Laporan Arrhenius Nila [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HALAMAN PENGESAHAN Laporan Lengkap Praktikum Kimia Fisik II dengan judul “Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi” disusun oleh : Nama



: Nila Ardia Cahyani



Nim



: 1613042005



Kelas/ Kelompok



: Pendidikan Kimia A /III (tiga)



telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima.



Koordinator Asisten



Annasiyah Mukhtar NIM. 1513041010



Makassar, Asisten



November 2018



Nur Aisyah NIM.1513041014



Mengetahui, Dosen Penanggung Jawab



Ahmad Fudhail Madjid S.Pd, M.Si NIP. 19881012 2015 04 1 002



PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI 1.



Pendahuluan



1.1 Latar Belakang Bidang kimia yang mengkaji kecepatan, atau laju terjadinya reaksi kimia dinamakan kinetika kimia (chemical kinetics). Kata “kinetik” menyiratkan gerakan atau perubahan. Di sini kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate), yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Kita telah mengetahui bahwa setiap rekais dapat dinyatakan dengan persamaan: reaktan A



produk B



laju = - (∆[A])/∆t atau laju = (∆[B])/∆t Persamaan ini memberitahukan bahwa setiap reaksi dapat dinyatakan bahwa selama



berlangsungnya suatu reaksi molekul reaktan bereaksi dan



molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya, kita dapat mengamati jalannya reaksi cara memantau menurunkannya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk. Laju raksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus diperlukan di dalam rumus agar lajunya positif (Chang, 2005: 30). Teori tumbukan menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Konsep dasar yang digunakan adalah bahwa dalam reaksi harus ada perubahan kimia. Ikatan dalam reaktan putus dan ikatan pada produk terbentuk. Dalam teori tumbukan ditekankan adanya 2 hal yang menentukan laju raksi yaitu frekuansi tumbukan dan orientasi molekul yang menyebabkan faktor sterik. Semakin banyak frekuansi tumbukan dan kesesuaian oriantasi molekul reaktan, laju reaksi semakin tinggi. Dalam reaksi dibutuhkan energi minimal agar molekul reaktan bertumbukan dan menghasilkan produk. Energi minimal tersebut dapat dikaitkan dengan pola reaksi kesetimbangan (Fatimah, 2015: 183). Arhenius percaya bahwa agar molekul bereaksi setelah berbenturan molekul itu harus menjadi teraktivasi dan parameter Ea kemudian dikenal sebagai energi aktivasi. Gagasannya dikemukakan oleh ilmuwan pengikutnya dan pada tahun 1915 A. Marcelin menunjukkan bahwa meski molekul banyak



membuat benturan, tidak semua benturannya reaktif. Hanya benturan energi (artinya : energi kinetik transisi relatif dari molekul berbenturan) melebihi energi kristilah yang menghasilkan reaksi. Jadi, Marcelin memberikan penafsiran dinamik pada energi aktivasi yang disimpulkan dari laju reaksi. Ketergantungan tetapan laju yang kuat pada suhu, seperti yang dinyatakan oleh Hukum Arhenius dapat dikaitkan dengan distribusi Maxwell. Bolztman mengenai energi molekul. Jika Ea merupakan energi benturan relatif yang kritis, yaitu harus dimiliki oleh sepasang molekul agar reaksi dapat terjadi, hanya sebagian kecil molekul saja yang mempunyai energy tinggi itu (atau lebih). Jika suhu cukup rendah, fraksi ini berkaitan dengan luas dibawah kurva distribusi Maxwell Bolzman, yaitu anatara Ea dan ∞. Jika suhu ditingkatkan fungsi distribusi bergerak kearah energi dimana energinya yang lebih tinggi (Oxtoby, 2008: 435- 436). Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi (dalam kimia, disebut juga sebagai energi permulaan). Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. Ketergantungan konstanta laju reaksi terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan berikut. Dikenal sebagai persamaan Arhenius: K = Ae Ea/RT dimana Ea adalah energy aktivasi dari reaksi (kilo joule permol). R adalah jonstanta gas (8,314 J/K.mol), T adalah suhu mutlak dan e adalah basis dari skala logaritma natural. Besaran A menyatakan frekuensi tumbukan dan dinamakan factor frekuensi.Factor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk system reaksi tertentu dalam kisaran suhu yang cukup besar. Persamaan diatas menunjukkan bahwa konstanta laju berbanding lurus dengan A dan dengan begitu berbanding



lurus dengan frekuensi tumbukan. Selain itu karena tanda minus untuk eksponen Ea/RT, maka konstanta laju menurun dengan meningkatnya suhu. Persamaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih baik dengan menghitung logaritma natural dikedua sisi : Ln K = ln Ae –Ea/RT setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat gerakannya, semakin besar energi kinetiknya. Ketika molekul-molekul bertumbukan, sebagian dari energi kinetiknya diubah diubah menjadi energi vibrasi. Jika energi kinetik awalnya besar, molekulnya yang bertumbukan akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Putusan pertama merupakan langkah pertama ke pembentukan produk. Jika energi kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan terpental tetapi masih utuh. Dari segi energi ada semacam energi tumbukan minimum yang harus tercapai agar reaksi terjadi (Chang, 2005: 44-45). Laju reaksi meningkat (sering sangat tajam) dengan peningkatan suhu. Hubungan antara tingkat k dan suhu konstan pertama kali diusulkan oleh Arrhenius: k = A e-E * / RT (32.48) konstanta A disebut faktor frekuensi, atau faktor pra-eksponensial; E * adalah energi aktivasi. Konversi Persamaan. (32.48) ke bentuk logaritmik, kami punya log 10 k = log10 A - (E *) / (2.303 R T) jelas bahwa dengan menentukan nilai k pada beberapa suhu, plot log lO k versus IjT akan menghasilkan energi aktivasi dari kemiringan kurva dan faktor frekuensi dari intercept. Meskipun faktor frekuensi mungkin sedikit bergantung pada suhu, kecuali kisaran suhu sangat besar, efek ini biasanya bisa saja dapat diabaikan (Castellan, 1983: 813). Energi aktivasi merupakan suatu energi minimum yang harus dilewati oleh suatu reaksi. Misalnya A



produk.



Pada reaksi A supaya menjadi produk, Ea merupakan energi penghalang yang harus diatasi oleh reaksi A. Molekul A dalam hal ini memperoleh energi dengan



jalan melakukan tumbukan antar molekul. Suatu reaksi dapat terjadi bila energi yang diperoleh selama tumbukan tersebut berhasil melewati energi aktivasi (Ea). Tumbukan terjadi antara dua molekul yang berbeda, misalnya A dan B (reaksi bimolekuler), energi penghalang A terbentuk kompleks aktif. A+B



A ……….. B



produk (Tim Dosen Kimia Fisik II, 2018: 6)



Kompleks yang diaktifkan memiliki struktur "ketat", formasinya menyiratkan pengurangan kebebasan dalam sistem, oleh karena itu perubahan entropi negatif ΔS. Jika kompleks yang diaktifkan memiliki struktur yang longgar dibandingkan dengan reaktan, ΔS positif maka faktor pra-bayar juga besar. Untuk beberapa reaksi, e- ΔS Ha / RT mungkin tidak menguntungkan tetapi laju reaksi cukup besar karena pra-responsif yang besar. Reaksinya : NO + O3 = NO2 + O2 dan CH3I + HI = CH4 +I2 telah terbukti memiliki konstanta tingkat orde kedua k = 6,3 × 107√Te − 2300/ RT dan k = 5,2 × 1010√Te − 33.000 / RT, masing-masing. Menganalisis dua hasil ini, dapat disimpulkan bahwa reaksi pertama memiliki penghalang aktivasi rendah relatif terhadap yang kedua dan memiliki reaksi yang lebih rendah sebelum reaksi kedua. Entropi aktivasi lebih negatif untuk oksidasi oksida nitrat daripada abstraksi iodin, menunjukkan struktur terikat ketat untuk kompleks pertama yang diaktifkan dan struktur longgar untuk kompleks yang diaktifkan kedua (Rogers, 2011: 355). Energi aktivasi itu sendiri menurut Chang (2005) adalah jumlah minimum energi yang diperlukan untuk mengawali reaksi kimia. Apabila energinya lebih kecil daripada energi aktivasi, molekul tetap utuh dan tidak ada perubahan akibat tumbukan. Sama halnya dengan laju reaksi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi yaitu suhu, faktor frekuensi, dan katalis. Dapat kita lihat bahwa pada percobaan ini suhu benar-benar berpengaruh. Dimana fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu 10˚C. hal ini menyebabkan laju reaksi meningkat.Berdasarkan



uraian di atas telah diketahui hubungan antara persamaan Arhenius dengan energi aktivasi. Energi aktivasi sangat berpengaruh terhadap kecepatan suatu reaksi. Suatu reaksi dapat berjalan dengan cepat apabila energi aktivasinya dipercepat. Maka dari itu percobaan ini dilakukan untuk menentukan hubungan keduanya dan menentukan nilai energi aktivasi menurut suatu percobaan. Melalui persamaan Arhenius di atas maka digunakan pada percobaan ini. Dimana kita akan menghitung energi aktivasi (Ea) menggunakan persamaan arhenius. 1.2 Tujuan Mahasiswa diharapkan mampu: 1.1.1



menjelaskan hubungan antara laju reaksi dengan temperatur; dan



1.1.2



menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan



Arrhenius. 2. Metode Percobaan 2.1 Alat 2.1.1



Rak tabung reaksi



1 buah



2.1.2



Tabung reaksi besar



12 buah



2.1.3



Gelas kimia 1000 mL



1 buah



2.1.4



Pipet tetes



5 buah



2.1.5



Gelas ukur 10 mL



4 buah



2.1.6



Gelas kimia 250 mL



1 buah



2.1.7



Lap kasar



1 buah



2.1.8



Lap halus



1 buah



2.1.9



Sikat tabung



1 buah



2.1.10 Stopwatch



1 buah



2.1.11 Kaki tiga



1 buah



2.1.12 Kasa asbes



1 buah



2.1.13 Pembakar Bunsen



1 buah



2.1.14 Botol semprot



1 buah



2.1.15 Termometer



2 buah



2.1.16 Penjepit tabung



2 buah



2.2



Bahan



2.2.1



Larutan Kalium Persulfat



(K2S2O8) 0,04 M



2.2.2



Larutan Natrium Tiosulfat



(Na2S2O3) 1 M



2.2.3



Larutan Kalium Iodida



(KI) 0,4 M



2.2.4



Aquades



(H2O)



2.2.5



Larutan amilum



(C6H10O5)n



2.2.6



Es batu



(H2O)



2.2.7



Label



2.3



Prosedur Kerja



Sistem 1



5 mL S2O82-



5 mL H2O



1



2



1



10 mL I-



1 mL S2O3-



U n tu k s u h u 4 0 oC d a n 5 0 oC ta b u n g d im a s u k k a n d a la m p e n a n g a s



2



1



masing-masing tabung diukur suhunya sampai 20oC



1 mL kanji



U la n g i p e r c o b a a n d e n g a n m e n g g u n a k a n su h u 3 0 oC , 4 0 oC ,



2



d a n 5 0 oC waktu dan suhu ketika perubahan terjadi dicatat



Sistem 2



2



1



7 mL S2O82-



8 mL I-



3 mL H2O



2



1



2



1



2 mL H2O



1 mL S2O3-



1 mL kanji



untuk suhu 40oC dan 60oC tabung dimasukkan dalam penangas air



2



1



2



masing-masing tabung diukur suhunya sampai 20oC



2



ulangi percobaan dengan menggunakan suhu 30oC, 40oC, dan 60oC



waktu dan suhu ketika perubahan terjadi dicatat



Tabun



ulangi prosedur untuk suhu (antara 20-50 oC)



g reak si 1



nyalakan stopwatch dan ukur waktu yang diperlukan campuran sampai tampak warna biru serta catat suhu awal dan akhir



dituang kembali ke tabung reaksi 1



Tabung reaksi 2



3. Hasil dan Pengamatan 3.1 Hasil Pengamatan 3.1.1 Sistem I N



Suhu rata-rata



Waktu Reaksi



o.



(T˚C)



(s)



1.



25



225



298



2.



30



84



303



3.



40



65



308



4.



54



78



327



3.1.2 Sistem II



T (k)



1 -1 (k ) T 0,0033 5 0,0033 0 0,0032 5 0,0030 5



ln



1 T



-5,69 -5,71 -5,74 -5,79



N



Suhu rata-rata



Waktu Reaksi



o.



(T˚C)



(s)



1.



25



99



298



2.



30



61



304



3.



46



20



319



4.



50



24



316



T (k)



1 -1 (k ) T



ln



0,0033



1 T



-5,69



5 0,0032



-5,72



9 0,0031



-5,76



3 0,0031



-5,75



6



3.2 Analisis Data 3.2.1 Sistem I Grafik hubungan 1/T dengan ln 1/T Hubungan antara 1/T dan ln 1/T -5.4 -5.45



0



1



2



3



4



5



-5.5



-5.53



-5.55



ln 1/T



6



-5.6



f(x) = 0.02 x − 5.76 R² = 0.15 -5.69 -5.71



-5.65 -5.7 -5.75



-5.74 -5.79



-5.8 -5.85



1/T



a. Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik Persamaan grafik: y = mx + b m =



−Ea R



Ea = - R (m)



7



8



1) Nilai Energi aktivasi (Ea) y = mx + b y = 325.3x – 6.7857 Diketahui



: m = 325,3 R = 8,314 J/mol



Ditanyakan : Ea=……? Penyelesaian: −Ea = m R Ea = -R (m) Ea = -8,314 J/mol.K (325,3) Ea = -2704,5442J/mol Ea =-2,7045 kJ/mol 2) Nilai faktor frekuensi y = mx + b y = 325.3x – 6.7857 Diketahui



: b = -6,7857



Ditanyakan



: A=….?



Penyelesaian: ln k =¿−



Ea 1 + ln A ¿ R T



ln A = b A = eb A = e-6,7857 A = 1,129 × 10-3 a. Nilai Konstanta Laju Reaksi (k) 1) Untuk T = 298 K Diketahui:



Ea = -2704,5442J/mol T



= 298 K



A = 1,129 × 10-3 R = 8,314 J/mol.K



Ditanyakan: k



=….?



Penyelesaian



: k = Ae-Ea/RT k = 1,129 × 10-3. e-2704,5442 J/mol /8,314 J/mol.K.298 K k = 1,129 × 10-3. 0,3356 = 3,788× 10-4



2) Untuk T = 303 K Diketahui:



Ea = -2704,5442J/mol T



= 303 K



A = 1,129 × 10-3 R = 8,314 J/mol.K Ditanyakan: k



=….?



Penyelesaian



: k = Ae-Ea/RT k = 1,129 × 10-3 .e-2704,5442 J/mol /8,314 J/mol.K.303 K k = 1,129 × 10-3 .0,3418 = 3,858× 10-4



3) Untuk T = 308 K Diketahui:



Ea = -2704,5442J/mol T



= 308 K



A = 1,129 × 10-3 R = 8,314 J/mol.K Ditanyakan: k



=….?



Penyelesaian



: k = Ae-Ea/RT k = 1,129 × 10-3 .e-2704,5442 J/mol/8,314 J/mol.K.308 K k = 1,129 × 10-3 .0,3478 = 3,926× 10-4



4) Untuk T = 327 K Diketahui:



Ea = -2704,5442J/mol T



= 327 K



A = 1,129 × 10-3 R = 8,314 J/mol.K Ditanyakan: k



=….?



Penyelesaian



: k = Ae-Ea/RT k = 1,129 × 10-3 .e-2704,5442 J/mol/8,314 J/mol.K.327 K k = 1,129 × 10-3 .0,3697 = 4,173× 10-4



3.2.2 Sistem II Grafik hubungan 1/T dengan ln 1/T Hubungan antara 1/T dan ln 1/T -5.4 -5.45



0



1



2



3



4



ln 1/T



-5.5 -5.55 f(x) = 0.03 x − 5.78 R² = 0.24



-5.6 -5.65 -5.7 -5.75 -5.8



1/T



a. Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik Persamaan grafik: y = mx + b m =



−Ea R



Ea = - R (m) 1) Nilai Energi aktivasi (Ea) y = mx + b y = 298.1x – 6.6936 Diketahui :



m = 298,1



5



6



7



8



R = 8,314 J/mol Ditanyakan : Ea=……? Penyelesaian: −Ea = m R Ea = -R (m) Ea = - 8,314 J/mol (298,1) Ea =-2478,4034J/mol Ea =-2,4784 kJ/mol 2) Nilai faktor frekuensi y = mx + b y = 298.1x - 6,6936 Diketahui



: b = -6,6936



Ditanyakan



: A=….?



Penyelesaian: ln k =¿−



Ea 1 + ln A ¿ R T



ln A = b A = eb A = e-6,6936 A = 1,238x 10-3 b. Nilai Konstanta Laju Reaksi (k) 1) Untuk T = 298 K Diketahui:



Ea = -2478,4034J/mol T



= 298 K



A = 1,238x 10-3 R = 8,314 J/mol.K Ditanyakan: k



=….?



Penyelesaian



: k = Ae-Ea/RT k = 1,238 × 10-3 .e-2478,4034 J/mol/8,314 J/mol.K.298 K k = 1,238 × 10-3 . 0,3677



=4,552 × 10-4 2) Untuk T = 304 K Diketahui:



Ea = -2478,4034J/mol T = 304 K A = 1,238x 10-3 R = 8,314 J/mol.K



Ditanyakan: k =…? Penyelesaian : k = Ae-Ea/RT k = 1,238 × 10-3 .e-2478,4034 J/mol /8,314 J/mol.K.304 K k = 1,238 × 10-3 . 0,3751 = 4,643 × 10-4 3) Untuk T = 319 K Diketahui:



Ea = -2478,4034J/mol T = 319 K A = 1,238x 10-3 R = 8,314 J/mol.K



Ditanyakan: k =…? Penyelesaian : k = Ae-Ea/RT k = 1,238 × 10-3 .e-2478,4034 J/mol /8,314 J/mol.K.319 K k = 1,238 × 10-3 . 0,3928 = 4,862 × 10-4 4) Untuk T = 316 K Diketahui:



Ea = -2478,4034J/mol T = 316 K A = 1,238x 10-3 R = 8,314 J/mol.K



Ditanyakan: k =…? Penyelesaian : k = Ae-Ea/RT



k = 1,238 × 10-3 .e-2478,4034 J/mol /8,314 J/mol.K.316 K k = 1,238 × 10-3 . 0,3893 = 4,819 × 10-4 3.4 Pembahasan Tujuan dari percobaan Arrhenius dan energi aktivasi adalah menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatur, menentukan konstanta laju reaksi dan menghitung energi aktivasi. Hubungan antara laju reaksi dan suhu, pada sebagian besar reaksi kimia, peningkatan suhu akan menyebabkan terjadinya peningkatan yang sesuai pada laju reaksi, yang dapat diukur melalui peningkatan tetapan laju reaksi (k). Adapun ketergantungan ini biasa disebut energi aktivasi(Chang, 2005: 43-44). Energi aktivasi adalah merupakan energi minimum yang harus dilewati oleh suatu reaksi. Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan



sebuah



persamaan



empirik



yang



dapat



menggambarkan



kebergantungan laju reaksi terhadap suhu yang biasa disebut persamaan Arrhenius (Tim Dosen, 2017: 5-6). Prinsip dasar percobaan ini adalah menghitung energi aktivasi dengan menggunakan persamaan Arrhenius berdasarkan suhu dan waktunya. Adapun prinsip kerjanya adalah pencampuran, menyamakan suhu campuran dan memperhatikan waktu serta suhu terjadinya perubahan pada warna campuran. Menurut Castellan (1982) energi aktivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Suhu Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu sebesar 10oC . hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat ganda. 2. Faktor frekuensi Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil. Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih dari energi aktivasi. 3. Katalis



Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Adapun menurut Chang (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu: 1. Konsentrasi Pereaksi Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. 2. Suhu Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil. 3. Tekanan Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti itu juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi. 4. Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. 5. Luas Permukaan Sentuh



Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi. Percobaan ini menggunakan dua sistem dengan menggunakan bahan yang sama tetapi volume yang berbeda. Adapun tujuan dari pembuatan dua sistem yaitu untuk mengetahui pengaruh volume terhadap energi aktivasi. Sistem 1 terdiri dari dua tabung yaitu tabung satu berisi (NH 4)2S2O8 dan H2O sedangkan pada tabung dua berisi KI, Na2S2O3 dan larutan kanji. Adapun fungsi dari bahan tersebut H 2 O berfungsi untuk menghidrolisis KI menjadi K +¿¿ dan I −¿¿. Fungsi dari KI sebagai penyedia ion I −¿¿ yang selanjutnya akan dioksidasi oleh Na2S2O3 untuk mengubah iodin menjadi iod. Untuk menentukan titik akhir laju reaksi digunakan indikator kanji yang akan berubah warna menjadi biru pada akhir reaksi. Isi tabung satu dan dua selanjutnya direaksikan pada suhu yang sama antara sistem satu dan sistem dua. Adapun suhu yang digunakan yaitu 20°C, 30°C, 40°C, dan 50°C. Suhu divariasikan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara laju reaksi dengan suhu berdasarkan praktek. Kedua sistem tersebut memiliki suhu yang sama, hal ini bertujuan agar laju reaksinya dapat berlangsung secara bersamaan. Setelah kedua larutan telah memiliki suhu yang sama selanjutnya isi tabung satu dituang ke dalam tabung dua dengan cepat dikembalikan pada tabung satu. Tujuan pemindahan dengan cepat agar suhunya tidak berubah. Karena tujuan dari percobaan ini yaitu hubungan antara laju reaksi dengan suhu, maka suhu harus sangat diperhatikan. Hasil akhir dari percobaan ini berdasarkan teori yaitu diperolehnya larutan berwarna biru.



Perubahan yang akan terjadi karena larutan kanji yang ditambahkan pada campuran dalam percobaan ini berfungsi sebagai indikator yang akan menunjukkan perubahan warna larutan menjadi biru ketika larutan telah bereaksi. Reaksi yang terjadi adalah reaksi redoks, yang mana larutan ammonium persulfat (NH4)2S2O8 berfungsi sebagai reduktor yang akan mengoksidasi I- menjadi I2, Na2S2O3 befungsi sebagai oksidator yang akan mereduksi I2 kembali menjadi I- yang selanjutnya akan berikatan dengan amilum yang terkandung dalam kanji. Iodida akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi dengan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru pertama kali. Adapun reaksi yang terjadi yaitu: Reaksi pada tabung 1 : 2S2O82- + 2H2O



4SO42- + O2 + 4H+



Reaksi pada tabung 2 : Reduksi : I2 + 2e-



2I-



Oksidasi



: 2S2O3I2 + 2S2O3



S4O82- + 2e-



S4O62- + 2I-



Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa Ea sistem satu adalah – 2,7045 kJ/ mol dan sistem dua adalah – 2,4784 kJ/ mol. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pada sistem 1diperoleh harga konstanta laju pada suhu 20, 30,40, 50 dan 600C,yaitu secaraberturut-turutK = 3,788× 10-4;K = 3,858× 10-4; K = 3,926 x 10-4; K = 4,173 x 10Adapun nilai konstanta laju reaksi pada sistem 2 yang diperoleh berdasarkan analisis data yaitu pada suhu 20, 30,40, 50 dan 60 0C juga cenderung tetap yaitu secara berturut-turutK = 4,552 x 10-4;K = 4,643 x 10-4;K = 4,862 x 104



;K = 4, 819 x 10-4danK 4,819 × 10-4. Adapun nilai Ea pada sistem 1 yaitu –



2,7045 kJ/ mol nilai Ea pada sistem 2 yaitu – 2,4784 kJ/ mol. Artinya pada sistem 1 dibutuhkan energi yang lebih besar yaitu – 2,7045 kJ /mol untuk memulai reaksi, sedangkan pada sistem 2 dibutuhkan energi sebesar – 2,4784 J/mol untuk memulai reaksi.



Adapun kesimpulan yang dapat dibuat berdasarkan data tersebut bahwa energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi. Hal ini sejalan dengan pendapat Chang (2004: 45) yang menyatakan bahwa energi aktivasi adalah energi penghalang terjadinya suatu reaksi. Kesimpulan selanjutnya yaitu laju reaksi berbanding lurus dengan suhu. Semakin meningkat suhu maka semakin meningkat laju reaksi. Semakin tinggi suhu maka semakin besar tumbukan antara partikel-partikel suatu senyawa sehingga laju reaksinya pun meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian laju respirasi brokoli. Adapun hasil penelitiannya yaitu laju respirasi (laju reaksi) meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan Selanjutnya penelitian ini menguji pengaruh suhu terhadap laju pembakaran (laju reaksi). Adapun hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur udara preheat maka laju pembakaran maksimumnya semakin tinggi dan cepat tercapai. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan a. Hubungan antara laju reaksi dan temperatur adalah berbanding lurus. Hal ini dikarenakan semakin suhu maka partikel dalam suatu senyawa akan bertumbukan dengan cepat sehingga laju reaksi juga meningkat. b. Energi aktivasi (Ea) yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Arrhenius adalah sebesar – 2,7045 kJ/ mol dan – 2,4784 kJ/ mol 4.2 Saran Saran untuk praktikan selanjutnya yaitu agar lebih teliti dalam mengukur dan mencampurkan bahan agar data yang diperoleh sesuai dengan teori.



DAFTAR PUSTAKA Castellan, Gilbert W. 1983. Physical Chemistry Third Edition. New York: Addison-Wesley. Chang, Raymond. 2005. Konsep-Konsep Inti Kimia Dasar. Edisi Ketiga Jilid Dua. Jakarta: Erlangga. Fatimah, Is. 2015. Kimia Fisika. Yogyakarta: Deepublish. Oxtoby, David W., H.P. Gillis, dan Norman H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat jilid I. Jakarta :Erlangga. Rogers, Donald W. 2011. Concise Physical Chemistry. John Wiley & Sons : Kanada. Tim Dosen Kimia Fisik II. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Makassar: Universitas Negeri Makassar.



Jawaban Pertanyaan 1. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan suatu reaksi kimia agar dapar berlangsung. 2. Adapun pengaruh suhu terhadap laju reaksi ialah berbanding lurus. Semakin tinggi suhunya maka waktu reaksinya akan semakin cepat hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik suatu partukel untuk menimbulkan tumbukan efektif semakin besar juga, jadi semakin tinggi suhu maka laju reaksinya semakin cepat begitupun sebaliknya jika suhunya rendah maka laju akan semakin lambat.