Laporan Farmako [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN MUTU SIMPLISIA KUNYIT(Curcuma domestica) dan TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza)



OLEH



AYU NOVRIANA N011181508 KELOMPOK V



LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018



BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan



melakukan



standarisasi



simplisia.



Standarisasi



simplisia



mempunyai pengertian bahwa simplisia yang digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus mempunyai persyaratan tertentu. Ada berbagai macam parameter yang digunakan dalam menguji mutu simplisia.Dalam praktikum ini dilakukan tiga pengujian terhadap sampel simplisia yang digunakan yaitu pemeriksaan organoleptik, pengamatan mikroskopis, dan uji kualitatif simplisia menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (1). Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.), adalah termasuk salah satu tanaman rempah-rempah dan obat asli dari



wilayah



Asia



Tenggara.



Tanaman



ini



kemudian



mengalami



penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan (2,3). Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman obat potensial unggulan yang memiliki khasiat multifungsi.Rimpangnya yang berkhasiat obat mampu mengobati berbagai penyakit seperti kelainan pada hati/lever, kantong empedu, dan pankreas. Pemanfaatan tanaman ini cukup banyak, antara lain dipergunakan oleh



masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan atau pengobatan penyakit maupun oleh produsen obat tradisional dan kosmetika. Selain penggunaannya sebagai bahan baku industri seperti minuman dan pewarna alami, manfaat lain adalah dapat meningkatkan sistim imunitas tubuh (4). Mengingat banyaknya manfaat dari kedua bahan obat tersebut untuk mutu simplisia bahan tersebut harus terjamin sehingga dilakukan penelitian ini dengan bertujuan untuk mengetahui mutu simplisia dengan melakukan



pengamatan



secara



organoleptik,



mikroskopis,



dan



kromatografi lapis tipis. Selain itu, kita juga dapat mengetahui apa-apa saja kandungan pada sampel dan manfaatnya. Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah memahami berbagai metode dalam pengujian mutu simplisia, metode yang digunakan seperti uji organoleptik, mikroskopik, dan KLT pada simplisia kunyit (Curcuma domestica) dan temulawak (Curcuma xanthorrizha).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Uraian Tanaman Kunyit (Curcuma domestica) II.1.1 Klasifikasi Tanaman Kingdom



: Plantae



Divisi



: Spermatophyta



Kelas



: Angiospermae



Ordo



: Zingiberales



Famili



: Zingiberaceae



Genum



: Curcuma



Species



: Curcuma domestica (2).



Gambar 1. Kunyit (Curcuma domestica)



II.1.2 Nama Daerah Kunyit dikenal di berbagai daerah dengan beberapa nama lokal, seperti turmeric (Inggris), kurkuma (Belanda), kunyit (Indonesia dan Malaysia), janar (Banjar), kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet (Madura) (2). II.1.3 Morfologi Tanaman Kunyit adalah tumbuhan jangka panjang atau tahunan dengan daun elips yang besar. Di setiap batang kunyit, ada sekitar 5-15 lembar daun dengan panjang hingga 85 cm dan lebar 25 cm. Pangkal dan ujung daun meruncing berwarna hijau muda hingga hijau tua.Batang tanaman kunyit adalah batang semu (sebenarnya tumpukan pelepah) dan berwarna



hijau, ketinggian batangnya bisa mencapai 70-100 cm. Arah batang tumbuh tegak lurus ke atas, bentuk bulat, membentuk rimpang dan tersusun atas pelepah daun yang agak lunak. Kulit luar rimpang berwarna oranye-coklat, dagingnya merah kekuningan.Bunga kunyit berasal dari rimpang yang terletak di batang.Tangkai bunga berambut kasar. Saat kering, bunga memiliki ketebalan 2-5 mm, panjang 4-8 cm. Bunga tanaman ini adalah tanaman majemuk, dan mahkotanya berwarna putih. Bunga kunyit memiliki rambut dan sisik pseudostem sepanjang 10-15 cm dengan kepala yang memiliki ukuran 3 x 1,5 cm, dan berwarna putih kekuningan.Akar kunyit memiliki aroma yang khas, dan rasanya agak pedas



dan



agak



pahit.



Jika



dilarutkan



dalam



air,



akar



kunyit



akanmenghasilkan curcuminoid kuning (2). II.1.4 Anatomi Tanaman Bentuk floem tanaman kunyit berbentuk tabung, 1-2 sel tetangga dan parenkim. Xilemnya heliks dan berlapisspiral.Lapisan dalam dari kambium kunyit memiliki 2 lapisan.Butir pati kunyit banyak di dalam daninti luar, berbentuksegitiga.Jumlahbervariasi dari 12sampai 20 per sel (3). II.1.5 Kandungan Tanaman Kunyit indonesia mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut



kurkuminoid



yang



terdiri



dari



kurkumin,



desmetoksikumin



sebanyak 10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren,



sabinen, borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium (2). II.1.6 Manfaat Tanaman Umbi (rimpang) yang berumur lebih dari satu tahun dapat dipakai sebagai obat, umbi (rimpang) kunyit berkhasiat untuk mendinginkan badan, membersihkan, mempengaruhi bagian perut Khususnya pada lambung , merangsang, melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan dan mencegah penggumpalan darah, selain dari itu juga digunakan sebagai bahan dalam masakan. Kunyit juga digunakan sebagai obat



anti



gatal,



anti



septik



dan



anti



kejang



serta



mengurangi



pembengkakan selaput lendir mulut. Kunyit dikonsumsi dalam bentuk perasan yang disebut filtrat, juga diminum sebagai ekstrak atau digunakan sebagai salep untuk mengobati bengkak dan terkilir. Kunyit juga berkhasiat untuk menyembuhkan hidung yang tersumbat, caranya dengan membakar kunyit dan menghirupnya. Kandungan utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri yang berfungsi untuk pengobatan hepatitis, antioksidan, gangguan pencernaan, anti mikroba, anti kolesterol, anti HIV, anti tumor (menginduksi apostosis), menghambat perkembangan sel tumor payudara, menghambat ploriferasi sel tumor pada usus besar, anti invasi, anti rheumatoid arthritis (rematik). Diabetes melitus, Tifus, Usus buntu, Disentri, Sakit keputihan; Haid tidak lancar, Perut mulas saat haid,



Memperlancar



ASI;



Amandel,



Berak



lendir,



Morbili,



Cangkrang



(Waterproken) (2). II.2 Uraian Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorriza) II.2.1 Klasifikasi Tanaman Kingdom



: Plantae



Divisio



: Spermatophyta



Kelas



: Angiospermae



Ordo



: Zingiberales



Famili



: Zingiberaceae



Genum



: Curcuma



Species



: Curcuma xanthorrhiza (4).



Gambar 3. Temulawak (Curcumaxanthorrhiza)



II.2.2 Nama Daerah Nama daerah di Jawa yaitu temulawak, di Sunda disebut koneng gede, sedangkan di Madura disebut temu labak (4). II.2.3 Morfologi Tanaman. Terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m. Batang semu merupakan bagian dari pelepah daun yang tegak dan saling bertumpang tindih warnanya hijau atau coklat gelap.Rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua atau berwarna hijau gelap. Tiap tunas dari rimpang membentuk daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap,



panjang daun 31 cm – 84 cm dan lebar 10 cm – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 cm – 80 cm, pada setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang. Bunganya berwarna kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol yakni perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9cm – 23cm dan lebar 4cm – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8mm – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25cm – 2cm dan lebar 1cm, sedangkan daging rimpangnya berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang menyengat dan rasanya agak pahit (3). II.2.4 Anatomi Tanaman Tipe



floem



temulawak



yaitu



kolateral



(berdampingan



dengan



xilem).Lapisan cambium berlapis tebal.Butir pati banyak terdapat di dalam sel parenkim (3).



II.2.5 Kandungan Tanaman Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein, karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer, glukosida, turmerol, dan kurkumin. Temulawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypt (5,6).



II.2.6 Manfaat Tanaman Kurkumin bermanfaat sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti



keracunan



empedu).



Temulawak memiliki



efek



farmakologi yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan ASI, dan membersihkan darah Selain



dimanfaatkan



sebagai



jamu



dan



obat,



temu



lawak



juga



dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan (4,5,7). II.3 Amilum II.3.1



Pengertian Amilum Pati atau amilum adalah suatu karbohidrat yang berbentuk granul yang



terdapat di dalam organ tanaman. Granul pati tersimpan di dalam biji, umbi, akar, dan bagian dalam dari batang tanaman sebagai cadangan makanan yang akan digunakan ketika tanaman sedang mengalami dormansi, germinasi dan pertumbuhan. Pemerian pati di bawah mikroskop berupa granul yang berwarna putih, sangat kecil dengan ukuran antara 2 - 100 mikrometer. Pati merupakan senyawa yang tergolong terbanyak kedua yang dihasilkan oleh tanaman setelah selulosa. Sumber penghasil pati adalah biji-bijian serealia (jagung, gandum, sorgum, beras), umbi (kentang), akar (singkong, ubi jalar, ganyong), dan bagian dalam dari batang tanaman sagu. Didalam proses pembuatannya, pati harus



dipisahkan dari komponen-komponen pengotor lain yang bercampur, yaitu serat, protein, gula, dan garam-garam (15). II.3.3



Tipe-tipe amilum Berdasarkan letak hilus, butir amilum dapat dibedakan menjadi dua yaitu



amilum yang konsentris (hilus terletak di tengah) dan eksentris (hilus terletak di tepi). Sedangkan berdasarkan jumlah hilus dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu monoadelph (hilus hanya satu), diadelph atau setengah majemuk (hilus berjumlah dua yang masing-masing dikelilingi oleh lamela)dan poliadelph atau majemuk (hilus berjumlah banyak dan tiap hilus dikelilingi oleh lamela) (16).



II.4



Gambar 3. a) Eksentris b) Konsentris



Gambar 4. Monoadelph



Gambar 5. Diadelph



Gambar 6. Poliadelph



Mutu Simplisia Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap



dikonsumsi



langsung,



dapat



dipertimbangkan



tiga



konsep



menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut (8):



untuk



1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi). 2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian



lainnya,



yaitu



Quality-Safety-Efficacy



(mutu-aman-



manfaat). 3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan. Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik dan pengujian mikroskopik (8):



1. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui kebenaran simplisia menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk, kering, kental, dan cair), warna(warna dari ciri luar dan warna



bagian dalam), bau(aromatik, tidak berbau, dan lain-lain), dan rasa (pahit, manis, khelat, dan lain-lain) 2. Uji Mikroskopik Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan.Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk.Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing – masing simplisia. II.5



Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari



suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponenkomponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan.Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (9). Jarak antara jalannya pelarut bersifat relative. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang



terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut (10) : Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda (10).



II.6



Nilai Konstanta Dieletrik Nilai konstanta dieletrik merupakan teori dasar kromatografi partisi



mirip dengan teori destilasi bertingkat yang menghubungkan laju



pergerakan suatu wilayah (zona) dengan koefesiensi partisi yang diberikan persamaan (11). II.7



Macam macam pelarut Adapun macam-macam pelarut beserta nilai konstanta



dielektriknya yaitu sebagai berikut (12) :



II. 8



Nama pekarut n-Hexan Air Methanol Asam asetat Toluene Kloroform Etanol Dioxane Siklohexan Prinsip Penampakan Noda



Nilai kd 0,1 10,2 5,1 4,4 2,4 4,1 4,3 4,8 0,04



Adapun prinsip dari penampakan noda yaitu (13) : a.



Pada UV 254 nm



          Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. b.



Pada UV 366 nm



          Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. II.9



Organoleptis kunyit dan temulawak Adapun organoleptis dari kunyit dan temulawak yaitu (14):



a.



Kunyit Kepingan ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning jingga



kemerahan sampai kuning jingga kecokelatan, bau khas, rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa tebal, bentuk hampir bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang. b.



Temulawak Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan keras garis tengah



sampai 6cm, tebal 2mm-5mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung dan tidak beraturan. Rasa agak pahit dan bau khas aromatik.



BAB III METODE KERJA III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Alat yang digunakan pada percobaan kali ini diantaranya adalah deckglass, gelas chamber, lempeng silika, mikroskop, object dan penggaris stainless stell, pinset. III.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu kertas saring, kloroform, kunyit (Curcuma domestica), methanol, temulawak (Curcuma xanthorrhiza), simplisia kunyit (Curcuma domestica), dan simplisia temulawak (Curcuma xanthorrhiza). III.2



Cara Kerja



III.2.1 Cara Kerja Pengamatan Organoleptik Sampel dibersihkan hingga kotorannya hilang. Sampel diamati bentuknya. Sampel diiris untuk diamati warna rimpangnya. Sampel dicium baunya. Sampel dicicipi di seluruh bagian lidah untuk mengetahui rasanya. III.2.2 Cara Kerja Pengamatan Mikroskipik Sampel diiris tipis. Sampel ditaruh di atas object glass. Object glass berisi sampel ditetesi dengan aquades lalu ditutup oleh deck glass. Sampel diamati di mikroskop dengan perbesaran 10, 40, dan 100.



III.2.2 Cara Kerja Uji Kromatografi Lapis Tipis Simplisia sampel dilarutkan dan dimasukkan ke dalam vial hingga berwujud larutan uji. Larutan uji ditotol di lempeng silika dengan menggunakan pipa kapiler. Lempeng silika dimasukkan ke dalam eluen hingga terjadi elusi. Lempeng silika berisi sampel yang telah mengalami elusi ditunggu hingga kering lalu disinari UV 254 nm dan 366 nm. Kemudian Nilai Rf sampel dihitung.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1



Hasil



Tabel 1. Uji Organoleptik Sampel Kunyit (Curcuma domestica)



Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)



Organoleptik Bau : Berbau khas Warna : Kuning terang Rasa : Sepat dan agak pahit Bentuk : Beruas banyak dan rapat Bau : Berbau khas aromatik Warna : Kuning-coklat Rasa : Sepat dan agak pahit Bentuk : Beruas renggang



Tabel 2. Uji Mikroskopis Sampel



Kunyit (Curcuma domestica)



Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)



Gambar



Deskripsi



Tipe amilum kunyit yaitu konsentris



Tipe amilum temulawak yaitu amilum konsentris



Tabel 3. Uji Kromatorafi Lapis Tipis (KLT) Kode Sampel A B



IV.2



1



Jarak Tempuh Eluen (cm) 6



2



Spot



Jarak Tempuh Noda (cm)



Nilai Rf



2,9



0,483



6



4,1



0,083



1



6



2



0,3



2



6



3



0,5



3



6



4,1



0,083



praktikum



yang



Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Kunyit (Curcuma domestica)



Pembahasan Berdasarkan



dilakukan,



kunyit



(Curcuma



domestica) pada umumnya berwarna kuning dengan bau yang sangat khas. Tanaman ini mempunyai bentuk beruas banyak dan rapat, dan mempunyai rasa yang sepat dan agak pahit. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) memiliki ruas sama seperti pada



kunyit (Curcuma



domestica). Tapi, ruas yang dimiliki temulawak (Curcuma xanthorrhiza) cenderung lebih besar dan jarak ruas satu dengan ruas yang lain cenderung lebih renggang. Hasil yang didapatkan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa temulawak (Curcuma xanthorrhiza) memiliki bau khas yang tajam, terasa agak pahit, dan berwarna kuning atau jingga cenderung kecoklatan, serta bentuknya beruas renggang. Kunyit (Curcuma domestica) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mempunyai banyak kesamaan sehingga agak sulit untuk dibedakan (2,3). Setelah dilakukan praktikum didapatkan hasil bahwa tanaman kunyit termasuk dalam tanaman dengan amilum tipe konsentris, yaitu hilus



berada ditengah yang dikelilingi oleh lamella, amilum yang sama pun ditemukan pada tanaman temulawak. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa keduanya memiliki tipe amilum konsentris (3). Berdasarkan hasil praktikum pada uji kromatografi lapis tipis diperoleh hasil bahwa sampel dengan kode A diduga adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah spot atau noda yang ditinggalkan pada lempeng silika. Sampel A meninggalkan dua noda yang yang mempunyai nilai Rf 0,483 dan 0,083. Sampel B diduga adalah kunyit (Curcuma domestica). Hal ini dapat dilihat dari jumlah spot atau noda yang ditinggalkan yaitu berjumlah tiga yang masing-masing memiliki nilai Rf 0,3 dan 0,5 serta 0,083. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan adanya noda yang dapat diamati pada lempeng silika. Faktor kesalahan pada saat melakukan praktikum KLT yaitu jumlah eluen yang terlalu banyak sehingga membuat garis pada lempeng tenggelam.



BAB V PENUTUP V.1



Kesimpulan Kunyit dan temulawak memiliki banyak kemiripan hal ini terlihat dari



pengujian secara organoleptik yang bau dan rasa hampir sama, dan juga tipe amilum yang dimiliki sama yaitu bertipe konsentris. Perbedaan yang mencolok ketika dilakukan pengujian secara KLT, dimana kunyit meninggalkan 3 spot sedangkan temulawak meninggalkan 2 spot. V.2



Saran Dan diharapkan untuk praktikum berikutnya semua peserta



memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan praktikum dan memiliki persiapan praktikum yang baik. .



DAFTAR PUSTAKA 1. Tjitrosoepomo, Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2004 2. Supramudho GN.Efisiensi Serapan N Serta Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Pada Berbagai Imbangan Pupuk Kandang Puyuh Dan Pupuk Anorganik Di Lahan Sawah Palur Sukoharjo. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 2008 3. Rosadi, Firsta Ninda. Studi Morfologi Galur Padi (Oryza sativa L ) toleran kekeringan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Pascasarjana. 2013 4. Kusharto. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: PT Agromedia. 2007 5. Dalimantha, setiawan. Atlas Tumbuhan Indonesia. Jakarta: PT. Niaga Swadaya. 1999. 6. Mulyani S. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. 2006 7. Pramesti HA, Siadi K, Cahyono E. Analisis Rasio Kadar Amilosa/Amilopektin Dalam Amilum Dari Beberapa Jenis Umbi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2015 8. Bambang Hariyanto. Manfaat Tanaman Sagu (Metroxylon sp) dalam Penyediaan Pangan dan Dalam Pengendalian Kualitas Lingkungan. Jakarta: Pusat Teknologi Agroindustri BPPT. 2011 9. Widodo TW, Asari A, Ana N, Elita R. Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya. Tangerang: Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 2007 10. Nafilah, Asyiah IN, Fikri K. Kajian Etnobotani Tanaman Singkong yang Berpotensi Sebagai Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Bondowoso. Jember: Universitas Jember. 2017 11. Samadi B. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius. 2007 12. Wahyuni, Dyah,Tri. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi Terhadap Ekstrak Karotenoid labu kuning dengan metode gelombang ultrasonik. FTP. Universitas Brawijaya Malang. 2015



13. Rahmiwati. Fitria. Optimasi Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Pada Pemisahan Senyawa Alkaloid Daun Pulai (Alstonia Fohalris L.K.Br). Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri. 2015 14. Anonim. Materia Medika Indonesia. Kesehatan Republik Indonesia. 1989



Jilid



I-V,



Departemen



15. Swingkels. Source of Starch, its Chemistry and Physics. Di dalam: G.M.A.V. Beynumdan J.A. Roels (eds.). Starch Convention Technology. Marcel Dekker. New York: Inc. 1985



16. Purnobasuki,



H. Inklusi Sel. [Online] tersedia di http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/InklusiSel_HeryPurnobasu ki_242.pdf. 2011



LAMPIRAN Lampiran 1. Skema Kerja Skema Pengamatan Organoleptis Sampel



-



Dirasa Dilihat warnanya Dicium aromanya



Amati



Skema Pengamatan Mikroskopik Sampel



-



Dicuci bersih denan air mengalir Dipotong kecil-kecil Ditusukkan jarum preparat pada Diteteskan kandungan air dari kentang ke object glass Ditambahkan sedikit aquadest Diamati dengan mikroskop



-



Preparat



Skema Uji Kromatografi Lapis Tipis Larutan Uji



-



Ditotol dilempeng silika dengan pipa kapiler Dimasukkan ke eluen Disinari UV 254 nm dan 366 nm



Lempeng silika



Lampiran 2. Perhitungan Rf =



jarak lintasan noda jarak lintasan eluen



RfA1 =



2,9 6



= 0,483RfA2 = = 0,083 RfB1 =



2 6



= 0,3 RfB2 =



3 6



= 0,5



4,1 6



RfB3 =



4,1 6



= 0,083Lampiran 3. Gambar Praktikum



Gambar 7. Lempeng dicelupkan pada eluen



Gambar 10. 9. Penampakan Penampakannoda noda pada sinar UV 254 366 nm



Gambar 12. 11. Organoleptis temulawak kunyit



Gambar 8. Penampakan noda pada sinar tampak