Panduan Metalografi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN METALOGRAFI



Disusun oleh : Vuko AT Manurung Yohanes Tri Joko Wibowo Satriyo Yudi Baskoro



LP2M POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA



JAKARTA



Panduan Metalografi Penulis: Vuko AT Manurung Yohanes Tri Joko Wibowo Satriyo Yudi Baskoro ISBN: 978-602-71320-9-2



Editor: Eko Ari Wibowo Penyunting: Eko Ari Wibowo Desain Sampul dan Tata Letak: Martinus Chorda Penerbit: LP2M Politeknik Manufaktur Astra Jl. Gaya Motor Raya No. 8 Sunter II Jakarta 14330 Telepon: (021) 6519555 Fax: (021) 6519821 Email: [email protected]



Cetakan Pertama, April 2020 Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.



ii



Kata Pengantar



Dengan berselimutkan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Agung, kami haturkan ke hadapan para pembaca dan keluarga besar Polman Astra, buku Panduan Metalografi, sebuah buku hasil kolaborasi keluarga besar Astra, yaitu PT. Astra Otoparts, Tbk dengan Polman Astra. Alasan yang mendasari penulisan buku ini adalah rasa ingin berbagi dengan sesama makhluk tuhan yang mencintai ilmu pengetahuan, di samping keprihatinan kami melihat minimnya buku tentang material yang memberikan sentuhan sisi praktek dan teoritis yang proporsional demi lengkapnya kompetensi anak bangsa. Tentu saja semangat Catur Dharma yaitu menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara menjadi denyut jantung semua aktivitas ini. Secara khusus, kami mengucapkan banyak terima kasih untuk segala kesempatan dan fasilitas yang disediakan untuk kami dari Tim AOP-EDC dan juga dari Polman Astra atas kesempatan yang diberikan. Kami menyadari buku ini tidak lepas dari kekurangan. Segala kritik, saran dan harapan demi lebih baiknya buku ini merupakan kesenangan kami berikutnya. Tim Penulis



iii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iv BAB I PENGANTAR ILMU MATERIAL TEKNIK .................................................................. 1 1. Baja dan Paduannya .............................................................................................................. 1 1.1 Klasifikasi Paduan Baja .................................................................................................. 1 1.2 Baja Paduan Tinggi ......................................................................................................... 3 1.3 Baja Alat Potong ............................................................................................................. 3 1.4 Diagram Fasa Besi-Besi Carbida .................................................................................... 4 1.5 Proses Perlakuan (Heat Treatment) Panas pada Baja...................................................... 8 1.6 Mampu Keras (Hardenability) Baja Karbon ................................................................. 14 1.7 Kekerasan (Hardness) ................................................................................................... 16 2. Alminium dan Paduannya ................................................................................................... 19 BAB 2 PROSES METALOGRAFI ............................................................................................. 22 2.1 Persiapan Sample.......................................................................................................... 23 2.2 Peralatan yang Digunakan ............................................................................................ 24 2.3



Contoh Proses Metalografi ............................................................................. 28



BAB 3 PRAKTEK METALOGRAFI ......................................................................................... 29 3.1 Proses Cutting............................................................................................................... 30 3.2 Proses Mounting ........................................................................................................... 32 3.3 Proses Grinding dan Polishing ..................................................................................... 34 3.4 Proses Pembuatan Nital 2 % dan Proses Etsa (Etching) .............................................. 38 3.5 Mikroskop Optik .......................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 48 LAMPIRAN .................................................................................................................................... 49



iv



BAB I PENGANTAR ILMU MATERIAL TEKNIK Objektif: 1. Mampu mengklasifikasikan baja dan paduannya, serta struktur mikro. 2. Mampu mengenali proses perlakuan panas dan pengujiannya. 3. Mampu mengklasifikasikan aluminium dan paduannya serta struktur mikro. 1. Baja dan Paduannya Paduan logam ferro adalah paduan dengan unsur utamanya besi (Fe), yang diproduksi dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan jenis logam lainnya. Penggunaan yang luas tersebut berdasarkan pada 4 faktor yaitu: a. Terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di permukaan bumi. b. Relatif murah proses penglahannya, mulai penambangan sampai siap untuk digunakan. c. Memiliki sifat-sifat mekanik maupun fisik yang sangat luas. d. Kerugiannya adalah sangat rentan terhadap serangan korosi. 1.1. Klasifikasi Paduan Baja Klasifikasi paduan baja (ferrous alloys) dapat dilihat pada Gambar 1.1. Baja adalah paduan dengan unsur utamanya besi (Fe) dan karbon (C). Paduan baja berjumlah ribuan dengan komposisi dan atau perlakuan panas yang berbeda. Sifat mekaniknya sangat sensitif terhadap kandungan karbon, biasanya kurang dari 1 % beratnya. Baja digolongkan ke dalam 3 golongan utama berdasarkan kandungan karbonnya, yaitu: baja karbon rendah, sedang dan tinggi. Penggolongan lainnya didasarkan unsur paduan lain selain karbon. Baja yang hanya terdiri dari unsur besi dan karbon sering disebut sebagai baja plain Carbon sedangkan unsur lainnya yang ada merupakan residu, kecuali mangan (Mn) dalam jumlah yang kecil. 1.1.1 Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steels) Baja karbon biasanya mengandung karbon kurang dari 0,25 % berat dan sangat sulit untuk dilakukan proses perlakuan panas karena martensit tidak akan terbentuk. Konsekuensinya baja karbon rendah memiliki keuletan (ductility) dan ketangguhan (toughness) yang tinggi. Struktur mikro terdiri dari ferit dan sedikit perlit seperti pada Gambar 1.2., serta memiliki sifat mampu mesin (machinability) yang baik, dan mampu las (weldability) yang baik. Baja karbon dapat digunakan dengan baik bila kekuatan dan syarat teknis lainnya tidak terlalu besar. Keuntungan utama adalah harga yang relatif murah, meskipun memiliki keterbatasan sebagai berikut: - Kekuatannya tidak dapat mencapai 100.000 psi (690 MPa). - Untuk ukuran besar tidak dapat dihasilkan struktur/fasa martensit sehinggga sulit untuk dikeraskan. - Ketahanan oksidasi dan korosi yang rendah.



1



- Baja karbon medium harus di-quench dengan cepat agar menghasilkan struktur martensit meskipun akibatnya adalah dapat terjadi distorsi dan keretakan pada saat diproses perlakuan panas. - Memiliki ketahanan yang rendah pada temperatur rendah. Paduan Logam



Ferro



Non Ferro



Besi Cor (cast iron)



Baja (steel)



Besi Cor Kelabu (gray iron)



Paduan Tinggi (high alloy)



Paduan Rendah (low alloy)



Karbon Rendah (low carbon)



Karbon Sedang (medium carbon)



Karbon Tinggi (high carbon)



Plain



Tanpa Paduan (plain)



HSLA



dapat diproses Heat Treatment



Tanpa Paduan (plain)



Besi Cor Nodular (ductile/nodulariron) Besi Cor Maliabel (malleable iron)



Tahan Karat (stainless steel)



Alat Potong (tool)



Alat Potong (tool)



Gambar 1.1. Diagram Klasifikasi Paduan Ferro[1,2]



Gambar 1.2. Baja Karbon Rendah (0,04% C) pada Kondisi di annealed.



2



Tanda panah menunjukkan fasa sementit berada di antara batas butir ferit (fasa dominan), yang dilihat menggunakan perbesaran 500x menggunakan cairan etsa Marshall[3]. 1.1.2 Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steels) Baja karbon sedang mengandung karbon dengan konsentrasi antara 0,2 % - 0,5 % beratnya. Paduan ini dapat diproses perlakuan panas dengan cara austenizing, celup cepat (quenching) yang diikuti dengan tempering untuk memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Baja plain carbon sedang ini memiliki mampu keras yang rendah, sehingga untuk mendapatkan hasil perlakuan panas yang baik hanya dapat dilakukan untuk benda yang tipis dan laju pendinginan yang cepat. Penambahan crom (Cr), nikel (Ni) dan molibdenum (Mo) akan menaikkan kemampuannya untuk dapat diproses perlakuan panas. Baja karbon sedang banyak dipakai pada roda rel kereta api, roda gigi, dan komponen mesin lainnya serta komponen struktur yang mensyaratkan kombinasi dari kekuatan, ketahanan terhadap gesekan dan ketangguhan yang tinggi. 1.1.3 Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steels) Baja karbon tinggi biasanya mengandung karbon antara 0,6 % - 1,4 % beratnya, memiliki sifat yang paling keras, paling kuat dan keuletan yang paling rendah di antara baja plain carbon lainnya. Baja ini biasanya dipakai setelah mengalami proses pengerasan dan temper, secara khusus pada penggunaan ketahanan gesek yang tinggi, dan pisau potong (cutting tools). Alat-alat potong dan cetakan baja (dies & mould steel) biasanya terbuat dari baja karbon tinggi dengan penambahan unsur lain seperti krom, vanadium, tungsten dan molibdenum sehingga menjadikannya sangat keras dan kuat serta memiliki ketahanan terhadap gesekan yang tinggi. 1.2 Baja Paduan Tinggi (High Alloy steels) Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut perlu dilakukan suatu penggabungan (alloying) dengan unsur-unsur lainnya sehingga dapat memperbaiki sifat-sifatnya. Proses pemaduan baja pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan baja plain carbon, tetapi agar sesuai dengan syarat-syarat teknis yang diinginkan maka proses pemaduan harus dilakukan. Unsur-unsur paduan utama yang ditambahkan antara lain: Mn, Ni, Cr, Mo, Tungsten (W). Unsur-unsur lain yang kadang-kadang ditambahkan antara lain: V, Co, B, Cu, Al, Sn, Ti, Nb. Penambahan unsur-unsur tersebut pada diagram Fe-Fe3C keberadaannya perlu dilakukan penyesuaian terhadap kandungan karbon, yang sering juga disebut sebagai carbon equivalent. Tabel 5.5 menunjukkan komposisi paduan dari beberapa jenis baja paduan dan standar penamaan menurut AISI-SAE. Baja paduan tinggi (high alloy steels) memiliki sifat sangat keras, kuat tetapi dengan keuletan yang rendah. Biasanya baja jenis ini digunakan pada kondisi yang telah dikeraskan (hardened) dan di-temper, sehingga memiliki kekerasan yang masih tinggi dan ketahanan aus yang baik, sehingga dapat berfungsi sebagai pisau potong yang sangat tajam. Peralatan potong (tools) dan cetakan (die) terbuat dari baja karbon paduan tinggi, yang biasanya terdiri dari unsur: Cr (chromium), V (vanadium), W (tungten), dan Mo (molybdenum).



3



1.3 Baja Alat-Potong (Tool Steels). Mengandung paduan karbon dan unsur lainnya, seperti krom, nikel, tungsten, molybdenum yang sangat tinggi, sehingga material yang dihasilkan sangat keras dan sesuai untuk alat potong. Untuk menghasilkan alat potong dengan kualitas baik dan mudah untuk mengontrol unsur paduannya, biasanya pemaduan dilakukan dengan menggunakan tungku elektrik (electrical furnace). Karena itu harga alat potong tersebut sangat mahal karena proses pembuatannya yang juga mahal. Proses pembuatan alat potong dilakukan dengan cara perlakuan panas, yaitu dipanaskan sampai temperatur austenit kemudian dicelup cepat (quenching) dan diikuti dengan proses temper, untuk mendapatkan kekerasan yang dikehendaki dan menghilangkan tegangan sisa yang terjadi saat proses celup cepat tersebut. 1.4 Diagram Fasa Besi-Besi Carbida Pada baja, kandungan karbon mulai dari 0,03 - 1,2 % dan 0,25 - 1 % Mn serta sejumlah kecil unsur-unsur lain seperti: Si, P, dll. Baja dengan kondisi seperti ini disebut sebagai plain carbon steel. Diagram fasa dibuat dengan laju pendinginan yang sangat lambat, dengan kandungan karbon mencapai 6,67 %. Gambar 1.3. menunjukkan diagram fasa besi karbon. Diagram Fe-Fe3C terdiri dari fasa padat sebagai berikut: • α ferrite, carbon larut padat interstisi di dalam struktur kristal BCC. Kelarutan karbon pada fasa ini mencapai maksimal 0,02 % pada temperatur 723 OC. Kelarutan karbon di α ferrite akan turun mencapai 0,005 % pada temperatur 0 OC. • Austenite (γ), karbon larut padat interstisi di dalam besi γ. Austenite memiliki struktur kristal FCC dan memiliki kemampuan larut padat dari karbon lebih tinggi dari α ferrite. Kelarutan karbon di austenite maksimum 2,08 % pada temperatur 1148 OC dan menurun menjadi 0,8 % pada temperatur 723 OC. • Cementite (Fe3C), memiliki kelarutan tak terbatas dan komposisinya adalah karbon mulai dari 6,67 % - 93,3 % Fe. Cementite keras dan getas. • δ ferrite, adalah karbon larut padat interstisi di dalam besi δ, yang memiliki struktur kristal BCC seperti α ferrite. Larutan padat dari karbon pada δ ferrite maksimum mencapai 0,09 %, pada temperatur 1465 OC. 1.4.1 Besi Cor/Tuang (Cast Iron). Besi cor/tuang umumnya terdiri dari 2 % - 4 % carbon dan 1 % – 3 % silikon, dan unsurunsur lainnya dalam jumlah yang sedikit. Secara umum besi cor/tuang menghasilkan produk coran yang baik, karena mudah dicairkan (temperatur cair antara 1150 OC – 1300 OC) sehingga biaya produksi lebih murah dibandingkan baja. Besi cor terdiri dari fasa perlit atau ferit (tergantung dari laju pendinginannya) dan karbon bebas dalam bentuk grafit. Kecenderungan akan terbentuknya grafit diatur oleh komposisi dan laju pendinginan termasuk di dalamnya proses perlakuan panas. Di samping itu adanya unsur silikon dengan kandungan yang lebih besar dari 1 % beratnya turut mempengaruhi. Tabel 1.1 menunjukkan unsur-unsur pembentuk besi cor. Besi cor digolongankan ke dalam 4 jenis, berdasarkan distribusi karbon di dalam stuktur mikro yaitu (Gambar 1.3): - Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron). - Besi Cor Nodular/Ductile (Nodular Cast Iron). 4



- Besi Cor Putih (White Cast Iron). - Besi Cor Maliabel (Malleable Cast Iron).



1.4.1.1 Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron). Kandungan karbon dan silikon pada gray cast iron antara 2,5 % - 4,0 % dan 1,0 % - 3 %. Bentuk grafitnya adalah flakes ditunjukkan Gambar 1.4(a). Karena grafit berbentuk flakes permukaan patahnya berwarna kelabu. Sifat mekanis dari besi cor kelabu adalah getas (brittle), keras, kekuatan tarik tinggi dan keuletannya lebih besar bila pembebanannya adalah tekanan (compressive load). Keuntungannya adalah sebagai berikut: - Dapat menyerap energi getaran (dumping vibrational energy). - Ketahanan gesek (Wear resistance) tinggi. - Pada kondisi cair memiliki fluiditas yang tinggi sehingga dapat menghasilkan bentukbentuk benda kerja yang rumit dan kemungkinan terjadinya pengkerutan (shrinkage) kecil, pada saat dituang atau dicor. - Biaya pengecoran yang relatif murah.



Gambar 1.3 Diagram Fasa Besi dan Besi Karbida.



5



1.4.1.2 Besi Cor Nodular atau Ductile (Ductile-Nodular iron). Penambahkan “sedikit” Magnesium dan atau Cerium pada besi cor kelabu sebelum dicor akan mengubah bentuk grafit dari flakes menjadi nodular. Nodular berasal dari bahasa latin nodulus yang berarti bintil. Nodular atau bulatan mengilustrasikan struktur mikro besi cor nodular seperti ditunjukkan pada Gambar 1.4(b). Hasilnya dinamakan nodular atau ductile iron yang memiliki sifat–sifat mekanis yang tinggi. Matrik yang terbentuk adalah perlit atau ferit yang tergantung pada laju pendinginan seperti terlihat pada Gambar 1.5. Karena bentuk grafit tersebut, sifat mekanik besi cor nodular hampir sama (mendekati) sifat mekanik baja. Contohnya adaah besi cor nodular feritik yang mempunyai rentang kekuatan tarik antara 380 MPa sampai dengan 480 MPa (55.000 psi s/d 70.000 psi), dan keuletannya dari 10 % sampai 20 %. Adapun penggunaannya pada katup (valves), rumah pompa (pump bodies), crankshafts, roda gigi dan komponen–komponen otomotif lainnya. 1.4.1.3 Besi Cor Putih (White Cast Iron) Besi cor putih terbentuk pada laju pendinginan yang sangat cepat dan kandungan silik on yang rendah kurang dari 1 % beratnya, seperti ditunjukkan Gambar 1.5. Disebut besi cor putih karena menghasilkan warna putih atau terang pada permukaan patahannya. Besi cor putih biasanya sangat baik digunakan untuk struktur yang mengalami gesekan dan abrasi. Sebagai konsekuensi dari banyaknya fasa sementit yang terbentuk, besi cor putih sangat keras dan getas.



Gambar 1.4 Struktur Mikro Besi Cor. (a) Besi Cor Kelabu; (b) Besi Cor Nodular; (c) Besi Cor Putih; (d) Besi Cor Maliabel[3]



6



Tabel 1.1 Komposisi Kimia dari Besi Cor atau Tuang[4]



1.4.1.4 Besi Cor Maliabel (Malleable Cast Iron) Karena sifat yang tidak diinginkan dari besi cor putih tersebut, maka biasanya dipanaskan kembali pada temperatur antara 800 OC - 900 OC, akan membentuk besi cor yang lain yang disebut dengan besi cor maleabel (malleablecast iron) seperti yang ditunjukkan Gambar 1.5. Matrik yang terbentuk berupa ferit atau perlit yang sangat tergantung dari laju pendinginannya. Struktur mikronya mirip dengan besi cor nodular, sehingga sifat-sifatnya juga hampir sama terutama dalam hal kekuatan dan keuletannya. Besi cor putih biasanya dipakai sebagai batang penghubung (connecting rods), roda gigi transmisi, dan roda gigi differensial untuk transmisi di industri otomotif; flange, fitting pipa, dan komponen untuk katup (valves) untuk industri maritim dan industri alat berat lainnya.



Gambar 1.5 Ilustrasi Proses Pembentukan Jenis-Jenis Besi Cor [1,2]



7



1.5 Proses Perlakuan (Heat Treatment) Panas pada Baja Proses perlakuan panas didefinisikan sebagai suatu proses atau kombinasi dari beberapa proses yang meliputi pemanasan dengan laju pemanasan yang spesifik, ditahan selama waktu dan temperatur tertentu dan kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang sangat spesifik untuk mendapatkan struktur dan sifat-sifat tertentu (sifat mekanik, sifat fisik sifat magnetik atau elektrik) yang dikehendaki[2]. Definisi lainnya adalah kombinasi pemanasan dan pendinginan (dengan atau tanpa pengendalian/kontrol laju pendinginan) pada baja karbon dan paduannya sehingga menghasilkan sifat mekanik dan fisik yang berbeda dari kondisi awalnya. Proses pemanasan dan pendinginan ini dinamakan perlakuan panas (heat treatment). Selama proses perlakuan panas berlangsung akan terjadi perubahan struktur mikro dari baja tersebut. Mengapa perlu dilakukan proses perlakuan panas? Ada beberapa alasan proses perlakuan panas diadakan, akan tetapi yang paling fundamental adalah: - Mempersiapkan material logam sebagai produk setengah jadi agar layak diproses lebih lanjut. - Meningkatkan umur pakai material logam sebagai produk jadi. Beberapa jenis proses perlakukan panas pada baja dan paduannya yang biasa dilakukan di industri manufaktur untuk mendapatkan hasil yang diinginkan adalah sebagai berikut: - Annealing dan Normalizing - Pendinginan cepat (Quenching) - Tempering - Martempering - Austempering 1.5.1 Annealing dan Normalizing Annealing adalah proses pemanasan baja dan paduannya sampai pencapai temperatur austenite (A3 atau ACM) kemudian ditahan pada temperatur tersebut untuk mendapatkan fasa yang sama di permukaan dan di bagian dalam material tersebut. Setelah itu dilakukan pendinginan secara perlahan-lahan. Pendinginan dilakukan dengan cara mematikan tungku. Ini disebut full annealing sedangkan didinginkan di udara disebut sebagai normalizing. Tujuan dari proses ini adalah: - Menghilangkan tegangan yang terjadi akibat proses pendinginan tiba-tiba (stresses relieve). - Menaikkan keuletan dan menurunkan kekerasannya. - Menghilangkan efek proses perlakuan dingin (cold work). - Menghasilkan struktur mikro yang spesifik. Proses pendinginan ini biasanya dilakukan di dalam tungku dengan cara mematikan tungku pemanas sampai mencapai temperatur kamar. Untuk baja hipereutektoid, proses pemanasan dilakukan pada temperatur 40 0C di atas temperatur eutektoid. Struktur mikro dari baja hipoeutektoid setelah mengalami proses full annealing adalah proeutektoid ferit dan perlit, seperti pada grafik proses pemanasan baja plain karbon terhadap kandungan karbon yang ditunjukkan pada Gambar 1.6.



8



Gambar 1.6 Proses Pemanasan Baja Karbon[4]



Normalizing adalah proses pemanasan baja sampai mencapai temperatur austenit dan kemudian didinginkan di udara, ditunjukkan pada Gambar 1.7. Struktur mikro yang terbentuk adalah dari baja hipoeutektoid plain-carbon adalah proeutektoid ferit dan perlit. Tujuan dari normalizing adalah sebagai berikut: • Untuk menghaluskan struktur butir. • Menaikkan kekuatan baja (dibandingkan dengan baja annealing). • Untuk mengurangi segregasi akibat proses pengecoran atau proses pembentukan lainnya. • Meratakan (uniform) butir.



-



-



-



Untuk proses annealing lainnya adalah: Spherodizing: dilakuan untuk meningkatkan mampu-mesin (machineability) pada baja yang akan diproses permesinan (machining process). Stress-relief annealing: pemanasan sampai dengan di bawah temperatur kritis 550 – 650 OC untuk baja karbon dan paduan rendah, sedangkan dipanaskan pada temperatur 600 – 750 OC untuk baja perkakas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tegangan sisa akibat deformasi pengerjaan dingin. Recrystallization annealing: pemanasan sampai dengan temperatur 600 OC dibawah temperatur kritis. Proses ini dilakukan pada baja setelah deformasi pengerjaan dingin. Quench annealing: dilakukan pada baja jenis austenitik yang di-homogenizing atau direcrystallization annealing dimana diikuti dengan pendinginan cepat untuk menghindari terbentuknya endapan karbida, terutama pada batas butir. Isothermal annealing: pendinginan cepat sampai temperatur tepat di bawah daerah transformasi, ditahan 1 sampai 2 jam, dan diikuti pendinginan di udara.



9



Gambar 1.7 Struktur Mikro Baja UNS 10080 (low carbon steel) dengan Laju Pendinginan Sangat Lambat.



Gambar 1.7 memperlihatkan matrik ferit dengan fasa perlit yang membentuk pulau di antara fasa ferit. Gambar tersebut diambil dengan menggunakan perbesaran 500x dan menggunakan etsa Picral 4%[3]. 1.5.2 Pendinginan Cepat (Quenching) dan Tempering Proses pendinginan cepat dimulai saat material baja karbon dan paduannya dipanaskan sampai temperatur austenite. Kemudian didinginkan dengan cepat (quenching) ke temperatur kamar dengan menggunakan media pendingin berupa air, minyak (oil), ataupun larutan garam. Struktur mikro yang semula adalah austenit akan berubah menjadi martensit. Martensit memiliki sifat fasa metastabil, dengan struktur kristal BCT (body-centered tetragonal). Sifat mekanik dari martensit adalah keras dan getas. Kekerasan dari martensit akan meningkat seiring dengan naiknya kandungan karbon pada baja.



Gambar 1.8 Struktur Mikro Fasa Martensit[3]



Temperatur saat akan terbentuk martensit disebut Martensite Start (Ms) dan temperatur setelah seluruhnya martensit terbentuk disebut Martensite Finish (Mf) seperti terlihat pada Gambar 1.8. Pada baja karbon rendah proses celup cepat sulit untuk mendapatkan fasa martensit. Karena fasa martensit bersifat keras dan sangat getas, maka perlu dilakukan penurunan kegetasannya dengan cara dipanaskan di bawah temperatur eutectoid sehingga tidak terlalu getas



10



meskipun efek sampingnya adalah kekerasannya akan turun. Proses ini disebut dengan temper (tempering). Struktur mikro dari hasil quenched dan tempered ditunjukkan pada Gambar 1.9. Struktur yang terbentuk adalah bainit (warna gelap) dan martensit (warna abu-abu terang). Etsa yang dilakukan menggunakan picral 4%+Nital 2% dengan perbesaran 500x [3].



Gambar 1.9 Struktur Mikro Baja Karbon Rendah UNS 43400 yang dicelup Cepat dan Ditemper



Pada proses celup cepat (quenching) sering terjadi distorsi dan ‘retak halus’ (micro cracking) akibat adanya perbedaan temperatur yang terjadi pada bagian permukaan dan bagian dalam dari material yang diproses perlakuan panas saat berlangsungnya proses pendinginan, ditunjukkan pada Gambar 1.10. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada proses celup cepat dan temper. Modifikasi yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang lebih optimal dan yang lebih penting mengurangi terjadinya retak halus (micro crack) yang cenderung tidak terlihat saat proses celup cepat berlangsung berlangsung.



11



Gambar 1.10 Proses Quench-Temper Konvensional



1.5.3 Martempering Martempering sering juga disebut sebagai marquenching. Proses ini diadakan untuk menghindari retak ataupun retak halus akibat proses quenching. Prosesnya adalah dengan melakukan pemanasan sampai dengan temperatur austenite (sekitar 40 OC di atas temperatur A3), seperti pada Gambar 1.11. Kemudian di-quench ke dalam larutan garam atau oli pada temperatur sedikit di atas MS (martensit start). Setelah itu ditahan/dibiarkan sampai bagian permukaan dan tengah dari benda kerja memiliki temperatur yang sama dan sebelum mencapai transformasi austenit ke bainit dihentikan dengan cara, didinginkan pada laju pendinginan ‘sedang’ sampai ke temperatur ruang. Kemudian dilakukan proses tempering. Perbedaan antara proses celup cepat konvensional dengan martempering yaitu pada keseragaman laju pendinginan antara bagian permukaan dengan bagian dalam dari benda kerja. Struktur akhir dari proses martempering adalah martensit dengan distribusi martensit yang lebih merata di bagian permukaan dan bagian dalamnya. Kemudian bila dilakukan proses temper menjadi martensit temper. Perbedaan lainnya adalah secara kuantitatif pada harga impak (impact value). Dengan demikian proses martempering akan menghasilkan kegetasan yang lebih rendah dibandingkan proses celup cepat dan temper. 1.5.4 Austempering Austempering adalah proses perlakuan panas isothermal yang menghasilkan struktur bainit pada baja karbon. Tahapan prosesnya adalah baja dipanaskan sampai dengan temperatur austenit kemudian dicelup cepat (quenching) pada larutan garam dengan temperatur sedikit di atas MS (martensit start) kemudian ditahan untuk memberi kesempatan austenit bertransformasi menjadi bainit dan kemudian didinginkan di udara, seperti pada Gambar 1.12. Dari gambar 1.12., juga terlihat bahwa proses transformasi antara bagian permukaan dan bagian tengah benda kerja adalah



12



sama dan terjadi sedikit di atas temperatur dimulai terbentuknya martensit (martensite start atau MS), dengan demikian fasa martensit tidak sampai terbentuk. Keuntungan dari proses austempering dibandingkan dengan proses quench dan tempering konvensional adalah adanya perbaikan keuletan (ductility) dan ketahanan impak (impact) yang tidak akan diperoleh pada proses quenching dan tempering biasa (konvensional), serta turunnya distorsi. Sedangkan kerugiannya adalah diperlukannya wadah atau tempat garam yang khusus, dan proses hanya dapat dilakukan pada jenis baja tertentu saja. Setelah ketiga proses perlakuan panas tersebut dilakukan maka diperoleh hasil seperti data-data yang ditunjukkan Tabel 1.1.[2]: Tabel 1.1 Perbandingan Hasil Proses Perlakukan Panas[5]



HEAT TREATMENT Water-quench & temper Water-quench & temper Martemper & temper Martemper & temper Austemper Austemper



HRC 53 52,5 53 52,8 52,0 52,5



IMPACT (Ft.Lb) 12 14 28 24 45 40



ELONGATION (%) 0 0 0 0 11 8



Gambar 1.11 Diagram Proses Martempering



13



Gambar 1.12 Diagram Proses Austempering



Gambar 1.13 Skema Percobaan dan Grafik Hasil Percobaan Jominy Test[1,2]



1.6 Mampu Keras (Hardenability) Baja Karbon Mampu keras pada baja karbon dan paduannya didefinisikan sebagai sifat yang menentukan kedalaman dan distribusi kekerasan dari baja dengan cara quenching dari temperatur austenit. Untuk skala industri, mampu keras baja diukur dengan melakukan percobaan Jominy (Jominy testing). Menurut ASTM 255/SAE J406, ukuran spesimen adalah diameter 25 mm dan panjang 100 mm. Prosedur percobaan adalah baja dipanaskan sampai temperatur austenit kemudian spesimen diletakkan pada tempat yang telah disediakan, dan disemprot air. Setelah dingin kekerasannya diukur dan hasilnya diplot ke dalam grafik seperti terlihat pada Gambar 1.13.



14



Mampu keras (hardenability) sangat berbeda dengan kekerasan (hardness). Kekerasan biasanya dihubungkan dengan ketahanan material terhadap deformasi plastis. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mampu keras baja adalah: • Komposisi paduan. • Ukuran butir austenit. • Struktur dari baja sebelum quenching. Baja karbon biasa (plain karbon steel) pada umumnya memiliki keterbatasan dalam hal sifat-sifat (properties) yang dimilikinya, sehingga diperlukan suatu penggabungan (alloying) dengan unsur-unsur lainnya. Penambahan unsur-unsur tersebut akan memperbaiki sifat-sifatnya. Proses pemaduan baja pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan baja plain karbon. Unsur-unsur paduan utama yang ditambahkan antara lain Mn, Ni, Cr, Mo, dan Tungsten (W). Unsur-unsur lain yang kadang-kadang ditambahkan antara lain V, Co, B, Cu, Al, Sn, Ti, Nb. Penambahan unsur-unsur tersebut pada diagram Fe-Fe3C keberadaannya perlu dilakukan penyesuaian terhadap kandungan karbon, yang sering juga disebut sebagai carbon equivalent. Tabel 1.2. menunjukkan komposisi paduan dari beberapa jenis baja paduan dan standar penamaan menurut AISI-SAE. Tabel 1.2 Beberapa Jenis Baja Paduan Standard AISI-SAE[4]



13xx 4Oxx 41 xx 43xx 44xx 46xx 47xx 48xx 5Oxx 51xx 51xxx 52xxx 61xx 86xx 87xx 88xx 92xx 5Obxx* 51 Bxx* 81Bxx* 94Bxx*



Manganese 1.75 Molybdenum 0.20 atau 0.25; atau molybdenum 0.25 dan sulfur 0.042 Chromium 0.50. 0.80, atau 0.95, molybdenum 0.12, 0.20. atau 0.30 Nickel 1.83, chromium 0.50 atau 0.80, molybdenum 0.25 Molybdenum 0.53 Nickel 0.85 atau 1.83, ,molybdenum 0.20 atau 0.25 Nickel 1.05, chromium 0.45, molybdenum 0.20 atau 0.35 Nickel 3.50, molybdenum 0.25 Chromium 0.40 Chromium 0.80, 0.88, 0.93, 0.95, atau 1.00 Chromium 1.03 Chromium 1.45 Chromium 0.60 atau 0.95, vanadium 0.13 atau min. 0.15 Nickel 0.55, chromium 0.50, molybdenum 0.20 Nickel 0.55, chromium 0.50, molybdenum 0.25 Nickel 0.55, chromium 0.50, molybdenum 0.35 Silicon 2.00; atau silicon 1.40 dan chromium 0.70 Chromium 0.28 atau 0.50 Chromium 0.80 Nickel 0.30, chromium 0.45, molybdenum 0.12 Nickel 0.45. chromium 0.40, molybdenum 0.12



Kode *B menunjukkan baja Boron. Sumber: Alloy Steel: Semifinished; Hot-Rolled and Cold-Finished Bars, American Iron and Steel Institute, 1970.



15



Baja paduan tinggi (high alloy steels) memiliki sifat sangat keras dan kuat tetapi memiliki keuletan yang rendah. Biasanya baja jenis ini digunakan pada kondisi yang telah dikeraskan (hardened) dan di-temper, sehingga memiliki kekerasan yang masih tinggi dan ketahanan aus yang baik, serta dapat berfungsi sebagai pisau potong yang sangat tajam. Peralatan potong (tools) dan cetakan (die) terbuat dari baja karbon paduan tinggi, yang biasanya terdiri dari unsur Cr (chromium), V (vanadium), W (tungten) dan Mo (molybdenum). Penambahan unsur paduan menggeser temperatur eutektoid (semula adalah 723 OC) ke temperatur yang lebih tinggi atau lebih rendah tergantung dari jenis unsurnya. Demikian juga halnya dengan posisi titik eutektoid (pada awalnya sebesar 0,77% C) juga mengalami perubahan dengan penambahan unsur paduan lainnya. Gambar 1.14 (a) dan (b) menunjukkan pengaruh penambahan unsur paduan terhadap temperatur dan titik eutektoid pada diagram Fe-Fe3C. Penggabungan antara paduan baja dan peroses perlakuan panas akan mendapatkan baja dengan sifat-sifat yang dikehendaki meskipun sebagai konsekuensinya harganya akan lebih mahal. Karena itu, perlu pertimbangan yang matang sebelum memilih material yang dikehendaki.



Gambar 1.14 (A) Pengaruh Unsur Paduan terhadap Temperatur Eutektoid[1,2]



Gambar 1.14 (B) Pengaruh Unsur Paduan terhadap Posisi Eutektoid[1,2]



1.7 Kekerasan (Hardness) Kekerasan didefinisikan sebagai suatu kemampuan material menahan deformasi plastis[2,3]. Kekerasan tersebut diukur melalui gaya yang bekerja pada indentor di permukaan logam. Indentor terbuat dari material yang lebih keras dari material yang akan diuji dan biasanya berbentuk bola, piramid atau kerucut. Prosedur pengujian dimulai dari memberikan beban yang telah diketahui besarnya secara perlahan-lahan dalam arah tegak lurus permukaan logam yang akan diuji. Setelah dilakukan penekanan maka akan menimbulkan bekas penekanan pada logam uji. Untuk mesin yang masih manual bekas penekanan tersebut yang akan diukur, sedangkan untuk saat ini nilai kekerasan dapat langsung dibaca pada mesin uji keras. Tabel 1.4, menunjukkan jenis-jenis uji keras.



16



Tabel 1.3 Jenis Pengujian Kekerasan Mateial



Kekuatan tarik dan kekerasan merupakan tanda ketahanan suatu logam terhadap deformasi plastis, kecuali material tersebut diproses secara khusus misalnya pada perlakuan panas atau pemaduan (alloying). Tabel 1.4. menunjukkan hubungan antara kekerasan Brinell (BHN) dengan kekuatan tarik (TS). Konsekuensinya kekuatan berbanding lurus dengan kekerasan suatu material. Untuk kebanyakan baja hubungan antara kekerasan Brinell (HB) dengan kekuatan tarik adalah:



TS (MPa) = 3,45 X HB atau TS (psi) = 500 X HB



17



Tabel 1.4 Hubungan antara BHN dengan TS



Proses identifikasi fasa yang terbentuk saat proses metalografi, dilakukan dengan cara mengetahui proses apa yang sebelumnya dialami oleh material tersebut atau dengan melakukan pengujian kekerasan secara mikro. Pengujian kekerasan mikro tersebut digunakan untuk mengetahui kekerasan di fasa yang terbentuk. Prinsipnya sama dengan metode kekerasan biasa tetapi dalam hal ini skalanya yang kecil. Gambar 1.15. adalah contoh alat uji keras mikro.



18



Gambar 1.15 Contoh Alat Uji Kekerasan Mikro (Micro Hardness)



2. Aluminium dan Paduannya Aluminium yang disingkat Al memiliki berat jenis yang ringan yaitu 2,70 g/cm3 dibandingkan dengan baja yang 7,8 g/cm3, serta memiliki ketahanan korosi yang tinggi pada lingkungan biasa. Al murni memiliki sifat kekuatan yang rendah, tetapi dengan adanya paduan dengan unsur-unsur lainnya akan meningkatkan kekuatannya. Al memiliki sifat non toxic sehingga dapat dipakai sebagai pembungkus dan tempat makanan. Sifat elektrik yang baik menjadikan Al banyak dipakai pada industri elektronik. Paduan Al dibuat dalam bentuk : sheet, plate, extrusion, rod dan wire, serta diklasifikasikan berdasarkan unsur paduan utama yang membentuknya. Empat angka bilangan digunakan untuk mengidentifikasi Al paduan kasar (Wrought Al Alloys), seperti terlihat pada Tabel 1.3. Angka pertama menunjukkan unsur paduan utama, sedangkan dua angka terakhir menunjukkan paduan Al. Tanda temper (temper-designation) untuk paduan aluminium kasar ditulis di belakang empat angka terakhir dengan menggunakan tanda penghubung (-), yang berupa huruf kapital (misalnya: F = difabrikasi; O = dianil; H = pengerasan regangan; T = temper) dan diikuti satu sampai dengan tiga angka. Paduan Al kasar biasanya dibagi kedalam dua kelompok yaitu: - Paduan Al yang dapat diproses perlakuan panas (heat-treatable) - Paduan Al yang tidak dapat diproses perlakuan panas (non-heat-treatable) Paduan Al yang tidak dapat diproses dengan perlakuan panas tidak dapat dilakukan penguatan presipitat (precipitation-strengthened), tetapi dapat ditingkatkan kekuatannya dengan cara pengerjaan dingin (cold work). Paduan Al yang tidak dapat diproses perlakuan panas adalah dari grup: - Paduan 1XXX: paduan yang memiliki kandungan Al min 99,00%, dan besi serta silikon sebagai unsur utama pembentuk ketidakmurnian (impurities). Penambahan unsur Cu 0,12% akan menaikkan kekuatannya.



19



- Paduan 3XXX: Mn adalah unsur paduan utama. Peningkatan kekuatan dilakukan dengan larutan padat (solid-solutin strengthen). 3003 adalah paduan utama yang penting di dalam kelompok ini dengan kekuatan tarik mencapai 16 ksi (110MPa). - Paduan 5XXX: Mg adalah unsur paduan utama pada kelompok ini. Salah satu paduan yang penting pada kelompok ini adalah 5052 yang terdiri dari 2,5% Mg dan 0,2% Cr. Pada kondisi anil 5052 memiliki kekuatan tarik 28 ksi (193 MPa). Paduan Al yang dapat diproses perlakuan panas adalah dari grup: - Paduan 2XXX: unsur paduan utamanya adalah Cu, tetapi kadang-kadang juga ditambahkan Mg dalam jumlah sedikit. Salah satu paduan yang penting adalah 2024, yang terdiri dari 4,5 % Cu, 1,5 % Mg dan 0,6 % Mn. Paduan ini ditingkatkan kekuatannya dengan cara larutan padat (solid-solution) dan penguatan presipitasi (presipitation strengthening). Al 2024T6 memiliki kekuatan tarik 54 ksi (442 MPa) dan banyak dipakai pada struktur pesawat terbang. - Paduan 6XXX: unsur paduan utamanya adalah Mg dan Si. Paduan 6061 adalah salah satu paduan yang penting pada kelompok ini dengan komposisi unsurnya 1,0 % Mg, 0,6 % Si, 0,3 % Cu dan 0,2 % Cr. - Paduan 7XXX: unsur paduan utamanya adalah Zn, Mg dan Cu. 7075 adalah salah satu paduan utama yang penting dengan komposisi 5,6 % Zn, 2,5 % Mg, 1,6 % Cu dan 0,25 % Cr dengan kekuatan tarik mencapai 73 ksi (504 MPa) dan biasanya digunakan pada struktur pesawat terbang. Pada umumnya paduan Al dibuat dengan cara dicor. Proses pengecoran yang umum dilakukan pada paduan Al adalah pengecoran pasir (sand casting); pengecoran permanen (permanent mould); pengecoran dengan cetakan tetap (die casting). Al paduan dibuat lebih dari tiga ratus unsur yang dipadu untuk menghasilkan berbagai variasi paduan yang dikembangkan oleh pabrik pembuatnya. Semua Al paduan yang dijual dipasaran mengandung unsur Fe dan Si baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk memberikan efek peningkatan pada sifatsifatnya (properties). Paduan unsur utamanya adalah seperti pada gambar 1.16. Penambahan Cu, Mg, Mn, Si, dan Zn akan meningkatkan kekuatannya saat dikaitkan dengan proses perlakuan panas atau pengerasan regangan (strain hardening) atau gabungan dari kedua proses tersebut. Perbedaan yang jelas dapat dilihat pada struktur mikro Al, yang ditunjukkan pada Gambar 1.17 (a) dan (b). Tabel 1.6 Kelompok Paduan Al Kasar (Wrought Alloys)[1,2] Al, kandungan minimum 99.00%, atau lebih 1XXX Paduan dengan unsur utama ; Cu 2XXX Mn 3XXX Si 4XXX Mg 5XXX Mg & Si 6XXX Zn 7XXX Elemen lainnya 8XXX Unused series 9XXX



20



Gambar 1.16 Prinsip Pemaduan (Alloying) Unsur Lainnya di Dalam Al[3]



Gambar 1.17 Struktur Mikro dan Morfologi Al[3] (a). Al -cor 390 Paduan dengan Endapan Primer Silikon (abu-abu terang). (b). Al -cor 384,0 Paduan dengan Endapan Utama dari Al-Fe-Si. Kedua Al di-etsa Menggunakan 0,5% HF dan Perbesaran100x



21



BAB II PROSES METALOGRAFI Objektif: 1. Mengenal prinsip-prinsip dasar metalografi 2. Mengenal peralatan yang dipakai pada proses metalografi Metalografi adalah ilmu yang mempelajari struktur mikro suatu logam dan karakteristiknya[6]. Metalografi sangat penting untuk mengetahui ukuran butir, distribusi fasa, dan untuk mengetahui adanya inklusi (kotoran) dalam suatu logam. Hasil dari metalografi tersebut akan menjadi acuan untuk menentukan suatu material telah sesuai dengan spesifikasi yang diminta atau untuk mengetahui proses yang sudah dialami oleh material yang bersangkutan. Faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses metalografi menggunakan mikroskop optik adalah persiapan permukaan spesimen yang akan dilihat. Ini adalah prinsip dasar yang dilakukan oleh bapak metalografi Henry Clifton Sorby (1826 – 1908) yang adalah orang pertama yang mendapatkan hasil polishing dan etsa yang benar dari suatu spesimen. Klasifikasi dari metalografi ada 2 yaitu: a. Makrografi (Macroexamination/Macroscopy/Macrography) b. Mikrografi (Microexamination/Microscopy/Micrography) Makrografi mempelajari struktur logam dan paduannya menggunakan mata telanjang atau menggunakan lensa dengan perbesaran yang kecil sampai dengan 15 kali. Hasil pengamatannya dinamakan makrostruktur. Tujuannya adalah untuk: - Memunculkan ukuran, bentuk dan pengaturan butir kristal yang ada di dalam logam - Memunculkan retakan yang mungkin ada selama proses fabrikasi logam - Memunculkan serat/alur logam yang mengalami deformasi - Memunculkan adanya pengkerutan (shrinkage), porositas dan lubang akibat adanya gas yang terjebak saat proses pengecoran - Mencari tahu penyebab kegagalan suatu komponen (part) Mikrografi mempelajari struktur logam dan paduannya menggunakan mikroskop dengan perbesaran mulai dari 20 kali sampai dengan 2000 kali. Hasil pengamatannya disebut mikrostruktur. Sedangkan tujuannya adalah untuk: - Menentukan kandungan unsur kimia yang ada di dalam paduan - Menemukan cacat mikro - Menentukan ukuran dan bentuk butir kristal - Menunjukkan kualitas dari proses perlakuan panas (heat treatment), dll Adapun langkah-langkah dalam mendapatkan mikrografi adalah sebagai berikut: - Persiapan sampel/spesimen - Proses pengamplasan menggunakan kertas amplas - Proses poles (polishing) menggunakan larutan - Proses etsa - Pengamatan di bawah mikroskop optik dan melakukan interpretasi atas hasilnya



22



2.1 Persiapan Sampel Sampel atau spesimen harus disiapkan dengan seksama dan secermat mungkin. Pengambilan posisi yang akan diamati menjadi faktor penting dalam menentukan interpretasi hasilnya. Proses perlakuan benda kerja/benda uji sebelum merupakan informasi yang penting dalam menentukan sampel spesimen. Berikutnya adalah melakukan mounting. Tujuannya adalah agar spesimen yang kecil tidak menyulitkan saat melakukan pengamplasan (sanding). Kemudian proses pengamplasan, proses ini dimulai dari mesh yang paling kasar sampai dengan yang paling halus secara bertahap. Yang perlu diperhatikan adalah saat pergantian kertas amplas ke nomor yang lebih tinggi maka arah pengamplasannya juga harus diubah. Lamanya proses pengamplasan setiap ukuran kertas amplas sangat tergantung dari jenis dan kekerasan material spesimen yang diproses. Ukuran kertas amplas (grid size) yang umum digunakan adalah 60, 80, 120, 220, 320, 400, 600, 800 1000 dan 2500. Berikutnya adalah proses polishing, biasanya menggunakan cairan alumina agar dihasilkan permukaan yang sangat halus menyerupai cermin (mirror like finish). Lamanya proses polishing sangat tergantung dari jenis dan kekerasan material spesimen tersebut. Terakhir adalah proses etsa (etching) dengan tujuan untuk memunculkan batas butir dan fasa yang ada. Proses etsa ini menggunakan cairan khusus, sehingga memunculkan fasa atau batas butir yng ingin dilihat. Berikut ini adalah beberapa jenis etsa dan pemakaiannya: • NITAL (HNO3-asam nitrat dicampur dengan alkohol) 2 % atau NITAL 3 %. Ini adalah jenis etsa yang umum dipakai untuk baja karbon dan paduannya. Proses pencelupannya hanya beberapa detik (sekitar 15 detik). • Asam pikrik (Picric acid) berupa campuran asam pikrik 4g dengan ethyl alcohol 100 ml. Jenis ini juga dipakai untuk cairan etsa baja karbon dan paduannya. Proses pencelupannya hampir sama dengan NITAL (sekitar 15 detik). • Hydrofluoric acid berupa campuran HF (konsentrat) 0.5 ml dengan H2O 99.5 ml. Etsa ini dipakai untuk material aluminium dan paduannya. Proses pencelupannya sekitar 15 detik. Setelah proses di atas seluruhnya selesai baru dilakukan pengamatan di bawah mikroskop optik untuk mendapatkan hasil yang diharapkan berikut interpretasinya. Alat utama yang dipakai untuk melakukan pengambilan gambar pada proses metalografi adalah mikroskop optik. Mikroskop optik secara umum dipakai untuk melihat: a. Ukuran, bentuk dan distribusi dari berbagai fasa yang ada. b. Menentukan ukuran butir dan distribusinya di dalam fasa. c. Memperkirakan sifat-sifat mekanik dari material yang diuji. d. Melihat adanya fasa kedua dan distribusinya akibat proses perlakuan panas. e. Inklusi non metalik. f. Segregasi dari unsur-unsur yang ada selama proses pengecoran. g. Heterogenitas fasa dan unsur-unsur yang ada. h. Ketidaknormalan struktur yang terbentuk. i. Orientasi arah butir akibat proses pengerjaan (working process). j. Pengaruh perlakuan panas terhadap material.



23



2.2 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang umum digunakan untuk proses metalografi adalah sebagai berikut: 2.2.1 Mesin Potong Mesin ini digunakan untuk memotong spesimen yang ingin diuji, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Pemotongannya harus memperhatikan posisi yang akan diamati. Hal lainnya adalah jangan sampai terjadi panas yang berlebihan saat pemotongan berlangsung.



Gambar 2.1 Mesin potong (abrasive fine cutter)



2.2.2 Mesin Mounting Pada umumnya ukuran spesimen yang akan diproses relatif kecil sehingga perlu dibuatkan pemegangnya agar mudah dalam proses selanjutnya. Pembuatan alat pemegang (mounting) menjadi penting agar proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik dan benar. Proses ini menggunakan resin dengan jenis yang spesifik. Untuk contoh mesin mounting dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.



(a)



(b)



(c)



Gambar 2.2 Proses Mounting (a). Mesin mounting (b). Proses memasukkan Resin ke dalam Cetakannya (c) Contoh hasil mounting



2.2.3 Mesin amplas (sanding) dan poles (Polishing) Proses pengamplasan dimulai dari grade kertas amplas yang paling kasar biasanya ukuran 60 mesh sampai dengan yang paling halus ukuran 4000 mesh secara bertahap. Proses pengamplasan menggunakan mesin dimana spesimen diam sedangkan kertas amplasnya



24



berputar. Sedangkan proses pemolesan menggunakan cairan khusus, biasanya adalah alumina (Al2O3). Mesin amplas dan poles biasanya menjadi satu kesatuan seperti Gambar 2.3. Apabila pengamplasan dan pemolesan dilakukan bersamaan maka yang perlu diperhatikan adalah bagian poles ditutupi dengan penutupnya supaya geram ataupun pasir yang ada di kertas amplas tidak berpindah ke proses poles sehingga dapat menggores permukaan spesimen yang sedang dipoles.



Gambar 2.3 Mesin Amplas dan Poles



2.2.4 Etsa Etsa berupa larutan yang berfungsi untuk memunculkan fasa dan atau batas butir. Larutan ini berupa cairan kimia yang umumnya dicampur dengan aquades ataupun alkohol. Tabel 2.1. menjelaskan perbedaan beberapa jenis cairan etsa. Khusus untuk baja biasanya digunakan cairan Nital 2 % ataupun 3 %. Lamanya pencelupan spesimen ke dalam larutan etsa sangat tergantung dari jenis spesimen dan proses yang telah dialami sebelumnya. Tabel 2.1 Beberapa Jenis Etsa



Sample Material Carbon steel Carbon steel



Etchant



Composition



Remarks



(usually 2%)



HNO3 1-5 ml



(nitric acid)



Ethyl alcohol 100ml



Few seconds (15 Sec)



Picric Acid



Picric acid 4g Ethyl alcohol 100ml



Aluminum



Hydrofluoric acid



HF (conc.) 0.5ml H2O 99.5ml



Few seconds (15 Sec) Swab for 15 sec.



2.2.4 Mikroskop Optik Prinsip dasar dari mikroskop optik adalah dengan menggunakan pantulan cahaya ke permukaan spesimen dan kemudian diterima oleh lensa mata (eyepiece lens), seperti Gambar 2.4., dimana Gambar 2.4(a) adalah struktur mikro yang terlihat (akibat pantulan) di layar monitor. Gambar 2.4(b) ilustrasi tiga jenis kekasaran permukaan akibat etsa yang menghasilkan tiga jenis orientasi warna. Apabila pantulannya tegak lurus ke arah lensa maka dihasilkan warna yang terang. Dengan demikian degradasi terang dan gelap menghasilkan



25



gambar struktur mikro yang harus diartikan sebagai fasa yang terbentuk. Gambar 2.4(c) contoh struktur mikro polikristalin yang dihasilkan. Dengan menggunakan perangkat lunak (software) yang spesifik dapat langsung diteruskan ke monitor.



Gambar 2.4 Prinsip dasar pengamatan menggunakan mikroskop optik



Gambar 2.5. merupakan contoh mikroskop optik dan komponennya. Saat ini lensa untuk melihat hasil pembesaran (eyepiece lens) telah dipindahkan ke layar monitor dengan menggunakan perangkat lunak. Keterangan gambar: 1. Eyepiece lens 2. Binocular head 3. Revolving objective lenses 4. Filter support 5. Truss 6. Subject-table 7. Condenser height adjustment 8. Condenser 9. Aperture adjustment 10. Condenser centralizer 11. Subject movement x- direction 12. Subject movement y- direction 13. Illumination aperture 14. Rough contrast adjustment 15. Fine contrast adjustment 16. Lamp housing Gambar 2.5 Mikroskop Optik



26



2.3 Contoh Proses Metalografi Baja S45C dengan proses pemanasan pada temperatur 850 OC, kemudian dicelup cepat dengan media air. Sampel berukuran 12,3 mm x 12,3 mm dengan panjang 150 mm, dengan etsa Nital 3 %. Posisi pengambilan sampel untuk dibuatkan mounting adalah seperti pada gambar 2.6



A



A Gambar 2.6 Ilustrasi Pengambilan Spesimen



Hasil pengamatan adalah menggunakan foto makro dengan perbesaran 10x. Untuk melihat perubahan warna yang terjadi kemudian dilakukan foto mikro (gambar 2.7).



A C



B



Gambar 2.7 Foto Makro, Perbesaran 10x



Keterangan gambar 2.7: • Bagian A dengan perbesaran 200x, merupakan daerah transisi antara perlit dan bainit. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 2.8.



Gambar 2.8 Foto Makro Bagian A, Perbesaran 10x



27







Bagian B bagian tengah dengan fasa perlit dan ferit dengan perbesaran 200x. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 2.9.



Gambar 2.9 Foto Makro Bagian B, Perbesaran 10x







Bagian C, bagian permukaan spesimen yang pertama kali bersentuhan dengan air, perbesaran 500x. Terlihat fasa martensit yang sangat mendominasi. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 2.10.



Gambar 2.10 Foto Makro Bagian C, Perbesaran 10x



28



BAB 3 PRAKTEK METALOGRAFI Objektif: 1. Mengetahui alur proses metalografi. 2. Mengetahui mesin dan perlengkapan yang digunakan untuk proses metalografi. 3. Mengetahui tahapan tiap proses metalografi. 4. Mampu mengaplikasikan proses metalografi (Struktur Mikro). Cakupan Material Uji: 1. Besi cor. 2. Baja dan paduannya. Berikut adalah tahapan proses metalografi, seperti dijabarkan dalam Gambar 3.1 di bawah ini.



Cutting Mounting



Etching



Grinding & Polishing Mikroskop Optik



Metalografi Gambar 3.1 Alur Proses Metalografi



29



3.1. Proses Cutting Dalam metalografi proses cutting adalah proses pemotongan material yang akan dianalisis struktur mikro. Proses ini menggunakan mesin cutting seperti yang terlihat pada Gambar 3.2. Mesin dan peralatan: 1. Mesin cutting. • Cutting wheel (Tipe H, N, W) 2. Cairan pendingin. 3. Pompa. 4. Tangki pemampungan dan filter. Alat Pelindung Diri (APD): 1. Sarung tangan kain. 2. Masker. 3. Kacamata pengaman.



Gambar 3.2 Abrasive Fine Cutter AbrasiMet® 250



Tahapan Proses Cutting: 1. Persiapan material a. Posisi pemotongan (teknik sampling). b. Jenis material sample. c. Pastikan area observasi. d. Pastikan area pencekaman. 2. Persiapan mesin cutting a. Jenis material cutting wheel. b. Tipe pendinginan. c. Baca dan Pahami Standar Operasional Mesin. 3. Setting material a. Buka cover mesin cutting. b. Bersihkan area kerja pemotongan. c. Bersihkan area pencekaman. d. Proses clamping material (pastikan material tercekam dengan baik dan benar). e. Trial gerakan proses cutting (mesin off). f. Pastikan gerakan pemotongan bebas/tidak membentur/memotong benda lain selain material sample. 4. Proses cutting a. Tutup cover mesin cutting. b. Hidupkan mesin dan putar cutting wheel. c. Hidupkan sistem cooling. d. Turunkan tuas untuk mendekatkan cutting wheel ke material. e. Proses potong dengan perlahan (jangan dihentak). f. Proses cutting perlahan sampai material terpotong. g. Buka cover mesin. h. Lepas pencekaman dan bersihkan material sample.



30



5.



6.



i. Bersihkan area kerja pemotongan. j. Bersihkan area pencekaman. Deburring a. Bersihkan sisa pemotongan yang tajam. b. Debured dengan kikir/gerinda/amplas kasar. c. Pastikan tidak terdapat lagi sisi tajam. Material siap diproses mounting a. Bersihkan material dengan air. b. Keringkan dengan angin kompresor. c. Material siap diproses mounting. d. Agar tidak cepat berkarat, simpan material di plastik vakum (wrap)



Ilustrasi Proses Cutting:



Gambar 3.3 Ilustrasi Proses Cutting



31



3.2. Proses Mounting Proses mounting adalah proses penambahan material (resin) pada material atau sample untuk memudahkan dan mengamankan proses grinding dan polishing. Proses ini menggunakan mesin cutting seperti yang terlihat pada Gambar 3.4. Mesin dan Peralatan: 1. Mesin Press Mounting. 2. Resin • Keras. • Sedang (umum). • Lunak. 3. Release agent. 4. Air 5. Pompa 6. Tangki penampungan dan filter



Gambar 3.4 Hot Mounting Press Machine-Buehler Simplimet® 1000



Alat Pelindung Diri (APD): 1. Kacamata pengaman. Tahapan Proses Mounting: 1. Persiapan material a. Pastikan area material yang ingin dianalisis. b. Persiapkan resin yang digunakan. 2. Persiapan mesin a. Bersihkan area kerja mesin. b. Pahami Standar Operasional Mesin. 3. Proses Mounting a. Hidupkan mesin mounting. b. Buka penutup silinder. c. Naikkan silinder mounting press ke permukaan. d. Bersihkan permukaan dan tutup silinder. e. Lapisi permukaan dan area silinder mounting press dengan release agent. f. Letakkan material pada silinder mounting press. g. Area yang ingin dianalisis menghadap ke bawah permukaan silinder. h. Turunkan silinder mounting press. i. Tambahkan resin (±1,5 scoop sendok) pada mounting press. j. Ratakan resin sehingga sampel tertutup resin. k. Kemudian tutup slinder mounting press. l. Proses mounting (cycle start program) - Heating 1 menit & Cooling 3 menit. m. Pressure 290 bar heating 150 °C. n. Tunggu ± 15 menit sampai program selesai. o. Buka penutup silinder mounting press. p. Ambil sample. q. Bersihkan area kerja & matikan mesin.



32



Ilustrasi Proses Mounting:



Gambar 3.5 Ilustrasi Proses Mounting



33



3.3. Proses Grinding dan Polishing Proses grinding dan polishing pada dasarnya adalah proses penghalusan permukaan pada material untuk memudahkan observasi. Tujuan dalam proses penghalusan permukaan ini adalah supaya permukaan sample yang akan diproses grinding dan polishing berada dalam kondisi mirror like finish atau tidak ada goresan. Proses ini menggunakan mesin grinding dan polishing seperti yang terlihat pada Gambar 3.6.



Gambar 3.6 Mesin Grinding Polishing - Buehler Metaserv @250



Mesin dan peralatan: 1. Mesin grinding dan polishing. 2. Amplas. (#60, #80, #120, #240, #320, #400, #600, #800, #1000, #1200, #1500, #2500, dan #4000) 3. Kain beludru atau pad poles. 4. Cairan Alumina • Perbandingan campuran adalah aquades + 10 gr Al2O3 = 250 ml. • Penyimpanan Al2O3 di dalam lemari pendingin. 5. Air. 6. Angin kompresor. 7. Pengering udara (air dryer). 8. Pompa. 9. Tangki pemampungan dan filter. Alat Pelindung Diri (APD): 1. Kacamata pengaman. 2. Masker. Tahapan Proses Grinding dan Polishing: 1. Persiapan material dan mesin a. Bersihkan area kerja mesin. b. Pahami Standar Operasional Mesin. c. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan. 2. Proses Grinding (amplas) material sample a. Buka ring pengunci amplas. b. Bersihkan area amplas dengan air. c. Pasang amplas pada pad mesin. 34



d. Pasang ring pengunci amplas. e. Hidupkan mesin. f. Lakukan proses pengamplasan • Tekan material ke permukaan amplas. • Pastikan posisi material sample dengan amplas tegak lurus. g. Proses amplas mulai dari amplas (#) terendah sampai tertinggi • #60, #80, #120, #240, #320, #400, #600, #800, #1000, #1200, #1500, #2500, dan #4000. h. Pada saat penggantian amplas lakukan pengulangan proses a sampai e. i. Setiap penggantian amplas putar material sample 90° dari posisi semula • Agar alur amplas berpotongan dan meratakan permukaan. j. Setiap penggantian amplas bersihkan material sample dengan angin. k. Setelah selesai matikan mesin. l. Pengecekan hasil proses amplas dapat dilihat secara visual atau dibandingkan dengan lampiran gambar makro struktur. 3. Persiapkan material sample dan mesin a. Bersihkan material sample dengan angin. b. Persiapkan cairan alumina untuk proses poles. c. Bersihkan permukaan kain beludru atau pad poles pada mesin • Bersihkan dengan air dan disikat. • Pastikan permukaan pad poles tidak ada cacat atau kasar. 4. Proses polishing (poles) material sample a. Nyalakan mesin. b. Matikan aliran air • Proses poles tidak menggunakan air tetapi menggunakan cairan alumina. c. Lakukan proses poles • Tempelkan material sample ke permukaan pad poles dengan sedikit tekanan. • Perhatikan posisi material sample dengan pad poles tegak lurus. • Putar material sample 90° dari posisi semula. • Lakukan berulang sampai goresan amplas hilang sepenuhnya. d. Setelah selesai matikan mesin. e. Lakukan pembersihan material sample dengan sabun dan air. f. Keringkan dengan angin atau air dryer. g. Material sample siap untuk proses etsa.



35



Ilustrasi Proses Grinding dan Polishing:



Gambar 3.7 Ilustrasi Proses Grinding dan Polishing



36



Tabel 3.1 Struktur Makro setelah Proses Grinding dan Polishing



37



3.4. Proses Pembuatan Nital 2% dan Proses Etsa (Etching) Proses etsa adalah proses yang bertujuan untuk memunculkan struktur mikro pada logam atau material sample dengan menggunakan cairan etsa. Setiap jenis material logam menggunakan cairan etsa yang berbeda-beda. Untuk besi dan baja secara umum, cairan etsa yang digunakan adalah Nital 2 %. Cairan etsa Nital seperti pada Gambar 3.8, dihasilkan dari pencampuran asam nitrat (HNO3) sebesar 2 % dengan Etanol sebesar 98 %. •



Proses Pembuatan Cairan Nital 2%



Gambar 3.8 Cairan Etsa dalam Botol Reagent Labu ukur Pipet volume



Bulb



Botol pereaksi



Labu semprot Ethanol



Gambar 3.9 Peralatan Pembuatan Cairan Nital



38



Kebutuhan Peralatan: 1. Ruang Asam. 2. Labu ukur 250 ml. 3. Bulb. 4. Pipet volume 10 ml. 5. Labu semprot Ethanol. 6. Ethanol kandungan 96 %. 7. Nitric acid kandungan 65 %. 8. Botol pereaksi atau reagent 250 ml. Alat Pelindung Diri (APD): 1. Kacamata pengaman. 2. Masker. 3. Sarung tangan karet. Tahapan Proses Pembuatan Cairan Nital 2%: 1. Persiapan peralatan, APD, dan cairan kimia a. Bersihkan peralatan tersebut sebelum digunakan. b. Keringkan peralatan. c. Cairan Ethanol kandungan 96 %. d. Cairan Nitrid Acid kandungan 65 %. 2. Persiapan ruangan asam a. Perhatikan prosedur operasional ruangan asam. b. Bersihkan area kerja pencampuran cairan kimia (asam). c. Lakukan proses pembuatan pada lokasi pencampuran. • Pastikan area tersebut dilengkapi dengan penghisap udara khusus. 3. Proses Pembuatan atau pencampuran dalam labu ukur 250 ml a. Masukkan 100 ml Ethanol dalam labu ukur. b. Masukkan 5 ml Nitrid Acid dalam labu ukur. c. Tambahkan 145 ml Ethanol. d. Tutup Labu ukur. e. Goyang perlahan labu ukur untuk proses mixing. 4. Tuang cairan pada labu ukur ke botol reagent a. Beri label nama cairan reagent tersebut. b. Pastikan production and expired date. c. Pastikan jenis limbah cairan tersebut. 5. Nital 2 % 250 ml dalam botol reagent siap digunakan.



39



Ilustrasi Pembuatan Cairan Nital 2 %:



Gambar 3.10 Ilustrasi Proses Pembuatan Cairan Nital 2%







Proses Etsa Kebutuhan Peralatan: 1. Cawan Petri. 2. Cairan Nital 2 %. 3. Tempat Cuci Tangan atau Wastafel. 4. Sabun. 5. Aliran air. 6. Labu ukur 250 ml. 7. Angin kompresor. 8. Pengering Udara (Air Dryer). Alat Pelindung Diri (APD): 1. Kacamata pengaman. 2. Masker. 3. Sarung tangan karet.



40



Tahapan Proses Etsa: 1. Persiapan peralatan dan APD a. Bersihkan peralatan dan material sample. b. Semprot dengan angin kompresor. c. Keringkan dengan pengering udara. 2. Proses Etching material sample (besi dan baja paduannya) a. Tuang nital 2% dalam cawan petri secukupnya. b. Gunakan sarung tangan karet. c. Buka keran air wastafel. d. Celupkan permukaan material sample yang ingin diobservasi. e. Pastikan seluruh area terlumuri oleh cairan nital. f. Lakukan pencelupan selama ± 5 detik. g. Cek visual material sample berubah buram dan warna keabu-abuan. h. Angkat material sample bersihkan dengan air di wastafel. i. Cuci material sample dengan sabun. j. Matikan keran air wastafel. k. Semprot dengan angin dan keringkan dengan pengering rambut. l. Pastikan tidak ada butiran air menempel atau tersisa dan keseluruhan permukaan kering. 3. Material sample siap diobservasi untuk pengecekan struktur mikro a. Proses etching tersebut di atas adalah proses etching secara umum. b. Untuk jenis material yang berbeda membutuhkan cairan etsa yang berbeda pula, dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Jenis Cairan Etsa



41



Ilustrasi Proses Etching:



Gambar 3.11 Ilustrasi Proses Etching



42



3.5. Mikroskop Optik Mikroskop Optik adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan analisis melalui pengamatan material, seperti struktur fasa, butir, orientasi butir, jarak atom, dislokasi, topografi, perpatahan, dan sebagainya. Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal yaitu macrostructure (stuktur makro) dan microstructure (struktur mikro). Untuk struktur makro menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran maksimal 50x, seperti yang terlihat pada Gambar 3.12. Sedangkan untuk struktur mikro menggunakan mikroskop metalografi dengan perbesaran 50x sampai 1000x, seperti yang terlihat pada Gambar 3.13.



Gambar 3.12 Stereo Microscope - SMZ745T



Gambar 3.13 Metallographic Microscope - Meiji Technology (IM7200)



43







Pengamatan Struktur Mikro



Kebutuhan Peralatan: 1. Mikroskop metalografi Tahapan Proses Pengamatan Struktur Mikro: 1. Persiapan peralatan a. Bersihkan peralatan dan material sample. b. Hidupkan lampu mikroskop. c. Hidupkan PC, dan jalankan software kamera pengamatan mikroskop. 2. Letakkan material sample pada area pengamatan (specimen stage). 3. Seting lensa perbesaran yang akan digunakan 50x, 100x, 200x, 500x, atau 1000x. 4. Seting kecerahan cahaya yang diinginkan. 5. Seting fokus lensa dan kamera dengan memutar Fine Focusing Control. 6. Tekan Capture pada software jika ingin mengambil dan menyimpan gambar. 7. Dari gambar tersebut dapat kita lakukan analisis: • Struktur mikro material. • Bentuk fasa material. • Pengukuran coating, layer atau lapisan material. • Identifikasi patahan atau crack. Ilustrasi Proses Pengamatan Struktur Mikro:



Gambar 3.14 Ilustrasi Proses Pengamatan Struktur Mikro



44



Tabel 3.3 Contoh Struktur Mikro – Raw Materials



45



Tabel 3.3 Contoh Struktur Mikro S45C – After Heat Treatment Process



46



Tabel 3.3 Contoh Struktur Mikro SKD 61 – After Heat Treatment Process



47



Daftar Pustaka: 1. Callister, William D, Material Science and Technology: An Introduction, John Wiley & Son, Singapore, 2007. 2. Callister, William D, Jr, Fundametal of Materials Science and Engineering, 2nd edition, John Wiley & Son, USA, 2005. 3. Metals handbook, Metallography and Microstructures, Volume 9, ASM International 2004 4. Smith, William F, Principles of Material Science and Engineering, 3th edition, McGrawHill, Singapore, 1996. 5. http://sembach.com/uploads/images/brevier/bild18.gif 6. http://www.springerimages.com/img/Images/Springer/JOU=11661/VOL=2011.42/ISU=9/ ART=688/MediaObjects/MEDIUM_11661_2011_688_Fig26_HTML.jpg 7. http://www.springerimages.com/img/Images/Springer/JOU=11661/VOL=2011.42/ISU=11 /ART=749/MediaObjects/MEDIUM_11661_2011_749_Fig1_HTML.jpg 8. http://www.sfsa.org/tutorials/uplock/images/Grains.Jpg 9. http://ars.els-cdn.com/content/image/1-s2.0-S0043164804002364-gr11.jpg 10. http://www.buau.com.au/media/1045_2013.pdf, S45C. 11. http://www.bucanada.ca/media/W302Superior.pdf, SKD61. 12. http://www.buau.com.au/media/Cast_Iron_2013.pdf, Grey Cast Iron.



LAMPIRAN



LAMPIRAN 1 Lembar Kerja Mahasiswa



Form Laporan Praktikum Nama Nim Tanggal



: : :



Material Dimensi Proses



(TTD) Hasil Test Kekerasan



Analisis dan Kesimpulan:



Note: Harap melampirkan hasil metalografi



: : :



Sketsa Produk : “Tentukan dan buat ilustrasi titik pengukuran kekerasan”



LAMPIRAN 2 Spesifikasi Material



S45C (K1045 – Medium Carbon Steel)[10]



SKD 61 (BOHLER W302 – Superior®)[11]



Besi Tuang (2P - Grey Iron)[12]



Besi Tuang (3P – Ductile Iron) [12]



Besi Tuang (4E – Grey Iron) [12]



LAMPIRAN 3 Larutan Etsa



Jenis Larutan Etsa[3]