Laporan F5.2 Puskesmas Kusta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KEGIATAN DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG PERIODE OKTOBER 2014-JANUARI 2015 UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR (F5.2) PENAPISAN DAN PENCEGAHAN KECACATAN PADA PASIEN LEPRA A. Latar Belakang Permasalahan atau kasus. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Bakteri ini bersifat intraseluler obligat, dengan saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta dianggap sebagai penyakit yang menyeramkan dan sangat ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Oleh sebab itu penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan masyarakat disekitarnya akibat cacat pada wajah dan anggota tubuh. Insiden rate penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncaknya terjadi pada umur 10 – 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umurnya dan puncaknya pada umur 30 – 50 tahun dan kemudian perlahan – lahan menurun. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda–beda. Diantara 11 negara penyumbang penderita kusta di dunia, Indonesia menduduki urutan ke 4. Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat di seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Situasi kusta di Sulawesi Utara pada tahun 2006 ditinjau dari beberapa indikator menunjukkan keadaan sebagai berikut : angka penemuan penderita baru (case detection rate/CDR) 20,3 per 100.000 penduduk, angka



1



prevalensi 2,2 per 10.000 penduduk, angka cacat tingkat II 4,7 %, dan angka penderita anak < 15 tahun adalah 7,8%. WHO saat ini menggunakan strategi global untuk memberantas penyakit kusta dengan cara memberikan pelayanan kusta yang berkualitas, yaitu : 1. Bisa di akses oleh siapa saja yang membutuhkan. 2. Pengobatan Multi Drug Treatment (MDT) harus disediakan oleh Unit Pelayanan Kesehatan. 3. Tidak ada halangan : geografis, ekonomis, dan jenis kelamin. 4. Berpusat pada hak pasien termasuk hak untuk mendapatkan pengobatan tepat waktu dan memadai dengan memperhatikan kerahasiaan penderita. 5. Setiap aspek dalam manajemen kasus harus didasarkan pada bukti ilmiah Untuk menekan penyebaran kusta di Indonesia, telah dibuat suatu rancangan



-



pemberantasan yaitu : a. Tata laksana penderita Penemuan penderita Diagnosis dan klasifikasi Pengobatan dan pengendalian pengobatan Pencegahan cacat dan perawatan diri Rehabilitasi medik b.Tata laksana program -Perencanaan -Pelatihan -Penyuluhan dan advokasi -Supervisi -Pencatatan dan pelaporan -Monitoring dan evaluasi -Pengelolaan logistik Penyakit



kusta



merupakan



penyakit



menular



yang



masih



banyak



menimbulkan masalah kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu pemahaman yang benar tentang kusta sangat diperlukan, agar penderita dapat didiagnosis dini dan diberikan pengobatan yang tepat, sehingga tidak membuat kesalahan yang merugikan penderita B. Permasalahan di Keluarga, Masyarakat dan Kasus



2



Data penderita lepra di cakupan wilayah puskesmas Anggeraja cukup rendah yakni dua kasus sehingga penanganan kasus lepra benar benar dapat dilakukan secara terfokus dan holistik. Angka kepatuhan pengobatan sangat tinggi dan pasien sangat kooperatif dalam menghadapi penyakitnya sehingga perencanaan skrining kecacatan perlu dilakukan agar jangan sampai terjadi putus obat akibat kejadian yang tidak diinginkan selama pengobatan misalnya reaksi kusta dan munculnya kecacatan sesuai grading WHO C. Intervensi Penapisan pencegahan kecacatan kusta dilakukan pada pasien baru terdiagnosis, Tn R usia 58 tahun dengan Kusta tipe MB. Penapisan kecacatan dilakukan dengan menggunakan modul penapisan kecacatan dengan marking pemarkahan dengan menilai tiga unsur kecacatan, amputasi, gangguan neurologis dan kecacatan pada mata. Skrining dilakukan oleh seluruh dokter internship sesuai dengan jadwal kontrol pasien. D. Pelaksanaan Tuan R 58 Tahun datang ke poliklinik Umum Puskesmas Anggeraja setelah menjalani dua minggu pertama pengobatan MDT kusta. Pada kunjungan awal didapatkan adanya penurunan sensibilitas pada area yang dipersarafi nervus ulnaris sinistra dan rasa baal pada seluruh telapak kaki. Pembesaran saraf ditemukan pada nervus ulnaris Sinistra dan nervus auricularis magnus sinistra. Tidak ditemukan amputasi dan lagoftalmus. Penapisan kecacatan kedua menunjukkan respon yang baik dengan sensibilitas telapak kaki yang mulai membaik disertai insiden neuralgia yang mulai berkurang pada area nervus ulnaris sinistra. Perkembangan setiap dua minggu berikutnya menunjukkan hasil yang baik hingga 8 minggu setelah minum obat, tidak ditemukan tanda tanda neuritis baru dan reaksi kusta. E. Monitoring dan Evaluasi



3



Kegiatan ini tetap dijalankan terutama selama pasien meminum obat. Motivasi yang diberikan setiap kontrol pengobatan dan komunikasi mengenai hasil penapisan kecacatan yang sangat memuaskan dapat meningkatkan rasa percaya diri pasien.



Enrekang 31 Januari 2015 Peserta Internship



Pendamping



dr Bumi Zulheri Herman



dr Johan



4