Laporan Fotogrametri 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI ACARA I MENGHITUNG BEDA TINGGI Dosen Pengampu : Drs. Rudi Hartono, M.Si



NAMA



: NONIK VIRDA PORNOMO



NIM



: 170722637019



OFF



: H’17



JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2019



ACARA I MENGHITUNG BEDA TINGGI



1. TUJUAN a. Mahasiswa mampu membuat batas tepi foto dan menghitung luas liputan pada 1 lembar foto udara b. Mahasiswa mampu membuat sumbu X dan Y pada foto udara c. Mahasiswa mampu menghitung luas tampalan depan/endlap dari sepasang foto udara yang bertampalan d. Mahasiswa mampu membuat titik pusat (P) dan titik pusat pindahannya (pada foto kiri dan kanan) e. Mahasiswa mampu menghitung skala foto, basis foto (b) dan basis udara (B) f. Mahasiswa mampu membuat 2 titik yaitu A dan B pada kedua foto dimana A dan B berada di daerah tampalan g. Mahasiswa mampu menghitung Paralax dengan penggaris pada titik A dan B h. Mahasiswa mampu menghitung beda paralax titik A dan B dengan rumus paralax i. Mahasiswa mampu menghitung beda tinggi titik A dan B j. Mahasiswa mampu menganalisis hasil perhitungan tersebut



2. ALAT DAN BAHAN a. Sepasang foto udara yang bertampalan b. 1 lembar plastik seukuran foto udara (ukuran 23cm x 23cm) c. Spidol OHP d. Penggaris



3. LANGKAH KERJA 1. Menyiapkan 2 lembar foto udara yang sudah berpasangan 2. Mengatur foto udara



sehingga bertampalan dengan sempurna



kemudian letakan mika bening diatasnya 3. Menggambar batas foto udara 4. Membuat gambar silang dengan menggunakan penggaris pada tiap gambarnya untuk mencari titik perpotongan atau titik tengah. 5. Titik tengah atau perpotongan pada foto udara 1 diberi tanda titik disebut P1 dengan warna pulpen OHP dan perpotongan pada foto udara 2 disebut P2. 6. Menggariskan secara horizontal dengan menghubungkan keempat titik tersebut dengan menggunakan penggaris. Garis tersebut disebut garis terbang. 7. Membuat garis secara tegak lurus atau vertikal tepat pada titik perpotongan pada kedua gambar. 8. Membuat 2 titik pada foto udara 1, yang dapat berupa titik puncak ataupun lembah. Begitu pula dengan foto udara 2. 9. Kemudian menghitung jarak antara titik terhadap garis tegak lurus atau vertikal dengan menggunakan penggaris. Dilakukan pada tiap titik baik pada foto udara 1 ataupun foto udara 2. Pada sisi kiri foto terhadap garis tegak lurus menunjukkan angka negatif, sedangkan sisi kanan terhadap garis tegak lurus menunjukkan angka positif. 10. Melakukan perhitungan beda tinggi dari masing-masing titik dengan persamaan paralaks



4. DASAR TEORI Fotogrametri merupakan seni, ilmu, dan teknologi perolehan informasi tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran, dan penafsiran foto udara (Thomson dan Gruner, 1980). Istilah Fotogrametri berasal dari



kata photos (sinar), gramma (sesuatu yang tergambar) dan metron (mengukur). Secara sederhana maka fotogrametri dapat diartikan sebagai pengukuran secara grafis dengan menggunakan sinar. Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa fotogrametri meliputi (Wolf, 1983): 1.



Perekaman obyek (pemotretan)



2.



Pengukuran gambar obyek pada foto udara



3.



Pemotretan hasil ukuran untuk dijadikan bentuk yang bermanfaat (Peta). Pemetaan fotogrametri menggunakan foto udara sebagai sumber data



utamanya. Kualitas peta atau informasi yang dihasilkan sangat tergantung dari kualitas metrik maupun kualitas gambar (pictorial quality) sumber data tersebut. Pengadaan foto udara biasanya bertitik tolak dari tujuan peruntukannya. Ditinjau dari data yang dapat diperoleh dari foto udara, maka fotogrametri dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Fotogrametri Metrik, Fotogrammetri Metrik atau metrik fotogrametri bertujuan untuk memperoleh data kuantitatif seperti jarak, sudut, luas dan posisi dari suatu objek.Untuk memperoleh data tersebut diperlukan alat-alat khusus serta pengetahuan dan keterampilan tertentu.Hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan matematis antara sistem foto udara dengan sistem tanah, sehingga ukuran-ukuran di foto dapat dipindahkan ke sistem tanah atau sebaliknya. b. Fotogrametri Interpretatif, Fotogrammetri Interpretatif bertujuan untuk memperoleh data kualitatif dengan cara pengenalan, identifikasi dan interpretasi foto udara. Foto udara adalah peta foto yang didapat dari survei udara dengan melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan aturan fotogrametris tertentu. Ciri-ciri foto udara antara lain :



1.



Skala pada foto udara sama untuk satu lembar foto



2.



Sistem proyeksi perspektif



3.



Semua aspek terlihat



4.



Tidak ada legenda atau symbol Foto udara dibagi menjadi dua jenis, yaitu foto udara metrik dan foto udara



non metrik. Foto udara udara metrik merupakan foto udara yang datanya diperoleh dari kamera udara. Kamera udara adalah kamera metrik yang fokusnya sudah tertentu. Kamera udara ini berbeda dengan kamera biasa yang non metrik dengan fokus yang dapat diubah-ubah sesuai dengan keinginan (Sudarsono, B., 2008). Foto udara metrik ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena memang dirancang khusus untuk pemetaan. Foto udara ini memiliki panjang dan lebar masing-masing adalah 23 cm x 23 cm. Pada foto ini dilengkapi dengan fiducial mark. Sedangkan, foto udara non metrik merupakan foto yang diperoleh dari kamera yang umum biasa digunakan. Berdasarkan jenis tegaknya, foto udara dibedakan atas dua jenis, yaitu foto tegak dan foto miring. Foto udara tegak merupakan foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada dalam posisi tegak lurus dengan permukaan bumi. Sedangkan foto miring merupakan foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada dalam posisi miring. Jenis foto udara yang digunakan untuk keperluan pemetaan adalah foto udara tegak. Jenis foto udara dapat dilihat pada Gambar.1 berikut ini.



Gambar 1. Jenis foto udara (Modifikasi Wolf, 1993)



Foto udara standar pada umumnya berukuran 23 cm x 23 cm. Kelompok keterangan penting pada foto udara adalah sebagai berikut : 1. Tanda Fidusial. Pada tiap foto udara umumnya diberi empat atau delapan tanda fidusial. Tanda ini terletak pada sudut foto atau pada bagian tengah foto. Apabila terletak pada sudut foto, pada umumnya berupa garis silang yang mengarah ke sudut lain di hadapannya. Apabila terletak pada bagian tengah tepi foto, pada umumnya berupa setengah anak panah. Kegunaan dari tanda ini adalah untuk menentukan titik prinsipiil foto, yaitu dengan cara menarik garis dari dua tanda fidusial yang berhadapan. Titik potong dari dua garis ini merupakan titik prinsipiil foto. Titik prinsipiil ini berguna untuk mencari daerah tampalan (tumpang tindih) pada foto udara selanjutnya. 2. Nomor Seri. Nomor seri yang lengkap umumnya terdiri atas nomor registrasi, nama daerah yang dipotret, tanggal pemotretan, nomor jalur terbang, dan nomor foto. Nomor registrasi diperlukan untuk pengarsipan dan pencarian kembali apabila ada yang memerlukan. Tanggal pemotretan menunjukkan kondisi lapangan pada saat pemotretan, seperti kondisi musim. Selain itu, juga menjadi petunjuk apabila akan menggunakan foto udara multitemporal. Nomor jalur terbang selain diperlukan dalam penyimpanan foto, juga diperlukan dalam penyusunan mozaik dan mencari pasangan foto udara yang bertampalan untuk analisis secara stereoskopik.



3. Tanda Tepi. Tanda tepi terletak pada salah satu sisi foto, pada kanan atau kiri foto. Pada umumnya tanda tepi terdiri atas empat buah komponen, yaitu: a. Altimeter. Digunakan untuk menentukan tinggi pesawat terbang di atas permukaan laut pada saat pemotretan. Ketinggian dinyatakan dengan kaki dan meter. Untuk mengetahui tinggi terbang, tinggi berdasarkan altimeter ini harus dikurangi terlebih dahulu dengan tinggi daerah rata-rata. b. Panjang Fokus. Panjang fokus ini menunjukkan panjang fokus kamera dan nomor seri kamera yang digunakan. c. Jam. Jam pemotretan ini sangat membantu untuk mengetahui orientasi atau arah utara pada foto, serta tinggi relatif objek berdasarkan arah ayangan dan panjang bayangan. d. Level. Tanda level untuk mengetahui apakah foto udara benar-benar vertikal atau tidak. Foto udara yang terekam pada film merupakan gambaran yang lengkap dari obyek yang timbul. Negative film yang diperoleh dapat direproduksi menjadi foto positif baik berupa diapositif maupun paper print yang diperoleh dengan cara pencetakkan emulsi terhadap emulsi (emulsion on emulsion). Oleh karenanya geometri sebuah positif adalah sama persis dengan negatif yang terbalik, atau geometri sebuah positif sama persis dengan obyek ruangnya, kecuali skalanya. Secara geometris, sebuah positif adalah bayangan yang terletak pada jarak fokus di depan titik nodal depan sebuah kamera. Foto Udara umumnya diklasifikasikan berdasarkan orientasi dari sumbu optik kamera, Sumbu optik dapat diketahui dari garis sepanjang titik kamera. Sumbu optik menghubungkan titik pusat film dengan pusat lensa dan menerus melalui depan kamera hingga kearah luar. Foto udara tegak (vertikal) adalah foto yang diambil dari satu kamera dimana sumbu optik ke arah bawah membentuk sudut 90º atau tegak lurus terhadap permukaan tanah/terrain. Beberapa batasan dari foto udara vertikal mengijinkan bahwa selama pemotretan sumbu optik membentuk sudut beberapa derajat dari sumbu vertikal masih diklasifikasikan kedalam jenis foto vertikal.



Foto udara oblique adalah foto yang diambil melalui suatu kamera dimana posisi sumbu optik nya membentuk sudut dengan permukaan tanah / terrain. Pada gambar 9-2 memperlihatkan geometri foto udara tegak (vertikal) dan hubungan antara film negative, lensa kamera, film positive (cetakan), dan permukaan tanah / terrain. Skala foto sama dengan ratio antara panjang fokus kamera dengan dengan tinggi kamera (f/H). Titik N terletak tepat dibawah kamera dan disebut sebagai titik nadir, sedangkan titk ”PP” adalah principal point (titik pusat) foto. Pada foto udara tegak, titik principal point dengan titik nadir berimpit dalam satu titik, sedangkan pada foto udara miring (oblique) kedua titik tersebut terpisah.



Gambar 2. Geometri Foto Udara Tegak



Geometri foto udara pada dasarnya tidak akan selalu berada pada kondisi yang ideal (tegak sempurna),  hal tersebut dapat diakibatkan beberapa faktor: 1. Pergerakan wahana, adanya variasi tinggi terbang dan pergerakan rotasi dari pesawat menyebabkan variasi bentuk objek; 2. Pergeseran relief, variasi tinggi permukaan tanah menyebabkan bentuk radial dari objek-objek yang tinggi ekstrim seperti gedung tinggi, tiang listrik, dsb. 3. Foto udara miring,  sumbu optik kamera membentuk sudut terhadap arah gaya berat (tidak boleh lebih dari 3o).



4. Overlap dan Sidelap,  besaran overlap dan sidelap (60% untuk overlap dan 30% untuk sidelap) menyebabkan paralaks pada foto. 5. Crab & Drift, pengaruh angin yang mendorong badan pesawat menyebabkan penyimpangan pemotretan dari rencana jalur terbang membuat variasi posisi dan bisa menimbulkan gap. Skala foto udara dinyatakan sebagai perbandingan jarak di foto dan jarak yang sesuai diatas tanah/ dilapangan (Purwanto, 2002). Metode yang paling cepat untuk menentukan skala foto adalahmengukur jarak di foto dan pada medan antara dua titik yang



diketahui.Cara ini



memiliki syarat,



dimana dua titik tersebut



harus



dapatdiidentifikasi pada foto dan pada peta. Skala (s) kemudian dihitungsebagai perbandingan jarak di foto (d) dengan jarak di medan (D). jarak di foto(d)



S = jarak dimedan( D) Skala foto udara merupakan perbadingan antara panjang fokus kamera (f) dengan tinggi terbang pesawat terhadap bidang rata-rata tanah (H). Atau merupakan jarak antara dua titik difoto dengan jaraknya di tanah. Skala ini hanya berlaku untuk foto udara vertikal dengan daerah yang relative datar. Skala dapat dinyatakan dalam unit setara, dalam rangka pecahan tanpa besaran, atau dalam perbandingan tanpa besaran. f



S= H A. Skala foto udara vertikal dengan medan yang tidak datar Apabila medan yang dipotret mempunyai ketinggian yang beranekaragam, maka jarak objek akan berbeda-beda pula, sebagai akibatnyamaka skala di dalam foto tersebut menjadi berbeda-beda. Maka rumus yang dapat digunakan yaitu : ab



f



SAB = AB = H−h



B. Skala foto udara tegak Apabila diketahui jarak mendatar (AB) antara dua buah pusat perpotongan jalan diukur di atas tanah, serata garis tersebut tampak di atas foto udara tegak (ab). Maka skalanya dapat dihitung dengan :



S=



jarak diatas foto x skala peta jarak diatas peta



Ortofoto adalah reproduksi foto yang telah dikoreksi pada kesalahan oleh kemiringan pesawat, relief, serta distorsi lensa. Ortofoto dibentuk berdasarkan foto stereomodel, yaitu pembuatannya model demi model, dengan proses rektifikasi diferensial sehingga gambaran obyek pada foto tersebut posisinya benar sesuai dengan proyeksi orthogonal (Subiyanto, 2007). Rektifikasi diferensial adalah proses peniadaan pergeseran letak gambar oleh kesendengan fotografik dan relief. Tujuan rektifikasi adalah menghapus efek kesendengan sumbu dan menghasilkan ekuivalen foto tegak. Ortofoto berbeda dengan foto yang diretifikasi, karena dalam rektifikasi hanya kesalahan oleh kemiringan pesawat saja yang dikoreksi. Dalam rektifikasi diferensial dilakukan pemotretan kembali atas foto aslinya. Pada ortofoto tidak terdapat lagi pergeseran letak oleh relief serta tidak terdapat paralaks sehingga tidak mungkin dilakukan pengamatan stereoskopik (Paine, 1981).



Paralax adalah gerakan bayangan dari suatu obyek yang diam terhadap bayangan suatu obyek diam yang lain bila titik pengamatannya bergerak. Absolute parallax on point merupakan perbedaan aljabar, diukur sejajar dengan garis penerbangan (sumbu x) dari sumbu y yang sesuai kedua gambar titik pada sepasang foto udara yang stereoskopis. Definisi ini mengasumsikan foto udara sempurna yang diambil pada ketinggian yang sama (Paine, 1993). Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama.. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Paralaks X erat hubungannya dengan masalah posisi vertikal, sehingga tidak mengganggu pandangan stereoskopis. Paralaks Y erat hubungannya dengan masalah kestereoskopisan, sehingga adanya paralaks y akan mengganggu atau mempengaruhi pandangan stereoskopis. Untuk menentukan beda tinggi antara dua titik, maka diperlukan data pengamatan paralaks dari titik-titik tersebut. Adapun data yang diperlukan adalah sebagai berikut : A. Basis foto udara (b) B. Bacaan paralaks di titik utama (pxTU) C. Bacaan paralaks di titik yang diamati (pxi) D. Fokus kamera udara (f) E. Skala foto udara Dalam segi informasi, citra foto dari hasil Fotogrametri memiliki keunggulan yaitu dapat melihat kenampakan suatu objek secara tiga dimensi dengan fotostereo, dengan syarat daerah yang akan dikaji saling bertampalan searah jalur terbang (overlap) dan antar jalur terbang (sidelap). Hal ini memudahkan para geograf untuk menganalisis suatu daerah dan dapat mengumpulkan informasi dari hasil citra foto tersebut. Dalam suatu pemotretan udara, sebelum pesawat melaksanakan pemotretan, maka jalur terbang pada daerah yang akan dipotret harus direncanakan. Pesawat harus



terbang sesuai dengan jalur terbang yang sudah ditetapkan dan arah pergerakan pesawat harus mengikuti arah jalur terbang. Jarak antara setiap jalur terbang adalah sama. Pemotretan yang dilakukan dari satu jalur terbang akan meng-cover area permukaan bumi dengan lebar tertentu. Jalur kedua dari pemotretan harus mengcover bagian tepi dari areal yang dipotret pada jalur terbang pertama. Bagian tepi luar yang terpotret dua kali pada jalur pemotretan yang bersebelahan disebut sebagai ”side lap” dan umumnya cakupan luas sidelap sekitar 30 %. Selama skala diketahui, maka lebar dari cakupan permukaan tanah dalam satu jalur terbang dapat dihitung.Untuk dapat meng-cover sidelap sebesar 30%, maka jarak antara jalur terbang yang berurutan harus direncanakan sebesar 70% lebar dari cakupan wilayah yang terpotret.



4. HASIL (TERLAMPIR) 1. Perhitunga beda tinggi 2. Gambar pada plastic transparan



5. PEMBAHASAN Pada praktikum acara pertama ini membahas mengenai Menghitung Beda Tinggi, dengan menggunakan sepasang foto udara lokasi Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, nomer foto udara 0170B dan0171B. Untuk mendapatkan kesan dalam sepasang stereoscopy foto udara yaitu dengan mendekatkan dan menumpang tindihkan sepasang foto udara dalam jalur penerbangan yang sama, biasanya diatur 60% endlap dan 30% sidelap seperti foto udara nomer 0170B dan0171B ini. Pengukuran parallax pada praktikum ini menggunakan cara monoskopika, diamna pengukuran lembar per lembar dalam susunan orientasi stereoskopik. Berdasarkan hasil perhitungan parallax sepasang foto udara tersebut didapatkan hasil



bahwa adanya pergeseran semu pada foto udara tersebut. Pergeseran tersebut terjadi karena adanya. Tilt, dimana saat pengambilan objek untuk foto udara wahana yang



digunakan



mengalami pergeseran



atau



overlap. Tilt ini juga dapat



menyebabkan variasi pada skala dalam satu foto udara. Hal ini juga akan mempengaruhi titik pada foto udara berupa Principal poin, Isocenter, dan Nadir, dimana ketiga titik tersebut akan berada dalam satu titik atau berhimpit ketika foto udara dalam keadaan level. Pada foto udara yang digunakan dalam praktikum ini, menunjukkan banyak kenampakan objek atau variasi sehingga ketinggian masing-masing objek juga beranekaragam. Terlihat dalam foto udara nomer 0170B dan0171B Kota Banjarbaru tersebut bahwa daerah yang terfoto merupakan daerah permukiman dengan adanya akses jalan. Dimana dalam permukiman selain adanya perumahan juga beberapa gedung-gedung sehingga tinggi objek yang dimiliki bervariasi. Hasil pada foto udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, Panjang focus dan tinggi harus memiliki pertimbangan secara bersamaan dalam pemotretan karena kaitannya dengan skala foto udara, selian itu kombinasi film dan filter karena mempengaruhi sensitifitas film dan transisi cahaya dalam pemakaian filter, serta ketika pemotretan, sudut lensa kamera berpengaruh pada pergeseran radial (radial displacement) dan pada perhitungan parallax. Perbedaan parallax pada suatu obyek dengan ketinggian tertentu sebaliknya akan berpengaruh pada hasil dari perbedaan ketinggian terbang, perbedaan parallax secara langsung akan berkurang dengan meningkatnya ketinggian terbang pesawat untuk panjang fokus lensa yang tertentu. Perhitungan letak elevasi dapat dilakukan dengan mengukur pergeseran letak relatif pada foto udara yang menjadi dasar untuk pengamatan dimensional pada foto udara bertampalan tersebut. Pergeseran letak relative yang telah diukur dan merupakan acuan untuk perhitungan elevasi. Pergeseran letak paralax hanya dapat terjadi sejajar dengan jalur terbang pesawat, dengan arah jalur terbang pesawat seharusnya berhimpit persis dengan sumbu fiducial. Dalam kenyataannya, sering terjadi perubahan orientasi pesawat yang tidak bisa terhindarkan,sehingga sumbu



fiducial akan berbeda dengan sumbu terbang. Sumbu terbang yang benar dapat ditentukan dengan menempatkan sebuah titik pada foto udara yang mencerminkan titik tengah foto udara yang pertama dan kedua atau sebelum dan sesudahnya. Basis udara menunjukan jarak antara dua pemotretan secara berurutan. Hal inilah yang menyebabkan kenampakan objek terjadi pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Pada perhitungan ini basis udara menunjukan 260 m antar foto udara. Basis udara dan besarnya tampalan depan (PE%) diperhitungkan dalam mengukur vertical exageneration (Ve). Oleh karena itu, diperlukan data mengenai luas liputan foto di medan yang memiliki kaitan erat dengan basis udara. Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur berdasarkan beda paralaxnya. Beda tinggi menunjukkan perbedaan ketinggian wahana dalam mengambil potret suatu objek. Perbedaan ketinggian wahana relative kecil atau tipis. Wahana yang digunakan dalam pengambilan foto udara sudah seharusnya sesuai dengan jalur terbang. Namun karena adanya halangan sehinga menyebabkan perubahan ketinggian dari jalur daripada sebelumnya. Hal ini akan tentunya menyebabkan perbedaan ketinggian pada objek antara foto udara sebelum dan sesudahnya. Walaupun terjadi perbedaan ketinggian yang sangat tipis namun dapat diperhitungkan kembali. Dengan menentukan beda tinggi antar satu titik dengan titik yang lain (objek) yang dapat dijadikan untuk menentukan ketinggian pesawat. Selisih beda tinggi pada foto udara ini antara Pa dan Pb yaitu, diaman Pa 6,3 dan Pb 6,2. Tinggi parallax pada foto udara ini hanya 0,1 cm. kemudian beda tinggi antara obejk A dan objek B dapat diketahui dengan tinggi wahana kemudian tinggi objek a dimana tinggi wahana dikalikan total parallax AB yang dibagi Paralax objek a ditambah total parallax AB, sehingga tinggi titik objek A 6,66667m dan tinggi objek B 5,5m , karena objek A dan B merupakan dua bangunan yang beda sehingga tingginya pun beda. Untuk mengetahui besarnya paralaks mutlak dapat dilakukan dengan meletakkan jalur terbang pada foto. Sumbu x dari suatu titik adalah sejajar dengan arah jalur terbang. Setiap jalur terbang menjadi titik tengah dari foto-foto yang



dihasilkan. Karena tampalan depan foto udara minimal 50%, maka setiap titik tengah foto udara akan terganbar pada foto berikutnya sebagai titi pindahan. Dengan menarik suatu garis dari titik tengah foto ke titik tengah pindahan berarti jalur terbang telah ditetapkan. Pada perhitungan luas liputan foto udara perlunya mengukur panjang dan lebar foto udara, kemudian mengalikan pada skala PSR yang menghasilkan 1 foto udara memiliki luas liputan objek di bumi seluas 1,35135 km². Ukuran standart foto udara 23cm x 23cm atau bisa 22cm x 22cm. Dalam satu jalur terbang, pemotretan harus dilakukaan dengan cukup sering sehingga seluruh obyek yang ada di permukaan tanah dapat terekam minimal dalam dua potert yang berurutan. Overlap area mencakup 60% dan merupakan areal cakupan stereokospik (areal yang dapat dilihat dalam bentuk 3 dimensi) Dari perhitungan diatas saling berkaitan antar satu dengan yang lain. Perhitungan tersebut akan menghasilkan atau menunjukkan perbedaan pada ketinggian wahana dalam mengambil potret suatu objek.



KESIMPULAN 1. Pada praktikum ini membahas mengenai perhitungan parallax foto udara dimana untuk mencari beda tinggi antara objek A dan B. Objek A memiliki tinggi 6,66667m dan objek B memiliki tinggi 5,5m. 2. Pentingnya skala dalam perhitungan ini karena merepresentasikan tingkat kefokusan kamera terhadap perolehan foto udara yang tertangkap. 3. Standart ukuran foto udara yaitu 23cm x 23cm atau bisa 22cm x 22cm 4. Berdasarkan hasil perhitungan parallax sepasang foto udara tersebut didapatkan hasil bahwa adanya pergeseran semu pada foto udara tersebut. Pergeseran tersebut terjadi karena adanya. Tilt, dimana saat pengambilan objek untuk foto udara wahana yang digunakan mengalami pergeseran 5. Hasil pada foto udara dipengaruhi oleh Panjang focus dan tinggi wahana, kombinasi film filter dan sudut lensa kamera 6. Hasil perhitungan tersebut didapat a. Luas Liputan Foto udara: 1,35135 km2 b. Luas Tampalan : 1,0647 km2 c. Basis udara : 260 m d. Selisih beda tinggi :



Pa = 6,3 Pb = 6,2



e. Tinggi parallax : 0,1 f. Jarak Paralax : 3,55 g. Beda tinggi titik A : 6,66667 m titik B : 5,5 m



DAFTAR PUSTAKA David P.Paine,1993,4th Edition, Fotografi Udara Dan Penafsiran Citra, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kusumowidagdo, M. 2007. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Semarang. Lillesand, T.M. and R.W. Kiefer, 1993. Terjemahan Remote Sensing and Image Interpretation. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Melasari, I., 2014, “Kajian Akurasi DEM Hasil Stereoplotting Pada Foto Udara Format Medium”, Skripsi, Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Universitas Pakuan. Paine, D.P. 1981. Aerial Photography and Image Interpretation for Resources Management. (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung: Bandung. Subiyanto, S. 2007. Catatan Mata Kuliah Triangulasi Fotogrametri. Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. Soeta’at, 2011, “Fotogrametri I”, Diktat Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Slama, C., 1980, “Manual of Photogrammetry”, Fourth Edition, American Society of Photogrammetry, Virginia Wolf, Paul R., Dewitt, Bon A., Wilkinson, Benjamin E. 2014.Elements of Photogrammetry with Applications in GIS Fourth Edition . New York: McGrawHill Education Wolf, Paul R., 1983, “Elements of Photogrammetry”, Mcgraw-Hill Publisher, United States



LAMPIRAN 1) Perhitungan a. Luas Liputan Foto udara LB FU = (panjang x PSR) x (lebar x PSR) = (23,4 x 5000) x (23,1 x 5000) = (117000) cm x (115500) cm = 1,17 km x 1,155 km =1,35135 km2 b. Luas Tampalan (endlap) Diket : Panjang tampalan : 23,4 cm Lebar tampalan : 18,2 cm Skala/PSR : 1:5000 Ditanya : Ltp? Jawab: Ltp = (panjang x PSR) x (lebar x PSR) = (23,4 x 5000) x (18,2 x 5000) = (117000) cm x (91000) cm = 1,17 km x 0,91 km = 1,0647 km2 c. Basis Udara BU = 5,2 x 5000 = 26.000 cm2 = 2,6 m2



d. Selisih Beda tinggi Diketahui : Xa1 : 3,9 cm Xa2 : 2,4 cm Xb1 : 5 cm Xb2 : 1,2 cm Ditanya : Pa dan Pb



Jawab : Pa = Xa1 – Xa2 = 3,9 – 2,4 = 6,3 cm Pb = Xb1 – Xb2 = 5 – 1,2 = 6,2 cm e. Tinggi Paralaks Diketahui : Pa : 6,3 Pb : 6,2 Ditanya : ∆Pab ? Jawab: ∆Pab = Pa-Pb = 6,3 – 6,2 = 0,1 cm  beda tinggi paralax A dan B f. Jarak Paralaks Diketahui : P1 : 3,2 P2 : 3,9 Ditanya : ḃ ? Jawab: Pkiri+ Pkanan 2 3,2+ 3,9 = 2 7,1 = 2 = 3,55



ḃ=



g. Beda tinggi titik A dan B F S= H 4,4 5000 = H



H = 5000 x 4,4 = 22.000 cm







H x ∆ Pab Ha = P 1+ ∆ Pab 22.000 x 0,1 = 3,2+0,1 2200 = 3,3 = 666,667 cm = 6,66667 m







H x ∆ Pab Hb = P 2+ ∆ Pab 22.000 x 0,1 = 3,9+0,1 2200 = 4 = 550 cm = 5,5 m