Laporan Coc [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN CONTINUITY OF CARE (COC) PADA NY.H USIA 33 TAHUN G3P2A0 USIA KEHAMILAN 38 MINGGU DI PMB FITRIANI TANJUNGPINANG



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Komunitas



Oleh : DESI SYAHRAINI P1337424820063



PROGRAM STUDI DI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG 2020/2021



HALAMAN PENGESAHAN



Laporan Asuhan Kebidanan Continuity of Care (COC) pada Ny.h umur 33 tahun G3P2A0 Usia Kehamilan 38 minggu di PMB Fitriani ini disusun oleh : Nama



: Desi Syahraini



NIM



: P1337424820063



Prodi



: Profesi Bidan



Telah disahkan dan disetujui untuk memenuhi Laporan Praktik Stase Komunitas.



Semarang, Pembimbing Klinik



Mahasiswa



Fitriani, S.ST NIP. 19701130 199103 2 010



Desi Syahraini NIM. P1337424820063



Pembimbing Institusi



Sri Wahyuni M, S.Kp, Ns, S.Tr.Keb, M.Kes NIP. 19710217 199803 2 001



2020



BAB II TINJAUAN TEORI



A. Tinjauan Teori Medis Kehamilan 1. Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah penyatuan dari spermatozoa dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung saat fertilisasi sampai lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau sepuluh bulan atau sembilan bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi tiga trimester, yaitu trimester I berlangsung dalam 12 minggu, trimester II 15 minggu (minggu ke 13-27) dan trimester III 13 minggu (minggu ke 28-40) (Purnani, 2015). Selama kehamilan terjadi adaptasi anatomis, fisiologi dan biokimiawi dalam tubuh ibu hamil, termasuk sistem musculoskeletal. Sejalan dengan bertambahnya berat badan secara bertahap selama kehamilan (Ulfah and Wirakhmi, 2017). Berat badan ibu meningkat sekitar 15 - 25%, beban lebih besar untuk otot, ligamen dan sendi (Schröder et al., 2016). 2. Perubahan Fisiologis Kehamilan Trimester III a. Sistem Reproduksi 1) Rahim atau uterus Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat. Uterus yang semula biasanya 30 gram akan mengalami hipertropi dan hyperplasia karena pengaruh hormone estrogen dan progesterone sehingga pada akhir kehamilan uterus ini menjadi 1000 gram, dengan panjang 20 cm. Pada minggu-minggu pertama kehamilan istimus uteri mengadakan hipertrofi sehingga istimus menjadi lebih panjang dan lebih lunak, yang disebut tanda hegar. Uterus membesar mengikuti pertumbuhan



janin



sempai



aterm.



Sebagai



gambaran



dapat



dikemukakan sebagai berikut : a) Pada kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri 3 jari di atas pusat (27 cm)



b) Pada kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan processus xyphoideus (30 cm) c) Pada kehamilan 36 minggu, tinggi fundus uteri sekitar 1 jari di bawah processus xyphoideus (33 cm) d) Pada kehamilan 40 minggu, tinggi fundus uteri turun setinggi 3 jari di bawah processus xyphoideus, saat ini kepala sudah masuk PAP (30 cm). 2) Vagina dan vulva Dinding vagina mengalami banyak perubahan sebagai persiapan untuk persalinan yang seringnya melibatkan peregangan vagina. Ketebalan mukosa bertambah, jaringan ikat mengendor,dan sel otot polos mengalami hipertrofi. Juga terjadi peningkatan volume sekresi vagina yang berwarna keputihan dan lebih kental. 3) Serviks uteri Pada



minggu-minggu



akhir



kehamilan,



prostaglandin



mempengaruhi penurunan konsentrasi serabut kolagen pada serviks. Serviks menjadi lunak dan lebih mudah berdilatasi pada waktu persalinan. b. Sistem Kardiovaskular dan Hematologi Penilaian Cardiac



Perubahan-perubahan ↑ 30-50 %, mencapai maksimum 1-2 trimester dan



output Tekanan



tetap tinggi selama persalinan ↓ 5-10 mmHg sistolik selama 24 minggu pertama



darah



kehamilan ↓ 10-15 mmHg diastolic seama 24 minggu pertama



Volume



kehamilan ke dalam nilai tidak hamil pada saat aterm ↑ mulai usia kehamilan 10 minggu, mencapai



plasma



maksimum usia kehamilan 30-34 minggu dan tetap



Massa “RBC”



tinggi sampai persalinan ↑ mulai usia kehamilan 10 minggu, meningkat selama



“WBCs” “Platelets”



kehamilan ↑ selama kehamilan, persalinan, dan kelahiran bayi ↓ selama kehamilan tetapi tetap dalam batas nilai



Faktor



normal ↑ Fibrinogen (factor I), factor VII, VIII, IX, X



Pembekuan



meningkat dengan cepat selama kehamilan ↓ factor XI dan XIII =



tidak



ada



perubahan



selama



kehamilan,



prothrombin (factor II) dan factor XII (Tyastuti and Wahyuningsih, 2016). c. Sistem Respirasi Pergerakan difragma semakin terbatas seiring pertambahan ukuran uterus dalam rongga abdomen. Setelah minggu ke 30, peningkatan volume tidal, volume ventilasi per menit, dan pengambilan oksigen per menit akan mencapai puncaknya pada minggu ke 37. Wanita hamil akan bernafas lebih dalam sehingga memungkinkan pencampuran gas meningkat dan konsumsi oksigen meningkat 20%. Diperkirakan efek ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi progesteron (Mochtar, 2012). d. Payudara/ mammae Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan



memberikan



ASI



pada



saat



laktasi,



hormone



yang



mempengaruhi: 1) Estrogen a) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta garam sehingga payudara tampak semakin membesar b) Tekanan serta syaraf akibat penimbunan lemak dan air serta garam menyebabkan rasa sakit pada payudara. 2) Somatotropin a) Penimbunan lemak sekitar alveolus payudara b) Merangsang pengeluaran colostrums pada payudara 3) Progesterone Mempersiapkan acinus sehingga dapat berfungsi menambah jumalah sel acinus, pegeluaran ASI belum berlangsung karena prolactin belum berfungsi, dan setelah persalinan hambatan prolactin tidak ada sehingga membuat ASI dapat keluar dengan lancar. e. Sistem Pencernaan Perubahan yang paling nyata adalah adanya penurunan motilitas otot polos pada organ digestif dan penurunan sekresi asam lambung. Akibatnya, tonus sphincter esofagus bagian bawah menurun dan dapat menyebabkan refluks dari lambung ke esofagus sehingga menimbulkan keluhan seperti heartburn. Penurunan motilitas usus juga memungkinkan penyerapan nutrisi lebih banyak, tetapi dapat muncul juga keluhan seperti konstipasi. Sedangkan mual dapat terjadi akibat penurunan asam lambung (Prawirohardjo, 2009b).



f. Sistem Tractus Urinarius Pada akhir kehamilan, kepala janin mulai turun ke pintu atas panggul menyebabkan penekanan uterus pada vesica urinaria. Keluhan sering berkemih pun dapat muncul kembali. Selain itu, terjadi peningkatan sirkulasi darah di ginjal yang kemudian berpengaruh pada peningkatan laju filtrasi glomerulus dan renal plasma flow sehingga timbul gejala poliuria. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino dan vitamin yang larut air lebih banyak. g. Sistem Integument Pada bulan-bulan akhir kehamilan umumnya dapat muncul garisgaris kemerahan, kusam pada kulit dinding abdomen dan kadang juga muncul pada daerah payudara dan paha. Perubahan warna tersebut sering disebut sebagai striae gavidarum. Pada wanita multipara, selain striae kemerahan itu seringkali ditemukan garis garis mengkilat keperakan yang merupakan sikatrik dari striae kehamilan sebelumnya (Prawirohardjo, 2009b). h. Sistem endokrin Hipofisis anterior memproduksi FSH dan LH untuk merangsang folikel de graaf menjadi matang dan berpindah ke permukaan ovarium dimana ia akan dilepaskan. Progesteron dan estrogen merangsang proliferasi



dari



desidua



(lapisan



dalam



uterus)



dalam



upaya



mempersiapkan implantasi jika kehamilan terjadi. Plasenta yang terbentuk secara sempurna dan berfungsi 10 minggu setelah pembuahan terjadi akan mengambil alih tugas korpus luteum untuk memproduksi estrogen dan progesteron (Sulistyawati, 2013). i. Kenaikan berat badan Kenaikan berat badan 0,4 – 0,5 kg perminggu selama sisa kehamilan (Pantikawati Ika, 2012). Pertambahan berat badan ibu pada masa ini dapat mencapai 2 kali lipat bahkan lebih dari berat badan pada awal kehamilan. Pitting edema dapat timbul pada pergelangan kaki dan tungkai bawah akibat akumulasi cairan tubuh ibu. Akumulasi cairan ini juga disebabkan oleh peningkatan tekanan vena di bagian yang lebih rendah dari uterus akibat oklusi parsial vena kava. Penurunan tekanan osmotik koloid interstisial juga cenderung menimbulkan edema pada akhir kehamilan (Mochtar, 2012).



3. Perubahan Psikologi Ibu Hamil Trimester III (Periode Penantian dengan Penuh Kewaspadaan) a. Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan tidak menarik b. Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu c. Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat melahirkan, khawatir akan keselamatannya d. Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal, bermimpi yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya e. Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya f. Merasa kehilangan perhatian g. Perasaan mudah terluka/sensitif h. Libido menurun (Saifuddin, 2009).



4. Pertumbuhan dan perkembangan janin serta perubahan maternal trimester III Minggu ke-



Perkembangan janin Janin



dapat



menelan,



Perubahan maternal bernafas, Fundus berada di pertengahan antara



mengatur



suhu. pusat dan xipoideus. Hemorrhoids



Surfaktan terbentuk di dalam mungkin 28



paru-paru. membuka



Mata dan



terjadi.



Pernafasan



dada



mulai menggantikan pernafasan perut. Garis menutup. bentuk janin dapat di palpasi. Mungkin



Ukuran janin 2/3 ukuran pada lelah menjalani kehamilan dan ingin saat lahir.



sekali menjadi ibu. Rasa panas dalam perut mungkin mulai terasa.



Simpanan



lemak



berkembang



coklat Fundus mencapai prosesus xiphoideus;



dibawah



kulit payudara penuh dan nyeri tekan.



untuk persiapan pemisahan Sering 32



kencing



mungkin



kembali



bayi setelah lahir. Bayi sudah terjadi. Kaki bengkak dan sulit tidur tumbuh 38-43 cm. Mulai mungkin



terjadi.



Mungkin



juga



menyimpan zat besi, kalsium, mengalami dyspnea. dan fosfor. 38



Seluruh uterus terisi oleh bayi Penurunan sehingga



ia



bergerak/berputar



tidak



bisa pelvik/panggul



bayi ibu



ke



dalam



(lightening).



banyak. Plasenta setebal hampir 4 kali waktu



Antibodi ibu ditransferkan ke usia kehamilan 18 mingg dan beratnya



bayi.



Hal



ini



akan 0,5 – 0,6 kg. Ibu ingin sekali



memberikan kekebalan untuk melahirkan bayi; mungkin memiliki 6



bulan



pertama



sampai energi



final



sistem kekebalan bayi bekerja punggung sendiri.



yang dan



meluap. sering



Sakit



kencing



meningkat. Braxton hick meningkat karena serviks dan segmen bawah rahim disiapkan untuk persalinan.



(Sulistyawati, 2013). 5. Kebutuhan Ibu Hamil Trimester III a. Kebutuhan fisik 1) Oksigen Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan tubuhnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Asupan oksigen bisa terganggu disebakan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah aktifitas ibu hamil yang berlebihan, karena kegiatan yang berlebihan dapat membuat daya serap oksigen lemah. Penyebab lain adalah asupan gizi ibu hamil yang kurang bagus, sehingga ibu kekurangan energi untuk mengantarkan darah dan oksigen ke rahim. 2) Nutrisi Ibu hamil Janin di dalam kandungan membutuhkan zat-zat gizi dan hanya ibu yang dapat memberikannya. Oleh sebab itu makanan ibu hamil harus cukup untuk berdua yaitu untuk ibu sendiri dan anaknya dalam kandungan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa apabila jumlah makanannya dikurangi maka berat bayi yang akan dilahirkan menjadi lebih kecil. Komplikasi pada ibu yang mungkin terjadi adalah anemia dan pre eklamsi. Selain berat badan janin lebih kecil, menyebabkan pula pertumbuhan dan perkembangan otak janin tidak sempurna. Ibu hamil yang cukup makannya akan mendapat kenaikan berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat badan rata-rata selama hamil adalah 9–13,5 kg. Kenaikan berat badan ini terjadi terutama dalam kehamilan 20 minggu terakhir. Kenaikan berat badan dalam kehamilan disebabkan oleh hasil konsepsi yaitu : fetus, plasenta, liquor amnii, uterus, mammae, darah, lemak, protein serta retensi air.



3) Personal Hygiene dan Pakaian Kebersihan harus selalu dijaga pada masa hamil. Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai. Jika telah sering hamil, maka pemakaian setagen untuk menunjang otot-otot perut baik dinasehatkan pada ibu hamil. Sepatu atau alas kaki yang tinggi sebaiknya jangan dipakai, oleh karena tempat titik berat wanita hamil berubah, sehingga mudah tergelincir/jatuh. Mammae yang bertambah besar juga membutuhkan kutang atau BH yang lebih besar dan cukup menunjang. Tak bisa disangkal, hampir semua bagian tubuh memang bertambah besar dan berat di saat hamil. a) Bra Selama hamil, payudara perlu tersangga dengan baik. Pilih bra yang biasa dipakai untuk berolahraga, bra biasa tapi tanpa kawat penyangga atau bra khusus untuk kehamilan yang dapat menyangga payudara dengan baik, sehingga terasa nyaman saat bergerak. Pilih yang bahan dasarnya katun, agar kulit bisa “bernapas” dengan nyaman. Sekalipun begitu, bahan elastis yang menyertainya akan membuat bra lebih lentur ketika ukurannya berubah. Untuk payudara besar, bra yang memiliki tali bahu lebar, sehingga



dapat



menahan



beban



payudara.



Pastikan



penyangga bra di bagian bawah cup nyaman dipakai. Jika terlalu ketat dapat memicu sakit di ulu hati. Selain itu, bra yang terlalu ketat akan menahan aliran darah seputar payudara, dan meningkatkan kemungkinan penyumbatan saluran air susu (mastitis). b) Celana Dalam Awalnya mungkin masih bisa memakai celana dalam yang biasa di pakai. Akibat perut yang mulai membesar, terkadang akan lebih terasa nyaman bila bagian pinggangnya ditarik ke bawah hingga di bawah garis perut (bikini line). Namun, umumnya celana dalam harus diganti dengan yang lebih besar setelah kehamilan memasuki usia 16 minggu. Pilih celana dalam berbahan dasar katun, karena memberi “ventilasi” yang baik sehingga menghambat pertumbuhan jamur. Ingat, selama hamil suhu tubuh akan meningkat dan cairan vagina juga kadang-



kadang keluar, sehingga membuat ibu hamil rentan terhadap infeksi bakteri. Perhatikan ukuran dan karet celana, jangan sampai menekan perut, pinggang atau lingkar paha. Celana dalam yang pas, menutupi sekaligus menyangga perut dan bokong, serta tidak terlalu ketat menekan bagian selangkangan, akan sangat membantu ibu hamil yang mengalami varises (pembesaran pembuluh darah balik vena. 4) Eliminasi Masalah eliminasi terkadang mengalami kesulitan tetapi banyak pula yang cukup lancar. Dengan kehamilan terjadi perubahan hormonal, sehingga daerah kelamin menjadi basah. Situasi basah ini menyebabkan jamur (Tricomonas) kambuh sehingga wanita sering mengeluh keputihan dan gatal. 5) Seksualitas Bila dalam anamnesis ada abortus sebelum kehamilan yang sekarang, sebaiknya koitus ditunda sampai kehamilan 16 minggu. Pada waktu itu plasenta sudah terbentuk, serta kemungkinan abortus menjadi lebih kecil. Pada umumnya koitus diperbolehkan pada masa kehamilan jika dilakukan dengan hati-hati. Pada akhir kehamilan, jika kepala sudah masuk kedalam rongga panggul, koitus sebaiknya dihentikan karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan. Sebagian perempuan takut melakukan hubungan seksual saat hamil. Beberapa merasa gairah seksualnya menurun karena tubuh mereka melakukan banyak penyesuaian terhadap bentuk kehidupan baru yang berkembang di dalam rahim mereka. 6) Mobilisasi dan body mekanik Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak bebas mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatan. Gunakan body mekanik yang baik: a. Hindari mengangkat beban yang berat b. Gunakan kasur yang keras untuk tidur c. Gunakan bantal waktu tidur untuk meluruskan punggung d. Hindari tidur terlentang terlalu lama karena dapat menyebabkan sirkulasi darah menjadi terhambat



e. Boleh



mengerjakan



pekerjaan



sehari-hari



selama



tidak



memberikan gangguan f. Aktivitas dibatasi bila didapatkan penyulit : partus prematurus imminens, ketuban pecah, menderita kelainan jantung. 7) Exercise/ Senam Hamil Senam hamil merupakan kebutuhan aktifitas fisik, pada kegiatan ini terjadi peningkatan metabolisme yang pada dasarnya dengan peningkatan metabolisme diperlukan peningkatan penyediaan oksigen sehingga senam hamil akan meningkatkan kebutuhan oksigen. Penanggulangan aspek fisik dari persalinan dan pemeliharaan kehamilan yang bertujuan melindungi ibu dan anak adalah dengan jalan memberikan bimbingan pada ibu hamil dalam persiapan persalinan yang fisiologis melalui penerangan, berdiskusi, dan memberikan latihan fisik kepada wanita hamil. Pada prinsipnya senam hamil adalah exercise therapy atau terapi latihan yang merupakan bagian dari ilmu fisioterapi yang dilaksanakan dibagian obstetric pada ibu hamil oleh seorang fisioterapis. Senam yang dilakukan oleh ibu hamil pada setiap semester. Senam hamil penting bagi seorang ibu yang sedang mempersiapkan diri untuk persalinan terutama untuk ibu dengan usia kandungan lebih dari 20 minggu. 8) Istirahat dan Tidur Selama hamil, tubuh butuh tidur selama 6-8 jam sehari. Ini sama dengan tidur orang sehat pada umumnya. Hanya saja, berbagai perubahan tubuh kerap membuat ibu hamil gampang lelah dan mengantuk. Itu sebabnya, ibu hamil biasanya perlu tambahan waktu istirahat dan tidur sekitar 30 menit hingga 1 jam setiap rentang 3 hingga 4 jam. Sebaiknya tidak berbaring terlentang waktu tidur. Dengan besarnya rahim, berbaring terlentang bisa menempatkan rahim di atas pembuluh darah penting yang berjalan ke bawah di bagian perut. Beberapa wanita hamil mengalami kesulitan bernafas bila berbaring terlentang, posisi istirahat yang bagus adalah tidur menyamping. 9) Imunisasi



Kehamilan bukan saat untuk memakai program imunisasi terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah. Hal ini karena kemungkinan adanya akibat yang membahayakan Janin. Imunisasi harus diberikan pada wanita hamil hanya imunisasi TT untuk mencegah kemungkinan tetanus neonatorum. Imunisasi TT harus diberikan sebanyak 2 kali, dengan jarak waktu TT1 dan TT2 minimal 1 bulan, dan ibu hamil harus sudah diimunisasi lengkap pada umur kehamilan 8 bulan. 10) Travelling Wanita hamil harus berhati-hati melakukan perjalanan yang cenderung lama dan melelahkan, karena dapat menimbulkan ketidak nyamanan dan mengakibatkan gangguan sirkulasi serta Oedema tungkai karena kaki tergantung jika duduk terlalu lama. Berpergian dapat menimbulkan masalah lain, seperti konstipasi / diare karena asupan makanan dan minuman cenderung berbeda seperti biasanya karena akibat perjalanan yang melelahkan. 11) Memantau Kesejahteraan Bayi Memantau kesejahteraan janin dapat dilakukan ibu hamil dengan cara menghitung gerakan janin dan menimbang pertumbuhan berat badan ibu setiap trimesternya apakah mengalami peningkatan atau tidak. 12) Pekerjaan Seorang wanita yang hamil harusnya berhenti bekerja diluar rumah sangat tergantung pada jenis pekerjaannya, apakah lingkungan pekerjaan mengancam kehamilan/tidak dan seberapa besar energi fisik dan mental yang diperlukan dalam bekerja. Sebagai contoh : wanita yang bekerja sebagai radiografer dianjurkan untuk meninggalkan pekerjaannya beberapa bulan sebelum hamil. b. Kebutuhan psikologis 1) Support keluarga dan tenaga kesehatan Ibu hamil sangat memerlukan dukungan dan perhatian dari keluarga dan tenaga kesehatan. Adanya dukungan ini menyebabkan ibu merasa aman dan nyaman dalam melewati kehamilannya. Psikologi ibu hamil sangatlah unik dan sensitif, oleh karena itu dukungan yang diberikan harus serius dan maksimal. Selain itu,



persiapan untuk menjadi orang tua merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebelum anggota keluarga baru dilahirkan. Bagi yang sudah memiliki anak, hal yang perlu diperhatikan adalah mempersiapkan anak tertua dalam menghadapi kelahiran adik barunya. Dukungan yang dapat diberikan keluarga atau suami adalah bersama-sama dengan ibu merencanakan persalinan, ikut mewaspadai adanya komplikasi dan tanda-tanda bahaya, dan bersama-sama merencanakan suatu rencana apabila terjadi komplikasi. Petugas kesehatan dapat memberikan dukungan dengan mengajarkan kepada ibu tentang nutrisi, pertumbuhan bayi, tanda-tanda bahaya, rencana kelahiran, dan rencana kegawatdaruratan, karena saat ini merupakan waktu dan kesempatan yang paling tepat. 2) Persiapan menjadi orang tua Kelahiran dapat pula disebut sebagai suatu keajaiban karena dalam waktu sembilan bulan terbentuklah suatu makhluk hidup baru dari sebuah sel yang besarnya tidak lebih dari sebutir pasir. Peristiwa ini membuat pasangan suami istri berubah status menjadi orang tua dan mengalami berbagai kejadian berarti dalam hidupnya. Mengandung merupakan waktu yang paling mencemaskan bagi ibu apalagi ketika menunggu saat kelahiran dan ini dapat diperingan dengan mendiskusikan semua kecemasan yang dirasakan dengan pasangan, keluarga dan tenaga kesehatan. Memang ketika mengetahui bahwa diri hamil akan terasa mengejutkan, namun diperlukan persiapan untuk menjadi orang tua sedini mungkin, diantaranya : a) Bersama-sama dengan pasangan selama kehamilan dan saat melahirkan untuk saling berbagi pengalaman yang unik tentang setiap kejadian yang dialami. b) Berdiskusi dengan pasangan tentang apa yang akan dilakukan untuk menghadapi status sebagai orang tua, seperti : akomodasi bagi calon bayi, menyiapkan tambahan penghasilan, bagaimana nanti apabila nanti bila tibanya saat ibu harus kembali bekerja, apa saja yang diperlukan untuk merawat bayi, dll. Hubungan ini dapat memperkokoh perasaan diantara pasangan, bahwa memiliki bayi berarti saling membagi tugas. Yang tidak kalah penting adalah persiapan  psikologis dalam menghadapi perubahan



status dari hanya hidup berdua dengan pasangan, sekarang ada anggota baru dalam keluarga. 3) Persiapan sibling Jika memutuskan untuk mempunyai bayi lagi, kekuatan dari ikatan batin antara ibu dan anak pertama akan terbukti sangat penting. Anak-anak yang lebih tua, yang telah membentuk semacam independensi dan ikatan batin yang kuat biasanya tidak begitu merasa terancam oleh kedatangan bayi baru daripada anak-anak yang belum mencapai kekuatan ikatan batin yang sama. Anak-anak berusia 3 tahun atau lebih akan cenderung menunggu-nunggu kelahiran seorang bayi baru, sedangkan anak-anak yang lebih muda mungkin merasa cemas menantikan peristiwa kelahiran adiknya. Kenyataannya semua anak merasa teraancam oleh kedatangan seorang bayi baru, meskipun dengan derajat yang berbeda-beda, baik selama kehamilan maupun setelah kelahiran dan perlu diyakini bahwa ibu masih mencintai mereka. 6. Ketidaknyamanan pada Ibu Hamil Trimester III a. Edema dependen Peningkatan kadar sodium dikarenakan pengaruh hormonal, kongesti sirkulasi pada ekstremitas bawah, peningkatan permiabilitas kapiler, tekanan dari pembesaran uterus pada vena pelvik ketika duduk atau pada vena kava inferior ketika berbaring. Hindari posisi berbaring, hindari posisi berdiri pada waktu yang lama, tinggikan kaki, sering melatih kaki untuk ditekuk ketika duduk atau berdiri, angkat kaki ketika duduk atau istirahat, hindari kaos kaki yang ketat, lakukan senam secara teratur b. Keputihan Hyperplasia mukosa vagina, peningkatan produksi lendir dan kelenjar endoservikal. Tingkatkan kebersihan dengan mandi setiap hari, memakai pakaian dalam dari bahan katun dan mudah menyerap, tingkatkan daya tahan tubuh dengan makan buah dan sayur. c. Kram pada kaki Tidak jelas dasarnya, tetapi mungkin karena ketidak seimbangan rasio kalsium/fosfor.



Kurangi konsumsi susu yang kandungan fosfornya tinggi, latihan dorsofleksi pada kaki dan meregangkan otot yang terkena, gunakan penghangat otot. d. Napas sesak Hiperventilasi, peningkatan kadar progesterone berpengaruh langsung pada pusat pernafasan untuk menurunkan kadar CO2 serta meningkatkan kadar O2. Dorong agar secara sengaja mengatur laju dan dalamnya pernafasan pada kecepatan normal yang terjadi, merentangkan tangan diatas kepala serta menarik nafas panjang, mendorong postur tubuh yang baik, melakukan pernafasan intercostal. e. Nyeri ligamentum rotondum Hipertropi dan peregangan ligament selama kehamilan, tekanan dari uterus pada ligamentum. Tekuk lutut kearah abdomen, mandi air hangat, gunakan bantalan pemanas pada area yang terasa sakit hanya jika tidak terdapat kontraindikasi, gunakan sebuah bantal untuk menopang uterus dan bantal lainnya letakkan di antara lutut sewaktu dalam posisi berbaring miring. f. Heartburn Aliran balik asam gastrik kedalam esophagus bagian bawah karena produksi progesterone yang meningkat, relaksasi spingter esophagus bagian bawah, pergeseran lambung. Makan sedikit tapi sering, hindari makanan berlemak dan berbumbu tajam, hindari rokok, asap rokok, alcohol, dan coklat, hindari berbaring setelah makan, hindari minum air putih saat makan, kunyah permen karet, tidur dengan kaki ditinggikan. g. Perut kembung Penekanan dari uterus yang membesar, pemotilasi gastrointestinal menurun yang menyebabkan terjadinya perlambatan waktu pengosongan. Hindari makanan yang mengandung gas, mengunyah makanan secara sempurna, lakukan senam secara teratur, pertahankan saat BAB yang teratur. h. Sakit punggung atas dan bawah Spasme otot karena tekanan terhadap akar saraf, penambahan ukuran payudara, kadar hormone yang berlebihan, kelelahan.



Gunakan bodi mekanik yang baik untuk mengangkat benda – 1. berjongkok, dan bukan membungkuk, untuk mengangkat setiap benda supaya kaki (paha) dan bukan punggung yang menahan beban dan tegangan – 2. Lebarkan kaki dan letakkan satu kaki sedikit ke depan kaki yang lain pada waktu membungkuk agar terdapat dasar yang luas untuk keseimbangan pada waktu bangkit dari jongkok; gunakan BH yang menopang dan ukuran yang tepat; gunakan kasur yang keras untuk tidur; gunakan bantal waktu tidur untuk meluruskan punggung. i. Pusing Hipertensi



postural



yang



berhubungan



dengan



perubahan



hemodinamis, penggumpalan darah dalam pembuluh tungkai yang mengurangi aliran balik vena dan menurunkan output kardiak serta tekanan darah dengan tegangan orthostatis yang meningkat. Bangun secara perlahan dari posisi istirahat, hindari berdiri terlalu lama dalam lingkungan yang hangat dan sesak. j. Pigmentasi bertambah, jerawat, kulit berminyak Disebabkan kormon MSH dari hipofise anterior. Biasanya sembuh sendiri selama laktasi atau puerperium. k. Sembelit Gerakan



saluran



pencernaan



melambat,



oleh



progesteron,



mengakibatkan peningkatan absorsi air, usus tertekan oleh uterus, juga seringkali akibat minum suplemen zat besi. Minum air 6 gelas sehari, latihan fisik ringan. l. Varises, tungkai nyeri bisa sampai vulva dan hemoroid Disebabkan predisposisi herediter, dinding otot polos vena melebar, akibat hormonal. Hindari kegemukan, berdiri/duduk lama, baju ketet, latihan fisik ringan, istirahat dengan kaki lebih tinggi, mandi dengan air hangat. m. Sering pingsan (biasanya selama kehamilan) Disebabkan gangguan vasomotor/hormonal. Latihan fisik ringan, nafas dalam, bangun dari tidur perlahan, suhu kamar diatur sejuk (Sulistyawati, 2013). 7. Tanda Bahaya Dalam Kehamilan a. Perdarahan pervaginam b. Sakit kepala hebat



c. Bengkak di wajah dan jari – jari tangan d. Keluar cairan pervaginam e. Gerakan janin tidak ada/ berkurang f.



Nyeri perut yang hebat (Pantikawati Ika, 2012).



8. Program Pemerintah pada Kehamilan a. Antenatal care Antenatal care merupakan asuhan yang diberikan untuk ibu sebelum persalinan, yang bertujuan untuk : 1) Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu dan tumbuh kembang janin 2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental serta social ibu dan bayi 3) Menemukan secara dini adanya gangguan dan kemungkinan komplikasi yang terjadi selama masa kehamilan 4) Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat, baik ibu maupun bayi dengan trauma seminimal mungkin 5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI eksklusif berjalan normal 6) Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik dalam memelihara bayi agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal Standar asuhan kehamilan : 1) Kunjungan antenatal care minimal a) Satu kali pada trimester I b) Satu kali pada trimester II c) Dua kali pada trimester III 2) Pelayanan standar pelayanan kebidanan yaitu 14 T a) Timbang badan dan ukur tinggi badan b) Ukur tekanan darah c) Ukur tinggi fundus uteri d) Pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan e) Skrining status imunisasi TT f) Pemeriksaan Hb g) Pemeriksaan VDRL (Veneral Disease Research Lab) h) Pemeriksaan protein urine i) Pemeriksaan reduksi urine



j) Perwatan payudara k) Senam hamil l) Pemberian obat malaria m) Pemberian kapsul minyak yodium n) Temu wicara (konseling) (Kementrian Kesehatan RI, 2015). 9. Nyeri Punggung pada Kehamilan a. Pengertian International Assisiation for The Study of Pain (2012) menyatakan bahwa, nyeri merupakan suatu kondisi yang subyektif, yang dirasa tidak menyenangkan yang merupakan pengalaman sensorik atau pengalaman emosional (Andarmoyo and Suharti, 2014). Nyeri punggung pada saat hamil merupakan suatu hal yang sering dirasakan dan dikeluhkan setiap ibu. Diperkirakan sekitar 50% ibu hamil akan mengalaminya dari beberapa macam nyeri punggung bagian bawah pada beberapa titik selama masa kehamilan atau selama masa pasca melahirkan (Katonis et al., 2011). b. Jenis nyeri punggung 1) Menurut perkins et al dalam buku yang diterbitkan oleh Constance (2009) mengatakan bahwa ada dua tipe nyeri punggung bawah yang terjadi selama masa kehamilan, yaitu : a) Lumbar Pain (Nyeri bagian tulang lumbal) Lumbar Pain selama kehamilan adalah sangat serupa dengan pengalaman nyeri bagian tulang lumbal oleh ibu yang tidak hamil dan ini muncul menjadi sakit dan sekitar tulang belakang lumbal serta atas sakrum. Lumbar Pain bisa atau tidak bisa menyebar ke kaki, berbeda dengan Pelvic Girdle Pain. Lumbar Pain memperburuk pada masa pasca persalinan dan biasanya memperburuk aktivitas tertentu dan postur tapi tidak seburuk Pelvic Girdle Pain. Dan hasil tes provokasi nyeri posterior (PPPT) adalah negatif (Katonis et al., 2011). b) Pelvic Girdle Pain (Nyeri panggul) Pelvic Girdle Pain umum terjadi selama kehamilan dan masa pasca persalinan, prevalensinya sekitar 4 kali nyeri lumbal. Ini digambarkan nyeri yang dalam, menusuk, unilateral atau bilateral, dapat berulang dan nyeri berkelanjutan, menunjukkan antara puncak iliaka posterior



dan lipatan gluteal, kemungkinan menyebar ke paha posterolateral, ke lutut dan betis, tapi tidak ke kaki. Pelvic Girdle Pain lebih terjadi pada masa kehamilan dibandingkan masa pasca persalinan dan mengubah ketidaknyamanan fisiologi selama kehamilan menjadi kondisi



patofisiologi,



yang



mengurangi



aktivitas



fisik



dan



menyebabkan penarikan dari interaksi sosial. Tes provokasi nyeri adalah tes terbaik yang ada untuk membedakan Pelvic Girdle Pain dari berbagai kondisi. Tes provokasi nyeri posterior (PPPT) adalah positif, dalam hal Pelvic Girdle Pain (Katonis et al., 2011). 2) Dalam jurnal yang diterbitkan oleh Ayanniyi O, Sanya A.O, Ogunlade S.O dan Oni-Orisan M.O (2006) menjelaskan bahwa pembagian nyeri punggung ada 3 kategori berdasar lokasinya (Ostgaard et al, 1991) yaitu : a) Nyeri punggung atas (HBP) yaitu daerah dada b) Nyeri punggung bawah (LBP) didaerah lumbal c) Nyeri sacroiliac (SIP) yaitu diwilayah pantat dan sacroiliac Kelompok nyeri punggung ini dibedakan oleh distribusi nyeri dan lokasi; kategori ini tidak ditentukan oleh pertimbangan etiologi (Ayanniyi et al., 2006). c. Penyebab Menurut kemenkes RI tahun 2010 menyatakan bahwa ibu hamil mengalami nyeri punggung diakibatkan oleh perubahan bentuk tubuh yang dialami oleh ibu mulai dari perubahan pada sistem muskuloskeletal, membesarnya rahim berpengaruh pada pusat gravitasi, membentang keluar dan melemahkan otot-otot abdomen sehingga mengubah postur tubuh serta memberikan tekanan pada punggung, serta kelebihan berat badan tentunya akan



mempengaruhi



otot



untuk



lebih



banyak



bekerja



sehingga



mengakibatkan stress pada sendi. Nyeri punggung bawah terjadi pada area lumbosakral, nyeri meningkat intensitasnya seiring pertambahan usia kehamilan karena nyeri ini akibat adanya pergeseran pusat gravitasi wanita beserta postur tubuhnya. Perubahan ini disebabkan oleh berat uterus yang membesar, kemudian jika ibu hamil tidak memperhatikan postur tubuhnya maka ibu hamil akan berjalan dengan ayunan tubuh kebelakang akibat peningkatan lordosis. Lengkung ini akan meregangkan otot punggung dan menimbulkan nyeri (Medforth et al., 2010).



d. Faktor predisposisi Faktor predisposisi nyeri punggung menurut teori yang ada dalam jurnal yang diterbitkan oleh Isma’ul Lichayati dan Ratih Indah Kartikasari (2013) yaitu : 1) Pertumbuhan uterus menyebabkan teregangnya ligamen penopang tubuh ibu 2) Berat badan yang meningkat selama hamil secara bertahap. Berat badan



ibu meningkat sekitar 15 - 25%, beban lebih besar untuk otot, ligamen dan sendi (Schröder et al., 2016). 3) Riwayat nyeri punggung terdahulu, paritas dan aktivitas. Para wanita grand multipara umumnya memiliki otot abdomen yang mengendur, sehingga gagal menopang uterus yang membesar, dengan demikian keparahan nyeri punggung bagian bawah meningkat seiring paritas (Medforth et al., 2010). 4) Pengaruh hormon relaksin terhadap ligamen. Selama masa kehamilan,



hormon relaksin meningkat hingga 10 kali konsentrasi normal dalam tubuh wanita. Relaksin seperti namanya, ini mengendurkan sendi di panggul sehingga bayi memiliki ruang untuk masuk melewati jalan lahir. Sayangnya, hormon relaksin juga menyebabkan gerakan sendi berlebih dalam tubuh. Menyebabkan peradangan dan nyeri. Meningkatnya lordosis pada kehamilan digabungkan dengan efek dari relaksin pada sendi panggul dan berat rahim yang semakin membesar menghasilkan pergeseran kedepan pusat gravitasi tubuh, semua hal tersebut berkontribusi pada keluhan nyeri punggung bagian bawah selama kehamilan (RNV, P and VPR, 2016). 5) Faktor paritas dan aktivitas. Wanita grandemultipara yang tidak pernah



melakukan latihan dan memperoleh kembali tonus otot abdomennya tiap kali selesai melahirkan cenderung mengalami kelemahan otot abdomen. Sedangkan wanita primigravida biasanya memiliki otot abdomen yang sangat baik karena otot tersebut belum pernah mengalami peregangan sebelumnya. Dengan demikian, keparahan nyeri punggung bagian bawah biasanya meningkat seiring paritas (Medforth et al., 2010). 6) Nyeri punggung juga dapat merupakan akibat membungkuk yang



berlebihan, berjalan tanpa istirahat dan angkat beban, terutama bila salah satu atau semua kegiatan ini dilakukan saat wanita tersebut sedang lelah.



Jika nyeri punggung tidak segera diatasi, ini bisa mengakibatkan nyeri punggung jangka panjang, meningkatkan kecenderungan nyeri punggung pascapartum dan nyeri punggung kronis yang akan lebih sulit untuk diobati atau disembuhkan. Pada kondisi ini, sebaiknya ibu dirujuk pada seorang ahli fisioterapi kesehatan wanita untuk mendapatkan pengkajian individu, yang mungkin perlu dilakukannya rehabilitasi yang tepat untuk melatih otot postural dan mengembalikan kemantapan panggul (Eileen, 2007). Upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan atau penanganan nyeri punggung pada ibu (Lichayati and Kartikasari, 2013). 7) Postur tubuh; posisi tidur; meningkatnya hormon; kehamilan kembar;



riwayat nyeri pada kehamilan yang lalu juga merupakan faktor predisposisi nyeri punggung ibu hamil (Lichayati and Kartikasari, 2013). 8) Faktor stres dan emosional juga dapat menyebabkan tegangan otot yang



ada dipunggung semakin meregang. Karena tegangan inilah yang menyebabkan nyeri punggung semakin parah (Lichayati and Kartikasari, 2013). 9) Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa orang menemukan beberapa faktor resiko nyeri punggung ibu hamil beserta prevalensinya dalam jurnal yang diterbitkan oleh Ansari (2010) yaitu : a) Usia 48% oleh mantle et al (1977-England) b) Usia terlalu tua dan paritas 89,9% (Nwuga, 1982-Nigeria) c) Riwayat nyeri punggung (LBP), pekerjaan berat 49% (berg et al, 1988-Sweden) d) Riwayat LBP 58% (Melzack and Belanger, 1989-Canada) e) Riawayat LBP, usia muda, multiparitas, kerja berat 49% (Ostgaard et al, 1991-Sweden) f) Riwayat LBP, LBP saat haid, kerja berat 54,5% (Fung et al, 1993Taiwan) g) Riwayat LBP, kelas ekonomi rendah, IMT yang tinggi, kerja berat 54,8% (Orvieto et al, 1994-Israel) h) Primapara, riwayat LBP, kerja keras, multipara 21% (Endresen, 1995Norway) i) Riwayat LBP, berat badan ibu, gravida 76% (Krisiansson et al, 1996Sweden)



j) Riwayat LBP, bayi laki-laki 69% (Padua et al, 2002-Italy) k) Kehamilan diusia muda, kesehatan yang buruk, pengangguran 35,5% (Stapleton et al, 2002-Australia) l) Paritas, nyeri panggul dikehamilan sebelumnya, memakai KB hormonal 26,5% (Kumle et al, 2004-Norway) m)LBP selama kehamilan sebelumnya, paritas, Indek Masa Tubuh, riwayat pergerakan yang berlebih, amenore 72% (Mogren and Pohjanen, 2005-Sweden). e. Pathway Ibu hamil Hormone estrogen & relaksin meningkat



Ligamen panggul melunak dan sendi menjadi longgar



Mempengaruhi beban kerja tulang belakang



Uterus membesar Pusat gravitasi akan maju Postur tubuh berubah



Apabila memburuk



Berat badan meningkat



Menambah beban otot pinggang dan tulang belakang



Sendi akan melentur



Nyeri punggung f. Faktor resiko Nyeri punggung memiliki banyak faktor resiko. Berdasarkan penelitian sebelumnya, faktor resiko terbanyak ada pada riwayat nyeri sebelumnya, usia, jumlah kehamilan dan pekerjaan. Usia memiliki prevalensi 48%, usia terlalu tua dan paritas mencapai 89%, usia 35 tahun disebut usia beresiko untuk kehamilan (Ansari et al., 2010). Jumlah kehamilan sebagai resiko dilihat dari graviditas ibu termasuk dalam primigravida atau grandemultipara. Primigravida adalah wanita yang pertama kali hamil, multigravida adalah wanita yang hamil kedua sampai hamil keempat, dan grandemulti adalah wanita yang melahirkan 5 anak atau lebih (Varney, 2007; Manuaba, 2008). Semakin banyak jumlah paritas, maka nyeri punggung akan semakin meningkat (Ansari et al., 2010).



Peneliti lain mengatakan setiap peningkatan 1 skor jumlah kehamilan (paritas) akan meningkatkan resiko kejadian nyeri punggung (Ummah, 2012). g. Pengukuran Tingkat Nyeri Untuk mengetahui tingkat nyeri yang diderita oleh seseorang dan untuk mengetahui apakah tindakan terhadap nyeri berhasil atau tidak. Ada beberapa skala ukur untuk mengukur tingkat nyeri: 1. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan



sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Tamsuri, 2012).



Tidak ada nyeri



Nyeri ringan



Nyeri sedang



Nyeri sangat berat



Nyeri berat



Gambar 2.1. Skala Deskriptif Verbal (Prasetyo, 2010) 2. Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10. Terbagi dalam klasifikasi Tidak nyeri; nyeri sedang; dan nyeri hebat. Keterangan : 0 = tidak nyeri; 1-3 = nyeri ringan; 4-6 = nyeri sedang; 7-10 = nyeri hebat tak tertahankan. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala



0-10. Skala



paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Tamsuri, 2012).



0 1 2 3 4 5 Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri



6 7 Nyeri Hebat



Tidak Nyeri Ringan Nyeri



Nyeri Hebat



Nyeri Sedang



8



9



10



Gambar 2.2 Skala Nyeri NRS (McCaffery et al, 1989)



3. Skala Analog Visual (VAS) Mengklasifikasikan nyeri dalam dua jenis yaitu tidak nyeri dan nyeri sangat hebat. Keterangan : 0 = tidak nyeri; 10 = sangat hebat. Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subsidi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkonsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskripsi bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Andarmoyo and Suharti, 2014).



Tidak Sakit



Nyeri Paling Hebat



Gambar 2.3. Skala Analog Visual (VAS) (Prasetyo, 2010) 4. Skala nyeri menurut bourbanis Skala yang digunakan adalah 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan : 0 = Tidak nyeri 1-3 = Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik



4-6 = Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 = Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 = Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, hanya memukul. h. Manajemen Nyeri Punggung pada Kehamilan Penatalaknaan nyeri dapat dijadikan pedoman dan dapat diadaptasi untuk penatalaksanaan nyeri lainnya. Pain ladder for cancer dari WHO tahun 2014 secara umum digunakan sebagai pedoman penatalaksanaan nyeri. Pain ladder membagi nyeri menjadi tiga tingkatan nyeri yaitu nyeri ringan, sedang dan berat. Dikatakan ringan apabila memiliki skala 1-3, sedang apabila skalanya 46, dan berat apabila skalanya 7-10, skala-skala tersebut dapat dilihat menggunakan skala nyeri (Schaffer, 2010). Ada 2 penatalaksanaan nyeri punggung



yaitu



dengan



farmakologis



(obat-obatan)



maupun



non



farmakologis (selain obat). 1) Penatalaksanaan farmakologis Secara farmakologis penanganan nyeri punggung masih belum ditetapkan secara jelas (Sinclair et al., 2014). Pemberian paracetamol dan analgesik lainnya yang aman digunakan bagi ibu hamil mampu mengurangi keluhan nyeri punggung. Meski paracetamol dan analgesik ini diberikan dengan tujuan meredakan nyeri punggung tapi tidak selalu efektif untuk digunakan mengatasi nyeri punggung (Vermani et al, 2009). Ada juga pemberian obat non steroid anti inflamation drug’s (NSAID), yang digunakan untuk mengatasi nyeri pada umumnya, akan tetapi pemberian obat-obatan ini tidak diizinkan untuk diberikan pada ibu hamil saat usia kehamilannya dibawah 30 minggu karena berisiko untuk menyebabkan malformasi janin (Sinclair et al., 2014). 2) Penatalaksanaan non farmakologis Penatalaksanaan non farmakologis dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pendidikan kesehatan yang penting



dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri punggung yang dialami ibu hamil (Vermani et al, 2009). Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan yaitu tentang posisi anatomi, postur tubuh yang benar, cara mengatasi dan teknik relaksasi, hal tersebut perlu disosialisasikan pada ibu yang mengalami nyeri punggung selama kehamilan. Pola hidup yang baik saat hamil juga perlu diberikan pada ibu hamil seperti menghindari kelelahan dan mengangkat beban terlalu berat, ibu harus beristirahat cukup serta posisi ibu saat turun dari tempat tidur seharusnya kedua kaki dalam keadaan fleksi (Lichayati and Kartikasari, 2013). 2. Pergerakan dan Perubahan Panggul Menurut Calais (2012), terdapat beberapa jenis pergerakan dan perubahan panggul, yaitu : a. Posisi Berdiri



Gambar 2.4. (Posisi Berdiri)



1) Gerakan panggul dengan gerakan jarak sempit a) Posisi panggul miring ke arah tulang femur. Posisi panggul miring



dapat dibuat dengan memanuver panggul dan lumbar tulang belakang, dengan lutut dan pergelangan kaki beradaptasi dengan gerakan. Gerakan ayunan ini sangat kecil dan akibatnya dapat luas memperluas ruang panggul (Calais-German and Vives, 2012).



Gambar 2.5. (Anteversion)



Gambar 2.6. (Lateroversion)



Gambar 2.7. (Circumduction 8)



Panggul dapat dimiringkan ke depan, ke belakang, ke samping kanan kiri dan berotasi ke internal dan eksternal. Semua gerakan digabungkan ke dalam gerakan melingkar. Gerakan menggambarkan angka 8 dengan salah satu sisi panggul atau yang lain.Efek yang diinginkan dari gerakan ini adalah untuk mengubah mekanisme pembukaan lengkap, dengan menggabungkan hubungan antara pembukaan dan gaya gravitasi, yang selalu mengarahkan kepala janin menuju bagian terendah panggul (Calais-German and Vives, 2012). b) Transisi gerakan panggul dari arah samping ke samping, kearah depan, ke belakang dan berputar



Gambar 2.8. Transition to the front and back Gambar 2.9. Lateral transition



Gambar 2.10. Circular transitic



Menggerakkan panggul membuatnya tetap berorientasi pada bagian yang sama dipermukaan yang dapat diberikan tekanan. Gerakan ini disebut transisi. Mendorong panggul kedepan, kebelakang, samping kesamping dan melingkar. Tidak merubah orientasi pembukaan berbeda. Transisi panggul membuat perbedaan antara jajar panggul dan perut, agar tidak lebih membebankan. Bagian janin sedikit tetap ditopang bagian perut yang sudah bertumpu pada bagian panggul (Calais-German &Vives, 2012). c) Posisi panggul miring dan transisi dalam waktu bersamaan



Gambar 2.11.Sumber Calais (2012)



Pada faktanya, kombinasi gerakan miring dan transisi, mempunyai efek ganda untuk janin secara bersamaan. Gerakan ini langsung menggerakkan janin menuju permukaan tertentu di tulang iliaka dan sakrum. Ini adalah “Sieve effect” dalam bentuk gerakan lengkap. Slip Effect merupakan gerakan diantara tiga tulang besar panggul membawa perubahan dinamika dari jalan lahir yang memungkinkan janin untuk mencari atau menemukan cara untuk melewati. Ini adalah apa yang kita sebut tergelincir (Calais-German and Vives, 2012). Gerakan Sieve effect (efek ayakan) merupakan gerakan dari tulangtulang panggul yang memungkinkan perubahan rongga panggul yang dapat memberikan efek meluncur Sieve effect pada bayi. Gerakan berayun dan maju mundur dapat membantu menggerakkan kepala bayi, karena gerakan dilakukan mirip dengan gerakan mengayak beras (Calais-German and Vives, 2012). 2) Gerakan panggul dengan gerakan jarak lebar a) Memiringkan panggul dengan meningkatkan ayunan



Ketika



posisi



panggul



miring



sedikit,



fokus



terhadap



ketidakstabilan gerakan, kenyamanan dan goyangan janin. Disini seluruh panggul berorientasi berubah. Jika menambah ayunan kemiringan, dengan 1 derajat mendapatkan efek yang sangat berbeda. Otot dan ligamen panggul dibawah tekanan yang menarik 3 tulang besar panggul. Mobilisasi dalam dari perubahan lengkungan panggul, tulang iliaka menarik kedalam posisi berbeda digabungkan masingmasing menuju sakrum. Dengan catatan yang digerakkan panggul dan tidak menggerakkan pinggang atau tulang rusuk (Calais-German and Vives, 2012). b) Transisi dengan meningkatkan ayunan Dengan transisi yang jarak lebih besar, pergerakan dalam datang lebih cepat dan efek lebih kuat (Calais-German and Vives, 2012). c) Asimetris dimulai dengan anggota tubuh lebih rendah Posisi asimetris anggota tubuh lebih rendah berpengaruh dan merubah panggul. Ketika berdiri, duduk atau on all fours dengan kaki yang asimetris. Panggul dapat bertransisi dan miring pada bagian tubuh asimetris yang lebih rendah pada waktu yang sama (CalaisGerman and Vives, 2012). b. Posisi berlutut/ On All Fours Panggul sangat bebas untuk bergerak pada semua arah. Posisi panggul menyokong dan merelaksasi sendi sakroiliaka. Berat bayi membebani pubis dan perut menggantung. Dan sakrum terbebaskan.



Gambar 2.12 (On All Fours) Pada posisi ini, klien menemukan ischia, membayangkan bahwa klien menempatkan lampu kecil diatasnya. Lampu menyinari kebelakang, kemudian pelan-pelan mengarahkan cahaya menerangi langit-langit atap,



kembali keposisi awal, dan kemudian cahaya menerangi lantai. Terakhir, bayangkan cahaya menerangi semua yang diatas. Lalu kecepatan pergerakan meningkat tulang belakang ke kepala. Mengetahui bahwa gerakan ini berasal dari panggul.Selama kehamilan, gerakan ini dapat memperkuat otot abdomen, meredakan nyeri punggung, meningkatkan sirkulasi dibagian bawah tubuh (Calais-German and Vives, 2012). c. Posisi berlutut asimetris



Gambar 2. 13 (Posisi Berlutut Asimetris) Posisi lutut dengan kaki kiri dengan kaki kanan memanjang lurus dan menekuk. Serta posisi tangan menyangga badan. Panggul kanan memanjang 90° sampai 120° gerakan bergelantung di panggul. Membuat panggul kiri ekstensi dan lutut kanan fleksi.Panggul ditekan dengan pinggang, iliaka kanan ditarik sampai kepala menekuk memperpanjang fleksi 90°. Iliaka kiri tidak berputar karena panggul ekstensi (Calais-German and Vives, 2012)



d. Duduk diatas bola besar



Gambar 2.14 (Duduk Diatas Bola Besar)



Salah satu jalan untuk mengubah panggul dengan posisi duduk dibola. Bola ini tidak stabil dan panggul akan nyaman. Konsekuensinya, ditemukan bola dibanyak persalinan. Posisi duduk dibola sering direkomendasikan permulaan, dan sepanjang fase dilatasi dengan hasil yang bagus. Ini sama dengan bola mengubah semua arah dan sendi panggul, dengan semua arah. Ini membantu seperti efek “Sieve” dan dengan bantuan gaya gravitasi (Calais-German and Vives, 2012). Dari uraian diatas, terdapat beberapa macam gerakan panggul (Pelvic exercise). Pelvic tilt atau memiringkan panggul merupakan mobilitas untuk meningkatkan fleksibilitas otot yang dibutuhkan untuk mengimbangi meningkatnya massa abdominal dan terdiri dari postur normal.



Gambar 2.15.Posterior TiltGambar 2.16.Anterior Tilt



Tujuan latihan ini adalah memperkuat otot perut, otot gluteus maksimus, memperbaiki postur tubuh ibu (mengurangi hiperlordosis ibu) dan mengurangi sakit punggung. Pelvic tilt exercise tidak dilakukan dengan posisi berbaring untuk menghindari supine hypotensive syndrome (Ulfah and Wirakhmi, 2017). Pelvic tilt atau memiringkan panggul yang dikombinasikan dengan goyangan (Rocking) disebut dengan pelvic rocking exercise. Gerakan ini merupakan gerakan-gerakan yang membantu dalam penguluran atau peregangan otot dan sendi panggul sehingga dapat mengurangi ketegangan otot dan menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu hamil. Latihan ini juga disertai teknik relaksasi yang dapat memproduksi hormon endorfin dan dapat menimbulkan rasa nyaman (Purnani, 2015).



Gambar 2.17 & 2.18 (Pelvic Rocking Exercise) Pelvic rocking melalui proses melonggarkan otot punggung bawah dan relaksasi. Latihan ini juga dapat mengurangi tekanan pembuluh darah diarea uterus, dan mengurangi tekanan pada kandung kemih (vesika urinaria) ibu. Pelvic rocking excercise juga membantu ibu untuk relaks sehingga dapat mengurangi ketegangan yang berdampak pada pengurangan nyeri persalinan dan meningkatkan proses pencernaan (Handajani, 2013). 3. Kontraindikasi American college of Obstetrician and Gynecologist dalam penelitian sebelumnya (Sejati, 2017). Memberikan rekomendasi berikut tentang olah raga dan kehamilan untuk menghentikan olahraga ini apabila dalam situasi berikut : a. Faktor resiko untuk persalinan premature (kurang bulan) b. Perdarahan pervaginam c. Ketuban pecah dini d. Serviks incompetent e. Janin tumbuh lambat, sedangkan bagi ibu hamil dengan kondisi berikut ini diharapkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau bidan yang merawat f. Hipertensi g. Diabetes gestasional h. Riwayat penyakit jantung atau kondisi pernafasan (asma) i. Riwayat persalinan premature (kurang bulan) j. Plasenta previa k. Preeklampsia Sedangkan menurut Thomson tahun 2010 kontraindikasi dalam melakukan senam, bila mengalami gejala seperti ini : a. Perdarahan pervaginam b. Ada rembesan atau semburan air ketuban c. Merasa badan sakit d. Kontraksi atau nyeri perut e. Mual, pusing atau mau pingsan f. Sesak nafas g. Jantung berdebar h. Ada pembengkakan atau mati rasa i. Nyeri pada kaki



j. Sulit berjalan k. Sakit kepala yang terus-menerus l. Gangguan penglihatan m. Gerak janin melemah 4. Langkah-Langkah Gerakan a. Pelvic Rocking Exercise Persiapan gerakan pelvic rocking menurut Jamieson (2004) dan Calais (2012) adalah : Persiapan : dimulai posisi berdiri dengan punggung tegak lurus Langkah gerakan pelvic rocking yaitu : 1) Ibu berdiri dengan posisi kaki melebar serta lutut ditekuk dan telapak tangan menempel pada bagian-bagian pahabagian atas 2) Melakukan teknik relaksasi seperti tarik nafas lewat hidung dan mengeluarkan gas CO2 melewati mulut sebanyak 3 kali 3) Memutar panggul ke arah kanan sebanyak 2 x 8 hitungan 4) Beristirahat dengan posisi rileks 5) Memutar panggul ke arah kiri sebanyak 2 x 8 hitungan 6) Memutar panggul dengan bentuk angka delapan sebanyak 2 x 8 hitungan 7) Mengulangi langkah-langkah tersebut hingga 10 menit dalam sehari. b. Posisi berlutut asimetris dengan goyangan 1) Satu kaki dibawa kesamping sejajar dengan lutut kaki lainnya 2) Jari-jari kaki mengarah keluar 3) Lebarkan tangan dengan sejajar serta pinggul diputar.



B. Tinjauan Teori Medis Persalinan 1. Persalinan a. Pengertian Persalinan Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Seorang wanita hamil belum bisa dikatakan inpartu apabila kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks (JNPK-KR, 2014).



Persalinan normal terjadi antara usia kehamilan 37 dan 42 minggu. Kehamilan manusia dikatakan normal sekitar 280 hari, ditambah atau berkurang 10 hari. World Health Organization mendifinisikan persalinan normal sebagai persalinan berisiko rendah, dengan awitan spontan dan presentasi fetus verteks, dan dengan hasil akhir ibu dan bayinya dalam kondisi yang baik setelah melahirkan (Myles, 2009). b. Tahap Persalinan Proses persalinan normal yang berlangsung sangat konsisten terdiri dari (1) kemajuan teratur kontraksi uterus, (2) penipisan dan dilatasi serviks yang progresif, (3) kemajuan penurunan bagian presentasi. Ada empat tahap persalinan yang dikenal, yaitu Kala I, Kala II, Kala III, dan Kala IV (Bobak et al., 2005). 1) Kala I Persalinan Kala I persalinan dimulai sejak kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm) dimana terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung 7-8 jam, sedangkan fase aktif berlangsung sekitar 6 jam (Bidan & Dosen Kebidanan Indonesia, 2018). Pada tahap ini biasanya ibu bersalin mulai merasakan nyeri dengan intensitas ringan sampai berat, dimana puncak rasa nyeri berat akan terjadi pada fase aktif dimana pada fase ini kontraksi uterus semakin kuat dan sering (Prawirohardjo, 2010). Oleh karena itu sangat penting bagi seorang penolong persalinan untuk memenuhi kebutuhan ibu akan rasa nyaman saat persalinan kala I fase aktif. 2) Kala II Persalinan Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida (Prawirohardjo, 2009a). Tanda dan gejala pada kala II diantaranya kontraksi uterus semakin kuat, terdapat dorongan untuk mengejan, tekanan pada anus oleh kepala bayi, dan vulva membuka (Myles, 2009). Selama tahap kedua persalinan, ibu mengalami nyeri somatik atau nyeri pada perineum yang timbul akibat peregangan jaringan perineum karena penekanan oleh bagian terendah janin. Impuls nyeri selama tahap kedua disalurkan melalui S1-4 (tulang sakrum 1-4). Pada



tahap kedua ini koping individu sudah tidak efektif. Fokus ibu pada keinginan fisiologis untuk mengedan. Pada awalan tahap kedua (pembukaan lengkap) biasanya ibu bersalin menjadi mudah marah dan tersinggung, komunikasi tidak jelas akibat nyeri yang semakin berat (Bobak et al., 2005). 3) Kala III Persalinan Kala III disebut juga kala uri dimana tahap ini dimulai setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya plasenta yang biasanya berlangsung selama 5-15 menit. Tanda-tanda pelepasan plasenta diantaranya adalah terdapat perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali pusat memanjang, dan semburan darah yang mendadak dan singkat (Bidan & Dosen Kebidanan Indonesia, 2018). 4) Kala IV Persalinan Kala IV dimulai setelah plasenta lahir dan berlanjut sampai dua jam berikutnya. Beberapa hal yang perlu dipantau pada kala ini adalah kondisi ibu dan bayi serta proses inisiasi menyusu dini/IMD (Bidan & Dosen Kebidanan Indonesia, 2018). c. Perubahan Fisiologis Persalinan Kala I 1) Perubahan pada Serviks Pada kala I serviks mengalami pendataran (efficement), yaitu pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa saluran sepanjang 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas (Prawirohardjo, 2010). Selain itu serviks juga mengalami dilatasi. Dilatasi atau pembukaan terjadi karena pembesaran ostium uteri eksternum (OUE) karena otot yang melingkar di sekitar ostium meregang untuk dilewati kepala (Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul; Sari, 2010). 2) Kontraksi uterus Setelah kehamilan usia 36 minggu aktivitas uterus meningkat sampai persalinan mulai. Penyebab pasti kontraksi uterus masih belum diketahui pasti, namun kemungkinan ada hubungannya dengan penuruan progesteron, esterogen, dan peningkatan prostalglandin dan oksitosin sehingga terjadilah tanda-tanda persalinan (Prawirohardjo, 2010).



Kontraksi uterus terjadi karena adanya rangsangan pada otot polos uterus dan penurunan hormon progesteron yang mennyebabkan keluarnya hormon oksitosin (Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul; Sari, 2010). Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai



pengurangan diameter



horizontal.



Pengurangan



diameter horizontal menimbullkan pelurusan kolumna vertebralis janin, dengan menekan kutu atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Dengan memanjangnya sumbu uterus serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satusatunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik keatas pada kutub bawah janin (Prawirohardjo, 2010). 3) Pembentukan segmen atas rahim dan segmen bawah rahim. Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian ynag berbeda, yaitu segmen atas dan segmen bawah. Segmen atas aktif berkontraksi, mengalami retraksi, dan mendorong janin keluar, sedangkan segmen bawah lebih pasif dan serviks akan semakin lunak berdilatasi, membentuk saluran muskular (Prawirohardjo, 2010). d. Perubahan Psikologis Persalinan Kala I Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu selama proses persalinan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan. Kondisi psikologis yang sering dialami selama persalinan kala I diantaranya adalah kecemasan, timbul rasa tegang, dan ketakutan menghadapi nyeri persalinan dan risiko bahaya melahirkan bayi (Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul; Sari, 2010). Pada saat dilatasi serviks masih 0-3 cm mood ibu masih gembira meskipun tegang dan cemas hanya sedikit. Sedangkan pada pembukaan 4-8 cm ibu masih bisa berkonsentrasi, meskipun nyeri semakin berat. Sedangkan pada pembukaan 9-10 cm mood ibu mudah tersinggung dan biasanya merasa terganggu dengan bantuan yang diberikan perawat, serta kurang mampu mengikuti instruksi (Bobak et al., 2005). Kecemasan akan memberikan dampak buruk terhadap persalinan. Pada tahap awal ini ibu harus menjaga kesehatan fisik dan mental. Emosi positif sangat dibutuhkan oleh ibu untuk kelancaran proses persalinan



dan mengurangi rasa nyeri. Ketakutan dan kekhawatiran dapat melepaskan hormon adrenalin sehingga proses persalinan akan melambat (Mander, 2012; Andarmoyo and Suharti, 2014). Selama persalinan dukungan fisik dan psikologis sangat dibutuhkan oleh ibu dalam proses persalinan. Pendampingan suami dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif deselerasi ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dengan adanya emosional



dukungan



dari suami dapat mengalihkan perhatian ibu dan



menurunkan stressor



yang menjadi stimulus nyeri saat bersalin



sehingga intensitas nyeri dapat berkurang (Puspitasari, 2020) Menurut penelitian yang dilakukan (Suhermi and Amirasti, 2020) bahwa terdapat hubungan antara umur, dukungan keluarga dan religiusitas dengan kecemasan ibu primigravida menjelang persalinan umur seseorang dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya. Bila wanita tersebut hamil pada masa reproduksi, kecil kemungkinan untuk mengalami komplikasi dibanding wanita yang hamil dibawah usia reproduksi ataupun diatas usia reproduksi, dukungan keluarga yang tinggi disebabkan adanya dukungan emosional, dukungan insrumental, dukungan informasional, dan penilaian yang baik yang diberikan dari keluarga, yang mampu menumbuhkan terjalinnya hubungan yang baik antara keluarga dan ibu hamil dan mencegah kecemasan yang timbul



akibat



perubahan



fisik



yang



mempengaruhi



kondisi



psikologisnya. Wanita hamil dengan dukungan keluarga yang tinggi tidak akan mudah menilai situasi dengan kecemasan,. Wanita hamil dengan dukungan keluarga yang tinggi akan belajar dari lingkungan keluarga, yang tidak menimbulkan kecemasan dalam kesehariannya, dan untuk religiusitas ibu hamil yang mengalami kegelisahan, ketakutan atau kecemasan akan berusaha berhubungan dan mendekatkan diri dengan tuhan, agar hatinyan tentram dan penuh keyakinan dalam menjalani proses kehamilan dan menghadapi proses persalinan. Pada saat



cemas



individu



akan



mencari



dukungan



dari keyakinan



agamanya, dukungan ini sangat diperlukan dzikir dan doa sering membantu memenuhi spiritual yangjuga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh. 2. Nyeri Persalinan



a. Pengertian Nyeri Persalinan Menurut Asosiasi Nyeri Internasional dalam buku Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri, nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara aktual maupun potensial (Potter, Patricia; Perry, 2006). Nyeri persalinan merupakan proses fisiologis sebagai akibat dari kontraksi miometrium (Cuningham, Garry; Leveno, Kenneth J; Bloom, Steven L; Hauth, John C; Rouse, Dwight J; Spong, 2012). Nyeri pada inpartu atau nyeri persalinan merupakan manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim (M. Judha, Sudarti and Fauziah, 2012). Pada kala I persalinan ibu akan merasa perutnya semakin mulas dan kontraksi semakin kuat setiap 10 menit sekali hingga 1 menit sekali. Gejala yang dirasakan ibu pada tahap ini biasanya berupa munculnya rasa mulas, perut kram, kembung, dan nyeri punggung (Myles, 2009). Intensitas nyeri pada kala I persalinan berbeda pada setiap tahap, dimana pada fase laten ibu merasakan intensitas nyeri yang lebih ringan dibandingan dengan intensitas nyeri pada fase aktif. Nyeri persalinan semakin meningkat seiring bertambahnya frekuensi kontraksi. Dengan demikian nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin juga semakin terasa pada saat fase aktif, karena pada fase ini kontraksi uterus semakin meningkat (Prawirohardjo, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Afifah, Mulyono, & Pujiati (2012) dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa ibu bersalin primigravida pada fase aktif merasakan nyeri dengan intensitas yang lebih berat dibandingkan dengan rasa nyeri pada fase laten. Nyeri persalinan yang dirasakan oleh seorang wanita yang baru pernah melahirkan akan berbeda dengan mereka yang pernah melahirkan sebelumnya (Bobak et al., 2005). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afifah, Mulyono, & Pujiati (2012) yang menunjukan bahwa intensitas nyeri pada ibu primigravida berbeda dengan intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu multigravida, dimana ibu primigravida merasakan nyeri yang lebih berat. Hal serupa juga diungkapkan oleh Kusnita, Mudayati, & Susmini (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Tingkat Nyeri pada Ibu



Primipara dengan Ibu Multipara pada Kala I Persalinan di Rumah Sakit Paru Batu-Kota Batu”. Secara anatomis hal ini disebabkan karena serviks pada wanita multipara mengalami perlunakan sebelum onset persalinan, namun pada wanita primipara tidak demikian, hal ini menyebabkan nyeri pada primipara lebih berat daripada multipara. Intensitas kontraksi uterus yang dirasakan pada primipara pun lebih besar daripada multipara, terutama pada akhir kala I dan pemulaan kala II persalinan (Judha, Sudarti and Fauziah, 2012). Menurut penelitian (Jasmi, Susilawati and Andriana, 2020) pemberian rose



effleurage



berpengaruh terhadap



intensitas



nyeri



persalinan kala I fase aktif pada persalinan normal primigravida, nyeri persalinan dapat berkurang dengan pemberian rose effleurage yang dapat menghasilkan hormon endorphin sehingga menimbulkan rasa relaks dan intensitas nyeri pun berkurang. b. Penyebab Nyeri Menurut Khasanah yang dikutip oleh Andarmoyo dan Suharti, rasa nyeri saat persalinan merupakan hal yang selalu terjadi. Penyebabnya dapat dibedakan menjadi penyebab fisiologis dan psikologis (Andarmoyo and Suharti, 2014). 1) Fisiologis Faktor fisiologis yang dimaksud adalah kontraksi. Gerakan otot menimbulkan nyeri karena saat itu otot rahim memanjang dan kemudian memendek. Serviks juga akan melunak, menipis, mendatar, dan kemudian tertarik (Andarmoyo and Suharti, 2014). Nyeri kala I terutama ditimbulkan oleh stimulus yang dihantarkan melalui saraf pada leher rahm (serviks) dan rahim bagian bawah. Nyeri ini merupakan nyeri viseral yang berasal dari kontraksi uterus. Nyeri semakin bertambah dengan adanya kkontraksi uterus (Andarmoyo and Suharti, 2014). 2) Psikologis Rasa takut dan cemas berlebihan akan memengaruhi rasa nyeri. Setiap ibu memiliki versi sendiri-sendiri tentang nyeri persalinan. Hal ini terjadi karena ambang batas nyeri setiap orang berbeda dan sangat subyektif. Ada yang merasakan nyeri ringan, ada



pula yang merasakan nyeri sangat berat. Beragam respon tersebut merupakan suatu mekanisme proteksi diri dari rasa nyeri yang dirasakan (Andarmoyo and Suharti, 2014). c. Fisiologi dan Neuroanatomi Nyeri Persalinan 1) Stimulus Nyeri Nyeri disebabkan karena adanya stimulus, dimana stimulus ini menyebabkan atau hampir menyebabkan kerusakan jaringan. Nyeri persalinan kala I disebabkan karena organ internal (perubahan uterus dan serviks) sehingga disebut sebagai nyeri visera (Myles, 2009). 2) Transmisi Nyeri Impuls nyeri pada kala I persalinan ditransmisikan melalui segmen saraf spinalis T11-12 (Torasik 11-12) dan saraf-saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik lumbar atas. Saraf-saraf ini berasal dari korpus uterus dan serviks (Bobak et al., 2005). Semua impuls saraf yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri. Impuls saraf yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar di sepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus nyeri adalah serabut A-delta dan serabut C. Ketika serabut saraf C dan serabut Adelta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan atau membuat peka respons nyeri (Potter, Patricia; Perry, 2006). Misalnya kalium dan prostalglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami kerusakan. Transmisi stimulus berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti substansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke traktus spinotalamus (Paice, 1991) (Potter, Patricia; Perry, 2006)



Gambar 2.1 Substansi P dan neurotransmiter yang lain lain dilepaskan dari serabut aferen yang berakhir di kornu dorsalis di medula spinalis. (dari Paice JA: Oncol Nurs Forum 18 (5) : 843, 1991.) Hal ini memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf di traktus spinotalamus yang menyeberangi sisi yang berlawanan dengan medula spinalis. Impuls ini kemudia berjalan ke arah medula spinalis. Gambar di bawah ini menunjukan alur resepsi nyeri yang normal. Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, maka informasi ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih tinggi di otak.



Gambar 2.2 Jaras resepsi nyeri. Nyeri ditransmisikan dari serabut aferen primer ke kornu dorsalis pada medula spinalis. Serabut tersebut bersinapsis dengan neuron traktus spinotalamus yang menyilang dan kemudian menuruni medula spinalis ke talamus. Neuroregulator merupakan substansi yang mempengaruhi transmisi stimulasi saraf memegang peran penting pada pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor yaitu pada akhir saraf dalam kornu dorsalis medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam yaitu neurotransmitter dan neuromodulator (Potter, Patricia; Perry, 2006)..



Neurotransmitter, seperti Substansi P mengirim impuls listrik melalui celah sinaps diantara dua serabut saraf (serabut eksitator dan serabut inhibitor). Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinaps. Neuromodulator diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmiter tertentu. Endorfin merupakan salah satu contoh neuromodulator (Potter, Patricia; Perry, 2006). d. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nyeri Persalinan Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri, usia, aktivitas fisik dan kondisi psikologis. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah agama, lingkungan fisik, budaya, suport sistem, sosial ekonomi, dan komunikasi (Andarmoyo and Suharti, 2014). 1) Faktor Internal 1) Pengalaman dan Pengetahuan tentang Nyeri Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan membantu mengatasi nyeri, karena ibu telah memiliki koping terhadap nyeri (Andarmoyo and Suharti, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Afifah, Mulyono, dan Pujiati (2012) menunjukan bahwa pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri berpengaruh pada nyeri yang dirasakan ibu bersalin, dimana ibu primigravida merasakan nyeri yang lebih berat. Hal serupa juga diungkapkan oleh Kusnita, Mudayati, dan Susmini (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Tingkat Nyeri pada Ibu Primipara dengan Ibu Multipara pada Kala I Persalinan di Rumah Sakit Paru Batu-Kota Batu”. 2) Usia Usia muda dikaitkan dengan kondisi psikologis yang masih labil, yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang dirasakan menjadi lebih berat. Toleransi terhadap nyeri akan meningkat seiring bertambahnya usia dan pemahaman terhadap nyeri (Andarmoyo and Suharti, 2014).



3) Aktivitas Fisik Aktivitas



ringan



dapat



mengalihkan



perhatian



dan



mengurangi rasa sakit menjelang persalinan, selama ibu tidak melakukan latihan yang terlalu berat, serta dapat menimbulkan kelelahan pada wanita karena hal ini justeru akan memicu nyeri (Andarmoyo and Suharti, 2014). 4) Kondisi Psikologis Kondisi psikologis yang labil memegang peranan penting dalam memunculkan nyeri persalinan yang lebih berat. Salah satu mekanisme pertahanan jiwa terhadap stres adalah konversi, yaitu memunculkan gangguan secara psikis menjadi gangguan fisik (Andarmoyo and Suharti, 2014). Salah satu penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecemasan ibu bersalin dan nyeri persalinan yang dirasakan oleh ibu bersalin (Rahmawati, Hartati and Sumarni, 2016). Hal serupa juga diungkapkan oleh Floris & Irion (2015) pada penelitian yang dilakukan di Geneva. Rasa takut yang dirasakan ibu dalam proses persalinan ini akan memperburuk rasa nyeri yang dirasakannya (Mander, 2012). Rasa takut, cemas, dan tegang memicu produksi hormon prostalglandin sehingga timbul stres. Kondisi stres dapat mengurangi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri (Mander, 2012). 2) Faktor Eksternal 1) Agama Semakin kuat kualitas keimanan seseorang, mekanisme pertahanan tubuh terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan dengan kondisi psikologis yang stabil (Andarmoyo and Suharti, 2014). 2) Lingkungan Fisik Lingkungan yang terlalu ekstrem seperti perubahan cuaca, panas, dingin, ramai, bising, memberikan stimulus yang memicu terjadinya nyeri (Andarmoyo and Suharti, 2014). 3) Budaya



Budaya tertentu akan mempengaruhi respons seseorang terhadap nyeri. Ada budaya yang mengekspresikan rasa nyeri secara bebas, ada pula yang menganggap nyeri adalah sesuatu yang tidak perlu diekspresikan (Andarmoyo and Suharti, 2014). 4) Suport Sistem Tersedianya sarana dan suport sistem yang baik dari lingkungan dalam mengatasi nyeri, dukungan dari keluarga dan orang terdekat sangat membantu mengurangi nyeri yang dialami oleh seseorang saat menghadapi nyeri persalinan (Andarmoyo and Suharti, 2014). Selama persalinan dukungan fisik dan psikologis sangat dibutuhkan oleh ibu dalam proses persalinan. Bentuk dukungan yang bisa diberikan selama kala I diantaranya adalah memberikan dukungan psikologis kepada ibu, memenuhi kebutuhan cairan dan nuturisi,



membantu



pengaturan



posisi,



keleluasaan



untuk



kebutuhan eliminasi, dan pencegahan infeksi (Bobak et al., 2005). Dukungan suami terhadap istri memiliki efek positif dalam proses persalinan. Hal ini telah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendampingan suami dengan kelancaran persalinan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul (Hastiwi, 2010). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dkk, menunjukan bahwa intensitas nyeri persalinan yang dirasakan oleh ibu yang ditemani suaminya cenderung lebih ringan dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak ditemani oleh suaminya (Anggraeni, Diana Siti; Sumarni; Agustina, 2014). Pendampingan suami pada saat proses persalinan memiliki hubungan terhadap nyeri persalinan (Yuliastanti and Nurhidayati, 2013; Adam and Umboh, 2015), tanda-tanda vital (Widiati and Halimatussakdiyah, 2016) dan kecemasan ibu bersalin (Primasnia, Wagiyo and Elisa, 2013; Kartikasari and Halim, 2015). Dukungan yang dapat diberikan oleh suami dalam proses persalinan dapat dilakukan dengan cara menemani istri dalam proses persalinan, memberikan pijatan untuk mengurangi nyeri



dan memberikan kenyamanan. Teknik pijat endorfin yang mudah dan sederhana dapat dilakukan oleh suami dalam proses persalinan untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh ibu bersalin. Selain itu, pijat endorfin yang dilakukan oleh suami akan membantu membentuk ikatan antara ibu, suami dan janin dalam kandungannya (Aprilia, 2010). 5) Sosial Ekonomi Sering status ekonomi mengikuti keadaan nyeri persalinan. Keadaan ekonomi yang kurang, tingkat pendidikan yang rendah, informasi yang minimal, dan kurangnya sarana kesehatan yang memadai



akan



menimbulkan



kecemasan



tersendiri



dalam



menghadapi persalinan (Andarmoyo and Suharti, 2014). 6) Komunikasi Komunikasi



tentang



penyampaian



informasi



yang



berkaitan dengan hal-hal seputar nyeri persalinan, bagaimana mekanismenya,



apa



penyebabnya,



cara



mengatasi,



akan



memberikan dampak yang positif terhadap manajemen nyeri. Komunikasi yang kurang menyebabkan ibu dan keluarga tidak tahu apa yang harus dilakukan jika mengalami nyeri saat persalinan (Andarmoyo and Suharti, 2014). e. Dampak Nyeri Persalinan Beberapa sistem tubuh terpengaruh oleh nyeri persalinan. Nyeri persalinan berkaitan erat dengan peningkatan frekuensi napas. Hal ini menyebabkan penurunan kadar Pa CO2 yang disertai dengan peningkatan pH. Janin juga terpengaruh dan selanjutnya terjadi penurunan Pa CO2 janin. Keseimbangan asam basa sistem juga dapat berubah karena hiperventilasi. Alkalosis kemudian dapat mempengaruhi difusi oksigen ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Curah jantung meningkat selama kala I dan kala II persalinan (Myles, 2009). Nyeri, kekhawatiran dan ketakutan dapat menyebabkan respons simpatis sehingga curah jantung dapat menjadi lebih besar. Kedua sistem tersebut dipengaruhi oleh pelepasan kotekolamin. Adrenalin yang terdiri atas 80% kotekolamin, memiliki efek mengurangi aliran darah ke uterus yang pada gilirannya akan menyebabkan menurunnya aktivitas uterus (Myles, 2009).



Selain itu, nyeri dapat mengakibatkan hiperventilasi yang dapat menyebabkan deselerasi lambat denyut jantung janin, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan hormon kotekolamin dan adrenalin yang dapat menurunkan aktivitas uterus sehingga menyebabkan persalinan lama (Andarmoyo and Suharti, 2014). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Abadiyah, menunjukan adanya hubungan antara intensitas nyeri dengan tekanan darah pada ibu bersalin. Dalam penelitiannya, Abadiyah berpendapat apabila intensitas nyeri yang dirasakan ibu semakin meningkat seiring peningkatan kontraksi dapat meningkatkan tekanan darah pada saat persalinan (Abadiyah, 2015). 3. Pengukuran Nyeri Persalinan a. Instrumen Pengukuran Skala Nyeri Dalam pengukuran intensitas nyeri terdapat beberapa instrumen yang bisa digunakan, diantaranya adalah skala deskripsi intensitas nyeri sederhana, skala intensitas nyeri numerik (numeric rating scale/NRS), skala analog visual, skala nyeri “muka”, skala nyeri dengan “observasi perilaku”, skala peringkat intensitas nyeri, skala peringkat nyeri secara grafik, skala peringkat nyeri secara verbal, dan skala nyeri “muka” (wong Baker Facial Gramace) (M. Judha, Sudarti and Fauziah, 2012). b. Skala Nyeri Numeric Rating Scale (NRS) Dari beberapa instrumen pengukuran intensitas nyeri, NRS merupakan salah satu instrumen yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pada instrumen skala nyeri NRS, berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobjektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik 0 sampai 10, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan (10) suatu nyeri yang sangat hebat (M. Judha, Sudarti and Fauziah, 2012). Berikut ini adalah gambar instrumen pengukur nyeri Numeric Rating Scale (NRS)



Gambar 2.3 Numeric Rating Scale (NRS)



Penelitian yang dilakukan Li, Liu & Herr (2007), penelitian ini membandingkan empat skala nyeri yaitu NRS, Face Pain Scale Revised (FPS-R), VRS dan VAS pada klien pasca bedah menunjukkan bahwa keempat skala nyeri menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik. Pada uji validitasnya skala nyeri NRS menunjukkan r=0,90 (Li, Liu and Herr, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Liu & Herr (2007) bahwa skala nyeri NRS menunjukkan reliabilitas lebih dari 0,95 (Li, Liu and Herr, 2007). 4. Pijat Endorfin a. Pengertian Pijat Endorfin Pijat Endorfin adalah sebuah terapi sentuhan ringan yang pertama kali dikembangkan oleh Constance Palinsky dan digunakan untuk mengelola rasa sakit. Teknik ini bisa dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman selama proses persalinan dan meningkatkan relaksasi dengan memicu perasaan nyaman melalui permukaan kulit (Aprilia, 2010). Teknik sentuhan ringan juga menormalkan denyut jantung dan tekanan darah. Sentuhan ringan ini mencakup pemijatan yang sangat ringan yang bisa membuat bulu-bulu halus pada permukaan kulit berdiri. Riset membuktikan bahwa teknik ini meningkatkan pelepasan endorphin dan oksitosin. Teknik pijat endorfin ini juga sangat mendukung teknik relaksasi yang dalam dan membantu membentuk ikatan antara ibu, suami dan janin dalam kandungannya. Hal ini disebabkan karena pijatan merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorfin yang merupakan pereda rasa sakit dan dapat menciptakan perasaan nyaman (Aprilia, 2010). b. Manfaat Pijat Endorfin Selama ini endorfin sudah dikenal sebagai zat yang banyak manfaatnya. Beberapa diantaranya adalah, mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seks, mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stres, serta



meningkatkan sistem



kekebalan tubuh. Endofin dalam tubuh bisa dipicu munculnya melalui berbagai kegiatan, seperti pernapasan yang dalam dan relaksasi, serta meditasi (Aprilia, 2010).



Salah satu penelitian menunjukan adanya pengaruh endorphin massage terhadap intensitas nyeri kala I persalinan normal ibu primipara di BPS S dan B Kabupaten Demak. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa dengan dilakukannya endorphin massage dapat meningkatkan produksi hormon endorfin, dimana hormon ini merupakan agen yang menghambat pengiriman rangsang nyeri, sehingga dapat menurunkan sensasi nyeri pada ibu bersalin. Selain itu dijelaskan juga bahwa mekanisme nyeri persalinan yang terjadi pada responden dengan dilakukan endorphin massage dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di kortek serebri sehingga mengurangi persepsi nyeri (Azizah, Widyawati and Anggraini, 2011). Sedangkan penelitian yang dilakukan Kartikasari dan Nuryati tahun 2016 diketahui bahwa pijat endorfin dapat mengurangi intensitas nyeri pada ibu hamil trimester ketiga. Dalam penelitiannya, dijelaskan bahwa dengan melakukan pijat endorfin maka tubuh akan memproduksi hormon endorfin, sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri punggung karena hormon endorfin membantu relaksasi dan memperkecil sensasi nyeri yang dirasakan. Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa pijat endorfin yang dilakukan oleh suami lebih efektif untuk menurunkan nyeri punggung ibu hamil daripada pijat endorfin yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, hal ini dapat terjadi karena ada ikatan antara suami dan ibu hamil ketika melakukan endorphin massage (Kartikasari and Nuryanti, 2016). Berdasarkan salah satu penelitian, pijat endorfin yang dilakukan selama 15 menit pada kala I fase aktif dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan saat persalinan kala I fase aktif. Dalam penelitiannya, pijat endorfin lebih efektif untuk mengurangi nyeri persalinan dibandingkan dengan pijat effleurage (Lukitasari, Hardjanti and Widyastuti, 2017). Selain itu, sebuah penelitian mengenai pijat endorfin yang dilakukan terhadap wanita menopause di wilayah kerja Puskesmas Semarang Barat pada tahun 2016 menunjukan bahwa pijat endorfin terbukti dapat mengurangi kecemasan yang dialami oleh wanita premenopause (Shinta et al., 2016). Pijat endorfin juga terbukti dapat menurunkan kecemasan pada ibu bersalin primigravida di Surabaya (Afiyah, 2017).



c. Mekanisme Kerja Pijat Endorfin Berdasarkan studi literatur, mekanisme kerja Pijat Endorfin untuk menurnkan nyeri persalinan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Gate Control dan teori Endogenous Opiat. Pada teori Gate Control, Melzack dan Wall (1965) menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat dihambat melalui pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Hal tersebut terjadi pada saat punggung digosok dengan lembut (diberikan sentuhan ringan atau dipijat). Dimana impuls nyeri dihantarkan melalui serabut A-delta dan C dari sumber nyeri menuju ke medula spinalis. Namun karena adanya impuls lain (yang diberikan melalui sentuhan ringan dan pijatan lembut) yang dihantarkan melalui serabut Beta A, dimana serabut ini lebih besar dan cepat menghantarkan impuls ke kornu dorsalis medula spinalis sebelum impuls nyeri datang, sehingga gerbang tertutup dan impuls nyeri tidak diteruskan ke sistem saraf yang lebih tinggi (Potter, Patricia; Perry, 2006; Mander, 2012; Andarmoyo and Suharti, 2014). Selain itu, sepanjang sistem saraf pusat juga melepaskan opiat endogen alami seperti endorfin sebagai pembunuh nyeri alami. Endorfin bekerja dengan menghambat pelepasan substansi P pada gerbang nyeri di kornu dorsalis medula spinalis sehingga impuls nyeri dihambat (Potter, Patricia; Perry, 2006; Mander, 2012; Andarmoyo and Suharti, 2014). Oleh karena itu dengan melakukan pijat endorfin dapat menurunkan rasa nyeri pada ibu bersalin. d. Langkah-Langkah Pijat Endorfin Menurut Kuswandi dalam bukunya Hypnobirthing, teknik pijat endorfin ada 2 cara yaitu pijat endorfin di bagian lengan dan bagian punggung (Kuswandi, 2013). Berikut adalah langkah melakukan pijat endorfin di bagian lengan : 1) Ambil posisi senyaman mungkin bisa dilakukan dengan duduk atau berbaring miring. Sementara pendamping berada didekat ibu (duduk di samping atau dibelakang ibu). 2) Tarik napas yang dalam lalu keluarkan dengan lembut sambil memejamkan mata. Sementara itu pasangan, suami atau pendamping mengelus permukaan luar lengan ibu, mulai dari tangan sampai



lengan bawah. Belai dengan sangat lembut yang dilakukan dengan menggunakan jari-jemari atau hanya ujung-ujung jari saja. 3) Setelah kurang lebih 5 menit, berpindah kelengan/tangan yang lain. 4) Meski sentuhan ringan hanya dilakukan dikedua lengan, namun dampaknya luar biasa. Ibu akan merasa bahwa seluruh tubuh menjadi rileks dan tenang. Sedangkan untuk pijat endofin yang dilakukan dibagian punggung, caranya adalah sebagai berikut : 1) Ambil posisi berbaring miring atau duduk. 2) Pasangan atau pendamping mulai melakukan pijatan lembut dan ringan dari arah leher membentuk huruf V terbalik, ke arah luar menuju sisi tulang rusuk. 3) Terus lakukan pijatan-pijatan ringan ini hingga ketubuh ibu bagian bawah belakang. 4) Suami atau pendamping dapat memperkuat efek pijatan lembut dan ringan ini dengan kata-kata yang menentramkan ibu. 5) Setelah melakukan pijat endorfin sebaiknya pasangan langsung



memeluk istrinya, sehingga tercipta suasana yang benar-benar menenangkan (Kuswandi, 2013). e. Perbedaan Pijat Endorfin oleh Suami dan Tenaga Kesehatan Perbedaan antara pijat endorfin yang dilakukan oleh suami dan tenaga kesehatan terletak pada subyek yang melakukan pemijatan. Dalam sebuah penelitian membuktikan bahwa sentuhan yang diberikan oleh subyek yang berbeda menimbulkan efek yang berbeda pula pada obyek yang diberikan sentuhan. Penelitian yang dilakukan oleh University of California membuktikan bahwa sentuhan suami-istri sangat membantu dalam mengurangi rasa nyeri. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebanyak 25 responden perempuan diberi stimulus panas yang membuat mereka kesakitan, lalu mereka dipersilahkan untuk memegang tiga obyek berbeda yaitu bola kecil, tangan pria asing, dan tangan pasangannya. Ketika



memegang



tangan



pasangannya



rasa



sakit



berkurang



dibandingkan saat memegang bola kecil atau tangan pria asing (Sewaka, 2017). Berdasarkan hasil penelitian yang diambil dari Journal of Non Verbal Behaviour Volume 7(3) menyebutkan bahwa sentuhan yang



diberikan oleh lawan jenis (pasangan) memberikan sensasi rasa nyaman. Sedangkan sentuhan dari sesama jenis dan orang asing menimbulkan rasa tidak nyaman bagi wanita (Heslin, Nguyen and Nguyen, 2010). Selain itu dari segi psikologis perbedaan dukungan antara suami dan tenaga kesehatan juga dijelaskan dalam beberapa jurnal penelitian. Dalam sebuah penelitian oleh mahasiswa Universitas Tribhuwana Tunggadewi yang dipublikasikan dalam Jurnal Care Volume 5, No.1 menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara senam hamil, dukungan suami, dan dukungan bidan terhadap kecemasan ibu hamil trimester ketiga. Dari ketiga variabel tersebut, variabel dukungan suami memiliki hubungan yang lebih dominan terhadap tingkat kecemasan ibu hamil trimester ketiga. Hal tersebut dijelaskan oleh peneliti karena suami merupakan orang terdekat ibu hamil, dan dukungan dari orang terdekat sangat dibutuhkan (Astutik and Sutriyani, 2017). Berdasarkan dari segi psikologis, dengan kehadiran suami yang mendampingi ibu bersalin, maka secara otomatis ibu akan menyadari keberadaan suami kemudian memori bahagia dalam otak ibu (tepatnya di hipokampus)



teraktivasi



sehingga



Amigdala



(bagian



otak



yang



mempersepsikan memori) mempersepsikan memori bahagia yang akhirnya menimbulkan rasa nyaman dan tenang pada ibu bersalin yang didampngi suaminya (LeDoux, 2011). Selain itu, dukungan tenaga kesehatan dalam proses persalinan memiliki peran yang tidak kalah penting dari dukungan suami. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Swedia mengenai dukungan selama persalinan disebutkan bahwa kehadiran suami dalam proses persalinan dapat berdampak baik terhadap psikologis ibu bersalin, namun kehadiran tenaga kesehatan akan lebih membuatnya merasa aman dan merasa didukung (Bäckström and Hertfelt Wahn, 2011). Dengan kehadiran tenaga kesehatan dalam setiap tahap proses persalinan terlebih dengan memberikan pijat endorfin menyebabkan ibu merasa aman, lebih diperhatikan, sehingga akan berdampak mengurangi rasa nyeri yang dirasakan ibu bersalin pada kala I fase aktif. f. Metode Pendidikan Kesehatan



Banyak penelitian menunjukan bahwa pijat endorfin dapat menurunkan rasa nyeri persalinan. Dengan dilakukan pijat ini tubuh akan mengeluarkan hormon endorfin yang dapat menimbulkan rasa nyaman dan mengurangi nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin. Pijat endorfin selain dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mendampingi persalinan, dapat juga dilakukan oleh suami (Kuswandi, 2013). Pendidikan kesehatan merupakan salah satu cara jenis kegiatan dari promosi kesehatan dimana di dalam kegiatannya terdapat kesempatan untuk belajar tentang kesehatan, termasuk penyediaan informasi, dan mempelajari ketrampilan yang memungkinkan terjadi perubahan perilaku. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya yang efektif untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan untuk mengubah perilaku dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat (Maulana, 2009). Pendidikan kesehatan merupakan salah satu proses belajar, dimana proses belajar ini perlu waktu dan dilakukan secara kontinyu agar hasilnya maksimal. Proses belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat disederhanakan menjadi dua faktor penting, yaitu faktor internal dan ekternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, seperti kesehatan, kecerdasan, dan kondisi psikologis/mental individu. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri orang yang bersangkutan, seperti faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, dan lamanya waktu belajar (Hakim, 2012). Berdasarkan



hasil



penelitian



diketahui



bahwa



pemberian



pendidikan kesehatan dengan metode demontrasi langsung lebih efektif dibandingkan dengan metode audiovisual. Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan dengan metode demonstrasi peserta pelatihan diberikan kesempatan untuk mencoba secara langsung sehingga lebih efektif sebelum dilakukan penilaian untuk mengetahui kemampuan peserta setelah diberikan pelatihan (Khayati, 2014). Berdasarkan salah satu penelitian, disebutkan bahwa suami yang baru pertama kali menemani istrinya dalam proses persalinan berada dalam kondisi psikologis yang tidak stabil. Suami yang baru pertama kali menemani istrinya dalam proses persalinan mengalami gejala kecemasan



yang menggangu (Zerach and Magal, 2016). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Swedia, dalam studi deskriptif tentang pengalaman pertama seorang ayah dalam persalinan normal dijelaskan bahwa kebanyakan calon ayah merasa cemas dan tidak tenang saat menemani istrinya dalam proses persalinan (Ledenfors and Berterö, 2016) Dalam kondisi psikologis yang kurang stabil, pendidikan kesehatan yang diberikan tidak dapat terserap secara maksimal (Hakim, 2012) C. Tinjauan Teori Asuhan Bayi Baru Lahir 1. Asuhan pada Bayi Baru Lahir a. Definisi Bayi Baru Lahir Menurut Dewi (2010), bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. b. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal 1) Lahir aterm antara 37-42 minggu. 2) Berat badan 2500-4000 gram. 3) Panjang badan 48-52 cm. 4) Lingkar dada 30-38 cm. 5) Lingkar kepala 33-35 cm. 6) Lingkar lengan 11-12 cm. 7) Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit. 8) Pernafasan ± 40-60 x/menit. 9) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup. 10) Rambut



lanugo



tidak



terlihat



dan



rambut



kepala



biasanya



telah  sempurna. 11) Kuku agak panjang dan lemas. 12) Nilai APGAR > 7. 13) Gerak aktif. 14) Bayi lahir langsung menangis. 15) Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.



16) Reflek sucking (hisap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.Reflek moro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik. 17) Refleks grasping (menggenggam) sudah baik. c. Genetalia. Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang berlubang.Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia mayora dan labia minora. d. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama dan bewarna hitam kecoklatan serta harus sudah BAK dengan warna kuning jernih (Dewi, 2010). e. Tahapan Bayi Baru Lahir Menurut Dewi (2010), tahapan bayi baru lahir meliputi: 1) Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu. 2) Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku. 3) Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh. f. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir Pemeriksaan apgar score Tabel 2.2 Pemeriksaan Apgar Score Tanda Appearance/



Nilai: 0 Pucat/



Nilai: 1 Tubuh



Nilai: 2 Seluruh



warna kulit



biru



merah,



tubuh



seluruh



ekstremitas



kemerahan



tubuh Tidak ada



biru < 100



> 100



Tidak ada



Ekstremitas



Gerakan



tonus otot



sedikit



aktif



Activity/



fleksi Sedikit



Langsung



gerak



menangis



Pulse/ denyut jantung Grimace/



aktivitas



Tidak ada



Respiration/



Tidak ada



pernafasan



Lemah/



Menangis



tidak teratur



Sumber: Dewi (2010) g. Pemeriksaan antropometri Menurut Hidayat (2008), pengukuran antropometri meliputi: 1) Lingkar kepala Pengukuran lingkar kepala digunakan sebagai salah satu parameter untuk menilai pertumbuhan otak, normalnya 34-35 cm. 2) Lingkar lengan atas Pengukuran ini digunakan untuk menilai jaringan lemak dan otot, normalnya 11-12 cm. 3) Berat badan Pengukuran berat badan dilakukan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh (misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh dan cairan tubuh), normalnya kenaikan berat badan pada triwulan I sekitar 700-1000 gram / bulan, triwulan kedua sekitar 500-600 gram / bulan, triwulan III sekitar 350-450 gram / bulan, dan pada triwulan IV sekitar 250-350 gram / bulan. 4) Panjang badan Pengukuran panjang badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi, normalnya 48-52 cm. 5) Pemeriksaan reflek Menurut Dewi (2010), pemeriksaan reflek pada bayi baru lahir meliputi: a) Refleks kedipan (glabelar refleks) Merupakan respon terhadap cahaya terang yang mengindikasikan normalnya saraf optik. b) Refleks menghisap (rooting refleks) Merupakan reflek bayi yang membuka mulut atau mencari puting saat menyusu. c) Refleks menelan (sucking refleks) d) Tonic neck refleks Merupakan usaha bayi untuk mengembalikan kepala ketika diputar ke sisi pengujian saraf asesori. e) Grasping refleks



Normalnya bayi akan mengenggam dengan kuat saat saat pemeriksa meletakkan jari ke dalam genggaman tangan bayi. f) Refleks morro Tangan pemeriksa menyangga pada punggung dengan posisi 45 derajat, dengan keadaan rileks kepala dijatuhkan sepuluh derajat, normalnya akan terjadi abduksi sendi bahu dan ekstensi lengan. g) Walking refleks Bayi akan menunjukan respon berupa gerakan berjalan dan kaki akan bergantian dari fleksi ke ekstensi. h) Babynski refleks Dengan menggores telapak kaki, dimulai dari tumit lalu gores pada sisi lateral telapak kaki kearah atas kemudian gerakan jari sepanjang telapak kaki. h. Asuhan pada Bayi Baru Lahir 1) Jaga kehangatan bayi Berikan bayi kepada ibunya secepat mungkin.Kontak dengan ibu dan kulit bayi sangat penting untuk kehangatan mempertahankan panas tubuh bayi. Gantilah handuk/ kain yang basah, dan bungkus bayi tersebut dengan selimut dan dan jangan lupa memastikan kepala bayi telah dilindungi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas. 2) Insiasi menyusui dini Untuk mempererat ikatan batin antar ibu-anak, setelah dilahirkan sebaiknya bayi langsung diletakkan didada ibunya sebelum bayi dibersihkan. Sentuhan kulit dan kulit mampu menghadirkan efek fisiologis yang dalam diantara ibu dan anak penelitian membuktikan bahwa ASI ekslusif selama 6 bulan memang baik bagi bayi. Satu jam pertama si bayi menemukan payudara ibunya, ini adalah awal hubungan menyusui yang berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi menyusu. Setelah IMD dilanjutkan pemberian asi ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan hingga 2 tahun. Jika dilakukan kontak antara kulit ibu dan bayi, maka hormone stress akan kembali turun sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stress, pernafasan dan detak jantungnya mulai stabil. Sentuhan, hisapan, dan jilatan bayi pada putting ibu selama proses IMD akan merangsang



keluarnya



oksitosin



yang



menyebabkan



rahim



berkontraksi



sehingga



membantu



pengeluaran



plasenta



dan



mengurangi perdarahan pada ibu. Sentuhan bayi juga merangsang hormone lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi, serta merangsang pengaliran ASI dari payudara. Secara ilmiah proses inisiasi menyusui dini akan mengurangi rasa sakit pada ibu. Selain itu bayi juga dilatih motoriknya pada saat proses tersebut. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini : a) Anjurkan suami atau keluarga untuk melakukan IMD saat ibu melahirkan. b) Hindari penggunaan obat kimiawi dalam proses persalinan c) Segera keringkan bayi tanpa menghilangkan lapisan lemak putih d) Dalam keadaan ibu dan bayi tidak memakai baju, tengkurapkan bayi didada atau perut ibu agar terjadi sentuhan kulit ibu dan bayi dan kemudian selimuti keduanya agar tidak kedinginan. e) Anjurkan ibu untuk member sentuhan kepada bayi untuk merangsang bayi mendekati putting f) Biarkan bayi bergerak sendiri mencari putting susu ibunya g) Biarkan kulit bayi bersentuhan langsung dengan kulit ibunya minimal 1jam walaupun proses menyusui telah terjadi. Bila belum terjadi proses menyusu hingga 1 jam, biarkan bayi berada didada ibu sampai proses menyusu pertama selesai. h) Tunda



tindakan



lain



seperti



menimbang,



mengukur,



dan



memberikan suntikan vitamin K1 sampai proses menyusu selesai. i) Proses menyusu dini dan kontak kulit ibu dan bayi harus diupayakan meskipun ibu melahirkan secara oprasi atau tindakan lain. j) Berikan ASI saja tanpa minuman atau cairan lain, kecuali ada indikasi medis yang jelas. k) Memberi vitamin K (Rukiah dan Yulianti, 2010) 3) Perawatan tali pusat Cara perawatan tali pusat agar tidak terjadi peningkatan infeksi yaitu dengan membiarkan talipusat terbuka dan hanya membersihkan dengan air bersih, membersihkan tali pusat dengan alcohol tidak efektif karna alkohol akan mudah menguap di daerah panas sehingga



efektifitasnya menurun. Begitu pula dengan bedak antiseptik yang juga efektifitasnyaberkurang terutama dalam kelembapan tinggi, sehingga penggunaan bahan tersebut dapat meningkatan infeksi. Kecuali bila dijaga agar tetap kering. Membiarkan tali pusat bayi mengering tidak ditutup dan hanya dibersihkan setiap hari menggunakan air bersih merupakan cara paling efektif dan biaya paling efisien dalam merawat tali pusat. Anjurkan ibu untuk tidak membubuhkan



apapun



pada



daerah



tali



pusat



karna



dapat



meningkatkan infeksi (Dewi,2010) Upaya untuk mencegah infeksi talipusat sesungguhnya marupakan tindakan sederhana, yang penting adalah tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, dan selalu mencuci tangan



dengan



menggunakan



air



bersih



dan



menggunakan



sabun.Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti bahan yang digunakan untuk merawat talipusat.Perawatan tali pusat secara medis menggunakan bahan antiseptik yang meliputi alkohol 70% atau anti mikrobial seperti Povidon Iodin 10% (Betadin), Klorheksidin, Iodium Tinsor,dan lain-lain yang disebut sebagai cara modern. Sedangkan perawatan talipusat metode tradisional mempergunakan madu, minyak Ghee (India), atau kolostrum air susu ibu (Sodikin,2009,) Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Kasiati (2010) menyatakan tidak ada perbedaan masa pelepasan tali pusat antara yang menggunakan alcohol dengan tanpa alcohol. Namun alcohol akan membuat tali pusat lebih terlindungi terhadap infeksi. Penelitian lain dilakukan oleh Yunanto,A (2005) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran alkohol 70 %, povidone-iodine 10 % dan kasa kering steril dalam mencegah infeksi pada perawatan tali pusat. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perawatan tali pusat dengan menggunakan alcohol 70%, povidone-iodine 10% dan kasa kering steril dapat mencegah terjadinya infeksi tali pusat dan aktivitas ketiga perlakuan tersebut tidak menujukkan perbedaan yang bermakna terhadap hari lepasnya tali pusat. Namun bila dipandang dari segi ekonomi perawatan tali pusat dengan kasa kering steril



dinilai lebih ekonomis dibandingkan perawatan tali pusat dengan menggunakan alkohol 70% dan povidoneiodine 10%. Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada Neonatus yang penting dalam perawatan talipusat adalah menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit disekitar tali pusat dengan kapas bersih, kemudian bungkus dengan longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa bersih atau steril.Popok atau celana bayi harus diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan feses dan urin.Hindari penggunaan kancing,koinatau uang logam untuk membuat tertekan tali pusat. (Prawiroharjo,2009,). Hal lain dikemukakan oleh Purwaningsih,E (2011) dan perbedaan waktu pelepasan tali pusat antara perawatan dengan menggunakan metode kolostrum dibandingkan dengan metode kasa kering, dimana perawatan menggunakan metode kolostrum lebih cepat 34,71 jam dibandingkan dengan menggunakan metode kasa kering. 4) Memberi obat tetes/ salep mata Di beberapa Negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum diharuskan untuk mencegah terjadinya oftalmia neonatorum. Di daerah dimana prevalensi gonorea tinggi, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam setelah bayi lahir. Pemberian obat mata eritomisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual).Perawatan harus dikerjakan segera. Tindakan ini dapat dikerjakan setelah perawatan tali pusat, dan harus dicatat dalam status termasuk obat apa yang digunakan. (Prawirohardjo, 2009) Menurut Kemenkes RI (2010), asuhan yang diberikan pada bayi yaitu dilakukannya kunjungan neonatus yang terbagi menjadi tiga waktu. KN I pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir, dilakukan



tindakan



jaga kehangatan,



berikan ASI eksklusif,



pencegahan infeksi, perawatan tali pusat dan pemberian injeksi vitamin K dan Hb 0. KN II (Kunjungan Neonatal II) dilakukan pada



hari ke-3 sampai hari ke-7, dilakukan tindakan menjaga kehangatan, memberikan ASI eksklusif, pencegahan infeksi dan perawatan tali pusat. KN III (Kunjungan Neonatal III) dilakukan pada hari ke-8 sampai dengan usia 28 hari, dilakukan pemberian imunisasi bayi 1 bulan meliputi BCG dan Polio 1, memastikan tidak terdapat tandatanda infeksi, dan memberikan ASI eksklusif. 5) Rawat gabung a) Defenisi Rawat Gabung Rawat gabung adalah bayi bersama ibunya dirawat dalam satu kamar atau satu ruangan dan dapat juga diartikan bahwa membuat ibu dan anaknya bergabung daam satu ruangan atau tempat tidur sama dan



dapat mencegah



meningkatkan



keberhasilan



terjadinya pemberian



infeksi ASI,



serta



akan



terutama



bila



digabungkan dengan penyediaan pedoman-pedoman pemberian ASI. b) Tujuan Rawat Gabung (1)Memberikan bantuan emosional  Ibu dapat memberikan kasi sayang sepenuhnya kepada bayi  Memberikan kesempatan kepada ibu dan keluarga untuk mendapatkan pengalaman dalam merawat bayi (2)Penggunaan ASI  Agar



bayi



dapat



sesegera



mungkin



mendapatkan



kolostrum/ASI ASI adalah makanan bayi yang terbaik. Produksi ASI akan lebih cepat dan lebih banyak bila dirangsang sedini mungkin dengan cara, menetekkan sejak bayi lahir dengan cara menetekkan sejak bayi lahir hingga selama mungkin. Pada hari-hari pertama, yang keluar adalah colostrums yang jumlahnya sedikit.  Produksi ASI akan makin cepat dan banyak jika diberikan sesering mungkin c) Pencegahan infeksi Mencegah terjadinya infeksi silang, pada perawatan bayi dimana banyak bayi yang disatukan, infeksi silang sulit dihindari. Dengan rawat gabung, lebih mudah mencegah infeksi silang.Bayi



yang melekat pada kulit ibu akan memperoleh transfer antibodi dari si ibu. Colostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi akan melapisi seluruh permukaan kulit dan saluran pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan mencegah infeksi terutama pada diare. Obat bekerja sebagai hasil interaksi fisiokemikal antar molekul-molekul



obat



dan



molekul-molekul



tubuh



resipien/pasien.Reaksi kimia ini dapat mengubah carakerja sel yang selanjutnya dapat menimbulkan perubahan pada perilak jaringan, organ dan system. Obat memodifikasi fungsi tubuh yang sudah ada .Sebagian besar obat akan bekerja pada lebih dari satu jenis sel dan dengan demikian menimbulkan efek yang multiple pada tubuh. Sebagian besar molekul obat bekerja lewat :  Reseptor protein pada membrane sel atau di dalam sel  Saluran ion di dalam membran sel  Enzim-enzim dalam sel atau cairan ekstrasel d) Pendidikan kesehatan Kesempatan melaksanakan rawat gabung da apat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada ibu, terutama primipara. e) Memberikan Stimulasi mental dini tumbuh kembang pada bayi f) Manfaat Rawat Gabung Adapun manfaat rawat gabung yaitu : (1)Aspek fisik Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan (nirjadwal). (2)Aspek fisiologis Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan



timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim.



(3)Aspek psikologis Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother bonding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. (4)Aspek Edukatif Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak pertama) akan mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. (5)Aspek Medis Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi. g) Pelaksanaan Rawat Gabung (1)Di poliklinik kebidanan  Memberikan Penyuluhan mengenai kebaikan ASI dan merawat gabung.  Memberikan penyuluhan mengenai perawatan payudara, makanan ibu hamil, nifas, perawatan bayi.  Mengadakan ceramah, Tanya jawab dan motivasi KB.  Membantu ibu yang mempunyai masalah dalam kesehatan ibu dan anak sesuai dengan kemampuan. (2)Di kamar bersalin , Adapun kriteria yang diambil sebagai syarat rawat gabung yaitu:  Nilai Apgar lebih dari 7  BB lebih dari 2500 gram dan kurang dari 4000 gram  Masalah kehamilan lebih dari 36 minggu dan kurang dari 42 minggu  Lahir spontan persentasi kepala  Ibu sehat



(3)Di ruang perawatan Bayi diletakkan di dalam tempat tidur bayi dan ditempatkan di samping ibu. Pada waktu berkunjung bayi dan tempat tidurnya di tempatkan ke ruangan lain, perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat dikenali keadaan-keadaan yang tidak normal, bayi bias menyusu sewaktu ia menginginkan dan bayi tidak boleh menyusu dari botol. Aktifitas di ruang follow up:  Menimbang berat bayi  Anamnesis mengenai makanan bayi  Cara menyusukan bayi  Pemberian imunisasi menurut instruksi dokter (4)ASI Ekslusif pada Rawat Gabung Menurut Professor Guido Moro dari Macedonis Melloni Maternity Hospital di Milan dua pertiga dari sistem kekebalan tubuh bayi ada di bagian perutnya, sehingga sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang ia makan dan minum. Itulah sebabnya mengapa buah hati Ibu yang baru lahir sangat membutuhkan ASI terutama selama 6 bulan pertama kehidupannya. Sebagai makanan pertama si buah hati, ternyata ASI bukan hanya nutrisi sempurna untuk buah hati dan mendekatkan hubungan emosi antara ibu dan sang bayi, namun sekaligus memberi perlindungan karena ASI bermanfaat memperkuat imunitas alami bayi yang baru lahir. Manfaat ASI untuk sang buah hati, sepuluh keajaibannya antara lain:  ASI memperkuat sistem kekebalan tubuh. Komponen utama pembangun sistem kekebalan tubuh pada ASI adalah prebiotik.  ASI menurunkan terjadinya resiko alergi.  ASI menurunkan resiko terjadinya penyakit pada saluran cerna, seperti diare dan meningkatkan kekebalan pada sistem pencernaan.  ASI menurunkan resiko gangguan pernafasan, seperti flu dan batuk.



 ASI kaya akan AA dan DHA yang medandukung pertumbuhan kecerdasan anak.  ASI mengandung prebiotik alami untuk mendukung pertumbuhan flora usus.  ASI memiliki komposisi nutrisi yang tepat dan seimbang.  Bayi-bayi yang diberikan ASI menjadi lebih kuat. Menyusui juga menurunkan terjadinya resiko obesitas saat ia tumbuh besar kelak  Bayi-bayi yang menerima ASI memiliki resiko lebih rendah dari penyakit jantung dan darah tinggi di kemudian hari.  Menurut hasil penelitian, menyusui telah terbukti dapat menurunkan resiko kanker payudara, kanker ovarium, dan osteoporosis.  Sebagai sumber gizi utama dikala buah hati belum dapat mencerna makanan padat, ASI yang diproduksi langsung oleh tubuh bunda setelah proses melahirkan dengan bantuan hormon prolactin dan oxytocin ini, ternyata mengandung nutrisi lengkap yang disesuaikan dengan kebutuhan buah hati. Adapun nutrisi yang dimaksud yaitu nutrisi makro seperti protein, lemak dan karbohidrat, serta nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral. Nutrisi lainnya seperti DHA, AA, asam lemak Omega 3 dan Omega 6 merupakan kandungan ASI yang membantu proses pembentukan sel otak,



memelihara



jaringan



otak,



dan



kemampuan



penglihatan. (5)Kontra Indikasi Rawat Gabung  Adapun kontra indikasi pada rawat gabung yaitu:  Keadaan ibu  Kondisi kardiorespirasi yang tidak baik, penyakit jantunng fungsional.  Pascapreklampsia, kesadaran belum baik.  Penyakit infeksi akut, TBC.  Penyakit Hepatitis B, terinfeksi virus HIV, herpes simpleks.  Terbukti menderita karsinoma payudara.  Keadaan bayi



 Bayi kejang atau kesadaran menurun.  Sakit berat oada jantung dan paru.  Bayi yang memerlukan pengawasan intensif atau terapi khusus.  Cacat bawaan sehingga tidak mampu menyusui. (6)Indikasi Pada prinsipnya indikasi rawat gabung adalah dimana si ibu mampu menyusui dan si bayi mampu untuk menyusu. Kemampuan si ibu untuk menyusui di mulai dengan ke inginan atau kesediaan yang berupa motifasi si ibu sendiri untuk menyusui. (7)Kesulitan Rawat Gabung  Kasus tidak terdaftar belum memperoleh penyuluhan sehingga masih takut untuk menerima rawat gabung.  Kekurangan tenaga pelaksana kesehatan untuk mencapai tujuan yang maksimal.  Secara terpaksa masih digunakan susu formula untuk keadaakeadaan dimana ASI sangat sedikit; ibu yang mengalami tindakan operatif dan belum pulih kesadarannya. Suatu hal sebagai bahan pemikiran adalah bayi disusui oleh ibu yang bersedia menyumbangkan air susunya dan berlebih ASInya. (8)Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Fikawati,S (2009) menyatakan bahwa factor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh rawat gabung yang dilakukan antara ibu dan bayinya sehingga dapat memberikan ASI secara Eksklusif. (9) Kunjungan Neonatus Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Menurut Kemenkes RI (2013), asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir (BBL) adalah dilakukannya kunjungan neonatus terbagi menjadi tiga, yaitu: kunnjungan neonatus 1 adalah kunjungan pada 6-48 jam. Asuhan yang diberikan yaitu



pemberian imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada saat lahir, perawatan tali pusat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi. Kunjungan neonatus 2 adalah kunjungan 2-7 hari. Asuhan yang diberikan yaitu konseling perawatan bayi baru lahir termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali pusat, periksa tanda bahaya infeksi, pencegahan hipotermi. Kunjungan neonatus 3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Asuhan yang diberikan yaitu imunisasi bayi 1 bulan meliputi BCG dan Polio 1, memastikan tidak terdapat tandatanda infeksi, memastikan pemberian ASI ekslusif. Berdasarkan jurnal penelitian oleh Ekawati, Henydari Jurnal



KeperawatanSTIKES



Muhammadiyah



Lamongan



(Vol.07, No.01; 2015) dengan judul “Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Bayi Baru Lahir Di Klinik Bersalin Mitra Husada Desa Pangean Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan” terdapat 21 responden, yang diukur suhunya sebelum dilakukan IMD dan sesudah dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya atau 76,2% bayi baru lahir sebelum dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) mengalami penurunan suhu tubuh dan sesudah dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagian kecil atau 23,8% bayi baru lahir yang mengalami suhu tubuh rendah. Melihat dari hasil penelitian ini diharapkan bagi para tenaga kesehatan agar memberikan perawatan pada bayi baru lahir dalam bentuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk mencegah terjadinya Hipotermi pada bayi baru lahir dan memberikan pengetahuan kepada para ibu bersalin akan manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD).



Bayi Baru Lahir Perubahan Fisiologis Bayi lahir pervaginan Tekanan rongga dada



Post de entry bakteri



1/3 cairan paru Rangsangan pernapasan pertama



Rangsangan sensori



O2 masuk PaO2 alveous Aliran darah dalam paru Alveolus tidak berfungsi



Bayi belum dapat mengatur suhu



Tali pusat terpotong



Tekanan permukaan alveolus



Kadar glukosa darah 1-2 jam



Resiko infeksi



-



Resiko hipoglikemia



Evaporasi Radiasi Konveksi Konduksi



Penggunaan brownfat



Resiko hipotermi Manfaat : - Mencegah konjungtifitis



Menjaga kehangatan Resistensi pembuluh sistemik



Mengeringkan



Mengubah aliran darah



- membedong - topi - baju



IMD



Keberhasilan ASI Eksklusif



Tekanan atrium kanan Aliran darah paru masuk ke janung



Rawat gabung



Tekanan atrium kiri



Foramen ovale menutup



Terbentunya ykarboksiglutama (Glu) Mengikat ion kalsium



Sulfaktan Oksigenasi



Resiko Perdarahan intrakranial Vit. K



Brown fat habis



volume pembuluh darah paru



Kemampuan koagulasi rendah



Resiko infeksi



Pemberian salep mata



Penggunaan glukosa



Perawatan tali pusat: - Menjaga tetap kering - Bungkus dkassa steril



Imunitas belum matang



Hubungan ibu dan anak



Angka kesakitan/ kematian



Protein pembekuan darah berikatan dengan membran Efek : - Ruam kulit



Mengikat Ca2+ Fator XII aktif Gumpalan longgar fibrin Menjaring sel darah merah dan plasma Agregat padat dan keras



Menghentikan perdarahan



D. Tinjauan Teori Masa Nifas a. Definisi Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai sejak 1 jam setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat- alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung kira- kira 6 minggu atau 42 hari (Saifuddin AB, 2011; h. 356). Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009; h. 2). Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keaadaan sebelum hamil (Saleha, S,2009; h.2). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa pulihnya alat-alat kandungan kembali setelah plasenta keluar. b. Perubahan Fisiologis Nifas Involusi alat-alat kandungan, yang pertama terjadi pada uterus. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Kedua, bekas implantasi uri mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. Ketiga, luka-luka pada jalan lahir jika tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari. Keempat, rasa nyeri yang disebut after pains disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Kelima, lokia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina. Perubahan lokia terjadi dalam empat tahap, yaitu Lokia rubraberisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa selama 2 hari pascapersalinan. Lokia sanguilenta berwarna merah kuning, berisi darah dan lendir pada hari ke 3-7 pascapersalinan.Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pascapersalinan.Lokia alba yaitu cairan putih, setelah 2 minggu. Keenam, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman. Ketujuh, ligamen, fascia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali (Sofian, A, 2011; h.87-88). c. Perubahan Psikologis Nifas Menurut Bahiyatun (2009; h.64-65), dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu akan mengalami fase– fase sebagai berikut:



1) Fase Taking In Fase taking in yaitu periode ketergantungan.Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan. 2) Fase Taking Hold Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 2– 4 hari setelah melahirkan Ibu perhatian terhadap kemampuan dirinya menjadi orang tua. 3) Fase Letting Go Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Pada periode ini umumnya terjadi depresi post partum. Selain fase-fase tersebut ibu juga mengalami perasaan let down atau depresi post partum. Umumnya depresi ini sedang dan mudah berubah dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan dapat diatasi 1-2 minggu kemudian. Dapat juga terjadi post partum blues/baby blues yaitu periode emosional stres yang terjadi antara hari ke- 3 dan ke- 10 setelah persalinan yang terjadi 80 % pada ibu post partum. Kesedihan dan duka cita, hal ini dapat terjadi apabila bayinya cacat atau meninggal. d. Tahapan Masa Nifas Menurut Bahiyatun (2009; h.2), nifas dibagi dalam tiga periode, meliputi puerperium dini yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyelutuh alat – alat genital.Remote pueperium yaitu waktu untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan atau tahun. e. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Nifas Menurut Bahiyatun (2009; h.122- 123), masa nifas adalah masa (kirakira 6minggu) setelah kelahiran bayi, selama tubuh ibu beradaptasi ke keadan sebelum hamil, disebut juga puerperium.Dalam praktik masa kini, banyak



ibu



yang



dipulangkan



ke



rumah



setelah



1







2



hari



pascamelahirkan.Asuhan kebidanan selama masa ini berfokus pada pengkajian terhadap perkembangan komplikasi yang mungkin terjadi dan penyuluhan pasien.Bidan harus menggunakan setiap kesempatan untuk menjelaskan perubahan fisiologis normal kepada ibu, sehingga ibu mampu mengenali penyimpangan dan mencari pertolongan pemberi asuhan, jika komplikasi timbul.



Bidan harus melakukan evaluasi secara terus – menerus selama masa nifas. Selain itu, memantau kondisi ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua. Bidan boleh meninggalkan ibu setelah dua jam pertama jika tidak terdapat tanda- tanda bahaya. Asuhan masa nifas dirangkum dalam 2-6 jam, 2-6 hari, dan 2-6 minggu, namun waktu spesifik ini tidak diinterpretasikan secara kaku. Akan lebih baik lagi jika bidan memantau kondisi ibu satu kali dalam sehari pada setiap kunjungan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kesehatan ibu dan mendeteksi adanya komplikasi. Evaluasi secara terus – menerus, meliputi: 1)



Meminjau ulang data Catatan intrapartum dan antepartum (jika tidak diketahui atau merupakan kunjungan pertama), jumlah jam atau hari postpartum, catatan pengawasan dan perkembangan sebelumnya, catatan tandatanda vital postpartum, dan catatan pengobatan.



2)



Mengkaji riwayat a) Ambulasi: apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, dengan bantuan atau mandiri, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi. b) Berkemih: bagaimana frekuensinya, jumlah, apakah ada nyeri, atau dysuria. Berdasarkan hasil penelitian Suryati Y, Kusyati E, Hastuti W Program Study S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang dalam Jurnal managemen Keperawatan (vol. 01 No. 01; 2013) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Luka Perineum Dan Status Gizi Dengan Proses Penyembuhan Luka” mengatakan bahwa ibu nifas dengan status gizi baik lebih cepat penyembuhannya dibanding dengan bersih kering. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa responden dengan status gizi kurang mengalami penyembuhan luka tidak normal sebanyak 7 orang (77,8%) sedangkan responden dengan status gizi baik mengalami penyembuhan luka normal sebanyak 23 orang (74,2%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penyembuhan perineum pada ibu nifas dengan status gizi baik lebih cepat penyembuhan luka. Hendaknya bidan menganjurkan dan mengajarkan ibu postpartum tentang perawatan perineum terutama



dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dengan status gizi baik. Selain itu, pemberian air rebusan daun binahong juga terbukti



dapat



mempercepat



penyembuhan



luka



perineum.



Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, Kartika dan Rahayu, Heni (dosen Universitas Muhammadiyah Magelang



(2016)



persentasi



reponden



yang



mengalami



penyembuhan luka perineum pada kelompok binahong, lebih baik daripada kelompok bethadine. c) Defekasi: bagaimana frekuensinya, jumlah, dan konsistensinya d) Nafsu makan: apa yang ia makan, seberapa sering, apakah ada rasa panas pada perut, mual dan muntah. e) Gangguan ketidaknyamanan atau nyeri: lokasinya, kapan, tipe nyeri, dan apa yang dapat mengurangi nyeri tersebut. f)



Psikologis ibu: bagaimana perhatian terhadap dirinya dan bayinya, perasaan terhadap bayinya, dan perasaan terhadap persalinan.



g) Istirahat dan tidur: apakah ibu mengalami gangguan tidur, apakah ibu mengalami kelelahan. h) Menyusui: bagaimana proses menyusui dikaitkan dengan dirinya dan bayi, apakah ada reaksi antara ibu dan bayi selama menyusui, apakah ada masalah atau pertanyaan (misalnya, waktu menyusui, posisi, rasa sakit pada putting, atau pembengkakan). 3)



Pemeriksaan Fisik a) Mengukur tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan. b) Memeriksa payudaradan putting, apakah ada pembengkakan atau lecet pada putting dan infeksi. c) Memeriksa abdomen, terdiri dari palpasi uterus (memastikan kontraksi baik) dan kandung kemih. d) Memeriksa lokia: bagaimana jumlah, warna, konsistensi, dan bau). e) Memeriksa perineum : bagaimana penyembuhan (adakah edema, hematoma, nanah, luka yang terbuka, dan hemoroid). f) Memeriksa kaki: adakah varises, edema, tanda human, reflex, nyeri tekan, dan kemerahan pada betis.



f. Kunjungan Masa Nifas Berdasarkan literatur terbaru, terdapat paling sedikit 3 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi, yaitu: 1) Kunjungan I (6 jam s.d 3 hari setelah persalinan), tujuannya: a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, dan rujuk bila perdarahan berlanjut. c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. d) Pemberian ASI awal. e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir. f)



Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.



2) Kunjungan II (4-28 hari setelah persalinan), tujannya: a) Memastikan involusi uterus berjalan normal (uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau). b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat. d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memprlihatkan tanda-tanda penyulit. e) Memberikan konseling pda ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. 3) Kunjungan III (29-42 hari setelah persalinan), tujuannya : a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami. b) Memberikan konseling untuk KB secara dini. g. Pelayanan KB 1. Definisi Keluarga berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan, dan penjarangan kehamilan. KB merupakan salah satu usaha membantu keluarga atau individu merencanakan kehidupan berkeluarganya



dengan baik, sehingga dapat mencapai keluarga berkualitas (Bahiyatun, 2009; h. 130). 2. Tujuan Keluarga Tujuan Program KB menurut Kemenkes RI (2014) adalah sebagai paradigma baru Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan ”keluarga berkualitas tahun 2015”. Program KB juga mempunyai tujuan khusus yaitu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, sebagai salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (dibawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan (< 2tahun), dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun), dan sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. 3. Sasaran Program KB Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititik beratkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15- 49 tahun (Kemenkes RI, 2014). 4. Metode Kontrasepsi Untuk menjarangkan kehamilan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan, terdapat beberapa metode kontrasepsi. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kemenkes RI editor oleh Affandi, Biran (2012, edisi 3) jenis metode KB pasca persalinan dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi hormonal progestin teridiri dari beberapa macam seperti: a) Suntik Progestin Kontrasepsi hormonal untuk ibu menyusui seperti suntikan progestin, keuntungan tidak mempengaruhi produksi ASI contohnya yaitu kontrasepsi suntik progestin (depoprovera setiap 3 bulan sekali, dan depo noristerat diberikan setiap 2 bulan sekali), kontrasepsi pil progestin (minipil). Mekanisme kerja kontrasepsi suntik progestin yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menghambat transportasi gamet oleh tuba, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.



Indikasi penggunaan kontrasepsi suntik progestin yaitu wanita usia reproduksi, wanita menyusui, wanita paska abortus atau keguguran, perokok, tekanan darah