Laporan Akhir Metalografi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • eni
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM METALOGRAFI



Nama



: Tasya Masyeba



NPM



: 1406569453



Jurusan



: Teknik Perkapalan



Kelompok



: VIII Laboratorium MRC Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia



I.



Metalografi



Abstrak Material-material yang ada harus bias menyeimbangkan diri seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Kebutuhan manusia menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan material yang dikaitkan dengan kualitas dari material. Untuk menguji kualitas dari suatu material, dapat dilakukan uji Tarik yang merupakan salah satu dari Destructive Test, satu lagi adalah metalografi yang termasuk dalam Non-Destructive Test. Percobaan metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur dari specimen uji yang ingin dilihat mikrostrukturnya. Industri-industri yang berkaitan dengan kebutuhan manusia akan terus memperbaiki kualitas dari material yang digunakan sehingga berfungsi juga sebagai quality control. Kata kunci : Metalografi, mikrostruktur, material.



Tujuan  



Praktikan mampu melakukan proses persiapan sampel metalografi berbagai logam dengan benar Praktikan dapat mengidentifikasi struktur mikro dari specimen yang diberikan, dan menghubungkan dengan sifat mekanisnya.



Prosedur Metalografi 1



Penentuan ukuran sampel dengan mengacu pada standard ASTM E-3; tergantung pada sifat material dan informasi yang akan di dapat. 2 Memotong sampel 3 Mounting sampel; umumnya dilakukan jika sampel berukuran terlalu kecil. 4 Mengamplas kasar; umumnya untuk menghaluskan permukaan yang tergores cukup dalam pada proses pemotongan 5 Mengamplas halus; dilakukan dengan amplas, dengan partikel SiC. Terdapat berbagai ukuran kertas amplas halus, yaitu antara 400-1000 mesh. Setiap berganti ukuran sampel, sampel diputar 90 derajat, untuk menghilangkan goresan pada tahap sebelumnya. 6 Memoles kasar; dilakukan dengan menggunakan partikel alumina atau intan, dengan besar partikel sekitar 5 µm, untuk menghilangkan goresan yang masih tersisa dari proses amplas. 7 Memoles halus; untuk menghilangkan goresan yang amat halus, dengan menggunakan partikel poles alumina atau intan kurang dari 1µm. 8 Mengetsa; dilakukan pada sampel yang telah dikeringkan setelah poles halus dengan menggunakan zat kimia bersifat asam atau basa. Zat etsa akan menyerang berbagai daerah permukaan. 9 Membersihkan dan mengeringkan sampel 10 Sampel dapat diamati 11 Mengamati sampel dengan mikroskop 12 Mengambarkan mikrostruktur secara umum sesuai pembesaran yang digunakan



13 Memfoto sampel yang dibuat mikro dengan pembesaran lebih dari 100x dan makro dengan pembesaran kurang dari 100x.



Langkah Kerja Metalografi 1. Cutting 1.1.1 Tujuan Untuk menentukan Teknik pemotongan yang tepat sehingga diperoleh sampel yang representatif 1.1.2 Alat dan Bahan • sampel pengujian • media pendingin (pelumas) • sample holder • saw blade • mesin pemotong 1.1.3 Dasar Teori Pemilihan sampel didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu : • Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda • Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw 1.1.4 Cara Kerja  Tentukan Daerah pengambilan sampel yang representative



  



Letakkan benda yang akan dipotong pada sampel holder diujungnya Pastikan saw blade tercelup kedalam media pendingin (pelumas) Nyalakan alat dan tunggu sampai sampel terpotong



2. Mounting 2.1.1 Tujuan Untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil tanpa merusak sampel 2.1.2 Alat dan Bahan • Cetakan silindris • Isolasi • Sampel • Resin • Hardener 2.1.3 Dasar Teori Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimenspesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :  Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)  Sifat eksotermis rendah  Viskositas rendah  Penyusutan linier rendah  Sifat adhesi baik  Memiliki kekerasan yang dekat dengan sampel  Mampu alir baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel  Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur hardener atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin menggunakan bakelit. Thermosetting mounting



membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan dan panas pada mold saat mounting. Jenis-jenis kecacatan pada mounting :



2.1.4      



Cara Kerja Siapkan cetakan dengan menutup salah satu ujung dari silinder dengan isolasi Letakkan sampel pada dasar cetakan Siapkan resin sebanyak 1/3 bagian cetakan Campur resin dengan 15 tetes hardener Tuangkan resin kedalam cetakan. Biarkan selama 25-30 menit hingga mengeras. Keluarkan mounting dari cetakan



3. Grinding 3.1.1 Tujuan Menghaluskan/meratakan permukaan sampel yang akan diamati, menggunakan amplas 3.1.2 Alat dan bahan • Kertas amplas • Mesin amplas • Air • Sampel 3.1.3 Dasar Teori Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan kertas amplas yang ukuran butir



abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor Jenis alat potong



Ukuran kertas amplas (grit)



untuk pengamplasan pertama Gergaji pita 60 – 120 Gergaji abrasif 120 – 240 Gergaji kawat / intan kecepatan rendah 320 – 400 mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan, seperti pada tabel berikut



Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, yang berfungsi memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya. 3.1.4 Cara Kerja  Pasang amplas pada mesin  Nyalakan mesin, tuangkan air pada permukaan amplas secara kontinu  Pegang erat sampel, kemudian amplas permukaan sampel  Ganti kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi hingga diperoleh permukaan yang lebih rata  Ubah arah pengamplasan 900 terhadap arah sebelumnya tiap pergantian amplas 4. Polishing 4.1.1 Tujuan Mendapatkan permukaan sampel yang lebih halus dan mengkilap 4.1.2 Alat dan Bahan • Kain poles • Mesin poles • Alumina • Sampel 4.1.3 Dasar Teori



Dalam pengamatan menggunakan mikroskop, permukaan sampel yang akan diamati harus rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantilkan secara acak oleh permukaan sampel. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut:



Permukaan halus



Permukaan kasar



Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut : 1) Pemolesan Elektrolit Kimia Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan. 2) Pemolesan Kimia Mekanis Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. 3) Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher) Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu. 4.1.4 Cara Kerja  Siapkan kain yang bersifat lembut, menyerap air dan lentur  Letakan kain diatas meja, atur agar tidak mudah bergeser  Olesi kain dengan kompon berwarna cokelat  Gosok-gosok sampel diatas kain yang telah diolesi kompon dengan arah memutar, tambahkan kompon jika kompon kering, lakukan hingga sampel lebih mengkilap  Ganti kain dan olesi dengan kompon berwarna putih  Lakukan langkah 4 kembali 5. Etching



5.1.1



Tujuan  Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optic setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel  Mengetahui fungsi etsa dalam tahap preparasi sampel 5.1.2 Alat dan Bahan  Blower/dryer  Cawan gelas dan pipet  Alat elektro etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif)  Zat etsa: FeCl3, Nital 2%, HF 0.5%, dan asam oksalat (H2C2O4) 15g/100 ml air  Air, alkohol, tissue 5.1.3 Dasar Teori Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam[1]. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Ada beberapa jenis etsa seperti di bawah ini: 1) Etsa Kimia proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Berikut ini adalah contoh etsa yang digunakan untuk berbagai material:  Nitrid acid/nital : nitrid acid + alcohol 95% untuk baja karbon. Berguna untuk mendapatkan fasa pearlite, ferrite, dan ferrit dari martensit.  Picral : picric + acid. Khusus untuk baja. Mendapatkan fasa pearlit, ferrite, dan ferrite dari martensit.  Ferric Chloride : Ferric Chloride + HCL + air untuk melihat struktur paduan tembaga dan stainless steel.  Hydrofloric acid : HF + air untuk mengobservasi struktur alumunium dan paduannya. 2) Etsa Elektronik Dilakukan untuk mengetsa logam yang sulit dietsa dengan metode kimia dan untuk memunculkan fasa-fasa tertentu. proses etsa ini menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk mendapatkan detil strukturnya.



AB = Daerah Etsa BC = Daerah Tak stabil CD = Daerah Poles DE = Daerah evolusi dan pitting



Gambar 1.7 Kurva Arus dan tegangan pada Proses Etsa Hubungan kuat arus dan tegangan dalam etsa seperti pada gambar di atas terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik, yaitu:  Daerah A-B : Daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai anoda, larut dalam larutan elektrolit.  Daerah B-C : Daerah tidak stabil, karena permukaan logam merupakan gabungan dari daerah pasif dan aktif yang disebabkan oleh perbedaan energy bebas antara butir dan batas butir.  Daerah C-D : Daerah poles, Terjadi Kestabilan arus, Meskipun Tegangan ditambahkan. Hal ini disebabkan oleh stabilnya larutan. Meskipun pada daerah ini logam berubah menjadi logam oksida, tetapi oleh larutan elektrolit logam itu dilarutkan kembali.  Daerah D-E : Terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana gelembung gas melekat dan menetap pada permukaan anoda untuk waktu yang lama, sehingga menyebabkan pitting. Dengan penambahan tegangan, rapat arus melonjak tinggi tak terkendali.



Gambar 1.8 Instalasi elektrolitik polishing dan etching 5.1.4



 



  



II.



Cara Kerja Bersihkan sampel dipoles dengan air dan alcohol Pengetesan menggunakan zat etsa, celupkan sampel dalam zat etsa selama beberapa detik dengan pengetesan baja menggunakan FeCl3 selama 5-10 detik dengan 2%-10% konsentrasi Bersihkan dengan air, kemudian alcohol Keringkan dengan dryer Lap dengan tissue



PEMBUATAN FOTO DAN ANALISIS STRUKTUR MAKRO DAN MIKRO



II.1



Pengamatan Struktur Mikro



Tujuan 1. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur 2. Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya 3. Mengenali fasa-fasa dalam struktur mikro



Alat dan Bahan   



Sampel Mikroskop optik kamera Lilin/sumber cahaya



Dasar Teori Skala pengamatan mikro adalah Pengamatan 100 X atau lebih besar. Hal yang diamati adalah fasa, besar butir, endapan. Alat yang digunakan: Mikroskop Optik, Scanning Electron Microscope (SEM), Transmision Electron Microscope (TEM). Beda material akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda pula.







Mikrostruktur Baja Karbon Struktur yang terdapat pada material adalah tergantung pada komposisi unsur-unsur pembentuk, yang dapat dilihat dari diagram fasa[1]. Fasa-fasa yang terdapat pada mikrostruktur baja karbon dapat dilihat pada diagram fasa Fe-Fe3C.



Gambar 2.1 Diagram Fe – Fe3C Dari diagram fasa Fe-Fe3C di atas beberapa fasa yang terdapat pada mikrostruktur baja karbon adalah Ferrite (α-iron) dengan C max = 0,022%, Austenite (γ) dengan C max = 2.11%, Cementite (Fe3C) dengan komposisi C = 6,70%, Pearlite (α+ Fe3C) dengan C max = 0,76%[7]. Pada baja karbon hasil perlakuan panas, terbentuk fasa martensit atau bainit. Ada beberapa macam proses perlakuan panas yaitu annealing, spheroidisasi, normalisasi, tempering, dan quenching. 



Mikrostruktur Besi Tuang Besi tuang pada dasarnya merupakan perpaduan antara besi dan karbon, dimana pada diagram Fe-Fe3C terlihat bahwa besi tuang mengandung kadar karbon lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan austenit pada temperatur eutektik, yaitu pada rentang 2,14 – 6,67%. Secara komersial besi tuang yang dipakai adalah besi tuang dengan kadar karbon 2,5 – 4%. Tipe-tipe besi tuang, antara lain[1]:  Besi tuang putih (white cast iron), semua kadar karbonnya terpadu dalam bentuk sementit.  Besi tuang malleable (malleable cast iron), semua karbonnya dalam bentuk partikel tak beraturan yang dikenal dengan karbon temper.  Besi tuang kelabu (gray cast iron), semua atau hampir semua karbonnya dalam bentuk flakes.  Besi tuang nodular (ductile cast iron), semua atau hampir semua karbonnya dalam bentuk spheroidal.



 Mikrostruktur Baja Perkakas Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh dari penambahan paduan-paduan seperti Cr, W, dan Mo, ditambah perlakuan-perlakuan khusus. Mikrostruktur yang dihasilkan pada umumnya adalah matriks martensit dengan adanya partikel-partikel karbida, grafit, serta presipitat. Klasifikasi baja perkakas berdasarkan AISI (American Iron and Steel Institute) dibagi dalam 7 kelompok utama, yaitu water hardening (W), shock resisting (S), cold work (O, A, D), hot work (H), mold (P), dan special purpose (L, F). 



Mikrostruktur Paduan Aluminium Mikrostruktur hampir semua paduan alumunium terdiri dari kristal utama padatan alumunium (biasanya berbentuk dendritik) ditambah dengan produk hasil reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak berada dalam keadaan padat biasanya membentuk fasa campuran pada eutectik, kecuali silikon yang muncul sebagai produk utama. Pada paduan alumunium-silikon, eutektik terjadi pada sekitar 12% Si.







Mikrostruktur Paduan Tembaga Paduan tembaga yang akan dibahas di sini adalah paduan tembaga dengan elemen dasar seng. Kuningan merupakan paduan tembaga seng, dengan elemenelemen lainnya seperti timbal, timah dan alumunium. Pada diagram fasa Cu-Zn, kelarutan seng dalam larutan padatan fasa α meningkat dari 32,5% pada temperatur 903 oC ke 39% pada temperatur 454 oC. Fasa α berbentuk FCC, sementara fasa β berbentuk BCC.







Mikrostruktur Hasil Lasan Pada gambar di bawah menggambarkan berbagai daerah pada produk las baja. Daerah pada produk las dimulai dari daerah logam las terdiri dari: daerah terpengaruh panas/heat affected zone (daerah fusi, daerah pertumbuhan butir, daerah penghalusan butir (rekristalisasi), daerah transisi) dan daerah tak terpengaruh panas/unaffected zone.



Gambar 2.2 Diagram skematis menunjukan lima daerah pada baja yang dilas



Cara Kerja Mikrostruktur        



Letakan sampel pada kaca preparat Berikan lilin pada bawah sampel Ratakan peletakan sampel dengan alat penekan dan lilin Nyalakan mikroskop Atur perbesaran mikroskop dan lensa objektif Atur fokus pada lensa Amati gambar mikrostruktur Mengambil sampel dan matikan mikroskop



Pengambilan Foto       



Letakan sampel pada kaca preparat Berikan lilin pada bawah sampel Ratakan peletakan sampel dengan alat penekan dan lilin Nyalakan mikroskop dan letakan sampel di bawah lensa objektif Atur fokus Tentukan diafragma dan pencahayaan Ambil foto mikrostruktur



II.2



Metalografi kuantitatif



Tujuan  



Menentukan jumlah fasa Mengukur besar butir



Alat dan Bahan 



Foto mikrostruktur



 



Alat tulis Kalkulator



Dasar Teori Sampel yang telah dipoles dan dietsa dapat dianalisis secara kuantitatif dengan melihat mikrostruktur material tersebut. Analisis dari ruang dua dimensi dapat dilakukan untuk menduga morfologi sampel dalam tiga dimensi. Analisis tersebut dinamakan ”metalografi kuantitatif” atau disebut juga stereology kuantitatif. Terkait dengan tujuannya, ada pun standard yang menjelaskan tentang perhitungan ukuran butir, yaitu ASTM E112. Parameter-parameter ini dapat dihubungkan dengan sifat mekanis, terutama kekuatan logam. Salah satu jenis metode metalografi kuantitatif adalah, metode kuantitatif manual. Metode-metode kuantitatif manual ini meliputi:  Chart Method  Counting Method  Jeffries Planimetric Method (satuan pengukuran: mm)  Triple Point Method (satuan pengukuran: mm)



Cara Kerja      



Gambar lingkaran d=79,8 mm pada foto mikrostuktur dari sampel Hitung jumlah butir dalam area lingkaran (n1) Hitung jumlah butir yang memotong keliling lingkaran (n2) Hitung jumlah butir/mm2 (NA) Hitung besar butir ASTM (G) Hubungkan ukuran butir dengan sifat mekanis material



II.3



Pengamatan Struktur Makro



Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perpatahan pada sampel makro.



Alat dan Bahan    



Sampel Lilin Kaca Preparat Mikroskop optik kamera



Dasar Teori Dalam material teknik, terdapat dua jenis perpatahan yang mungkin terjadi, yaitu perpatahan ulet (ductile) dan getas (brittle)[7]. Klasifikasi ini berdasarkan pada kemampuan material tersebut untuk mengalami deformasi plastis. Material ulet akan menunjukkan deformasi



plastis sebelum mengalami perpatahan sedangkan sedikit atau tidak ada sama sekali deformasi plastis terjadi pada material getas.



a) Perpatahan ulet Karakteristik utama dari perpatahan ulet adalah berserabut (fibrous) dan gelap (dull). Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Perpatahan ulet memiliki cirri-ciri sebagai berikut:  Permukaan hasil patahan gelap karena menyerap cahaya  Karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull).  Terjadi ‘necking’ (penciutan) pada sampel hasil pengujian tersebut akibat berkumpulnya void yang membuat void semakin besar. Void-void pada daerah necking ini menjadi tempat terkonsentrasinya stress yang akhirnya menjadi penyebab patah.



b) Perpatahan Getas Permukaan perpatahan getas memiliki karakteristik berbutir (granular) dan terang. Ciri-ciri perpatahan getas adalah sebagi berikut[8]:  Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material.  Retak atau perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom material (transgranular).  Pada material lunak dengan butir kasar (coarse grains) maka dapat dilihat pola-pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal kegagalan.  Material keras dengan butir halus (fine grains) tidak memiliki pola-pola yang mudah dibedakan.  Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan mulus.



Cara Kerja    



Pembersihan area pengamatan Pengamatan visual dengan mata Pengamatan sampel dengan stereoscan macroscope Pengambilan foto struktur makro



Data Percobaan I. Mikrostruktur Aluminium Etsa : HF



Mikrostruktur paduan aluminium Aluminium adalah logam yang berwarna putih perak dan tergolong ringan yang mempunyai massa jenis 2,7 gr/cm3. Sifat-sifat yang dimilki aluminium antara lain ringan, tahan korosi dan tidak beracun maka banyak digunakan untuk alat rumah tangga seperti panci, wajan dan lain-lain. Selain itu reflektif, dalam bentuk aluminium foil digunakan sebagai pembungkus makanan, obat, dan rokok. Daya hantar listrik aluminium dua kali lebih besar dari Cu maka Al digunakan sebagai kabel tiang listrik. Paduan Aluminium dengan logam lainnya menghasilkan logam yang kuat seperti Duralium (campuran Al, Cu, mg) untuk pembuatan badan pesawat. Aluminium juga digunakan sebagai zat reduktor untuk oksida MnO2 dan Cr2O3. Aluminium terdapat melimpah dalam kulit bumi, yaitu sekitar 7,6 %. Dengan kelimpahan sebesar itu, aluminium merupakan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon, serta merupakan unsur logam yang paling melimpah. Namun, Aluminium tetap merupakan logam yang mahal karena pengolahannya sukar. Mineral aluminium yang bernilai ekonomis adalah bauksit yang merupakan satu-satunya sumber aluminium. Kriloit digunakan pada peleburan aluminium, sedang tanah liat banyak digunakan untuk membuat batu bata, keramik.



Ciri-ciri yang diperlihatkan oleh struktur mikro hasil percobaan adalah strukturnya berbentuk garis-garis. Dari gambar diatas menunjukkan bahwa sifat dari aluminium ulet.



Pengolahan Data Dengan zat etsa HF



Mikrostruktur paduan Aluminium Ukuran grains dapat dihitung dengan cara : Ukuran grains=



y ' x' = y x



Keterangan : y



= ukuran rambut sebenarnya (60



μm )



y’ = ukuran rambut pada gambar x



= ukuran grains sebenarnya



x’ = ukuran grains pada gambar



Ukuran grains =



x=



45 1 = −2 x 6 x 10



−3



1,33 x 10 mm



2



−3 2



2



Luas grains = π r =3,14. ( 0,665 x 10 )



= 138.8



μ m2



Dari hasil perhitungan, ukuran grain yang didapat adalah rata-ratanya sebesar 138.8



2



μm



−3



1,33 x 10 mm



2



dengan luas



. Kesalahan literatur luas grain aluminium dapat



dihitung dengan cara sebagai berikut, Kesalahan literatur



=



literatur | Luas praktikum−Luas |x 100 Luas literatur



=



|138,8−100 |x 100 =38,8 100



Analisis I.



Analisis Prosedur Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menyiapkan sampel metalografi berbagai logam dengan benar dan mengidentifikasi struktur mikro dari spesimen, serta menghubungkannya dengan sifat-sifat materialnya. Spesimen yang digunakan terbuat dari aluminium. Pada saat percobaan praktikan langsung melakukan proses grinding dikarenakan specimen yang akan digunakan sudah melalui proses cutting dan mounting. Proses grinding bertujuan untuk menghaluskan specimen menggunakan amplas yang dimulai dari grid 80, 240, 600, 1000, 1500, dan 2000 yang diletakkan pada mesin grinding. Grid 80 adalah grid yang paling kasar. Semakin tinggi angka gridnya, semakin halus amplasnya. Tujuan pengamplasan dari grid yang kasar sampai ke halus adalah agar permukaan specimen menjadi lebih rata dan halus. Caranya dengan meletakkan amplas pada mesin grinding. Lalu menghidupkan mesin grinding, mesin akan bergerak yang menyebabkan amplas berputar. Spesimen dipegang dan diamplas. Pada saat melakukan proses grinding harus diperhatikan arah amplasnya. Setiap mengganti grid, arah pengamplasan specimen harus diputar sebesar 90°, tujuannya untuk menghilangkan arah amplas yang sebelumnya. Namun, pada saat praktikum, praktikan kurang memerhatikan hal tersebut sehingga percobaan diulang dari grid yang kasar kembali sampai selesai sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama.



Setelah selesai dengan proses grinding, proses selanjutnya adalah polishing. Proses polishing menggunakan mesin polishing yang bersebelahan dengan mesin grinding. Tujuannya agar specimen menjadi lebih halus dengan menggunakan alumina yang telah disediakan. Alumina yang disediakan disemprotkan ke mesin polishing sedikit-sedikit. Prosedur dari proses polishing ini hamper sama dengan proses grinding, namun tidak memakan waktu yang lama. Hasilnya, permukaan specimen lebih halus dan mengkilap. Proses terakhir dalam percobaan ini adalah proses etsa yang bertujuan untuk menghilangkan batas butir-butir pada specimen sehingga pada saat diamati oleh praktikan dengan mikroskop, grains pada specimen dapat terlihat dengan jelas. Zat etsa yang digunakan adalah HF. Permukaan specimen yang telah melalui proses grinding dan polishing dicelupkan ke cawan yang berisi zat etsa. Praktikan harus memerhatikan bahwa specimen tidak mengenai dasar cawan yang berisi zat etsa. Spesimen hanya dicelupkan selama 5 detik untuk menghindari hangus/terbakarnya specimen. Jika terbakar, akan sulit untuk melihat struktur mikronya. Setelah dicelupkan, specimen di lap sedikit tanpa ditekan agar kering dan tidak mengubah struktur dari specimen. Pengamatan dilakukan



dengan



menggunakan



mikroskop



yang



telah



disambung ke laptop untuk memudahkan pengambilan foto struktur mikro specimen. Lalu, praktikan membandingkan ukuran grains dengan sehelai rambut untuk memudahkan pengukuran dan perhitungan luas grains. II.



Analisis Hasil Hasil data yang didapat berupa ukuran rambut dan ukuran grains yang asli dan pada hasil pengamatan. Hasil dari pengamatan specimen oleh praktikan adalah perbedaan ukuran grain dengan rambut cukup besar sehingga praktikan sulit untuk membandingkannya. Ukuran grains yang praktikan dapat dari pengamatan mikroskop ukurannya sangat kecil jika dibandingkan dengan rambut. Rambut yang digunakan bertujuan untuk memudahkan dalam mengukur grain, namun yang terjadi adalah kesulitan karena ukuran grain yang didapat jauh lebih kecil dari rambut yang digunakan untuk perbandingan ukuran grain. Warna dari logam aluminium yang diuji adalah abu-abu. Berdasarkan hasil yang didapat oleh praktikan, aluminium yang praktikan uji memiliki sifat ulet.



III.



Analisis Kesalahan Dari hasil pengolahan data oleh praktikan, didapat luas grain rata-rata pada



specimen sebesar 138.8



μ m2 . Kesalahan literature yang didapat sebesar 38,8%.



Kesalahan yang dilakukan oleh praktikan selama percobaan adalah praktikan kurang memegang erat specimen sehingga specimen terpental saat proses grinding. Arah pengamplasan juga kurang diperhatikan oleh praktikan sehingga permukaan specimen kurang rata. Pada proses polishing, praktikan juga kurang baik dalam memoles dengan alumina sehingga pada saat pengamatan dengan mikroskop, hasil struktur mikro dari specimen kurang jelas. Pada proses etsa, kesalahan dapat terjadi pada lamanya waktu mencelupkan specimen ke dalam zat etsa. Namun, kesalahan juga dapat disebabkan oleh cairan yang digunakan selama percobaan, seperti kadar alumina dan HF. Atau pada saat proses polishing, alumina yang diberikan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Kesalahan saat pengamatan dapat terjadi karena kurangnya cahaya saat proses pengambilan hasil struktur mikro specimen oleh praktikan sehingga hasil yang didapat kurang jelas. Mikroskop yang digunakan juga bisa menjadi kendala dalam mengambil hasil mikrostruktur yang jelas. Praktikan telah melakukan percobaan sesuai dengan prosedur, hanya saja praktikan masih kurang teliti dan kurang baik dalam melakukan percobaan dengan baik dan benar sehingga hasil dari mikrostruktur specimen kurang jelas yang menyebabkan praktikan kesulitan dalam membandingkan grain. Dari percobaan ini, praktikan dapat belajar untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi untuk kedepannya.



Kesimpulan Dalam percobaan metalografi kali ini dapat disimpulkan bahwa, 1. Luas grain rata-rata dari specimen uji (logam aluminium) kali ini adalah sebesar 138.8



2



μm



2. Dari hasil pengamatan yang ada pada specimen uji, dapat disimpulkan bahwa aluminium merupakan material yang bersifat ductile karena memiliki ciri-ciri struktur mikro ukuran grain yang tidak terlalu kecil dan rapat, berwarna abu-abu gelap, dan lain-lain.



3.



Grain boundary dapat terlihat jelas apabila prosedur kerja mulai dari cutting, mounting, grinding, polishing dan juga etching dilakukan sesuai dengan mekanisme.



Daftar Pustaka  Callister, William D. Materials Science and Engineering: An Introduction 9thEdition. 2014. Canada: John Wileys& Sons, Inc.  Lab Module Microstructure Analysis Techniques. 2015. Depok: Metallography and HST Lab Mechanical Engineering Department FTUI  Dieter, Geroge E. Metalurgi Mekanik, terj. Sriati Djaprie. Erlangga  Lawrence H. Van Vlack. Ilmu dan teknologi Bahan, terj. SriatiDjeprie. Erlangga. 1989.  Sidney H. Avner. Introduction to physical Metallurgy. McGrrawHiil. 1974