Laporan Instrumentasi Echosounder [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai penentu posisi echosounder memberikan data kedalaman suatu daerah dengan menghitung waktu saat gelombang ditembakkan sampai gelombang pantulan diterima kembali. Saat ini ada banyak tipe dari echosounder, namun yang biasa digunakan untuk mengetahui kedalaman adalah singlebeam echosounder dan multibeam echosounder (Kurnia, 2015). Pengertian Echo sounding adalah teknik untuk mengukur kedalaman air dengan memancarkan pulsa-pulsa yang teratur dari permukaan air dan kemudian pantulan gema (echo) yang datang dari dasar laut tersebut didengar kembali. Teknik ini telah digunakan sejak awal abad ke 20 untuk menyediakan informasi tentang kedalaman air yang amat penting untuk mengambarkan peta-peta di wilayah-wilayah yang ditutupi perairan dunia. Peta-peta ini telah membantu kapal-kapal untuk berlayar melewati samudra-samudra dunia dengan aman (Herli, 2008). Setiap pulsa atau sinyal akustik yang dipancarkan oleh echosounder dan dipantulkan oleh target mengandung berbagai informasi yang berbeda, hal ini dapat terjadi karena dasar perairan memiliki parameter fisik yang bervariasi yang akan mempengaruhi proses hamburan balik atau pantulan sinyal akustik. Parameter tersebut antara lain kekasaran dan kekerasan dasar perairan (Hamuna et al. 2015). Sumber daya alam yang tersedia di laut menjadi hal yang sangat penting untuk membantu pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam baik pada perairan pesisir ataupun lepas pantai. Pemetaan bawah laut pada kawasan perairan Indonesia menjadi salah satu langkah dalam menentukan dan mempelajai titik-titik potensi wilayah Indonesia di kawasan perairan (Poerbandono dan Djunarsah, 2005 dalam Setiadarma et al. 2019 ). Dalam proses pengukuran kedalaman suatu perairan sering berhubungan juga dengan beberapa faktor penting (aspek fisika laut) seperti gelombang. Adapula faktor cahaya atau kecerahan, tekanan, suara, salinitas di laut dan lainnya. Mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Terdapat 2 tipe Echosounder, yaitu tipe Single Beam dan tipe Multi Beam yang membedakan kedua tipe tersebut adalah



jenis pancaran dan penerima pancaran gelombang bunyi yang memiliki keunikan dan perbedaan tersendiri (Kautsar et al. 2013). Pengolahan data multibeam echosounder memiliki proses yang rumit karena memerlukan beberapa koreksi yang akan digunakan untuk mendapatkan nilai kedalaman yang sebenarnya dari suatu perairan. Koreksi ini didapatkan dari pergerakan kapal selama pengukuran berlangsung dan factor-faktor oseanografi lainya yang terdapat di wilayah pengukuran. Koreksi ini antara lain koreksi pasang surut, profil kecepatan suara dan pergerakan kapal (Brammadi, 2017 dalam Setiadarma et al. 2019 ). Echosounder single beam telah digunakan dalam beberapa dekade untuk mengukur batimetri dan juga untuk merekam pantulan objek seperti ikan dalam kolom air. Echosounder single beam merupakan instrumen akustik yang paling sederhana yang hanya memancarkan bim tunggal untuk mendeteksi target yang dilaluinya sehingga muncul di dalam monitor (Jones, 1999 dalam Hamuna et al. 2015). Setiap pulsa atau sinyal akustik yang dipancarkan oleh echosounder dan dipantulkan oleh target mengandung berbagai informasi yang berbeda, hal ini dapat terjadi karena dasar perairan memiliki parameter fisik yang bervariasi yang akan mempengaruhi proses hamburan balik atau pantulan sinyal akustik. Parameter tersebut antara lain kekasaran dan kekerasan dasar perairan. Echosounder single beam merupakan instrumen akustik yang paling sederhana yang hanya memancarkan bim tunggal (Baigo, 2015).



1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum instrumentasi kelutan kali ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menegetahuit defenisi dari alat instrumen berupa echosounder 2. Untuk mengetahui penggunaa alat dan prinsip kerja echosounder serta cara perawatan alat setelah pemakaian. 1.3 Manfaat Adapun manfaat dari praktikum instrumentasi kelutan kali ini adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa mampu memahami defenisi dari alat instrumen berupa echosounder 2. Mahasiwa mampu memahami penggunaan alat dan prinsi kerja echosounder serta cara perawatan alat stelah pemakaian.



II TINJAUAN PUSTAKA Echosounder dikenal terdapat suatu pemancar yang membangkitkan getarangetaran listrik disalurkan ke suatu alat yang ditempatkan pada dasar kapal dan mengubah energi listirik menjadi getaran dalam laut. Getaran inilah yang dialirkan dalam bentuk impuls vertikal kedasar laut dan dipantulkan kembali satu pesawat penguat memberikan kepada getaran-getaran gema listrik satu amplitude lebih besar lalu disalurkan ke satu pesawat petunjuk (indikator) dan membuat gambar (Hermawan ,2002). Pemetaan bawah laut digunakan dengan mengukur permodelan topografi bawah laut menggunakan alat berupa sounder. Ada dua tipe sounder yang dapat digunakan yaitu Singlebeam Echosounder System (SBES) dan Multibeam Echosounder System (MBES). SBES adalah suatu alat pemancar tunggal sinyal gelombang suara yang memiliki transciever (transfer dan reciever) yang terpasang di badan kapal. Sedangkan MBES adalah alat pemancar ganda sinyal gelombang suara yang memiliki transciever (transfer dan reciever) yang terpasang menyebar di badan kapal (Setiadarma et al. 2019). metode akustik digunakan untuk menentukan perubahan kelimpahan stok ikan, dengan menggunakan sistem pemancar yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal disebut echosounder, sedangkan yang memancarkan sinyal akustik secara horizontal disebut sonar. Penggunaan echosounder disebut dengan echosounding. Dan teknik untuk mengukur kedalaman air dengan memancarkan pulsa-pulsa yang teratur dari permukaan air dan kemudian pantulan gema (echo) yang datang dari dasar laut tersebut didengar kembali (Wijaksana, 2008). Single beam echosounder merupakan alat untuk mengukur kedalaman air dengan menggunakan pancaran suara tunggal. Sistem single beam secara umum mempunyai susunan yaitu transceiver yang letaknya terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur dapat kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transceiver yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memancarkan gelombang suara sampai dasar laut dan pantulannya diterima kembali oleh transceiver (Simmonds dan Maclennan, 2005 dalam Febrianto et al. 2015).



Multibeam echosounder adalah sebuah instrumen hydrographic-acoustic yang digunakan untuk meningkatkan cakupan area, konsekuensi dan produktifitas dalam pembuatan peta laut (nautical chart). Hal ini dikarenakan banyaknya beam yang ditembakkan dalam satu kali sapuan, dengan demikian akan terbentuk kolom-kolom yang saling bertampalan sehingga menghasilkan cakupan area yang luas dan mempengaruhi hasilnya (De Jong et al. 2002 dalam Kurnia, 2015). Multibeam echosounder memiliki kesamaan dalam prinsip kerja dengan singlebeam echosounder, akan tetapi akurasi kedalaman yang dimiliki multibeam echosounder tidak lebih baik dari singlebeam echosounder karena terpengaruh oleh sudut pancaran beam. Sinyal akustik multibeam akan memiliki jarak rambat lebih panjang sehingga menyebabkan kesalahan akibat refraksi sudut juga semakin besar. Semakin mendekati titik nadir maka akurasi data yang dihasilkanoleh multibeam echosounder juga akan semakin baik, namun sebaliknya semakin jauh dari titik nadir maka ketelitian data kedalaman yang akan didapatkan semakin rendah sehingga memerlukan perlakuan khusus dengan memfilter data tersebut (Setiadarma et al. 2019). multibeam echosounder pada mulanya terdiri dari perpanjangan single-beam echosounder. Bukan transmisi dan menerima sinar vertikal tunggal, Kebanyakan Multibeam Sounder menggunakan besar lebar sudut mereka untuk merekam gambar akustik menggunakan prinsip yang sama sebagai side scan sonar. Tetapi kinerja yang dihasilkan lebih buruk daripada dalam sistem (towfish), karena gerakan platform dukungan dan karena insiden sudut tidak cukup merumput. Dengan sistem tersebut, ahli geologi telah mengintegrasi pembuangan alat-alat yang memberikan, pada saat yang sama, bathrymetry dan reflektivitas pengukuran. Pengumpulan simultan seismik dan sedimen profiler data dapat membantu dalam menyediakan penyelidikan yang sangat lengkap dan menyeluruh mengenai struktur sedimen (Lurton, 2002). Kalibrasi digunakan untuk meminimalisir kesalahan dan merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk memeriksa dan menentukan besarnya kesalahan yang ada dalam suatu peralatan. Kalibrasi MBES diperlukan untuk memperoleh data yang baik dan memiliki ketelitian yang baik, sehingga Sistem perlu dilakukan kalibrasi untuk melakukan survei.



Macam-macam kalibrasi MBES yaitu kalibrasi sensor static, kalibrasi rool, kalibrasi picth, kalibrasi yaw, kalibrasi time delay (Setiadarma et al. 2019). Dalam perkembangannya multibeam echosounder memiliki dua macam



sistem



pemancaran gelombang yaitu sistem sweep dan sistem swath. Sistem sweep bekerja dengan memancarkan banyak gelombang single atau dengan kata lain merupakan multi-single beam, sedangkan sistem swath bekerja dengan satu pancaran gelombang yang memiliki lebar dan panjang yang membentuk sebuah kolom dan dapat juga dipakai sebagai Side Scan Sonar (SSS) (de Jong et al. 2002 dalam Kurnia, 2015). Kalibrasi sensor static (Sensor Static Offset) Transducer, Vertical Reference Unit (VRU), antena GPS dan sensor lainnya terpasang pada lokasi yang tidak sama pada sebuah kapal survei. Sensor static offset ini pada dasarnya untuk menentukan posisi sebenernya titik kedalaman, maka dari itu sensor static offset ini akan dihitung posisi sebenarnya pada transducer, bukan pada titik GPS (Setiadarma et al. 2019). Batimetri adalah pebgukuran dasar laut. Nilai kedalaman dapat ditentukan menggunakan teknologi pengindraan jauh yang menggunakan teknologi akustik denagn sistem propagasi suara. Pengukuran batimetri dengan metode konvensional menggunakan metode batu duga yaitu sistem pengukuran dasar laut menggunakan kabel yang dilengkapi bandul pemberat yang massanya berkisasr 25-75 kg. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, metode tersebut sudah mulai ditinggalkan khususnya dalam pengukuran perairan yang luas dan kedalaman laut. Perkembangan teknologi saat ini pemetaan batimetri bisa dilakukan dengan teknologi akustik yaitu dengan menggunakan gelombang suara sehingga penggunaan teknologi ini lebih baik karena tidak merusak lingkungan sekitar penelitian (Febrianto et al. 2015). Multibeam echosounder bekerja dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dapat merambat dengan baik di bawah air. Secara sederhana multibeam echosounder memancarkan gelombang akustik dan kemudian akan dipantulkan kembali ketika gelombang tersebut menyentuh material di dasar laut. Gelombang yang kembali dipantulkan akan diterima kembali oleh sensor dan akan dihitung beda waktu saat gelombang dipancarkan dan saat gelombang kembali diterima. Parameter inilah yang nanti akan diproses menjadi informasi mengenai kedalaman air. Meskipun mempunyai prinsip yang sama dengan



singlebeam echosounder namun akurasi pengukurannya tidak lebih baik atau kurang akurat (Kurnia, 2015). Kalibrasi sensor static (Sensor Static Offset) Transducer, Vertical Reference Unit (VRU), antena GPS dan sensor lainnya terpasang pada lokasi yang tidak sama pada sebuah kapal survei. Sensor static offset ini pada dasarnya untuk menentukan posisi sebenernya titik kedalaman, maka dari itu sensor static offset ini akan dihitung posisi sebenarnya pada transducer, bukan pada titik GPS (Setiadarma et al. 2019). Kekuatan energi akustik yang dipantulkan dari dasar perairan menggunakan echosounder single beam telah digunakan untuk mengklasifikasi jenis-jenis dasar perairan dalam ADS (Acoustics Discrimination System) Klasifikasi dasar perairan dengan metode akustik single beam telah digunakan untuk membedakan berbagai jenis dasar perairan dan mengelompokkannya berdasarkan sifat akustik yang berbeda (Baigo, 2015). Pasang surut (ocean tide) adalah fenomena naik dan turunnya permukaan air laut secara periodik disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Permukaan air laut dipakai sebagai titik nol. Kedalaman suatu titik di dasar perairan atau ketinggian titik di pantai mengacu pada permukaan laut yang dianggap sebagai bidang referensi (atau datum) vertikal. Karena posisi muka laut secara berubah. Data tinggi muka air pada rentang waktu tertentu juga berguna untuk keperluan peramalan pasut. Analisis data pengamatan tinggi muka air juga akan berguna untuk mengenali karakter pasang surut dan fenomena lain yang mempengaruhi tinggi muka air laut (Kausar, 2013). Kalibrasi pitch adalah kalibrasi yang digunakan untuk mengkoreksi kesalahan akibat pergerakan rotasi kapal pada sumbu y yang berupa anggukan kapal. Kesalahan ini mengakibatkan pergeseran jalur akibat geometri jalur pengukuran yang tidak sesuai. Kalibrasi yaw disebut juga kalibarsi gyro merupakan kalibrasi untuk mengkoreksi kesalahan yang disebabkan rotasi kapal pada sumbu Z atau heading kapal selama survei berlangsung. Kesalahan ini mengakibatkan adanya selisih sudut antara gryo-compass heading dengan sumbu X tranducer, sehingga beam yang menyebar dikedua sisi garis nadir mengalami kesalahan posisi seiring menjauhnya beam dari garis nadir pada alat echosounder yang digunakan pada penelitian bawah air atau di kedaaman laut yang susah terjangkau manusia (Godin, 1998 dalam Setiadarma et al. 2019).



III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Instrumentasi Kelautan ini dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 22 Agustus 2019 pada pukul 11.00 WIB sampai dengan selesai. Bertempatkan di Laboratorium Eksplorasi Sumber Daya Hayati dan Akustik Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam, Universitas Sriwijaya.