5 0 6 MB
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. LUBANG BEKAS TAMBANG DI KOTA BANJARBARU 4.2.1. DANAU SERAN 4.2.1.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI DAN NERACA AIR 4.2.1.1.1. Hidrologi a. Iklim Kondisi iklim di wilayah Kabupaten Banjar didasarkan pada hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Banjarbaru. Berdasarkan data Curah Hujan (CH) bulanan tersebut dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (tahun 2011 hingga 2020) menunjukkan bahwa curah hujan bulanan tertinggi disekitar wilayah Kabupaten Banjar, termasuk di wilayah studi adalah 653 mm per bulan dan jumlah hari hujan tertinggi adalah 25 hari perbulan (Tabel 4.1.) Dari data curah hujan tersebut dapat diperoleh gambaran mengenai siklus musim sepanjang tahun, selain itu dapat juga diprediksi kondisi curah hujan di lokasi rencana kegiatan yaitu rata-rata > 100 mm/bulan. Suhu udara rata-rata selama periode Tahun 2020 berkisar pada 26,3 oC – 27,3 oC. Suhu selama periode Tahun 2020 menunjukkan suhu tertinggi terjadi pada Bulan September (27,3 oC) dan suhu terendah terjadi pada Bulan Januari dan Bulan Juli (26,3 oC). Suhu menunjukan pada musim timur dan peralihan II mencapai kondisi terpanas sedang pada musim Timur dan peralihan I lebih berfluktuasi (Tabel 4.2) di bawah ini. Kelembaban udara merupakan unsur yang berpengaruh terhadap curah hujan. Kondisi kelembaban udara ratarata pada bulan Januari 2020 sampai dengan Desember 2020 bervariasi di mana kelembaban nisbi udara rata-rata berkisar antara 80,0 – 87,0%. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Maret 2020 yaitu 87,0 % dan terendah terjadi pada bulan September 2020 sebesar 80,0 %. Tabel 4.1. Curah hujan dan hari hujan bulanan antara tahun 2011 – 2020 Tahun
Bulan
2011 CH
Jan.
290
Peb.
262
Mar.
181
Apr.
424
2012 HH 12 17 23 20
CH 81 215 140 83
2013 HH 8 24 16 13
CH 27 398 97 453
2014 HH 17 19 19 6
CH 175 43 317 180
2015 HH 19 14 14 16
CH 477 413 263 285
2016 HH 19 21 24 18
CH 352 294 278 488
2017 HH 25 21 21 25
CH 360 310 309 320
2018 HH 16,3 16,5 15,9 13,8
CH
2019 HH
CH
2020 HH
CH
HH
293
17
290,1
17
405,9
23
184
13
468,2
23
433,3
18
274
15
414,2
17
240,8
15
372
13
137,1
18
613,0
14
Mei.
111
Jun.
87
Jul.
79
Agt.
23
Sep.
48
Okt.
159
Nop.
191
Des.
434
11
100 60
6 4 2
177 111 10
8
85
14 21 25
161 257
9 7 6 1 1 9 19 25
67 14 73 159 140 69 165 653
8 10 10 14 7 20 24 23
96 86 53 95 46 0 210 175
14 19
173 101 14
8
0
8
0
2
6
1
85
16 24
477
11 11 2 0 0 3 18 17
310 210 270 208 106 165 310 352
19 13 18 12 14 17 24 22
302 285 101 95 145 165 310 360
10,9 10,3
40
3
45,5
9
204,5
11
166
8
69,9
12
82,7
9
4
1
62,7
6
5,0
1
12
1
27,8
2
10,5
2
0
0
64,8
5
0
0
93
8
126,3
12
18
3
43
7
118,8
13
46
5
286
14
546,6
26
137,9
15
8,3 6,1 5,7 10,4 18,3 18,7
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru, 2021.
Kondisi iklim berupa banyaknya HH dan CH per bulan serta 10 tahun terakhir yang diperoleh dari data BPPS Kabupaten Banjar Dalam Angka Tahun 2017 masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 2 serta Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.2. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Per Bulan Tahun 2017 Bulan
Hari Hujan (hari)
Curah Hujan (mm)
Januari
22
411,4
Pebruari
16
251,3
Maret
14
369,0
April
19
300,6
Mei
13
109,8
Juni
16
169,4
Juli
9
55,5
Agustus
6
99,5
September
10
49,0
Oktober
6
186,0
Nopember
18
272,1
Desember
22
355,2
Sumber : Kabupaten Banjar dalam Angka (2017)
Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Tipe Iklim Menurut Schmidt dan Fergusson Curah Hujan Maksimum (mm) Tahun
Total
Jan
Peb
Mar
Apr
Me i
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
2011
290
262
181
424
111
87
79
23
48
159
191
434
3
3
3
3
3
2
2
1
1
3
3
3
2012
81
215
140
83
100
60
177
111
10
85
161
257
1480
2
3
3
2
3
2
3
3
1
2
3
3
2013
27
398
97
453
67
14
73
159
140
69
165
653
2315
1
3
2
3
2
1
2
3
3
2
3
3
2014
175
43
317
180
96
86
53
95
46
0
210
175
1476
3
1
3
3
2
2
1
2
1
1
3
3
2015
477
413
263
285
173
101
14
0
0
6
85
477
2294
3
3
3
3
3
3
1
1
1
1
2
3
2016
352
294
278
488
310
210
270
208
106
165
310
352
3343
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2017
360
310
309
320
302
285
101
95
145
165
310
360
3062
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2018
293
184
274
372
40
166
4
12
0
93
43
286
1767
3
3
3
3
1
3
1
1
1
2
1
3
2019
290
468
414
137
46
70
63
28
65
126
119
547
2372
3
3
3
3
1
2
2
1
2
3
3
3
2020
406
433
241
613
205
83
5
11
0
18
46
138
2198
3
3
3
3
3
2
1
1
1
1
1
3
Rerata
275
302
251
336
145
116
84
74
56
89
164
368
188
Sumber : Stasiun Meteorologi Syamsuddin Noor, 2019
BK
2289
BB
2
4
6
3
7
1
5
1
8
1
6
4
2
8
1
9
1
9
4
6
Jumlah
42
46
Rerata
4.2
4.6
Q
=
BK/BB
=
0.91304
Pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa banyaknya jumlah hari hujan yang terjadi tidak selalu berkorelasi positif dengan banyaknya curah hujan yang dihasilkan, baik dilihat dari data bulanan bulanan maupun tahunan. Beberapa hari hujan yang banyak menghasilkan curah hujan yang sedikit, demikian pula sebaliknya, bahkan dengan jumlah hari hujan yang sama, tetapi menghasilkan curah hujan yang jauh berbeda. Pada Tabel 4.1,
banyaknya hari hujan bulanan terbanyak (22 hari) terjadi pada bulan Januari daan Bulan Desember dengan jumlah curah hujan sebanyak 411,4 dan 355,2 mm, sedangkan yang paling sedikit (6 hari) terjadi pada bulan Agustus dengan banyaknya curah hujan hanya sekitar 99,5 mm. Pada Tabel 4.3. di atas menunjukkan bahwa tipe iklim di wilayah studi termasuk dalam tipe iklim D atau beriklim sedang. Data suhu dan kelembaban udara di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 yang diperoleh dari Stasiun Pengamatan Syamsuddin Noor Banjarbaru. Tabel 4.4. Suhu Minimum, Maksimum dan Rata-rata di Wilayah Studi Bulan
Suhu (oC) Minimum
Rata-Rata
Maksimum
Januari
22,4
27,0
32,4
Pebruari
23,4
27,2
33,8
Maret
20,4
27,1
34,0
April
23,0
27,5
34,6
Mei
22,0
27,7
35,0
Juni
23,0
27,1
34,2
Juli
21,0
26,3
33,4
Agustus
22,5
23,4
31,5
September
18,8
26,7
36,0
Oktober
22,4
27,3
34,6
Nopember
23,2
27,3
33,8
Desember
22,8
27,1
33,8
Sumber : Kabupaten Banjar dalam Angka, 2017
Gambar 4.1. Grafik Suhu Rata-Rata di Wilayah Studi
Tabel 4.5. Kelembaban Udara Minimum, Rata-rata dan Maksimum di Wilayah Studi Bulan
Kelembaban Udara (%) Minimum
Rata-Rata
Maksimum
Januari
81,3
87,5
93,5
Pebruari
73,0
85,1
94,0
Maret
81,5
87,1
95,0
April
81,3
86,4
91,3
Mei
82,8
88,0
94,0
Juni
83,8
88,8
94,0
Juli
83,3
88,3
93,0
Agustus
81,0
87,4
94,0
September
80,5
85,8
92,0
Oktober
82,0
86,7
96,0
Nopember
70,8
86,5
91,8
Desember
82,0
87,2
93,3
Sumber : Kabupaten Banjar dalam Angka, 2017
Gambar 4.2. Grafik Kelembaban Rata-Rata di Wilayah Studi
Suhu rata-rata di wilayah studi berkisar antara 23,4 – 27,3 oC dengan suhu maksimum sebesar 36,0 0C tergolong cukup panas dan batas kisaran tertinggi melampaui suhu udara maksimum untuk daerah tropis, yaitu 32oC. Kelembaban udara di wilayah studi rata-rata berkisar antara 85,8 – 88,8 % yang termasuk sedikit lembab untuk daerah tropis.
b. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah studi Danau Seran termasuk dalam Sub DAS Rancah yang berbatasan dengan Sub DAS Sumbah di Sebelah Utara, Sub DAS Banyu Irang di Sebelah Selatan, Sub DAS Tiung di Sebelah Timur dan Sub DAS Maluka di Sebelah Barat. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola aliran mendaun (dendritic drainage pattern), dimana jenis pola aliran tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang ke sungai utama. Bentuk sungai berkelokkelok (meander) dan kemiringan sungai sangat kecil sehingga arus relatif lamban. Pergerakan air sebagian bergerak ke Sub DAS Sumbah dan sebagian mengalir ke Sub DAS Banyu Irang.
c. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran di wilayah studi dapat ditunjukkan pada pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Luas Sub DAS Rancah No. 1.
Sub DAS Sub DAS Rancah
Luas (Km2) 2.457,68
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG.
Pada tabel di atas dapat dilihat luas SDAS Rancah sebesar 2.457,68 km, secara Visual letak SDAS Rancah dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Batas di Wilayah Studi SDAS Rancah
4.2.1.4.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Tabel 4.7. Nilai koefisien aliran (C) untuk persamaan rasional Tataguna Lahan
Koefisien Aliran
Tanah Pertanian, 0 – 30 % Tanah Kosong Rata
0,30 – 0,60
Kasar
0,20 – 0,50
Ladang Garapan Tanah berlempung, tanpa vegetasi
0,30 – 0,60
Tanah berlempung, dengan vegetasi
0,20 – 0,50
Berpasir, tanpa vegetasi
0,20 – 0,25
Berpasir, dengan vegetasi
0,10 – 0,25
Padang Rumput Tanah Berlempung
0,15 – 0,45
Tanah Berpasir
0,05 – 0,25
Hutan/Bervegetasi
0,05 – 0,25
Tanah Tidak Produktif > 30 % Rata, kedap air
0,70 – 0,90
Kasar
0,50 – 0,70
Sumber : U.S. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004)
Tabel 4.8. Nilai koefisien aliran (C) untuk daerah urban Tataguna Lahan
Koefisien Aliran
Daerah Perdagangan : Pertokoan
0,70 – 0,90
Pinggiran
0,50 – 0,70
Permukiman : Perumahan satu keluarga
0,30 – 0,50
Perumahan berkelompok, terpisah-pisah
0,40 – 0,60
Perumahan berkelompok, bersambungan
0,60 – 0,75
Sub Urban
0,25 – 0,40
Daerah Apartemen
0,50 – 0,70
Industri : Daerah ringan
0,50 – 0,80
Daerah padat
0,60 – 0,90
Taman Pekuburan
0,10 – 0,25
Tempat Bermain
0,20 – 0,35
Daerah Stasiun Kereta Api
0,20 – 0,40
Daerah belum diperbaiki
0,10 – 0,30
Jalan
0,70 – 0,95
Bata : Jalan, hamparan
0,75 – 0,85
Atap
0,79 – 0,95
Sumber : Schwab dkk. (1981. dalam Arsyad, 1989)
Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 maka SDAS Rancah dan SDAS Tiung mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.9. Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Rancah dapat dilihat pada Gambar 4.4. dan pada Tabel 4.9. Berdasarkan data pada Tabel 4.9. dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di SDAS Rancah yaitu sebesar 0,3003, ini berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 30,03 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi. Tabel 4.9. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi No. 1.
Sub DAS Sub DAS Rancah
Koefisien Aliran (C) 0,3003
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Gambar 4.4. Tutupan Lahan di Wilayah Studi SDAS Rancah a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan
basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut :
I=
2 /3
P ( 24 ) x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 653 mm, Intensitas Curah Hujan
di SDAS Rancah
sebesar 1,65 mm/jam.
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (1)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 1. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2015 - 2020. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
Luas (km2)
C
1
Sub DAS Rancah
2.457,68
0,300 3
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
1,65
386,770
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.10,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di daerah SDAS Seran diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,3003 dengan intensitas curah hujan sebesar 1,65 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 386,770 m3/det.
Hasil Perhitungan Debit (Q) metode rasional untuk SDAS Rancah diperoleh
limpasan permukaan (C) sebesar 0,3003 dengan intensitas curah hujan sebesar 1,65 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 386,770 m3/det.
4.2.1.4.2. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Danau Seran dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.11, dan Gambar 4.9. Tabel 4.11. Kedalaman (Batimetri) Danau Seran Titik Sampling 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Koordinat UTM X 254699.6452 254728.5423 254735.2634 254749.7444 254749.7547 254697.609 254702.1979 254690.01 254683.3513 254675.6044 254665.6422 254654.6074 254545.5896 254562.2158 254571.0534 254565.4646 254555.4271 254539.8009 254614.6808 254583.6127 254533.6747 254500.3575 254423.6909 254448.3005 254382.7908 254366.0841 254374.8124 254382.7908 254382.7908 254382.7908 254382.7908 254382.7908 254382.7908
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
Y 9614173.227 9614174.401 9614152.293 9614139.053 9614134.628 9614093.578 9614032.749 9614016.128 9614011.688 9613997.289 9613979.567 9613945.25 9613982.604 9614002.554 9614025.804 9614039.065 9614053.422 9614081.039 9613907.547 9613884.244 9613849.836 9613837.59 9613825.242 9613758.929 9613728.909 9613743.249 9613812.959 9613728.909 9613728.909 9613728.909 9613728.909 9613728.909 9613728.909
Kedalaman (Z) (meter) 8.00 5.44 6.15 5.81 4.75 4.96 4.27 3.9 2.56 2.25 2.70 3.16 3.60 3.31 3.60 3.31 3.28 3.48 3.31 3.57 3.39 3.54 3.43 3.28 4.63 2.95 3.64 3.54 4.12 6.00 7.00 6.00 8.00
Gambar 4.5. Peta Batimetri Danau Seran
Dari Tabel 4.11, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Seran 2,25 m – 8 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.10) sebesar 386,770 m3/det. Hasil penampang lintang diperoleh Danau Seran dengan luas 125,583 km2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 472,03969 m3. 4.2.2. PUMPUNG 4.2.2.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI 4.2.2.1.1. Hidrologi
a. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah Studi Void Pumpung termasuk dalam Sub DAS Tiung berbatasan dengan Sub DAS Rancah di Sebelah Utara, Sub DAS Banyu Irang di Sebelah Selatan, Sub DAS Tiung di Sebelah Timur dan Sub DAS Maluka di Sebelah Barat. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola aliran mendaun (dendritic drainage pattern), dimana jenis pola aliran tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang bermuara ke sungai utama. Bentuk sungai berkelok-kelok
(meander) dan kemiringan sungai sangat kecil
sehingga arus relatif lamban, dimana
pergerakan air mengalir ke Sub DAS Banyu Irang. b. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran dengan menggunakan DEMNAS BIG 2018 diperoleh luas Sub DAS Tiung seperti ditunjukkan pada pada Tabel 4.12. Tabel 4.12. Luas Sub DAS Tiung No. 2.
Sub DAS Sub DAS Tiung
Luas (Km2) 2.201,81
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG Pada Tabel 4.12 di atas dapat dilihat luas SDAS Tiung sebesar 2.201,81 km 2. Secara Visual letak SDAS Tiung dapat dilihat pada Gambar 4.3., dan Gambar 4.4.
Gambar 4.6. Batas di Wilayah Studi SDAS Tiung
4.2.2.1.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 maka SDAS Tiung mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.13. Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Tiung dapat dilihat pada Gambar 4.7. serta dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi No. 2.
Sub DAS Sub DAS Tiung
Koefisien Aliran (C) 0,3014
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Berdasarkan data pada Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di SDAS Tiung limpasan permukaan sebesar 0,3014 yang berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 30,14 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi.
Gambar 4.7. Tutupan Lahan di Wilayah Studi SDAS Tiung
a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut : 2 /3
P ( 24 ) I= x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam.
Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 653 mm, Intensitas Curah Hujan di SDAS Tiung sebesar 1,88 mm/jam (Tabel 4.14).
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (2)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 2. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2015 - 2020. Perhitungan debit puncak metode rasional
(aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.12. Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
Luas (km2)
C
2
Sub DAS Tiung
2.201,81
0,301 4
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
1,88
304,027
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.12,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di SDAS Tiung diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,3014 dengan intensitas curah hujan sebesar 1,88 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 304,027 m3/det.
4.2.2.1.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Pumpung dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.15, dan Gambar 4.8. Tabel 4.15. Kedalaman (Batimetri) Pumpung Koordinat UTM No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
X 260392.458 260337.1637 260424.2783 260375.2438 260329.3391 260261.5253 260327.2525 260463.9233 260505.6549 260518.696 260488.4406 260436.2762 260419.0619 260376.2871 260327.2525 260446.709 260412.8022 260483.7458
Y 9611967.486 9612015.999 9612027.997 9612080.162 9612131.283 9612145.367 9612082.77 9612130.24 9612098.941 9612167.798 9612228.83 9612307.077 9612254.391 9612215.268 9612188.664 9612194.923 9612159.452 9612168.841
Kedalaman (Z) (meter) 14.00 13.83 14.00 13.61 13.60 11.81 13.50 12.66 13.46 13.41 12.91 12.99 13.24 13.64 13.74 12.84 12.79 13.03
19 20 21 22 23 24 25 26 27
260365.8542 260411.7589 260378.3736 260362.2027 260330.904 260296.4755 260377.3304 260414.8887 260506.6981
9612155.278 9612099.463 9612028.519 9611985.222 9612222.571 9612160.495 9612116.155 9612057.209 9612197.01
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
13.59 12.87 14.00 14.00 13.97 12.92 13.29 13.54 13.11
Gambar 4.8. Peta Batimetri Pumpung Dari Tabel 4.15, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Seran 11,81 m – 14 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.10) sebesar 304,207 m3/det. Hasil penampang lintang diperoleh Void Pumpung dengan luas 58.367 km2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 225,62074 m3.
4.3.1. LIMO 4.3.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI 4.3.1.1. Hidrologi
a. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah Studi Void Pumpung termasuk dalam Sub DAS Tiung berbatasan dengan Sub DAS Puting di Sebelah Utara, Sub DAS Mataraman di Sebelah Selatan, Sub DAS Batang Banyu di Sebelah Timur dan Sub DAS Surian di Sebelah Barat. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola bulu burung (trellis drainage pattern), dimana jalur anak sungai di kiri kanan sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir kecil karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berebda-beda. Banjir berlangsung agak lama.
b. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran dengan menggunakan DEMNAS BIG 2018 diperoleh luas Sub DAS Surian Besar seperti ditunjukkan pada pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Luas Sub DAS Tiung No. 2.
Sub DAS Sub DAS Surian Besar
Luas (Km2) 5.495,08
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG Pada Tabel 4.16 di atas dapat dilihat luas SDAS Tiung sebesar 5.495,08 km 2. Secara Visual letak SDAS Surian Besar dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Batas di Wilayah Studi SDAS Surian Besar
4.3.1.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.
Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8
maka SDAS Surian Besar
mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.17. Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Tiung dapat dilihat pada Gambar 4.7. serta dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi No. 2.
Sub DAS Sub DAS Surian Besar
Koefisien Aliran (C) 0,2382
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Berdasarkan data pada Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di SDAS Surian Besar limpasan permukaan sebesar 0,2382 yang berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 23,82 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi.
Gambar 4.10. Tutupan Lahan di Wilayah Studi SDAS Surian Besar
a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut : 2 /3
P ( 24 ) I= x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 653 mm, Intensitas Curah Hujan di SDAS Surian Besar sebesar 0,82 mm/jam (Tabel 4.14).
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (2)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 2. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2015 - 2020. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.18. Tabel 4.18. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
2
Sub DAS Surian Besar
Luas (km2)
C
5.495,080 0,2382
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
0,82
297,298
Dari Tabel 4.14,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di SDAS Surian Besar diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,2382 dengan intensitas curah hujan sebesar 0,88 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 297,298 m3/det.
4.3.1.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Limo dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.19, dan Gambar 4.11. Tabel 4.19. Kedalaman (Batimetri) Limo Koordinat UTM No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
X 281179.2089 281161.6829 281162.8259 281147.2048 281149.6178 281135.2668 281131.0758 281124.7258 281116.7248 281135.7748 281150.7608 281167.1439 281169.0489 281139.0768 281106.5647 281109.3588 281200.7989 281188.7339 281131.0758 281163.3339 281118.4777 281121.8422 281125.0982 281129.8736 281137.0368 281145.0682 281144.634 281148.9753 281154.5105 281159.1774 281163.1931
Y 9644054.614 9644046.867 9644029.849 9644037.596 9644020.197 9644026.801 9644004.322 9644018.673 9643991.114 9644015.752 9644031.119 9644040.517 9644064.393 9643994.416 9644003.306 9643978.541 9644062.234 9644032.262 9644046.613 9644008.513 9643984.385 9643990.68 9643995.781 9644000.773 9644004.897 9644007.828 9644013.146 9644016.619 9644019.658 9644022.046 9644026.17
Kedalaman (m) Z 37.156514 37.493381 37.79265 35.714415 37.316777 34.261366 38.568971 34.370687 39.815937 36.404995 36.562397 38.00642 35.77779 40.628576 36.898933 41.349017 35.628496 35.808069 33.792625 37.944171 3.2 1.53 3.34 5.81 5.18 5.58 1.53 1.52 2.03 3.54 3.98
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
281166.4491 281169.8136 281174.9146 281178.4962 281182.946 281186.8532 281181.9692 281174.9146 281169.7051 281164.7126 281157.658 281152.5569 281147.673 281143.9829 281138.8818 281136.7112 281132.4784 281128.1371 281124.447 281119.563 281118.0436 281117.1753
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
9644033.658 9644042.124 9644040.388 9644045.054 9644049.83 9644054.171 9644058.404 9644056.559 9644053.194 9644050.372 9644047.334 9644045.489 9644043.969 9644039.628 9644037.566 9644031.162 9644029.1 9644026.929 9644021.503 9644014.991 9644008.479 9643998.928
Gambar 4.8. Peta Batimetri Pumpung
3.59 4.05 2.64 2.15 4.87 3.4 5.14 4.12 5.81 7.1 6.42 5.16 6.61 4.73 3.01 5.47 5.4 4.67 8.97 5.84 6.34 10.71
Gambar 4.11. Batimetri Sub DAS Surian Besar
Dari Tabel 4.19, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Seran 1.52 m – 41,35 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.18) sebesar 297,298 m3/det.
Hasil penampang lintang
diperoleh Void Limo dengan luas 1,907 km2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 3211,3016 m3.
4.3.2. TANJUNG ALAM JAYA 4.3.2.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI 4.3.2.1.1. Hidrologi
a. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah Studi Void Tanjung Alam Jaya termasuk dalam Sub DAS Mangkaok berbatasan dengan Sub DAS Binjai di Sebelah Utara, Sub DAS Riam Kiwa di Sebelah Selatan, Sub DAS Hantan di Sebelah Timur dan Sub DAS Batang Banyu di Sebelah Barat. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola Paralel (paralel drainage pattern), dimana bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur akiran sungai yang sejajar bersatu di bagian hilir, banjir terjadi di titik pertemuan anak sungai. b. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran dengan menggunakan DEMNAS BIG 2018 diperoleh luas Sub DAS Mangkaok seperti ditunjukkan pada pada Tabel 4.16. Tabel 4.20. Luas Sub DAS Mangkaok
No. 2.
Sub DAS Sub DAS Mangkaok
Luas (Km2) 11.900,900
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG Pada Tabel 4.20 di atas dapat dilihat luas SDAS Mangkaok sebesar 11.900,900 km2. Secara Visual letak SDAS Mangkaok dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Batas di Wilayah Studi Sub DAS Mangkaok
4.3.2.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien
aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8
maka SDAS Mangkaok
mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.17. Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Mangkaok dapat dilihat pada Gambar 4.7. serta dapat dilihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.21. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi No. 2.
Sub DAS Sub DAS Mangkaok
Koefisien Aliran (C) 0,2501
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Berdasarkan data pada Tabel 4.21 di atas dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di SDAS Mangkaok limpasan permukaan sebesar 0,2501 yang berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 25,01 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi.
Gambar 4.13. Tutupan Lahan di Wilayah Studi Sub DAS Mangkaok
c. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut : 2 /3
P ( 24 ) I= x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 653 mm, Intensitas Curah Hujan di Sub DAS Mangkaok sebesar 0,84 mm/jam (Tabel 4.22).
d. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (2)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 2. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2015 - 2020. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.22. Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No. 2
Sub DAS
Luas (km2)
Sub DAS Mangkaok 5.495,080
C 0,250 1
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
0,84
69,819
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.22,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di Sub DAS Mangkaok diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,2501 dengan intensitas curah hujan sebesar 0,84 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 69,819 m3/det.
4.3.2.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Void Tanjung Alam Jaya dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.23, dan Gambar 4.14. Tabel 4.23. Kedalaman (Batimetri) Tanjung Alam Jaya Koordinat UTM No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
X 296117.0205 296126.0205 296126.0205 296134.0205 296146.0205 296100.0205 296082.0205 296062.0205 296058.9626 296083.8335 296069.546 296107.6461 296106.8523 296083.8335 296125.3732 296098.6502 296110.0167 296094.2687 296085.294 296089.993 296119.6264 296052.1046 296051.7942
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
Y 9646807.238 9646812.238 9646833.238 9646864.238 9646887.238 9646803.346 9646818.346 9646834.346 9646799.708 9646787.273 9646861.092 9646851.302 9646888.344 9646902.367 9646916.654 9646934.117 9646954.426 9646990.664 9646960.692 9646862.436 9646791.951 9646783.907 9646825.085
Kedalaman (m) Z -6.969287 -7.322978 -9.326338 -10.205222 -13.435975 -5.75961 -0.388251 6.630411 5.041911 -3.483215 5.363337 -5.331313 -4.7737 1.099283 -6.640996 -0.06017 -0.065227 5.105571 4.926183 -0.480943 -3.949631 7.772362 8.58798
Gambar 4.14. Peta Batimetri Void Tanjung Alam Jaya
Dari Tabel 4.23, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Seran 1,09 m – 13,43 m, dengan Debit rasional (Tabel 4.22) sebesar 69,819 m3/det.
Hasil penampang lintang
diperoleh Void Tanjung Alam Jaya dengan luas 14,651 km2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 16,299 m3. 4.3.2.4. Analisis Neraca Air Lahan
Penggunakan perhitungan analisis neraca air Thornthwaite and Mather (1957), dapat diketahui bulan-bulan dimana terjadi surplus, defisit dan pemakaian air tanah. Bulan-bulan terjadi surplus air yaitu pada bulan Januari, Pebruari, Maret. Defisit air akan terjadi pada bulan April sampai Desember selama periode ini juga akan terjadi pemakaian air tanah pada bulan bulan April – Desember. Potensi Limpasan permukaan (Ro) akan terjadi selama periode musim hujan Januari – Maret dengan volume aliran sebesar 63,53 m3/det – 148,49 m3/det.
Tabel 4.24.
Neraca Air Lahan Metode Thornthwhite and Mather 1957 di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar
Sumber : Data Primer yang diolah (2021)
Gambar 4.15. Neraca Air Lahan (ETP-ETA) di Wilayah Studi
4.4.1. IPR 1 4.4.1.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI DAN NERACA AIR 4.4.1.1.1. Hidrologi a. Iklim Kabupaten Tanah Laut dan sekitarnya termasuk daerah khatulistiwa yang dipengaruhi oleh iklim tropis basah dengan ciri khas yaitu curah hujan dan suhu yang cukup tinggi dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Dengan demikian di daerah ini tidak terdapat pergantian musim yang tegas antara musim hujan dengan musim kemarau. Menurut Schmidt dan Ferguson Kabupaten Tanah Laut termasuk beriklim sedang dengan tipe iklim D (Tabel 4.27). Suhu udara rata-rata selama periode Tahun 2020 berkisar pada 26,3 oC – 27,3 C. Suhu selama periode Tahun 2020 menunjukkan suhu tertinggi terjadi pada Bulan
o
September (27,3 oC) dan suhu terendah terjadi pada Bulan Januari dan Bulan Juli (26,3 C). Suhu menunjukan pada musim timur dan peralihan II mencapai kondisi terpanas
o
sedang pada musim Timur dan peralihan I lebih berfluktuasi (Tabel 4.25) di bawah ini. Kelembaban udara merupakan unsur yang berpengaruh terhadap curah hujan. Kondisi kelembaban udara rata-rata pada bulan Januari 2020 sampai dengan Desember 2020 bervariasi di mana kelembaban nisbi udara rata-rata berkisar antara 80,0 – 87,0%. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Maret 2020 yaitu 87,0 % dan terendah terjadi pada bulan September 2020 sebesar 80,0 %. Tabel 4.25. Data Curah Hujan (mm) Tahun 2008 – 2020 di Kabupaten Tanah Laut Curah Hujan Harian (mm) Tahun
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
2008
152
150
223
132
185
77
117
249
93
154
176
266
1972
2009
221
117
182
105
147
19
56
1
0
103
173
128
1253
2010
277
183
253
239
288
220
447
252
225
320
193
203
3099
2011
153
173
223
164
103
20
37
2
32
96
173
398
1574
2012
171
183
141
138
101
62
401
77
18
147
125
264
1827
2013
239
160
195
171
203
138
255
112
23
57
167
271
1990
2014
116
175
273
188
142
206
73
68
15
6
95
433
1790
2015
159
262
135
260
217
196
1
0
0
2
46
220
1497
2016
192
202
269
238
352
165
91
21
79
143
214
233
2199
2017
467
415
237
346
326
229
154
104
91
139
307
412
2008
2018
189
97
159
109
233
327
62
39
40
66
137
339
1799
2019
254
117
269
208
27
233
8
1
1
2
40
160
1319
2020 Jumlah
Jun
Jul
292
286
194
187
156
214
138
22
208
145
109
220
2647
2194
2669
2274
2336
2107
1879
938
827
1289
1948
3388
Total
2170
Rerata
204
169
205
175
180
162
145
72
64
99
150
261
CH-Max
292
286
273
260
352
327
447
252
225
320
301
433
CH-Min
116
89
135
105
27
19
1
0
0
2
40
128
Sumber : Stasiun Meteorologi Banjarbaru, 2021.
Tabel 4.26. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Per Bulan Tahun 2011-2013 Bulan
Hari Hujan (hari)
Curah Hujan (mm)
Januari
37
698
Pebruari
60
875
Maret
58
718
April
39
959
Mei
28
478
Juni
23
260
Juli
20
429
Agustus
17
293
September
16
197
Oktober
43
413
Nopember
70
516
Desember
79
1344
Sumber : BPS Kabupaten Tanah Laut dalam Angka (2021)
Tabel 4.27. Hasil Perhitungan Tipe Iklim Menurut Schmidt dan Fergusson Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Curah Hujan Maksimum (mm) Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
152
150
223
132
185
3
3
3
3
3
77
221
117
182
105
147
3
3
3
3
3
1
277
183
253
239
288
220 3
2 19
Jul
Total
Ags
Sep
249
93
154
176
266
3
2
3
3
3
173
128
56
1
0
103
1
1
3
3
3
447
252
225
320
193
203
3
3
1
3
3
3
3
173
223
164
103
3
3
3
3
3
171
183
141
138
101
3
3
3
3
3
2
3
2
239
160
195
171
203
138
255
112
23
3
3
3
3
3
3
3
3
1
116
175
273
188
142
206
62
37 1 401
73
3 2
1 77
68
32
3 96
3
3
173
398
1
2
3
3
18
147
125
264
1
3
3
3
167
271
3
3
15
57 1 6
95
Des
3
3
1
Nop
117
153
20
Okt
433
BK
1972
BB
2
1253
3099
6
7
1
8
1790
1
5
1990
3
1827
1574
4
1
6
4
2015 2016 2017 2018
3
3
3
3
3
3
159
262
135
260
217
196
3
3
3
3
3
3
192
202
269
238
352
165
3
3
3
3
3
3
2
1
467
415
237
346
326
229
154
3
3
3
3
3
3
3
159
109
233
327
3
189
2019
97
3
2
3
3
254
117
269
208
27
3
2
2 1
1
1
91
62 2
233
1 0
21
1 0
2 2
46
3
1
1
1
3
79
143
214
233
2
3
3
3
104
91
139
307
412
3
2
3
3
3
137
339
39 1
8
40 1
66 2
3
1
2
40
1
1
3
22
208
145
109
220
3
3
3
1
3
1
286
194
187
156
214
138
1
1
3
3
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
Rerata
215
202
213
198
206
133
163
89
58
117
167
283
Sumber : Stasiun Meteorologo dan Geofisika Banjarbaru 2021
9
1
3227
9
4
1799
6
4
1319
6
4
2170
6
4
170
Jumlah
6
54
Rerata Q
8
1
2199
160
3
2
1497
3
1
292
2020
220
64
4.2
4.9
=
BK/BB
=
0.84375
Pada Tabel 4.26 di atas menunjukkan bahwa banyaknya jumlah hari hujan yang terjadi tidak selalu berkorelasi positif dengan banyaknya curah hujan yang dihasilkan, baik dilihat dari data bulanan bulanan maupun tahunan. Beberapa hari hujan yang banyak menghasilkan curah hujan yang sedikit, demikian pula sebaliknya, bahkan dengan jumlah hari hujan yang sama, tetapi menghasilkan curah hujan yang jauh berbeda. Pada Tabel 4.26, banyaknya hari hujan bulanan terbanyak (79 hari) terjadi pada Desember dengan jumlah curah hujan sebanyak 1344 mm, sedangkan yang paling sedikit (16 hari) terjadi pada bulan September dengan banyaknya curah hujan hanya sekitar 197 mm. Pada Tabel 4.27. di atas menunjukkan bahwa tipe iklim di wilayah studi termasuk dalam tipe iklim D atau beriklim sedang. Data suhu dan kelembaban udara di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 4.28 dan Tabel 4.29 yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru. Tabel 4.28. Suhu Udara Rata-Rata (°C) Di Wilayah Studi Bulan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
2011 2012 2013
Rerata
Januari
26.5
26.7
26.9
27.2
26.1
26.3
26.6
26.4 26.4 27.0
26.6
Februari
26.6
26.9
26.6
26.4
26.6
26.7
27.3
26.7 26.4 26.8
26.7
Maret
26.8
26.7
26.7
26.9
26.8
26.7
27.2
26.3 26.7 26.8
26,8
April
26.9
26.5
26.8
27.0
26.4
27.2
27.2
26.7 26.7 27.3
26.9
Mei
27.2
26.5
26.9
27.1
24.5
27.2
27.6
27.1 26.8 27.2
26.8
Juni
26.5
26.7
26.0
26.4
25.1
26.6
26.7
26.3 26.4 27.5
26.4
Juli
25.7
26.2
26.2
25.1
25.7
26.3
26.1
25.7 25.5 26.0
25.9
Agustus
25.2
26.3
26.2
25.3
25.6
26.8
26.2
26.3 25.8 26.0
26.0
September
26.4
26.8
26.6
26.8
26.4
27.3
26.5
26.5 26.5 26.4
25.6
Oktober
27.1
26.9
26.9
27.1
26.6
27.0
26.7
26.5 27.3 27.6
27.0
November
27.3
26.8
27.4
27.2
27.1
27.2
26.9
27.2 27.3 27.2
27.2
Desember
26.6
26.5
27.7
27.0
26.6
27.0
26.8
26.1 27.2 26.9
26.8
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Banjarbaru, Tahun 2014.
Gambar 4.16. Grafik Suhu Rata-Rata di Wilayah Studi
Tabel 4.29. Tingkat Kelembaban Rata-Rata Bulanan (%) Di Wilayah Studi Bulan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rerata
Januari
88
88
85
85
85
87
87
92
87
84
87
Februari
88
87
87
88
86
80
86
92
87
87
95
Maret
87
88
87
86
88
87
87
92
85
87
87
April
88
88
87
87
85
86
87
91
89
85
87
Mei
85
88
87
87
88
86
90
91
89
86
88
Juni
84
87
89
88
88
86
86
89
87
84
87
Juli
87
85
84
89
92
85
93
87
88
87
88
Agustus
81
84
79
85
90
82
93
86
85
85
85
September
82
82
80
81
87
80
92
85
82
85
84
Oktober
82
85
80
85
90
86
92
87
84
81
85
November
85
86
84
84
86
85
92
85
86
84
86
Desember
87
87
84
83
87
86
92
87
85
85
86
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Banjarbaru, Tahun 2014.
Gambar 4.17. Grafik Kelembaban Rata-Rata di Wilayah Studi
Suhu rata-rata di wilayah studi berkisar antara 23,4 – 27,3 oC dengan suhu maksimum sebesar 36,0 0C tergolong cukup panas dan batas kisaran tertinggi melampaui suhu udara maksimum untuk daerah tropis, yaitu 32oC. Kelembaban udara di wilayah studi rata-rata berkisar antara 85,8 – 88,8 % yang termasuk sedikit lembab untuk daerah tropis.
b. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah studi Danau Panggang/Bajuin termasuk dalam Sub DAS Tabanio yang berbatasan dengan Sub DAS Tabanio di Sebelah Utara, Sub DAS Riam di Sebelah Timur. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola aliran mendaun (dendritic drainage pattern), dimana jenis pola aliran tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang ke sungai utama. Bentuk sungai berkelok-kelok (meander) dan kemiringan sungai sangat kecil sehingga arus relatif lamban. Pergerakan air sebagian bergerak ke Sub DAS Riam dan sebagian mengalir ke Sub DAS Tabanio.
c. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran di wilayah studi dapat ditunjukkan pada pada Tabel 4.30. Tabel 4.30. Luas Sub DAS Tabanio No. 1.
Sub DAS
Luas (Km2)
Sub DAS Tabanio (IPR1)
4.698,330
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG.
Pada Tabel 4.30 di atas dapat dilihat luas SDAS Tabanio (IPR1) sebesar 4.698,330 km2, secara Visual letak SDAS Rancah dapat dilihat pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18. Batas di Wilayah Studi SDAS Rancah
4.4.1.1.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 maka SDAS Tabanio (IPR1) mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.31.
Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Tabanio yang berada di wilayah studi Void IPR1 (Danau Panggang/Bajuin) dapat dilihat pada Gambar 4.19. dan pada Tabel 4.32. Berdasarkan data pada Tabel 4.32. dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di SDAS Tabanio yang berada di wilayah studi void IPR1 yaitu sebesar 0,2766, ini berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 27,66 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi. Tabel 4.32. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi No. 1.
Sub DAS Sub DAS Rancah
Koefisien Aliran (C) 0,2766
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Gambar 4.19. Tutupan Lahan di Wilayah Studi SDAS Rancah a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan
basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut :
I=
2 /3
P ( 24 ) x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 467 mm, Intensitas Curah Hujan di SDAS Tabanio dalam wilayah studi IPR1 sebesar 3.90 mm/jam.
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (1)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 1. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2008 - 2020. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.33. Tabel 4.33. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
Luas (km2)
C
1
Sub DAS Tabanio (IPR1/Danau Panggang)
4.698,33 0
0,276 6
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
3,90
140,984
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.33,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di daerah SDAS Tabanio (IPR1/Danau Panggang) diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,2766 dengan intensitas curah hujan sebesar 3,90 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 140,984 m3/det.
4.4.1.1.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Danau Panggang/Bajuin dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.34, dan Gambar 4.20. Tabel 4.34. Kedalaman (Batimetri) Danau Panggang/Bajuin Koordinat UTM
Kedalaman (m)
No.
X
Y
Z
1
260555.0011
9589230.863
1.17
2
260560.9701
9589222.354
1.47
3
260570.8761
9589222.1
1.49
4
260563.0021
9589212.575
3.71
5
260542.809
9589231.752
4.49
6
260537.094
9589222.735
2.17
7
260538.11
9589209.908
3.27
8
260551.9531
9589217.655
2.89
9
260546.492
9589224.259
2.67
10
260553.2231
9589201.78
2.72
11
260545.222
9589201.018
18.30
12
260552.3341
9589193.779
3.42
13
260529.347
9589194.16
2.72
14
260536.713
9589184
3.78
15
260538.872
9589193.525
3.08
16
260543.19
9589195.049
18.25
17
260530.744
9589175.491
18.91
18
260514.996
9589176.507
19.04
19
260510.805
9589166.601
19.05
20
260500.772
9589178.539
18.51
21
260495.6919
9589158.346
18.88
22
260484.5159
9589172.951
18.02
23
260478.9279
9589166.982
18.36
24
260497.089
9589169.776
18.57
25
260506.36
9589170.919
18.94
26
260520.584
9589169.522
19.02
27
260478.9279
9589172.824
18.18
28
260532.903
9589188.699
18.42
29
260549.9211
9589210.416
18.64
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
Gambar 4.20. Peta Batimetri Danau Panggang/Bajuin Dari Tabel 4.34, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Panggang 1,17 m – 19,02 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.33) sebesar 140,984 m3/det.
Hasil penampang lintang
diperoleh Danau Panggang dengan luas area 2,404 km 2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 2.627 m3.
4.4.2. IPR 2 4.4.2.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI DAN NERACA AIR 4.4.2.1.1. Hidrologi a. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah studi Danau Panggang/Bajuin termasuk dalam Sub DAS Tabanio yang berbatasan dengan Sub DAS Tabanio di Sebelah Utara, Sub DAS Riam di Sebelah Timur. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola aliran mendaun (dendritic drainage pattern), dimana jenis pola aliran tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang ke sungai utama. Bentuk sungai berkelok-kelok (meander) dan kemiringan sungai sangat kecil sehingga arus relatif lamban. Pergerakan air sebagian bergerak ke Sub DAS Riam dan sebagian mengalir ke Sub DAS Tabanio.
b. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran di wilayah studi dapat ditunjukkan pada pada Tabel 4.35. Tabel 4.35. Luas Sub DAS Tabanio No. 1.
Sub DAS Sub DAS Tabanio (IPR2)
Luas (Km2) 6.153,730
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG.
Pada Tabel 4.35 di atas dapat dilihat luas SDAS Tabanio (IPR2) sebesar 6.153,730 km2, secara Visual letak SDAS Tabanio di wilayah studi void IPR2 Danau Leper dapat dilihat pada Gambar 4.21.
Gambar 4.21. Batas di Wilayah Studi SDAS Tabanio (IPR2)
4.4.2.1.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 maka SDAS Tabanio (IPR2) mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.36.
Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Tabanio yang berada di wilayah studi Void IPR2 (Danau Leper) dapat dilihat pada Gambar 4.22. dan pada Tabel 4.36. Berdasarkan data pada Tabel 4.32. dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di SDAS Tabanio yang berada di wilayah studi void IPR2 yaitu sebesar 0,4170, ini berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 41,70 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi. Tabel 4.36. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi No. 1.
Sub DAS Sub DAS Rancah
Koefisien Aliran (C) 0,4170
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Gambar 4.22. Tutupan Lahan di Wilayah Studi SDAS Tabanio IPR2 Danau Leper a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan
basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut :
I=
2 /3
P ( 24 ) x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 467 mm, Intensitas Curah Hujan di SDAS Tabanio dalam wilayah studi IPR1 sebesar 3.90 mm/jam.
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (1)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 1. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2008 - 2020. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.37. Tabel 4.37. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
Luas (km2)
C
1
Sub DAS Tabanio (IPR1/Danau Panggang)
6.153,73 0
0,417 0
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
3,90
278,387
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.37,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di daerah SDAS Tabanio (IPR2/Danau Leper) diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,4170 dengan intensitas curah hujan sebesar 3,90 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 278,387 m3/det.
4.4.2.1.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Danau Leper dapat digambarkan seperti dilihat pada Tabel 4.38, dan Gambar 4.20. Tabel 4.38. Kedalaman (Batimetri) Danau Leper Koordinat UTM No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
X 260379.9139 260360.2784 260381.1223 260383.539 260407.4037 260405.5912 260446.3727 260436.1018 260420.3934 260448.4873 260485.0397 260479.3 260466.9145 260435.1956 260412.5392 260393.8099 260420.0913 260411.935 260394.414 260411.6279 260338.2261 260319.1948 260344.2679 260330.674 260327.9552 260338.2261 260462.3833 260381.384 260366.3201 260433.9872
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
Y 9588990.127 9588974.116 9588950.856 9588970.794 9588961.127 9588942.095 9588946.023 9588928.502 9588909.772 9588906.449 9588901.012 9588875.637 9588891.949 9588878.053 9588885.001 9588878.96 9588862.345 9588840.897 9588829.72 9588821.758 9588848.751 9588836.366 9588829.115 9588826.095 9588801.324 9588791.053 9588920.345 9588932.453 9588987.408 9588893.46
Kedalaman (m) Z 2.34 1.98 18.22 18.41 2.19 18.42 1.49 19.06 18.24 18.72 19.41 4.11 18.35 15.88 17.51 18.02 15.48 15.26 1.58 1.93 18.22 17.61 0.87 15.77 15.82 1.92 4.06 2.33 17.60 17.82
Gambar 4.23. Peta Batimetri Danau Leper Dari Tabel 4.38, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Leper 1,49 m – 19,41 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.37) sebesar 278,387 m3/det.
Hasil penampang lintang
diperoleh Danau Leper dengan luas area 10,423 km2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 36.6248 m3.
4.4.2.1.4. Analisis Neraca Air Lahan di Kabupaten Tanah Laut Penggunakan perhitungan analisis neraca air Thornthwaite and Mather (1957), dapat diketahui bulan-bulan dimana terjadi surplus, defisit dan pemakaian air tanah. Bulan-bulan terjadi surplus air yaitu pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April dan Juni. Defisit air akan terjadi pada bulan Agustus sampai Nopember selama periode ini juga akan terjadi pemakaian air tanah pada bulan bulan Juli – Nopember. Potensi Limpasan permukaan (Ro) akan terjadi selama periode musim hujan Januari – Maret dengan volume aliran sebesar 12,18 m 3/det – 44,64 m3/det.
Tabel 4.39. Neraca Air Lahan Metode Thornthwhite and Mather 1957 di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Gambar 4.24. Neraca Air Lahan di Kabupaten Tanah Laut dan Sekitarnya
4.5.1. PT. SARI BUMI KATINGAN 4.5.1.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI DAN NERACA AIR 4.5.1.1.1. Hidrologi
a. Iklim Kabupaten Tanah Bumbu dan sekitarnya termasuk daerah khatulistiwa yang dipengaruhi oleh iklim tropis basah
dengan ciri khas yaitu curah hujan yang cukup tinggi dengan
penyebaran merata sepanjang tahun. Dengan demikian di daerah ini tidak terdapat pergantian musim
yang tegas antara musim hujan dengan musim kemarau. Menurut Schmidt dan
Fergusson tipe iklim yang demikian mempunyai jumlah bulan kering (< 60 mm) sebanyak 1 sampai 2 bulan dalam satu tahun. Sementara itu menurut Koppen (1918) dan Kartasapoetra (1988) daerah dengan tipe iklim yang demikian memiliki karakteristik suhu dan curah hujan selalu tinggi hampir seragam sepanjang tahun dengan suhu bulanan terendah > 18 °C. Pada bulan-bulan kemarau daerah ini terasa panas dan kering, sebaliknya di waktu musim hujan (waktu hujan deras) terjadi banjir atau tergenang. Data curah hujan yang diambil mulai periode Tahun 2010 sampai dengan periode Tahun 2019 dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi curah hujan di daerah studi. Data tersebut menunjukkan rerata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2019 dengan curah hujan 479,2 mm/bulan dan curah hujan terendah terjadi bulan September 2019 dengan curah hujan hanya 9,2 mm/bulan. Gambaran data curah hujan selama periode Tahun 2010 sampai dengan periode Tahun 2019 disajikan pada Tabel 4.40 dan Gambar 4.25. Tabel 4.40. Data Curah Hujan Periode Tahun 2010-2019 di Kabupaten Tanah Bumbu
Sumber: Data Curah Hujan dan Hari Hujan Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Gusti Syamsir Alam Kotabaru Periode Tahun 2010-2019
Tabel 4.41. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Periode Tahun 2010-2019 di Kabupaten Tanah Bumbu
Sumber: Data Curah Hujan dan Hari Hujan Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Gusti Syamsir Alam Kotabaru Periode Tahun 2010-2019
Gambar 4.25.
Rerata Curah Hujan (mm) dan Hari Hujan di Di Wilayah Studi Dan Sekitarnya
Dari data curah hujan tersebut dapat diperoleh gambaran mengenai siklus musim sepanjang tahun,
siklus musim sangat erat kaitannya dengan rencana kegiatan karena
letaknya di elevasi rendah. Dengan data curah hujan ini dapat diprediksi kondisi curah hujan di lokasi rencana kegiatan yaitu rata-rata berkisar antara
15,9 - 479,2 mm/bulan.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, wilayah lokasi proyek termasuk iklim basah, dimana rata-rata curah hujan setiap bulannya > 100 mm/bulan. Data hari hujan periode 2010 sampai periode tahun 2019 sebagaimana disajikan pada Tabel 4.40 di atas, kemudian dihitung Tipe Iklim Schmidt-Ferguson dengan menentukan jumlah Bulan Basah dan Bulan Kering seperti disajikan pada Tabel 4.42, Jumlah rata-rata jumlah Bulan Kering sebesar 1,6 dan rata-rata jumlah Bulan Basah sebesar 9,7, sehingga diperoleh hasil perhitungan Q sebesar 0,165 dalam kriteria menurut Schmidt-Ferguson Tipe Iklim A dengan kriteria keadaan iklim dan vegetasi daerah sangat basah, hutan hujan tropika. Tabel 4.42. Jumlah Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK), berdasarkan Kriteria Schmidt dan Fergusson Tahun
Jan
2010
3
Rerata
3
3
3
3
3 143
184
3
3
3
3 184
312
240
457 3
230 3
279
158 3
3
3
350 3
278 3
3
360 3
174
412
373 3
290
103
386 3
3
3
450 3
244
352
229 3
386
151
2019
609
3
3
2018
392
250
2017
294
3
3
2016
200
3
3
2015
240
292
2014
188 3
3
2013
Apr
410
2012
Mar
397
2011
Curah Hujan Maksimum (mm) Me Jun Jul Ags Sep i
Peb
225 3
243
323
292
94
3
2
136
165
3
3
53 1
3
189 3
75 2
3
163
232
332
3
3
3
3
262
100
186
268
3
3
3
37
194
243
319
3
3
3
180
135
152
3
3
3
2
132
379
378
304
3
3
3
3
1 23 1
3
148
183
399
236
3
3
3
3
253
119
479
3
3
3
1
177
196
275
209
217
2394
3
20
9 135
220
71 2 149
2292
210
2085
126
2822
0 1 162
2582
0
1685 207
9
4
8
1
11
0
12
1
205
12
2
1
226
9
0
3
9
3
3
2011
324
3
167
3083
12
1
3
187
3 73
309
157
2
3
3
201
259
105
BB
3
3
237
2
1
349
3 16
BK
3
3
0
3 96
2
104
Total
3
106
159
47
14 129
3
1
1
2102
3
164
98
46
176
3
219
1
182
3
2
0
3
124
3761
1
1
3
208
66
15 102
230
3
2
1 74
370
212
394
3
3
3
Des
3 52
1
3
Nop
3
182
122 3
132
282 3
10 1
244
3
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
327
Okt
9
5
6 A
Jumlah
16
97
Rerata
1.6
9.7
Q = BK/BB 0.165
Suhu udara di sekitar lokasi proyek relatif tinggi (termasuk panas) dengan variasi suhu sepanjang tahun dan rerata bulanan yang kecil (1,4oC). Suhu udara sepanjang tahun berkisar antara 33 – 35,1oC , sedangkan suhu udara minimum rerata berkisar antara 23,2 – 23,9oC. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 33,1oC dan suhu udara minimum pada bulan Januar, Februari, dan Nopember yaitu 23,2oC. Kelembaban udara relatif tahunan berfluktuasi antara 97-99%.
Angka tersebut
termasuk tinggi. Kelembaban udara relatif tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 99% dan terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 97 %. Kelembaban udara merupakan unsur yang berpengaruh terhadap curah hujan. Kondisi kelembaban udara rata-rata bervariasi di mana kelembaban nisbi udara ratarata berkisar antara 75-87%. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 87% dan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 75%. Kelembaban udara rata-rata ini berbanding terbalik dengan suhu udara. Gambaran secara lengkap mengenai suhu dan kelembaban udara serta penyinaran matahari di wilayah studi disajikan pada Tabel 4.43 dan diilustrasikan pada Gambar4.26, Gambar 4.27, dan 4.28. Tabel 4.43. Data Bulanan Unsur Cuaca Stasiun Meteorologi Gusti Syamsir Alam Kotabaru Tahun 2015 Ket
JAN
FEB
MAR
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
T. MAX
33.2
33
33.3
34
35.1
33.8
33.2
33.4
34.3
35
35
34.6
T. MIN
22.5
22.5
20
19.6
22.2
20.1
21.2
20
21
19.4
22
22.7
T. AVG
26.8
26.5
26.7
27.2
27.1
26.4
26.5
26.3
26.9
27.7
27.7
27.6
RH MAX
98
98
98
97
99
99
97
98
98
99
98
98
RH MIN
42
59
54
53
50
54
50
46
32
35
50
53
RH AVG
84
86
85
84
85
87
81
79
76
75
81
83
Press AVG
1009
1010.1
1010.6
1009.3
1010.1
1010
1010.8
1011.1
1011.2
1011.2
1009.2
1010.2
WIND AVG WIND MAX
3
2
2
2
2
2
3
4
4
4
2
3
20
16
29
24
26
20
20
24
24
29
22
34
SS
52
50
61
69
62
49
84
91
92
78
69
41
CH
352.3
290.2
359.8
193.7
242.9
318.9
22.9
14.5
0
15.9
157
323.7
CH MAX
45.3
46.5
86.1
47.7
60.4
82
7.5
8.3
0
11.9
44.1
116.7
HH
26
24
25
20
18
20
11
4
0
4
17
23
KETERANGAN : - T. MAX = Temperatur maksimum dalam satuan derajat Celcius (ᴼc) - T. MIN = Temperatur Minimum dalam satuan derajat Celcius (ᴼc) - T. AVG = Temperatur Rata-Rata dalam satuan derajat Celcius (ᴼc) - RH MAX = Kelembaban Udara Maksimum dalam satuan Persen (%)
- RH MIN = Kelembaban Udara Minimun dalam satuan Persen (%) - RH AVG = Kelembaban Udara Rata-Rata Dalam Satuan Persen (%) - Press AVG = Tekanan Udara Rata-Rata dalam satuan Milibar (mb) - WIND AVG = Kecepatan Angin Rata-Rata dalam satuan knot (kt) - WIND MAX = Kecepatan Angin Maksimum dalam satuan knot (kt) - SS = Penyinaran Matahari Dalam Satuan Persen (%) - CH = Jumlah Curah Hujan Dalam Satu Bulan Dalam Satuan Milimeter (mm) - CH MAX = Jumlah Curah Hujan Tertinggi Dalam Satu Bulan Dalam Satuan Milimeter (mm) - HH =Hari Hujan
Gambar 4.26. Suhu Udara Rata-Rata (°C) Di Wilayah Studi dan sekitarnya
Nilai hasil pengukuran kelembaban sesaat berkisar antara 59 – 99%. Berdasarkan data suhu udara, menunjukkan suhu udara rata-rata berkisar antara 26,3 – 27,7 °C dengan suhu terendah 26,3oC. Temperatur udara rata-rata ini berbanding lurus dengan penyinaran mata-hari, dimana penyinaran rata-rata terendah terjadi pada bulan Desember 2015 sebesar 41%.
Gambar 2.17.
Gambar 4.27. Tingkat Kelembaban Rata-Rata (%) Di Wilayah Studi dan sekitarnya
Gambar 2.18.
Gambar 4.28. Durasi Penyinaran Matahari (%) Di Wilayah Studi dan sekitarnya Temperatur udara rata-rata berbanding lurus dengan penyinaran matahari, dimana durasi penyinaran matahari terendah terjadi pada bulan Desember sebesar
41%, sedangkan penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan September, yakni sebesar 92%.
b. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah studi Void Sari Bumi Katingan termasuk dalam Sub DAS Bunati yang berbatasan dengan Sub DAS Kasau di Sebelah Utara, Sub DAS Angsana di sebelah Selatan, Sub DAS Sungai Loban di sebelah Timur dan Sub DAS Nibung di sebelah Barat. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola aliran mendaun (dendritic drainage pattern), dimana jenis pola aliran tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang ke sungai utama. Bentuk sungai berkelok-kelok (meander) dan kemiringan sungai sangat kecil sehingga arus relatif lamban. Pergerakan air sebagian bergerak ke Sub DAS Riam dan sebagian mengalir ke Sub DAS Angsana.
c. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran di wilayah studi dapat ditunjukkan pada pada Tabel 4.44. Tabel 4.44. Luas Sub DAS Bunati di Wilayah Studi PT. Sari Bumi Katingan No. 1.
Sub DAS Sub DAS Bunati (Studi Wilayah PT. SBK)
Luas (Km2) 19.578,600
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG.
Pada Tabel 4.44 di atas dapat dilihat luas SDAS Bunati yang terletak di wilayah studi void PT. Sari Bumi Katingan sebesar 19.578,600 km 2, secara Visual letak SDAS Bunati dapat dilihat pada Gambar 4.29.
Gambar 4.29. Batas SDAS Bunati di Wilayah Studi PT. Sari Bumi Katingan
4.4.1.1.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 maka SDAS Bunati yang terletak di wilayah studi PT. Sari Bumi Katingan mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.45.
Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Bunati yang terletak di wilayah studi PT. Sari Bumi Katingan dapat dilihat pada Gambar 4.29. dan pada Tabel 4.45. Berdasarkan data pada Tabel 4.45. dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di Sub DAS DAS Bunati yang terletak di wilayah studi PT. Sari Bumi Katingan yaitu sebesar 0,2825, ini berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 28,25 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi. Tabel 4.45. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi di Wilayah Studi PT. Sari Bumi Katingan No. 1.
Sub DAS Sub DAS Bunati
Koefisien Aliran (C) 0,2825
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Gambar 4.30. Tutupan Lahan SDAS Bunati di Wilayah Studi PT. Sari Bumi Katingan a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan
basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut :
I=
2 /3
P ( 24 ) x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 467 mm, Intensitas Curah Hujan di SDAS Bunati dalam wilayah studi PT. Sari Bumi Katingan sebesar 0.84 mm/jam.
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (1)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 1. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2010 - 2019. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.46. Tabel 4.46. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
Luas (km2)
C
1
Sub DAS Bunati (PT. Sari Bumi Katingan)
1.957,860 0
0,282 5
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
0,84
128,810
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.46,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di daerah SDAS Bunati di wilayah studi (Sari Bumi Katingan) diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,2825 dengan intensitas curah hujan sebesar 0,84 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 128,810 m3/det.
4.5.1.1.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Danau Panggang/Bajuin dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.47, dan Gambar 4.31. Tabel 4.47. Kedalaman (Batimetri) Void PT. Sari Bumi Katingan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Koordinat UTM X 346732.9821 346757.3238 346757.3238 346717.6362 346700.1737 346679.5361 346674.2445 346604.9235 346565.2359 346538.2484 346519.1983 346535.6025 346519.7275 346554.1234 346605.9818 346644.6111 346678.4778 346566.8234 346561.5317 346619.7402 346618.1527 346671.0694 346685.8861 346691.707 346732.4529 346780.078 346820.2947 346824.5281 346785.8988 346747.2696 346702.2903 346708.1112 346743.0363
Y 9588262.226 9588228.359 9588173.855 9588142.634 9588113.53 9588082.838 9588036.8 9588046.855 9588077.017 9588119.88 9588139.988 9588181.792 9588205.605 9588244.234 9588220.951 9588250.584 9588292.388 9588202.43 9588147.926 9588106.65 9588173.326 9588144.221 9588202.959 9588247.409 9588200.842 9588380.759 9588359.593 9588308.793 9588265.93 9588288.684 9588325.726 9588370.705 9588345.305
Kedalalaman (m) Z -2.76 -2.63 -1.99 -2.86 -2.78 -2.83 -2.53 -2.61 -2.41 -2.02 4.73 6.17 1.98 2.50 2.20 0.44 -0.21 3.94 -1.99 -2.87 -2.72 -2.99 -2.86 -2.68 -2.81 -0.77 -0.98 -1.46 -2.48 -2.73 -2.02 -2.00 -2.60
34 35
346768.9655 346788.5447
9588309.851 9588346.363
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
-2.68 -2.55
Gambar 4.31. Peta Batimetri Void PT. Sari Bumi Katingan Dari Tabel 4.34, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Panggang 1,46 m – 6,17 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.46) sebesar 128,810 m3/det.
Hasil penampang lintang
diperoleh luas void PT. Sari Bumi Katingan sebesar 62,274 km 2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 1003,72 m3.
4.5.2. PT. MUSTIKA CHINTYA MANDIRI 4.5.2.1. HIDROLOGI, DEBIT AIR, BATIMETRI DAN NERACA AIR 4.5.2.1.1. Hidrologi a. Karakteristik Fisik Sungai Wilayah studi Void Sari Bumi katingan termasuk dalam Sub DAS Bunati yang berbatasan dengan Sub DAS Kasau di Sebelah Utara, Sub DAS Angsana di sebelah Selatan, Sub DAS Sungai Loban di sebelah Timur dan Sub DAS Nibung di sebelah Barat. Pola aliran sungai ini dikategorikan berpola aliran mendaun (dendritic drainage pattern), dimana jenis pola aliran tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang ke sungai utama. Bentuk sungai berkelok-kelok (meander) dan kemiringan sungai sangat kecil sehingga arus relatif lamban. Pergerakan air sebagian bergerak ke Sub DAS Riam dan sebagian mengalir ke Sub DAS Angsana.
b. Analisis Perilaku Hidrologi Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumber daya air dalam skala DAS. Sebagai suatu ekosistem, setiap masukan (presipitasi) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses (vegetasi, tanah, dan lereng) yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran (debit dan sedimen) dari ekosistem tersebut. Berdasarkan analisis pola aliran di wilayah studi dapat ditunjukkan pada pada Tabel 4.48. Tabel 4.48. Luas Sub DAS Bunati di Wilayah Studi PT. Mustika Chintya Mandiri No. 1.
Sub DAS Sub DAS Bunati (Studi Wilayah PT. MCM)
Luas (Km2) 19.578,600
Sumber : DEM dan Analisis WDT Citra Demnas BIG.
Pada Tabel 4.44 di atas dapat dilihat luas SDAS Bunati yang terletak di wilayah studi void PT. Mustika Chintya Mandiri sebesar 19.578,600 km2, secara Visual letak SDAS Bunati dapat dilihat pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32. Batas SDAS Bunati di Wilayah Studi PT. Mustika Chintya Mandiri
4.5.2.1.2. Debit Aliran Nilai koefisien aliran sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan secara fisik. Nilai C berkisar antara 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukan bahwa semua air hujan yang jatuh akan mengalami intersepsi dan infiltrasi, sehingga tidak terjadi aliran permukaan, sedang nilai 1 menunjukan nilai sebaliknya. Nilai koefisien aliran dapat dibedakan menjadi koefisien aliran volume limpasan, koefisien aliran bulanan, dan koefisien aliran tahunan (Arsyad, 1989; Asdak 2002). Untuk menduga besarnya debit aliran pada Sub DAS digunakan persamaan rasional dimana salah satu parameter masukan adalah nilai koefisien limpasan (C). Nilai koefisien aliran permukaan yang digunakan berdasarkan besarnya tutupan vegetasi yang ada di wilayah studi menurut metode US. Forest Service (1980 dalam Asdak, 2004), dengan berdasarkan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 maka SDAS Bunati yang terletak di wilayah studi PT. Mustika Chintya Mandiri mempunyai nilai C seperti pada Tabel 4.49.
Nilai Koefisien C berdasarkan tutupan di Sub DAS Bunati yang terletak di wilayah studi PT. Mustika Chintya Mandiri dapat dilihat pada Gambar 4.33. dan pada Tabel 4.45. Berdasarkan data pada Tabel 4.49. dapat dilihat bahwa limpasan permukaan yang terjadi di Sub DAS DAS Bunati yang terletak di wilayah studi PT. Mustika Chintya Mandiri yaitu sebesar 0,2825, ini berarti dari 100 % peluang terjadinya hujan sebesar 28,25 % limpasan permukaan akan mengalir ke Wilayah Studi. Tabel 4.49. Nilai Koefisien C Berdasarkan Tutupan Vegetasi di Wilayah Studi PT. Mustika Chintya Mandiri No. 1.
Sub DAS Sub DAS Bunati (Studi Wilayah PT. MCM)
Koefisien Aliran (C) 0,2825
Sumber : Peta Tutupan Lahan Kabupaten Banjar BIG 2018 Skala 1:250.000
Gambar 4.33. Tutupan Lahan SDAS Bunati di Wilayah Studi PT. Mustika Chintya Mandiri a. Analisis Intensitas Curah Hujan Metode Kirpich Data intensitas hujan diperlukan untuk perhitungan debit puncak yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Untuk menghitung besarnya intensitas hujan digunakan formula Mononobe yang mempertimbangkan data rata-rata hujan puncak harian pada bulan-bulan
basah dinyatakan dalam mm/jam, secara matematis formula Kirpich dirumuskan seperti persamaan berikut :
I=
2 /3
P ( 24 ) x 24 t
.......................................................................... (1)
( )
L Tc=0. 0195 √S S=
0 .77
menit
…………………….........…………… (2)
ΔH L ………………………………….........………………… (3)
Dengan ; I
= intensitas hujan (mm/jam)
P = hujan harian (mm) T = periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi (Tc) jam. Tc = waktu konsentrasi (jam) L = panjang perjalanan/lintasan sungai (m) S = kemiringan sungai (gradien sungai dalam %) ∆H = beda tinggi antara titik terjauh (paling atas) dari DAS sampai dengan outlet yang dimaksud (m)
Data Curah Hujan Maksimum rata-rata dan perhitungan Intensitas Curah Hujan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Kirpich diperoleh Curah Hujan Maksimum rata-rata sebesar 467 mm, Intensitas Curah Hujan di SDAS Bunati dalam wilayah studi PT. Mustika Chintya Mandiri sebesar 0.84 mm/jam.
b. Debit Puncak Rasional (Qp) Perhitungan debit puncak aliran permukaan yang dilakukan pada satuan pemetaan (DAS) menggunakan metode rasional dengan masukan data intesitas hujan dari stasiun pengukuran serta koefisien limpasan DAS. Dari analisis debit ini akan dihasilkan debit aktual, dimana perumusan metode rasionalnya sebagai berikut:
Qp=0 . 278. C . I . A
………………………………… (1)
dengan : Qp
= debit puncak (m3/detik)
C
= koefisien limpasan permukaan (%) pada saat kejadian hujan Tc
I
= intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
A
= luas DAS (km2)
0.278
= tetapan untuk penyesuaian metrik
Debit puncak metode rasional (aktual) didasarkan pada perhitungan sesuai dengan persamaan 1. Nilai koefisien limpasan permukaan pada persamaan tersebut menggunakan hasil dari pendugaan koefisien limpasan dan dihitung pada curah hujan maksimum rata-rata yang terjadi selama periode tahun 2010 - 2019. Perhitungan debit puncak metode rasional (aktual) dengan masukan data luas DAS hasil perhitungan SIG dan data intensitas hujan dari hasil pengukuran stasiun hujan pada tanggal-tanggal kejadian hujan seperti pada Tabel 4.50. Tabel 4.50. Hasil Perhitungan Debit (Q) Puncak Metode Rasional No.
Sub DAS
Luas (km2)
C
1
Sub DAS Bunati (PT. Sari Bumi Katingan)
1.957,860 0
0,282 5
I
Q = 0,278.C.I.A
(mm/jam)
(m3/det)
0,84
128,810
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Dari Tabel 4.46,
dapat dilihat hasil perhitungan Debit (Q) dengan menggunakan
metode rasional di daerah SDAS Bunati di wilayah studi (Sari Bumi Katingan) diperoleh limpasan permukaan (C) sebesar 0,2825 dengan intensitas curah hujan sebesar 0,84 mm/jam, dan debit yang dihasilkan sebesar 128,810 m3/det.
4.5.2.1.3. Batimetri Hasil pengukuran kedalaman di Void PT. Mustika Chintya Mandiri dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 4.51, dan Gambar 4.34. Tabel 4.51. Kedalaman (Batimetri) Void PT. Mustika Chintya Mandiri
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Koordinat UTM X 346679.5939 346617.2169 346551.9719 346533.3305 346531.8966 346580.651 346603.5943 346606.4622 346683.8958 346720.4616 346665.2544 346660.9525 346716.1598 346708.99 346765.6312 346754.8766 346025.7104 346078.7668 346035.0311 346131.1061 346080.9177 346009.9369 346010.6539 346078.7668 346160.5022 346153.3324 346106.0119 346051.5216 346015.6728 346044.3519 346043.6349 346121.7854 346080.2007
Y 9588048.764 9588043.746 9588088.198 9588145.556 9588207.216 9588228.726 9588160.613 9588101.104 9588134.085 9588152.009 9588198.613 9588263.141 9588278.197 9588222.99 9588217.254 9588173.519 9588220.122 9588255.971 9588298.99 9588321.933 9588366.385 9588359.933 9588434.498 9588430.913 9588398.649 9588434.498 9588477.517 9588489.706 9588508.347 9588536.309 9588395.065 9588388.612 9588315.48
Kedalaman (m) Z -2.61 -2.63 -2.29 3.16 2.85 4.15 -2.69 -2.80 -2.97 -2.86 -2.82 -0.18 -2.69 -2.82 -2.05 -2.16 0.68 0.44 0.67 0.22 0.26 1.01 0.94 0.40 0.59 0.74 0.53 0.19 0.13 0.41 0.40 0.28 0.31
34
346049.3707
9588264.575
0.41
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2021)
Gambar 4.35. Peta Batimetri Void PT. Mustika Chintya Mandiri
Dari Tabel 4.51, dapat dilihat bahwa kedalaman Danau Panggang 0,13 m – 4,15 m, dengan Debit Rasional (Tabel 4.50) sebesar 128,810 m3/det.
Hasil penampang lintang
diperoleh luas void PT. Mustika Chintya Mandiri dengan luas void 37,401 km 2 dalam keadaan optimal dapat menampung debit sebesar 282,049 m3. 4.5.2.1.4. Analisis Neraca Air Lahan di Kabupaten Tanah Bumbu Penggunakan perhitungan analisis neraca air Thornthwaite and Mather (1957), dapat diketahui bulan-bulan dimana terjadi surplus, defisit dan pemakaian air tanah. Bulan-bulan terjadi surplus air yaitu pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan Agustus. Defisit air akan terjadi pada bulan Agustus sampai September selama periode ini juga akan terjadi pemakaian air tanah. Potensi Limpasan permukaan (Ro) akan terjadi selama
periode musim hujan Januari – Agustus dengan volume aliran sebesar 133,60 m 3/det – 281,17 m3/det.
Tabel 4.39. Neraca Air Lahan Metode Thornthwhite and Mather 1957 di Kabupaten Tanah Bumbu
Sumber : Pengolahan Data Primer (2021)
Gambar 4.36. Neraca Air Lahan di Kabupaten Tanah Bumbu dan Sekitarnya