Laporan Akhir Praktikum Keteknikan Kehutanan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Hutan ialah salah satu sumber kekayaan alam dinegara Indonesia yang



mempengaruhi pergerakan ekonomi salah satunya yaitu penghasil devisa. Hutan mampu memberikan manfaat yang besar dan beranekaragam bagi makhluk hidup. Sebab hutan memiliki manfaat sedemikian besarnya, maka manusia perlu mengelola hutan agar dapat memberikan manfaat yang semaksimal mungkin tanpa mengabaikan kelestariannya. PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi antar pusat kegiatan. PWH diwujudkan oleh penyediaan jaringan angkutan, barak kerja, dan penimbunan kayu. Jalan hutan adalah jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/ hasil hutan ke tempat pengumpulan hasil hutan (TPn/ TPK) atau ke tempat pengolahan hasil hutan. Jalan induk adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan (Dephut 1993). PWH adalah kegiatan kehutanan yang menyediakan prasarana/ infrastruktur (jaringan jalan, log pond, base camp induk dan base camp cabang, base camp pembinaan hutan, tempat penimbunan kayu/ TPK, tempat pengumpulan kayu/ TPn, jembatan dan gorong-gorong, dan menara pengawas) dalam melancarkan kegiatan pengelolaan hutan. Pada Pengelolaan hutan lestari, prasarana PWH yang dibangun harus bersifat permanen karena peranan PWH dalam pengelolaan hutan lestari adalah harus dapat melayani kebutuhan pengelolaan hutan masa kini dan masa yang akan datang. Ciri-ciri PWH yang merupakan persyaratan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dapat dilihat dari desainnya yang memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Keselamatan kerja karyawan dan umum. 2. Sesuai dengan bentang alam. 3. Mengakomodasi 50-100 tahun banjir.



1



4. Menghindari kerusakan kawasan lindung dan gangguan terhadap flora dan fauna langka atau yang dilindungi. 5. Bahaya erosi. 6. Pengembangan akses masyarakat setempat. Tujuan PWH adalah untuk memudahkan masyarakat untuk mengambil sumber daya hutan secara optimal atau dapat dikatakan untuk mempermudah pengelolaan hutan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan-bahan kayu dan kegunaan hutan yang tidak dapat diraba secara aman dan murah dengan memperhatikan kualitas lingkungan, sedangkan sasarannya adalah untuk dapat dicapai dengan jalan memberikan pelayanan untuk pengangkutan karyawan keseluruh kawasan hutan ketempat yang aman untuk mengadakan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, perlindungan, dan perawatan hutan, pemungutan hasil hutan dan pengangkutan peralatan. Dalam



pembuatan



jalan



hutan



diusahakan



jalan



tersebut



dapat



menghubungkan satu tempat dengan tempat yang lain dengan jarak sesingkat mungkin, sehingga jalan tersebut mampu memberikan kelancaran dalam proses PWH. Akan tetapi kenyataan dilapangan merupakan pekerjaan yang sangat sulit dikerjakan, hal ini dikarenakan banyaknya rintangan dilapangan serta keadaan topografi yang sedemikian rupa sehingga dalam perencanaan pembuatan jalan hutan haruslah sesuai dengan keadaan dilapangan. Dalam hal pembuatan jalan dilapangan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain : a. Faktor metode eksploitasi hasil hutan. b. Bentuk topografi dilapangan. c. Iklim dan cuaca dalam wilayah tersebut. d. Jenis tanah serta kondisi tanah dilapangan. e. Jumlah dan kemampuan kendaraan yang direncanakan untuk pengangkutan. f. Keadaan sosial ekonomi masyarakat disekitar kawasan hutan. Selain faktor tersebut, yang paling penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan biaya untuk pembuatan jalan tersebut yang nantinya juga berpengaruh terhadap penentuan kelas jalan yang dibuat.



2



B. Tujuan Ada beberapa tujuan yang dapat dicapai dari pelaksanaan praktikum ini yaitu : 1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan membaca peta kontur. 2. Memberi latihan cara mengklasifikasikan wilayah hutan berdasarkan tingkat kemiringan lereng. 3. Memberi latihan dalam merencanakan jaringan jalan hutan. 4. Mengetahui cara memilih alternative pembukaan wilayah hutan yang optimal. 5. Memberikan latihan menghitung volume dan biaya galian serta timbunan sesuai dengan aligment yang telah direncanakan. 6. mampu menghitung biaya pembuatan jaringan jalan hutan.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Jaringan Jalan Didalam perencnaan jalan hutan dikenal istilah kerapatan jalan (Roat Density) yaitu jumlah panjang jalan rata-rata persatuan luas (m/ha). Menurut Djoko Asmoro (1990), Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki. Menurut Soeparto dan Mardikanto (1985), jalan hutan adalah suatu bentuk jaringan jalan didalam hutan yang terdiri dari kumpulan potonganpotongan jalan yang bersambung satu sama lain dan merupakan satu kesatuan guna melayani kebutuhan pengangkutan. Pada daerah datar umumnya jaringan jalan merupakan kumpulan-kumpulan jalan-jalan lurus dengan sedikit belokan, situasi ini memungkinkan angkutan yang cepat dan pendek. Tetapi kenyataan dilapangan tidak selalu berbentuk lurus karena bentuk topografi hutan yang tidak rata sehingga menyebabkan jaringan jalan yang dibuat terpaksa memiliki banyak belokan , sehingga jalan yang dibuat menjadi panjang dan tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya.



B. Penampang Memanjang Jalan Tinggi permukaan tanah yang telah dilalui oleh as jalan tidak selalu sama dengan tinggi permukaan tanah asli, karena itu untuk mendapatkan tinggi muka tanah sebagai as jalan perlu dibuat pendakian-pendakian yang lebih lembut. Untuk itulah perlu dibuat garis perataan yang merupakan badan jalan dimana as jalan nantinya akan melalui garis perataan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pendakian-pendakian yang didapat dipenampang memanjang dapat diminimalisir. Dengan adanya garis perataan maka pada penampang memanjang akan terlihat adanya galian dan timbunan yang merupakan selisih antara tinggi tanah asli dengan perataan as jalan yang bearti permukaan garis perataan. Jika permukaan tanah asli lebih tinggi dari garis perataan maka akan terdapat galian, dan sebaliknya jika permukaan tanah asli lebih rendahdari garis perataan maka akan dilakukan penimbunan tanah pada as jalan.



4



C. Penampang Melintang Jalan Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian –bagian jalan.Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus sesuai dengan klasifikasi jalan serta kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan,demikian pula lebar badan jalan, drainase dan kebebasan pada jalan raya semua harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Agar dapat diperoleh perkiraan berapa besar volume pekerjaan tanah (dalam menduga besarnya volume tanah yang akan digali dan ditimbun), maka perlu dibuat penampang melintang jalan. Pekerjaan ini erat hubungannya dengan pekerjaan sebelumnya. Pada penampang melintang jalan dapat dilihat penampang memanjang permukaan tanah asal yang akan dilewati dan garis perataan yang hendak digunakan sebagai as jalan. Atas dasar penampang memenjang jalan, kita bisa membuat penampang melintang tanah asal dan penampang melintang jalan. Bagian-bagian jalan yang dapat dilihat pada penampang melitang jalan antara lain: a. Selokan (talud) yang terletak dikanan dan kiri jalan. b. Bahu jalan / jalur lunak (Berm) yang berdampingan dengan selokan. c. Jalur jalan yang dilewati kendaraan (badan jalan) d. Penampang melintang tanah asal Dengan gambaran bagian-bagian jalan pada penampang melintang tanah asal maka akan terlihat besarnya galian dan timbunan yang akan dikerjakan suatu titik profil. Gambar 2.1: Penampang Melintang Jalan dan Bagian-Bagiannya



Apabila digabungkan antara penampang melintang tanah dan penampang melintang jalan maka akan terlihat bentuk penampang melintang galian dan timbunan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini :



5



Gambar 2.2: Galian dan timbunan pada penampang melintang tanah



D. Daftar Pekerjaan Tanah Untuk dapat menduga secara keseluruhan besarnya galian dan timbunan pada pekerjaan pembuatan trace jalan ini maka perlu dibuat daftar pekerjaan tanah. Untuk mengisi daftar ini perlu dilakukan perhitungan terhadap luas galian dan timbunan yang ada pada setiap titik profil berdasarkan penampang melintang yaitu dengan membagi daerah tersebut menjadi beberapa bagian yang dapat berbentuk segi tiga siku-siku, bujur sangkar, persegi panjang da lainnya agar perhitungan dapat lebih mudah dan teliti. Pengunaan planimeter dapat digunakan untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat. Luas galian dan timbunan dari masing-masing titik profil dihitung dalam satuan millimeter. Untuk mendapatkan luas galian dan timbunan yang sebenarnya dilapangan, maka luas galian dan timbunan yang terdapat pada kertas grafik harus dibagi dengan 25 mm2 dan kemudian dikalikan denagan 1 mm, karena skala yang digunakan pada penampang melintang adalah 1: 200. Setelah memperoleh luas galian dan timbunan, maka volumenya dapat dihitung dengan menggunakan prinsif seperti menghitung volume limas terpancang, yaitu dengan rumus : Luas bidang atas + Luas bidang bawah x jarak antara kedua bidang 2 atau sama dengan : “rata-rata bidang atas dan bidang bawah dikali jarak kedua bidang”.



6



Sesuai dengan prinsif tersebut maka perlu kita cari terlebih dahulu luas masing-masing bidang galian dan timbunan pada tiap-tiap titik profil. Setelah itu, barulah dicari rata-rata bidang galian / timbunan antara dua titik profil yang berdekatan. Selanjutnya dikalikan rata-rata bidang galian atau timbunan dengan jarak antara titik profil yang berdekatan. Setelah itu menjumlahkan volume galian atau timbunan sehingga dihasilkan taksiran kasar volume galian atau timbunan pada jalan yang akan dibuat.



E. Perencanaan Trace Sebelum membuat jaringan jalan hutan, dilakukan terlebih dahulu pemilihan trace jalan hutan yang akan dibuat untuk mendapatkan jaringan jalan angkutan yang dapat mengeluarkan hasil hutan dengan cepat dan lancar. Selain itu, jaringan jalan yang dibuat hendaknya cukup aman dan tidak memakan biaya yang besar. Pembuatan trace jalan dilakukan secara bertahap, mulai dari persiapan sampai dengan pengukuran trace tetap (Soeripto dan Mardikanto, 1985). 1) Persiapan Untuk merencanakan jaringan jalan hutan yang baik diperlukan peta-peta dan informasi lain yang berhubungan dengan wilayah yang akan dibuka. Informasi tersebut diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan jalan hutan. Peta-peta yang digunakan sebagai sumber informasi antara lain peta topografi, peta hutan, peta kadaster, peta pengairan, peta penafsiran potret udara, peta geologi dan peta tanah. Dalam perencanaan jalan angkutan hasil hutan, peta topografi dan peta hutan sangat diperlukan karena dari peta tersebut dapat digambarkan beberapa trace yang mungkin akan dibuat dilapangan. Dalam hal ini kita perlu membuat beberapa alternatif untuk menjaga jika terjadi kegagalan dalam pelaksanaan sehingga dapat dengan mudah mencari trace yang baru. Dalam pembuatan trace, bentuk trace yang lurus adalah bentuk yang terbaik karena memiliki jarak angkut yang pendek. Penyimpangan dari bentuk trace yang lurus hanya diperbolehkan jika : a. Untuk menghindari tanjakan yang melampaui batas maksimum kendaraan. b. Untuk menghindari keadaan yang luar biasa seperti tanah longsor, tanah yang tidak stabil dll.



7



c. Untuk menghindari kemungkinan pembuatan bangunan-bangunan yang sangat besar dan mahal. d. Untuk keperluan pembukaan sekunder wilayah hutan. Berdasarkan keadaan-keadaan diatas, maka trace yang akan dibuat nantinya terdiri dari garis-garis lurus dan bagian-bagian busur lingkaran. Jika didapatkan suatu trace yang lurus dengan jarak tempuh yang panjang dimana secara teknis dan ekonomis tidak memerlukan tikungan, maka perlu dibuat tikungan-tikungan kejut bila terasa adanya tanjakan atau turunan ditempat tersebut agar si pengemudi tidak terlena atau mengantuk karena jalan yang monoton. 2) Penyelidikan Lapangan Penyelidikan lapangan yang dilakukan adalah secara kasar, yang bertujuan untuk mengenal bentuk sebenarnya dilapangan. Penyelidikan dilakukan dari tempat-tempat yang agak tinggi supaya didapat pandangan yang luas atas seluruh lapangan. Titik-titik yang ada di dalam peta dan dapat dicapai dilapangan harus dipelajari dengan seksama untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul. 3) Pengukuran Trace Sementara Setelah membuat trace sementara dilapangan, maka akan dilakukan pengukuran trace sementara dan digambarkan dipeta, sehingga letak trace sementara terhadap kelompok hutan yang akan dibuka dan jalan-jalan lain yang telah dibuat dapat dipelajari lebih lanjut. 4) Penetapan Trace Setelah tahap diatas selesai, maka kita perlu menetapkan trace secara definitif. Pekerjaan ini mencakup pemasangan petak-petak sumbu berukuran 50 x 8 x 8 cm dengan jarak 20 m antara satu dengan yang lainnya pada jalan yang lurus dan 50 m atau 10 m untuk belokan. 5) Pengukuran Trace Tetap Pengukuran trace secara definitif dilengkapi dengan pengukuran aliran-aliran sungai yang dipotong oleh trace diukur dandipelajari dan dibuat dilapangan, barulah melakukan pengukuran trace tetap yang tujuannya untuk mendapatkan bahan untuk membuat gambar situasi, gambar denah, penampang melintang dan membujur dari trace jalan.



8



BAB III METODE KERJA A. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam perencanaan pembuatan angkutan hasil hutan antara lain: 1. Pensil 2. Penghapus 3. Penggaris Panjang 4. Penggaris Segitiga 5. Penggaris Busur Derajat 6. Kalkulator 7. Jangka 8. Kertas Milimeter Block



B. Bahan Bahan yang dipergunakan dalam perencanaan pembuatan jalan angkutan hasil hutan adalah peta topografi dengan skala 1:2000.



C. Prosedur Kerja a) Pembuatan trace (penentuan titik profil) Pada peta topografi terdapat titik A dan titik B. Trace yang akan dibuat harus menghubungkan titik A dan titik B dengan ketentuan sebagai berikut: 1.



Helling atau tanjakan maksimum :  untuk daerah datar 5%  untuk daerah pegunungan sedang 6 - 7 %  untuk daerah pegununungan berat 8 – 10%  untuk belokan 5% beda tinggi (BT) Helling =



x 100% jarak antar profil



9



2.



Jari-jari minimum pada daerah belokan yang dibuat titik profil dengan radius minimum 50 m dan maksimum 80 m.



3.



Sepanjang trace yang menghubungkan titik A dan B diletakkan titik-titik profil yang diberi nomor urut mulai dari A kemudian 1, 2, 3, …… sampai dengan B.



4.



Jarak antara titik profil ditentukan sebagai berikut: Untuk mendapatkan panjang busur (jarak busur antara titik profil pada belokan)  x2r



Jarak (J) = 360



- Pada tempat atau jalan lurus, jarak antara dua titik profil yang berdekatan tidak boleh lebih dari 100 m. - Pada belokan diletakkan tiga titik profil, masing-masing diawal, ditengah, dan diakhir belokan. - Pembuatan Penampang Memanjang Perencanaan trace yang baik pada peta topografi akan memudahkan pembuatan penampang memanjang jalan. Pada tahap permulaan, pembuatan penampang memanjang jalan ini akan digambarkan secara kasar penampang memanjang tanah asli dimana akan dilalui jalan yang direncanakan sesuai dengan titik-titik profil yang dibuat pada penarikan trace dipeta topografi. Tinggi permukaan tanah yang akan dilalui oleh as jalan tidak selalu sama dengan tinggi permukaan tanah asli, sebab untuk mendapatkan tinggi permukaan tanah sebagai as jalan perlu dibuat dengan pendakian yang lebih lembut. Untuk itu perlu dibuat garis perataan. Garis perataan ini dibuat dengan maksud untuk memperlembut pendakian yang diapatkan dari penampang tanah. Denagn ditariknya garis perataan ini akan terlihat pada penampang memanjang adanya galian dan timbunan yang merupakan selisih antara tinggi tanah asli dengan permukaan as jalan yang berarti permukaan garis perataan.



10



b) Tahapan Pembuatan Penampang Memanjang - Penampang memanjang digambar diatas kertas kertas grafik (millimeter block) agar mendapatkan hasil yang lebih teliti. - Keterangan yang dibuat dibawah gambar penampang memanjang adalah sebagai berikut: i. Nomor titik profil Pemberian nomor profil dimulai dari titik A dan diteruskan dengan nomor 1, 2, 3, ……secara berurutan sampai dengan titik B. ii. Jarak antar titik profil Jarak antara titik profil merupakan jarak antara profil yang berdasarkan hasil pembuatan trace. iii. Jarak langsung Jarak langsung dimaksudkan untuk Mengetahui berapa jarak titik profil tertentu dengan titik profil tertentu dengan titik awal pembuatan trace. Jarak langsung merupakan penjumlahan jarak antara titik profil mulai dari titik A sampai titik profil tertentu. Jarak langsung dinyatakan dalam meter. iv. Tinggi tanah di as jalan Tinggi tanah di as jalan merupakan tinggi titik-titik profil dilapangan Sebelum ditarik garis perataan. Untuk mengisi baris ini dapat dilihat kembali pekerjaan pembuatan trace. v. Tinggi as jalan Tinggi as jalan merupakan ketinggian yang sebenarnya dari permukaan badan jalan yang akan dibangun. Tinggi permukaan badan jalan dapat dilihat Setelah garis perataan dibuat. vi. Perbedaan galian dan timbuna Yang dimaksud disini adalah perbedaan tinggi galian dan timbunan. Dengan memperhatikan posisi penampang memanjang tanah dan garis perataan pada tiap-tiap profil dapat dilihat apakah terjadi galian atau timbunan.



11



vii. Pelandaian /helling mula-mula Pelandaian atau helling mula-mula merupakan persentase perbandingan antara selisih tinggi tanah di as jalan dari dua titik profil yang berurutan dengan jarak antara titik profil. viii. Pelandaian garis perataan Pelandaian garis perataan merupakan persentase perbandingan antara selisih tinggi as jalan dari dua titik profil yang berurutan dengan jarak antara dua titik profil yang berurutan. ix. Jalan lurus/belokan Pada baris ini hanya digambarkan suatu gambar kode untuk melihat secara tepat dimana terdapat jalan lurus, dimana terdapat beloakn serta berapa besar jari-jari belokan. Pada jalan lurus hanya digambarkan garis lurus, dan pada belokan digambar dengan bentuk busur. Bentuk busur keatas jika beloakn kekiri dan terbuka kebawah jika beloaknnya kekanan. Didalam busur dicantumkan besarnya jari-jari dan sudut belokan. Arah jalan lurus. Arah belokan kekanan Arah belokan ke kiri.



c)



Pembuatan Penampang Melintang Untuk dapat menafsir besarnya volume pekerjaan tanah untuk menduga



berapa besar tanah yang akan digali dan yang akan ditimbun, perlu dibuat penampang melintang. Atas dasar pekerjaan penampang memanjang dapat dibuat penampang melintang tanah asal dan penampang melintang jalan pada pekerjaan penampang melintang. Bagian-bagian jalan yang dapat dilihat pada penampang melintang adalah: 



Selokan yang terdapat di kiri dan kanan jalan







Jalur lunak (berm) yang berdampingan dengan selokan







Jalur jalan yang dilalui kendaraan



Disamping itu terlihat pula penampang melintang tanah asal. Dengan penggambaran bagian-bagian jalan pada penampang melintang tanah asal maka akan terlihat besarnya galian atau timbunan tanah yang harus dikerjakan pada suatu titik profil.



12



Tahapan-tahapan pembuatan penampang melintang adalah sebagai berikut: 



Untuk menggambarkan penampang melintang trace, langkah pertama adalah membuat bidang melintang trace pada peta situasi. Bidang ini akan menggambarkan garis lurus yang memotong garis lurus trace.







Kemudian bidang melintang trace pada peta situasi tersebut dipindahkan keatas kertas grafik dengan skala 1:200.







Selanjutnya penampang melintang trace digambarkan pada perpotongan tinggi as jalan dengan bidang melintang trace yang dipindahkan tersebut dengan ketentuan: -



lebar badan jalan 2,5 meter



-



lebar berm di kiri dan kanan jalan masing-masing 7,5 mm.



-



parit atau seloakn dibuat selebar 1,2mm dikiri dan kanan dan kemiringan selokan 1:1 dengan lebar sudut selokan 45º.



d) Pembuatan Daftar Pekerjaan Tanah Cara menghitung luas penampang galian dan timbunan dapat dilakukan dengan sistematis. Dalam penentuan luas penampang galian dan timbunan dibuat daftar pekerjaan tanah. Dengan daftar pekerjaan tanah dapat diperkirakan secara global besarnya galian dan timbunan pada seluruh pekerjaan pembuatan jalan ini. Cara untuk mencari volume galain dan timbunan digunakan prinsip seperti menghitung volume limas : - Cari terlebih dahulu luas masing-masing bidang galian dan timbunan pada tiap-tiap profil - Kemudian dicari rata-rata bidang galian dan timbunan antara dua titik profil yang berdekatan. - Selanjutnya dengan mengaliakn rata-rata bidang galian dan timbunan dengan jarak titik profil yang berdekatan maka akan dihasilkan taksiran volume galian dan timbunan pada jalan yang akan dibuat, meskipun berupa taksiran secara kasar. Dengan diketahuinya luas penampang galian dan timbunan, maka dapat dihitung luas penampang rata-ratanya, yaitu:  Luas rata-rata galian  Luas penampang galian 1 + Luas penampang galian 2 13



 Luas rata-rata timbunan  Luas penampang timbunan 1 + Luas penampang timbunan + 2 buah luas talud - Volume galian dan timbunan  Volume galian = Jarak profil x luas rata-rata penampang galian  Volume timbunan = jarak profil x luas rata-rata penampang timbunan



e)



Analisa Biaya Untuk mengetahui berapa besar biaya yang diperlukan dalam pembuatan



jalan secara keseluruhan, harus diketahui berapa besarnya volume tanah galian dan volume timbunan sepanjang jalan yang dibuat. Telah ditetapkan bahwa: -



besarnya biaya galian permeter kubik = Rp 4.000,-



-



besarnya biaya timbunan permeter kubik = Rp 3.500,-



14



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan trace Pembuatan trace jalan dari titik A ke titik B yang dibuat pada peta topografi skala 1:2000 diperoleh hasil dengan data sebagai berikut: Tabel 4.1. Tinggi titik-titik profil No Profil



Tinggi Titik Profil (m dpl)



A



517



1



515



2



513,5



3



514



4



513



B



513



Tabel 4.2. Jarak antar titik profil Nomor Profil



Jarak Antar Titik Profil (m )



A– 1



60



1–2



60



2–3



39,1



3–4



39,1



4–B



60



15



Pada pembuatan trace perhitungan helling masing-masing titik profil, persamaan yang digunakan untuk menentukan helling beda tinggi (BT) Helling =



x 100% jarak antar profil



sedangkan jarak antar titik profil pada belokkan dihitung dengan rumus :  Jarak (J) =



x2r 360



PERHITUNGAN



Titik profil A-1



Titik profil 3-4



Beda tinggi = 517-515 = 2



Beda tinggi = 514 - 513 = 1



Jarak antar profil = 60 m



Jarak antar profil = 39,1 m



Helling = 2/60 x 100% = 3,3%



Helling = 1/39,1 x 100% = 2,5%



Titik profil 1-2



Titik profil 4-B



Beda tinggi = 515-513,5 = 1,5



Beda tinggi = 513 - 513 = 0



Jarak antar profil = 60 m



Jarak antar profil = 60 m



Helling = 1,5/60 x 100% = 2,5%



Helling = 0/60 x 100% = 0%



Titik profil 2-3 Beda tinggi = 513,5-514 = 0,5 Jarak antar profil = 39,1 m Helling = 0,5/39,1 x 100% = 1,27%



16



Dari hasil perhitungan tadi, dimasukan kedalam sebuah tabel “ Daftar Pembantu Pembuatan Trace”. Tabel 4.3 Daftar Pembantu Pembuatan Trace Nomor Profil



Ketinggian Titik Profil (m dpl)



A



517



1



2



3



4



B



Jarak Antar Profil (m)



Beda Tinggi (m)



Helling (%)



Keterangan



60



2



3,3%



Lurus



60



1,5



2,5%



Lurus



39,1



0,5



1,27%



Belokan α 28º



39,1



1



2,5%



Belokan α 28º



60



0



0%



Lurus



515



513,5



514



513



513



B. Membuat Penampang Memanjang  No titik profil No titik profil dimulai dari titik A – 1 – 2 – 3 ….. – B yang semuanya memiliki ketinggian dari permukaan laut.  Jarak antar profil A – 1 = 60 m



4 – B = 60 m



1 – 2 = 60 m 2 – 3 = 39,1 m 3 – 4 = 39,1 m



17







Jarak yang sudah di komulatifkan A – 1 = 60 m



3 – 4 = 198,2 m



1 – 2 = 120 m



4 – B = 258,2 m



2 – 3 = 159,1 m Tinggi as jalan Tinggi as jalan adalah titik-titik profil setelah ditarik garis perataan Tabel 4.4. Tinggi titik pofil setelah perataan No Profil



Tinggi Titik Profil (m dpl)



A



514,5



1



514,5



2



514,5



3



514



4



513,5



B



513



PERHITUNGAN Titik profil A-1



Titik profil 1-2



Beda tinggi = 514,5-514,5 = 0



Beda Tinggi = 514,5-514,5 = 0



Jarak antar profil = 60 m



Jarak antar profil = 60 m



Helling = 0/60 x 100% = 0%



Helling = 0/60 x 100% = 0%



18



Titik profil 2-3



Titik profil 4-B



Beda Tinggi = 514,5 – 514 = 0,5



Beda Tinggi = 513,5-513 = 0,5



Jarak antar profil = 39,1 m



Jarak antar profil = 60 m



Helling = 0,5/39,1 x100% = 1,27%



Helling = 0,5/60 x 100% = 0,83%



Titik profil 3-4 Beda Tinggi = 514-513,5 = 0,5 Jarak antar profil = 39,1 m Helling = 0,5/39,1 x 100% = 1,27%



Tabel 4.5. Helling garis perataan Nomor Profil



Ketinggian Titik Profil (m dpl)



A



514,5



1



2



3



4



B



Jarak Antar Profil (m)



Beda Tinggi (m)



Helling (%)



Keterangan



60



0



0%



Lurus



60



0



0%



Lurus



39,1



1,27



1,27%



Belokan



39,1



1,27



1,27%



Belokan



60



0,83



0,83%



Lurus



514,5



514,5



514



513,5



513



19



Gambar 4.1. Penampang Memanjang



20



C. Pembuatan penampang melintang Profil A Gambar 4.2. Penampang melintang profil A



Timbunan



=0



Galian



=



L1 (segitiga tak beraturan) K = 31 + 22 + 18 = 71 S = 71/2 = 35,5 L1 = √35,5 (35,5-31) (35,5-22) (35,5-18) = √37.740,93 = 194,27 mm2 L2 (trapesium) = ½ ( 18 mm+13 mm) x 20 mm = 310 mm² L1 (Segiempat) = 20x13 = 260 mm2 L2 (trapesium) = ½ (18+7)x 13 = 162,5 Luas 2 talud



= 2 x ½ x 1,25mm x 1,25mm = 0,78 mm²



Luas total galian =



928,33 mm²



x 1m²



25mm² = 37,133 m2



21



Profil 1 Gambar 4.3. Penampang melintang profil 1



Timbunan = 0 Galian = L1 (segitiga siku-siku) = ½ 2,5 mm x 20 mm = 25 mm² L2 (segitiga siku-siku) = ½ 2,5 mm x 20 mm = 25 mm² Luas total galian =



50 mm²



x 1m²



25mm² = 2 m²



22



Profil 2 Gambar 4.4. Penampang Melintang profil 2



Galian = 0 Timbunan = L1 (trapesium) = ½ (24 mm + 20mm) x 6 mm = 132 mm² L2 (segitiga siku-siku) = ½ 4,5 mm x 29 mm = 65,25 mm² Luas total timbunan =



197,25 mm²



x 1m²



25mm² = 7,89 m²



23



Profil 3 Gambar 4.5. Penampang melintang profil 3



Timbunan = 0 Galian = 0



24



Profil 4 Gambar 4.6. Penampang melintang profil 4



Galian



=0



Timbunan



=



L (trapesium) = ½ (22 mm + 20 mm) x 2,5 mm = 52,5 mm2 Luas total timbunan =



52,5 mm²



x 1m²



25mm² = 2,1 m²



25



Profil B Gambar 4.7 Penampang melintang profil B



Galian



= 0



Timbunan



=0



26



D. Daftar Pekerjaan Tanah Tabel 4.6. Daftar pekerjaan tanah No Jarak Luas penampang profi



antar



l



profil



Luas penampang



melintang (m²) Galian



Timbun



rata-rata (m²) Galian



an 37,133



A



2



0



0



0



1.173,96



0



1



3,945



60



236,7



0



3,945



0



154,25



0



1,05



0



41,06



0



1,05



0



63



1.233,96



495,01



0



7,89



0



2,1



60 B



0



nan



0



39,1 4



Timbu



19,566



39,1 3



Galian



an



60 2



Timbun



0



60 1



Volume (m²)



0 TOTAL



E. Analisa biaya Besarnya biaya yang telah ditentukan untuk kegiatan pekerjaan tanah per meter kubik adalah : Besar biaya galian per meter kubik



= Rp. 4.000



Besar biaya timbunan per meter kubuk



= Rp. 3.500



Total volume galian



= 1.233,96 x Rp. 4.000 = Rp. 4.695.840



Total volume timbunan



= 495,01 x Rp. 3.500 = Rp. 1.732.535 = Rp. 4.695.840 + Rp. 1.732.535



Biaya keseluruhan



= Rp. 6.428.375 27



F. Pembahasan a) Pembuatan Trace Dari hasil pekerjaaan dalam pembuata trace A. Pembuatan trace diperoleh titik profil A dan titik profil B. Pada pembuataan trace ini terdapat satu belokan dengan panjang keseluruhan adalah 258,2 m. Yang harus diperhatikan dalam pembuatan trace:  jalan dibuat selurus mungkin.  Belokan dibuat untuk menghindari keadaaan yang sangat luar biasa seperti adanya banjir, jurang, kepentingan pembukaan sekunder wilayah hutan, mengindari tanjakan maksimum.  Helling untuk tanah datar 5 %, daerah pegunungan ringan 6 - 7 %, daerah pegunugan berat 8 - 10%, dan belokan 5%. Pada pembuatan titik profil dalam pratikum ini, helling yang diperoleh sangat beragam antara 0 % sampai 3,3% dengan ketinggian yang beragam pula. b) Penampang memanjang Pembuatan penampang memanjang ini dibuat berdasarkan hasil dari pekerjaan dalam pembuatan trace pada peta kontur. Penampang memanjang menggambarkan secara kasar penampang memanjang tanah asli dimana akan dilalui jalan yg direncanakan, sesuai dengan titik profil yang dibuat pada penarikan trace dipeta kontur. Dalam pembuatan penampang memanjang dibuat garis perataan yang bertujuan untuk memperlembut yang didapat dari penampang memanjang tanah. Dengan adanya garis peratan, titk-titik profil yang memiliki helling yang tinggi dapat diperkecil dan helling yang rendah dapat meminimalkan tingkat helling. Dengan adanya garis perataan juga dapat menentukan berapa besar galian dan timbunan yang merupankan selisih antara tinggi tanah asli dengan permukaan as jalan (permukaan garis perataan). c) penampang melintang Penampang melintang erat hubungannya dengan pekerjaan pembuatan trace dan pembuatan penampang memanjang jalan. Penampang melintang dibuat dengan melihat hasil yang telah diperoleh dalam penampang memanjang dan melihat dalam peta kontur dalam menentukan tinggi tanah pada as jalan, sehingga dapat diperoleh besarnya galian dan timbunan.



28



Penampang melintang dibuat untuk menafsir besarnya volume pekerjaan tanah yang akan digali atau yang akan ditimbun. d) Daftar pekerjaan tanah Dari hasil pembuatanan penampang melintang dapat diketahui galian dan timbunan dari masing-masing titik profil, jika luas telah diketahui maka untuk menghitung volume dua titik profil yang berdekatan dengan mencari luas ratarata dan dikalikan dengan jarak antar profil tersebut. Dari hasil pekerjaan ini, diperoleh volume untuk galian sebesar 726 m2 dan volume timbunan sebesar 495,01 m2. e) Penentuan biaya Apabila luas dan timbunan telah diketahui, maka dapat dihitung besarnya biaya yang akan diperlukan dalam pembuatan trace jalan secara keseluruhan. Biaya yang telah ditetapkan untuk galian sebesar Rp. 4.000,-/ m2 dan untuk timbunan sebesar Rp. 3.500,-/ m2. Besar biaya yang diperlukan untuk galian sebesar Rp. 4.695.840,- dan untuk timbunan sebesar Rp. 1.732,535,- maka biaya yang diperlukan secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 6.428.375,-



29



BAB V PENUTUP



A. Kesimpulan Tahapan pembuatan jaringan jalan antara lain adalah pembuatan trace, pembuatan penampang memanjang jalan, pembuatan penampang melintang jalan, pembuatan daftar pekerjaan tanah, serta penentuan biaya yang diperlukan. Helling untuk tanah datar 5 %, daerah pegunungan ringan 6 - 7 %, daerah pegunungan berat 8 - 10%, dan belokan 5%. Pada pembuatan titik profil dalam pratikum ini, helling yang diperoleh sangat beragam antara 0 % sampai 3,3% dengan ketinggian yang beragam pula. Pada penampang memanjang jalan ditarik garis perataan yang merupakan as jalan yang akan digunakan dalam pengangkutan hasil hutan. Jumlah titik profil yang terdapat pada pembuatan trace sebanyak 6 profil termasuk titik A dan titik profil B dengan satu belokan. Skala trace yang digunakan dalam kegiatan pembuatan jaringan jalan hutan ini adalah 1 : 2000. Jalan yang dibuat memiliki panjang langsung sejauh 258,2 m. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan jaringan jalan ini sebesar Rp. 6.428.375,-



B. Saran Perencanaan awal dari pembuatan jaringan jalan hutan tentulah akan mempengaruhi hasil akhir, untuk itu diperlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi sehingga memperoleh hasil yang baik, ketelitian dalam menentukan trace definitif adalah kunci keberhasilan dalam pembuatan jaringan jalan. Pada pembuatan trace dengan daerah bertopografi harus memiliki skala yang tepat dan sesuai dengan gambaran dilapangan, hal ini dimaksudkan agar ketelitian dalam perhitungan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak terlalu menyimpang dari keadaan yang sebenarnya. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan praktikum ini.



30



DAFTAR PUSTAKA Elias,



2007. Modul 2. Pelatihan Pembukaan Wilayah Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor



Juta, E. H. P., 1954. Pemungutan Hasil Hutan, Timun Mas NV, Bogor. Parsakhoo et al. 2010. Forest roads Planning and Construction in Iranian Forestry. Department of Forestry, Faculty of Natural Resources, Sari Agricultural Sciences and Natural Resources University, Sari, Iran. Soeparto, RS dan Dr. Ir. Marikanto, 1985. Pembukaan Wilayah Hutan dan Angkutan (Major Transportation), Diklat Pengawas Eksploitasi hutan, Proyek Pendidikan Latihan dan Pengendalian Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan, Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Kalimantan Barat, Pontianak. Sofyan, 1976. Dasar-dasar Konstruksi Jalan Hutan, Pengantar Kultur Teknis bagian I, yayasan Fakultas kehutanan Universitas gadjah Mada, Yogyakarta. Widodo, Soegeng Ir. H. 2000, Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia. Departememn Kehutanan dan Perkebunan



31