Laporan Akhir LBDS - Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LUAS BIDANG DASAR (LBDS) (Laporan Praktikum Inventarisasi Hutan)



Oleh Kelompok 1 Tri Riski Putra : 1914151014 Meyzia Ulfa : 1914151025 Mohamad Ilham Nurfaizi : 1914151032 Max Kurniawan Pandu : 1914151058 Popy Sry Handayani : 1914151070 Nadila Meta Ria : 1954151017



FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2021



I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang



Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan faktor penentu utama yang mempengaruhi keotentikan data yang diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan pengamat dalam pengukuran, semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka semakin baik pula data yang dikumpulkan. Salah satu pengukuran pada pohon adalah pengukuran volume suatu pohon yang merupakan parameter pohon. Volume suatu pohon ini yang mempengaruhi sebuah pohon tersebut untuk perlakuan yang akan dilakukan selanjutnya.



Yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang melintang pada batang pada ketinggian 1,3 meter dari permukaan tanah. Luas bidang dasar tegakan juga mempunyai arti yang penting dalam suatu kegiatan penginventarisasian tegakan hutan yang menggunakan metode sampling titik (point sampling). Tetapi luas bidang dasar dalam cara sampling ini tidak sama seperti cara perhitungan lainnya melainkan ditaksir langsung dengan



menggunakan tongkat Bitterlich atau alat-alat turunan seperti relaskop dan sebagainya Apabila digunakan diameter setinggi dada, maka yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang melintang batang pada 1,3 meter dari permukaan tanah. Karena umumnya bentuk pohon tidak persis bulat seperti lingkaran, maka biasanya pengukuran diameter dilakukan dua kali dengan arah pengukuran yang bersudut 90o. Dari dua kali pengukuran tersebut kemudian dihitung harga rata-rata untuk memperoleh ukuran diameter yang diinginkan (Departemen Kehutanan 1992).



Bidang dasar suatu pohon dapat diukur dengan cara mengukur diameter pohon tersebut. Diameter dari suatu pohon selalu diukur berdasarkan diameter pangkal. Pada pohon berdiri diameter yang diukur adalah diameter kulit terluar yang diukur secara tatap dari dasar atau alas pohon. Bidang dasar adalah penampang lintang dari suatu batang pohon, biasanya diukur setinggi dada. Luas bidang dasar berasal dari diameter pohon, dimana pengukurannya dapat menggunakan caliper,pita ukur, dan alat ukur, dan alat ukur diameter lainnya.kedua alat tersebut dapat menghitung ukuraan pohon dengan mengasumsikan bahwa bentuk dari penampang lintang batang adalah bulat (Verlag dkk, 1997).



1.2. Tujuan Praktikum



Tujuan yang diperoleh pada praktikum ini adalah sebagai berikut. 1. Mahasiswa mampu menggunakan alat ukur luas bidang dasar. 2. Mahasiswa mengetahui diameter pohon yang diukur. 3. Mahasiswa mengetahui luas bidang dasar pohon yang diukur dengan alat yang digunakan.



II. TINJAUAN PUSTAKA



Inventarisasi hutan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan, menguraikan kuantitas dan kualitas pohonpohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Istilah lain dari inventarisasi hutan adalah perisalahan lahan, risalah hutan, dan inventore hutan. Menurut Simon (1996) istilah inventore hutan dipakai pengelola hutan jati di Jawa, khususnya pada waktu inventore hutan masih menggunakan metode okuler. Dalam bahasa inggris, istilah yang sama dengan inventarisasi hutan, tetapi memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas adalah timber cruising, cruising, timber estimation. Secara konseptual inventarisasi hutan berarti menyajikan data secara menyeluruh mengenai hutan, meliputi pertumbuhan pepohonan di dalamnya, berbagai arti ekonomi, lingkungan, fungsi, serta nilai sumber dayanya. Sedangkan secara operasional, inventarisasi hutan berarti mencari dan menyajikan data potensi produksi hutan, meliputi luasan, volume kayu standing-stock, growing-stock, dan struktur tegakan yang ada di dalamnya (Durbani, 1993).



Luas bidang dasar hutan (lbds) per hektar merupakan penampang melintang dari diameter batang setinggi dada (1.3 m dari permukaan tanah). Besarnya luas bidang dasar individu (lbd) pohon dihitung dengan rumus : lbd = 0.25 x p x d2 Dalam hal ini : lbd = Luas bidang dasar individu pohon (m2 ) p



= Konstanta (3.4)



d



= Diameter batang (1.3 m dari permukaan tanah)



Hardjosoediro (1974) menjelaskan lbds per hektar merupakan hasil penjumlahan dari lbd individu pohon yang terdapat dalam kawasan 1 hektar. Penggunaan lbds ini sebagai petunjuk kerapatan suatu hutan. Dengan demikian rumusnya menjadi : lbds = ∑ − = 0 2 4 n n t d N π Keterangan : lbds = Luas bidang dasar tegakan Pinus merkusii (m2 /ha) d



= Diameter batang (1.3 meter dari dasar pohon)



N = Banyak pohon per ha



Dari luas bidang dasar pohon dapat ditaksir dua peubah pohon yang penting untuk inventore hutan, yaitu kepadatan bidang dasar dan volume pohon maupun tegakan. Bentuk penampakan lintang pohon yang tidak persis sama dengan lingkaran tidak dikoreksi disini, melainkan dikoreksi dalam penaksiran volume dengan memasukkan faktor bentuk (Departemen Kehutanan 1992). Apabila digunakan diameter setinggi dada, maka yang dimaksud dengan bidang dasar



pohon adalah penampang melintang batang pada 1,3 meter dari permukaan tanah. Karena umumnya bentuk pohon tidak persis bulat seperti lingkaran, maka biasanya pengukuran diameter dilakukan dua kali dengan arah pengukuran yang bersudut 90o. Dari dua kali pengukuran tersebut kemudian dihitung harga ratarata untuk memperoleh ukuran diameter yang diinginkan (Departemen Kehutanan 1992).



Luas bidang dasar tegakan juga mempunyai arti penting dalam inventore tegakan yang menggunakan sampling titik. Tetapi luas bidang dasar dalam cara sampling ini tidak dihitung seperti peada perhitungan KBD, melainkan ditaksir langsung dengan menggunakan tongkat Bitterlich atau alat-alat turunannya sepert prisma baji, reloskop dan sebagainya. Perangkat pendugaan volume pohon (berupa model atau rumus maupun tabel) adalah salah satu perangkat penting dalam perencanaan pengelolahan hutan. Salah satu jenis data yang diperlukan dalam perencanaan pengelolahan hutan ialah dengan potensi atau masa tegakan.



Pengumpulan data masa tegakan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi yang selalu melibatkan pendugaan volume pohon per pohon. Oleh sebab itu, dalam setiap kegiatan pengelolahan hutan dituntut tersedianya perangkat pendugaan volume pohon (Simon, 2007). Dalam pengukuran luas bidang dasar pohon, diameter setinggi dada pada pohon yaitu 1.3 meter atau dalam satuan internasional setinggi 4.3 kaki (feet) di atas pangkal batang, dimana untuk pohon yang berdiri pada lereng, titik pengukuran haris ditentukan pad bagian atas lereng. Dalam tiap titik sampling luas bidang dasar diukur dengan alat pengukur sederhana. Alat ini



merupakan alat pengukur koreksi secara otomatis seperti alat tongkat bitmore dan relaskop (Avery dan Burkhart, 1983). Dalam kegiatan pengukuran luas bidang dasar pohon dengan menggunakan alat Bitterlich, maka terlebih dahulu ditentukan arah pengukuran dengan menggunakan alat kompas yaitu alat arah dilakukannya penelitian pada titik-titik tertentu sepanjang garis tersebut, didaftar namanya dan kemudian diukur satu persatu secara berurutan. Akan tetapi pada pohon-pohon yang tampak memiliki diameter yang kecil tidak akan dilakukan pengukuran. Kemudian melalui hasil luas bidang dasar pohon tersebut dapat diukur/ditaksir dua parameter yang penting untuk inventarisasi hutan yaitu kepadatan bidang dasar tegakan, bentuk bidang dasar tegakan serta serta volume pohon maupun tegakan. Bentuk penampang lintang pohon yang tidak persis sama dengan lingkaran tidak dikoreksi di sini melainkan dikoreksi dengan penaksiran volume dengan memasukkan faktor bentuk yang akan diterangkan kemudian (Avery dan Burkhart, 1983). Yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang melintang pada batang pada ketinggian 1,3 meter dari permukaan tanah. Luas bidang dasar tegakan juga mempunyai arti yang penting dalam suatu kegiatan penginventarisasian tegakan hutan yang menggunakan metode sampling titik (point sampling). Tetapi luas bidang dasar dalam cara sampling ini tidak sama seperti cara perhitungan lainnya melainkan ditaksir langsung dengan menggunakan tongkat Bitterlich atau alat-alat turunan seperti relaskop dan sebagainya (Husch, 1987).



III. METODOLOGI PRAKTIKUM



2.1. Lokasi Praktikum Praktikum ini dilaksanakan di rumah masing – masing.



2.2. Alat dan Bahan



Alat yang digunakan pada praktikum Luas Bidang Dasar (LBDS) adalah pita ukur, caliper, garbu pohon, biltmore stick, biterlich dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah pohon.



2.3. Cara Kerja



Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut. 1. Pemberian materi dan pengarahan kegiatan oleh dosen atau asisten. 2. Melakukan pengukuran diameter setinggi dada (dbh) jenis pohon. 3. Memasukkan data ke dalam tally sheet dengan berbentuk diameter masing – masing. 4. Menghitung LBDs. 5. Membuat laporan hasil praktikum.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil



Tabel 1. Hasil Pengukuran LBDS diameter pohon No 1 2



3 4



5 6



7 8 9



10 11



12



Nama/jenis Pohon Alpukat (Persea americana) Mangga (Mangifera indica) Akasia (Acacia auriculiformis) Mahoni Dun Lebar (Swietenia macrophylla) Karet Kebo (Ficus elastica) Sono Keling (Dalbergia latifolia) Sawo (Manikara zapota .L) Mahoni (Swietenia mahagoni) Sukun (Artocarpus altilis) Jati (Tectona grandis) Nangka (Artocapus heterophyllus) Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum)



D (m)



LBDS (m)



0,32



0,0804



0,45



0,1590



0,19



0,0283



0,22



0,0380



0,64



0,3215



0,28



0,0615



0,22



0,0380



0,52



0,2123



0,49



0,1885



0,57



0,2550



0,19



0,0283



1,39



1,5167



4.2 Pembahasan



Hasil praktikum yang dilakukan sebelumnya menghasilkan data pengukuran diameter. Hasil data tersebut kemudian dikelola menjadi sampel diameter untuk penelitian pengtukuran luas bidang dasar (LBDS) pada praktikum kali ini. Penelitian menggunakan 12 sampel diameter dengan jenis pohon yang berebeda. Pengukuran dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok yang terdiri dari 2 jenis pohon yang berbeda.



Pada tabel 1 pengukuran luas bidang dasar (LBDs) adalah diameter pohon yang pertama yaitu pohon Alpukat memiliki dimater 0,32m dengan LBDS 0,0804. Pohon yang kedua yaitu pohon Mangga memiliki diameter 0,45 dengan LBDS 0,1590m. pohon uang ketiga yaitu pohon Akasia memiliki diameter 0,19 dengan LBDS 0,0283. Pohon yang keempat yaitu pohon Mahoni daun lebar memiliki diameter 0,22 dengan LBDS 0,0380. Pohon yang kelima yaitu pohon Karet kebo memiliki diameter 0,64m dengan LBDS 0,3215m. Pohon yang keenam yaitu pohon Sono keeling memiliki diameter 0,28 dengan LBDS 0,0615. Pohon yang ketujuh yaitu pohon Sawo memiliki diameter 0,28 dengan LBDS 0,0380. Pohon yang kedelapan yaitu pohon Mahoni memiliki diameter 0,52 dengan LBDS 0,2123. Pohon yang kesembilan yaitu pohon Sukun yang memiliki diameter 0,49 dengan LBDS 0,1885. Pphon yang kesepuluh yaitu pohon Jati memiliki diameter 0,57m dengan LBDS 0,2550. Pohon yang kesebelas yaitu pohon Nangka yang memiliki diameter yaitu 0,19 dengan LBDS 0,0283. Pohon yang terakhir yaitu pohon Sengon buto yang memiliki diameter 1,39m dengan LBDS 1,5167. Dengan data tersebut dapat diketahui bahwa diameter dan luas bidang dasar (LBDs) setiap



pohon berbeda- beda baik itu dipengaruhi oleh jenis pohon lingkungan pohon keadaan zat organik keadaan iklim perbedaan geografi keadaan tanah dan faktorfaktor yang lainnya.



Dari luas bidang dasar pohon dapat ditaksir dua peubah pohon yang penting untuk inventore hutan, yaitu kepadatan bidang dasar dan volume pohon maupun tegakan. Bentuk penampakan lintang pohon yang tidak persis sama dengan lingkaran tidak dikoreksi disini, melainkan dikoreksi dalam penaksiran volume dengan memasukkan faktor bentuk. Apabila digunakan diameter setinggi dada, maka yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang melintang batang pada 1,3 meter dari permukaan tanah. Karena umumnya bentuk pohon tidak persis bulat seperti lingkaran, maka biasanya pengukuran diameter dilakukan dua kali dengan arah pengukuran yang bersudut 90o. Dari dua kali pengukuran tersebut kemudian dihitung harga rata-rata untuk memperoleh ukuran diameter yang diinginkan (Kuswandi, 2015).



Luas bidang dasar atau luas basal area digunakan untuk mengetahui luas penutupan, dapat diketahui dari garis tengah pohon setinggi dada (DBH). Dari luas bidang dasar pohon dapat ditaksir dua peubah pohon yang penting untuk inventarisasi hutan, yaitu kepadatan bidang dasar dan volume pohon maupun tegakan. Pengukuran LBDS memiliki banyak manfaat salah satunya dalam membantu pembuatan kurva (grafik) hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon (kurva tinggi) yang berguna untuk menaksir tinggi suatu pohon berdasarkan diameter pohon. Hasil pengukuran bidang dasar dianggap penting dalam aspek inventarisasi hutan karena dianggap sebagai potensi spesies untuk



dapat tumbuh dengan baik, contohnya pada famili Myrtaceae (Sujarwo dan Darma, 2011)



Diameter merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data diameter bukan hanya diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam pengaturan penebangan dengan batas diameter tertentu serta dapat digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan. Oleh sebab itu, dalam setiap kegiatan pengelolahan hutan dituntut tersedianya perangkat pendugaan volume pohon (Simon, 2017).



Manfaat pengukuran luas bidang pohon adalah untuk pendugaan suatu komunitas pohon dilakukan dengan mengukur diameter pohon. Diameter merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data diameter bukan hanya diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan tegakan (Menéndez-Miguélez, 2014).



Dalam inventarisasi hutan, data peubah tegakan umumnya diperoleh melalui pembuatan dan pengukuran plot contoh. Ukuran plot contoh memiliki pengaruh langsung terhadap penilaian karakteristik hutan secara umum, seperti kerapatan tegakan dan luas bidang dasar. Menurut penelitian Carrer, Castagneri, Popa, Pividori, & Lingua (2017) terhadap plot berukuran 4 ha di hutan Eropa Tengah, yang mengevaluasi ukuran plot dan menilai parameter rata-rata diameter pohon,



rata-rata tinggi pohon, luas bidang dasar tegakan, dan kerapatan tegakan, menunjukkan bahwa akurasi penilaian parameter tegakan hutan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran subplot.



DAFTAR PUSTAKA



Avery and Burkhart. 1983. Forest Measurement. Mebrow hill. London



Balai Pengembangan dan Penelitian Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.



Carrer, M., Castagneri, D., Popa, I., Pividori, M., & Lingua, E. 2017. Tree spatial patterns and stand attributes in temperate forest: the importance of plot size, sampling design, and null model. Forest Ecology and Management. 407, 125- 134.



Hardjosoediro, S.. 1974. Kelas Hutan, Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.



Husch, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. UI Press. Jakarta



Kuswandi, R., Sadono, R., Supriyatno, N., dan Marsono, D., 2015.Keanekaragaman struktur tegakan hutan alam bekas tebangan berdasarkan biogeografi di Papua. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 22(2) : 151-15.



Sahid. 2009. Penafsiran Luas Bidang Dasar Tegakan Pinus Merkusii Menggunakan Foto Udara Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (Kph) Kedu Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 – 122.



Menéndez-Miguélez, M., Canga, E., Álvarez-Álvarez, P., and Majada, J. 2014. Stem taper function for sweet chestnut (Castanea sativaMill.) coppice stands in northwest Spain. J. of Forest Science. Vol 71(7),761-770.



Simon, H., 1996. Metode Inventore Hutan, Aditya Media, Yogyakarta.



Simon, H. 2007. Pengenalan dan Pengukuran Karateritik Pohon. UGM Press. Yogyakarta.



Simon, H. 2017. Metode Inventarisasi Hutan Pustaka Pelajar. Yogyakarta



Sujarwo, W., & Darma, I. D. P. 2011. Analisis vegetasi dan pendugaan karbon tersimpan pada pohon di kawasan sekitar gunung dan danau Batur Kintamani Bali. Bumi Lestari Journal of Environment, 11(1), 85-92.



Urbani, M. 1993. Bahan Asistensi Praktikum Inventarisasi Hutan. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.