan cairan serosa berperan 3 faktor penting yaitu: tekanan hidrostatik, tekanan osmotic koloid dan permeabilitas kapiler. Tekanan hidrostatik mengarahkan cairan keluar dari kapiler dan masuk kedalam rongga-rongga tubuh. Molekul-molekul protein yang tidak permeable dalam plasma mendesak keluar melawan tekanan hidrostatik dan menyebabkan kapilerkapiler mengabsorbsi cairan. Kekuatan ini disebut tekanan osmotic koloid yang sebanding dengan konsentrasi molar protein. Limfatik juga memainkan peran penting dalam absorbs air, protein dan partikel lain dari rongga ekstravaskuler. Normalnya adalah < 10 ml cairan pada tiap-tiap rongga pleura, 20-50 ml pada kantong pericardial, dan < 100 ml pada rongga peritoneal. Jadi cairan akan terkumpul jika terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan tekanan osmotic koloid atau tersumbatnya drainase limfatik. Efusi akan terbentuk sebagai respon mekanisme fisiologis dari pembentukan atau absorbs cairan serosa yang rusak. Tekanan hidrostatik meningkat pada CHF (congestif heart failure) yang merupakan penyebab tersering dari kasus-kasus efusi. Hipoproteinemia menurunkan tekanan osmotic koloid. Penurunan protein plasma sekunder dapat menurunkan atau meningkatkan kehilangan protein.



TRANSUDAT EKSUDAT Efusi serosa ditandai sebagai transudate atau eksudat, tergantung protein yang terkandung dalam cairan. Perbedaan ini penting karena transudate adalah cairan non inflamasi yang disebabkan oleh kekacauan tekanan hidrostatik atau tekanan osmotic koloid, sedangkan eksudat adalah cairan inflamasi yang disebabkan peningkatan sekunder permeabilitas kapiler dari penyakit-penyakit yang langsung mengenai permukaan rongga tubuh. Klasifikasi efusi menjadi transudate dan eksudat dapat didasarkan pada beberapa kriteria, termasuk makroskopis yaitu warna, kejernihan, berat jenis, mikroskopis yaitu jumlah leukosit dan pemeriksaan kimia serta mikrobiologi. Transudat adalah hasil utama dari penyakit sistemik yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan osmotic koloid plasma pada kapiler membrane parietal. Perubahan ini adalah bukan karena peristiwa inflamasi dan sering berhubungan dengan penyakit jantung kongestif, sirosis hepatis dan sindroma nefrotik (oleh karena hipoproteinemia). Bila efusi telah didiagnosa sebagai transudate, tes diagnostic yang lebih lanjut biasanya tidak dibutuhkan. Sebaliknya pada eksudat adalah cairan yang tertimbun didalam jaringan atau ruangan karena proses inflamasi yang meningkatkan kapiler endotel pada membrane parietal atau menurunnya absorbs cairan oleh sistema limfatik. Beberapa proses penyakit seperti infeksi, neoplasma, penyakit-penyakit sistemik, trauma atau kondisikondisi inflamasi dapat menyebabkan eksudat. Pada eksudat dilakukan tes-tes yang lebih lanjut, seperti pemeriksaan mikrobiologi untuk mengindentifikasi mikroorganisme pathogen atau pemeriksaan sitology untuk mengevaluasi kemungkinan adanya tumor ganas atau metastase keganasan. Efusi pericardial tidak seperti efusi pleura dan efusi peritoneum, karena tidak dapat diklasifikasikan sebagai transudate atau eksudat. Pada umumnya efusi pericardial terjadi sebagai hasil dari perubahan patologis membrane parietalis (contohnya karean infeksi atau kerusakan) yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, tetapi mayoritas efusi pericardial dapat digolongkan sebagai eksudat. Perbedaan transudate dan eksudat



Uji laboratorium Transudat dan Eksudat



JENIS CAIRAN TRANSUDAT EKSUDAT 1. Cairan Pleura



Permukaan sebelah dalam dinding dada dan permukaan luar paru-paru dikelilingi oleh pleura parietal dan pleura visceral, dengan rongga potensial 10-20 µm antara permukaan ke 2 pleura yang disebut rongga pleura. Rongga pleura yang berada diantara paru-paru dan dinding dada, dalam keadaan normal terdiri dari lapisan tipis, yang berisi cairan sebagai pelumas antara paru-paru dan rungan pleura. Normalnya cairan memasuki rongga pleura dari kapilaritas pleura parietalis dan kembali melalui sistem limfe pada permukaan pleura parietalis. Cairan pleura yang dibentuk secara normal pada permukaan pleura parietalis kurang lebih 0,1 ml – 0,2 ml / kg/ jam, berupa cairan akalis yang tidak berwarna, dengan sejulmlah kecl protein (1,5 g/dl). Normalnya rongga pleura mengandung hanya sejumlah kecil cairan (kurang dari 15 ml) dan tidak terdapat udara, karena perkembangan secara elastic paru-paru dan dinding dada, tekanan intrapleura normal adalah subatmosferik (± - 5 cm H 2O). Komposisi normal cairan pleura Volume 0,1 – 0,2 ml/kg Sel/mm3 1000-2000 % sel mesothelial 3-70% % monosit 30-75% % limfosit 2-30% % granulosit 10% Protein 1-2 g/dl % albumin 50-70% Glukosa = plasma level LDH < 50 % plasma level pH >plasma



Sel LE di cairan pleura Untuk pemeriksaan cairan pleura dan membedakannya dalam transudate atau eksudat dilakukan pungsi yang disebut thorakosentesis. 2.



Cairan Peritoneal Peritoenum adalah membrane yang mengelilingi dinding abdomen, viscera abdomen dan pelvis. Peritoneum terdiri dari alpisan tipis mesothelium dan membrane yang mengelilingi rongga peritoneum. Rongga peritoneum ini adalah suatu kantong tertutup dengan permukaan parietal yang menghadap anterior dan peritoneum visceral yang menghadap ke posterior. Pada keadaan normal, terdapat cairan dalam rongga peritoneum yang



umumnya jarang melebihi 20 ml (pada wanita), sedangkan pada laki-laki hanya terdapat sejumlah kecil cairan pada rongga peritoneum. Pembentukan cairan periotoneal merupakan proses dinamis, akibat suatu keseimbangan yang tetap antara produksi dan absorbs. Keadaan ini dipengaruhi oleh adanya tekanan osmotic dan tekanan hidrostatik yang sangat berperan dalam pengendalian aliran cairan antara jaringan kapiler peritoneal dan rongga peritoneum. Ascites adalah penimbunan cairan bebas secara abnormal di dalam rongga peritoneum. Ascites dapat disebabkan berbagai macam penyakit. Faktor yang mempengaruhi timbulnya ascites adalah hipertensi portal, hipoalbuminemia, peningkatan pembentukan cairan limfe hepatic dan retensi natrium dalam ginjal. Keadaan tersebut dapat terjadi karena adanya salah satu faktor atau beberapa faktor bersamaan. Ascites dapat menjadi sumber infeksi, seperti halnya cairan abnormal di rongga tubuh yang lain. Untuk pemeriksaan cairan peritoneal dilakukan pungsi yang biasa disebut parasentesis. Evaluasi cairan ascites untuk membedakan transudate dan eksudat adalah pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis (jumlah dan hitung sel), pemeriksaan kimia (kandungan protein, pemeriksaan amylase, glukosa, LDH, konsentrasi lipid), pemeriksaan mikrobiologi (kultur untuk tuberkulosa dan jamur, sitology, dan pengecatan).



Budding yeast in peritoneal fluid. 3.



Cairan Perikardial Cairan pericardial normal dan transudate tampak jernih dan kuning pucat. 1050 ml cairan yang ditemukan di antara membrane serosa pericardial. Gangguan metbolisme seperti uremia, hipotiroidisme dan gangguan autoimun adalah penyebab utama transudate. Efusi pericardial terutama disebabkan oleh perubahan permeabilitas membrane akibat infeksi (pericarditis), keganasan, dan eksudat yang menyebabkan trauma. Efusi akibat infeksi dan keganasan keruh dan efusi ganas sering kali terdapat bercak merah.



Pembahasan



A. Persiapan Sampel Cairan Serosa - Pleura 1. Memperkenalkan diri kepada pasien. 2. Menanyakan identitas pasien. 3. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang tidakan yang akan dilakukan, tujuan tindakan, serta risiko yang mungkin terjadi dan manfaat tindakan tersebut. 4. Evaluasi kembali lokasi pungsi dengan cara pemeriksaan fisis dan melihat foto toraks. Pungsi dilakukan di tempat perkusi yang paling redup di garis aksillaris posterior. Tusukan harus dilakukan di atas tulang iga agar tidak mengenai pembuluh darah dan saraf interkostal. -



Peritoneal 1. Memperkenalkan diri kepada pasien. 2. Menanyakan identitas pasien. 3. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan tindakan, serta resiko yang mungkin terjadi dan manfaat tindakan tersebut.



-



Pericardium 1. Memperkenalkan diri kepada pasien. 2. Menanyakan identitas pasien. 3. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan tindakan, serta resiko yang mungkin terjadi dan menfaat tindakan tersebut.



B. Pengambilan Sampel Cairan Serosa - Pleura 1. Pasien diinstruksikan posisi duduk bila memungkinkan atau setengah duduk, menghadap sandaran kursi dengan lengan berada di atas sandaran kursi. 2. Tentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan foto toraks. 3. Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior, khususnya tempat insersi di bawah batas redup pada pemeriksaan perkusi, di ruang interkostal, tepi atas iga. 4. Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine, dari arah dalam ke luar,



5.



6. 7. 8.



9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. -



lalu ulangi dengan alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat yang akan dipungsi. Anastesi lokal dengan lidocain 2% 2-4 cc dengan spuit 5 cc, diinfiltrasikan anestesi lokal intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan ke arah dalam hingga terasa jarum menembus pleura. Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam kavum pleura sampai spuit penuh, kemudian spuit dicabut. Luka bekas tusukan segera di tutup dengan kasa betadine. Selanjutkan tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi lokal dan apabila telah menembus pleura, maka maindrain (piston) jarum dicabut. Sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan spuit 50 cc (untuk aspirasi). Dilakukan aspirasi sampai cairan memenuhi spuit 50 cc. Ujung threeway stopcock yang lain dihubungkan dengan blood set (untuk pembuangan). Dilakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura. Cairan dalam spuit dibuang melalui aliran blood set. Kran threeway stopcock kembali di putar ke arah rongga pleura dan dilakukan aspirasi kembali 50 cc. Dilakukan evakuasi sampai jumlah cairan maksimal 1500 cc. Setelah selesai evakuasi kateter vena dicabut dan luka bekas tusukan ditutup dengan kasa steril yang telah diberi betadine. Spesimen kemudian diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan.



Peritoneal 1. Pastikan kantung kemih pasien kosong, baik melalui pengosongan yang dilakukan pasien atau melalui penggunaan kateter Foley. 2. Posisikan pasien dan persiapkan kulit di sekitar tempat penusukan dengan larutan antiseptic. Oleskan gorden fenestrated steril untuk membuat bidang steril.



3. Gunakan spuit 5 mL dan jarum 25-gauge untuk mengangkat kulit kecil lidocaine wheal di sekitar tempat penusukan.



4. Beralihlah ke jarum 20-gauge yang lebih panjang dan berikan 4-5 mL lidocaine di sepanjang saluran penyisipan kateter. Pastikan untuk membius sampai ke peritoneum. Lakukan injeksi bolak-balik dan aspirasi intermiten ke saluran



sampai cairan asites diperhatikan di jarum suntik. Perhatikan kedalaman di mana peritoneum masuk. Pada pasien obesitas, mencapai peritoneum yang mungkin melewati sejumlah besar jaringan adiposa.



5. Gunakan pisau bedah nomor 11 untuk membuat jepit kecil di kulit untuk memudahkan pelepasan kateter.



6. Masukkan jarum dengan posisi tegak lurus ke titik kulit yang akan ditusuk. Lakukan penyisipan lambat dengan penambahan 5 mm untuk meminimalkan risiko masuknya vascular yang tidak disengaja atau tusukan usus kecil.



7. Terapkan tekanan ke spuit saat jarumnya maju. Saat masuk ke rongga perioneum dan cairan asites bisa terlihat mengisi spuit. Pada titik ini, naikkan perangkat 2-5 mm ke dalam rongga peritoneal untuk mencegah perpindahan yang salah selama pemasangan kateter. Secara umum, hindari memajukan jarum lebih dalam dari tanda pengaman pada kateter atau lebih dari 1 cm di luar kedalaman cairan asites yang diperhatikan pada jarum suntik lidocaine.



8. Gunakan satu tangan untuk memberi jangkar jarum dan jarum suntik dengan kuat pada tempatnya untuk mencegah agar jarum masuk lebih jauh ke dalam rongga peritoneal.



9. Gunakan tangan satunya untuk menahan stopcock dan kateter dan memajukan kateter di atas jarum dan masuk ke rongga peritoneal sampai ke kulit. Jika ada perlawanan, kateter mungkin salah letak ke jaringan subkutan. Jika demikian, cabut perangkat sepenuhnya dan periksa kembali penyisipan. Saat menarik perangkat, selalu lepaskan jarum dan kateter bersama sebagai unit mencegah agar tidak memotong kateter.



10. Sambil menahan stopcock, tarik jarum keluar. Katup penyegel pada jarum berfungsi mencegah kebocoran cairan. Pasang spuit 60 mL ke stopcock tiga arah dan lakukan aspirasi untuk mendapatkan cairan asites, dan kemudian masukkan ke botol specimen. Gunakan katup tiga arah yang diperlukan untuk mengendalikan aliran fluida dan mencegah kebocoran bila tidak ada spuit atau tabung yang terpasang.



11. Hubungkan salah satu ujung tabung pengumpulan cairan ke stopcock dan ujung lainnya ke botol vakum atau kantong drainase.



12. Setelah jumlah cairan asites yang diinginkan telah terkumpulkan dan kering, lepaskan kateter. Berikan tekanan kuat untuk menghentikan pendarahan (jika ada). Tempatkan perban di atas tempat tusukan.



-



Pericardium 1. Pasien disandarkan pada sandaran dengan sudut 45°C yang memungkinkan jantung ke posterior menjauhi dinding thorax. 2. Lakukan tindakan aseptic dan anestesi local dengan prokain 2% atau xilokain 2%. 3. Jarum nomor 16-18 gauge dihubungkan dengan spuit 20-50 mL dan dihubungkan dengan pemantau EKG melalui alligator atau hemostat. 4. Arahkan jarum ke posterosepalad, membentuk sudut 45°C dengan permukaan dinding dada. 5. Tusukkan jarum 2-4 cm sampai terasa tahanan lapisan pericardium. 6. Bila jarum pungsi menembus pericardium dan kontak dengan otot jantung, akan timbul elevasi segmen ST (injury) dan ekstrasistol ventrikel dengan amplitude tinggi. Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harum ditarik sedikit dan diarahkan ketempat lain. 7. Apabila cairan pericardium kental, dapat dipakai trocar yang lebih besar. Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir, jarum ditarik perlahan-lahan dan ditusuk kembali ke arah lain atau lebih dalam sedikit. 8. Hindarkan tusukan yang tiba-tiba, kasar atau pemindahan arah tusukan secara kasar. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan tepi konstan sambil diisap secara kontinu. 9. Kateter vena sentral dapat dipasangkan melalui jarum tersebut dan dibiarkan di tempat yang memungkinkan tindakan aspirasi periodic untuk mencegah pengumpulan cairan kembali. 10. Setelah selesai, cabut jarum dan pasang perban di atas tempat pungsi.



C. Pengolahan Sampel Pemeriksaan cairan serosa harus dilakukan segera setelah diambil. Jika terpaksa ditunda, bahan disimpan pada suhu 2-8°C dan tidak lebih dari 24 jam. D. Transportasi Sampel - Spesimen dikemas dalam kotak khusus untuk pengiriman dalam 3 lapisan dari dalam keluar: 1. Wadah kedap air berisi specimen 2. Wadah kedapi air dengan bantalan absorben untuk mengisi specimen bila bocor karena guncangan 3. Wadah yang melindungi dari pengaruh luar - Spesimen dibuatkan berita acara dengan mencantumkan identitas specimen berupa nama, umur, jenis kelamin, jenis specimen, tanggal pengambilan, jam pengiriman, nomor pengiriman, laboratorium rujukan yang dituju, tanda tangan kepala laboratorium.



Hasil



Daftar Pustaka



Djaharuddin, I., 2017. Keterampilan Klinis Pungsi Pleura. [Online] Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Available at: https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2017/08/PUNGSI-PLEURA-2017.pdf [Accessed 16 December 2020]. Ahmad Rifai, D.I.E.A.G.A., 2017. CARA PENGAMBILAN SAMPEL TRANSUDAT/EKSUDAT CAIRAN RONGGA PERUT (PARACENTESIS). [Online] Politeknik Kesehatan Banjarmasin Available at: https://www.academia.edu/35461690/CARA_PENGAMBILAN_SAMPEL_TRANSUDAT_ EKSUDAT_CAIRAN_RONGGA_PERUT_PARACENTESIS_POLITEKNIK_KESEHATAN_KEME NKES_BANJARMASIN [Accessed 16 December 2020] RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM, 2018. Standar Waktu Pemeriksaan Laboratorium di Instalasi Patologi Klinik. [Online] Available at: https://rsud.batam.go.id/wp-content/uploads/sites/73/2020/06/AP-LAB-PK.pdf [Accessed 16 December 2020]. Rahaju, M., 2003. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN LDH DALAM CAIRAN TUBUH UNTUK PENENTUAN KLASIFIKASI TRANSUDAT DAN EKSUDAT DIBANDINGKAN DENGAN KLASIFIKASI KONVENSIONAL. [Online] UNIVERSITAS DIPONEGORO Available at: http://eprints.undip.ac.id/12318/1/2003PPDS.pdf [Accessed 16 December 2020].



Pembimbing



(



)



Mahasiswa



( Xena Nuriana )