Laporan Kapasitas Tampung  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGUKURAN KAPASITAS TAMPUNG



M. NUR ALAM SYAH I011171550



LABORATORIUM TANAMAN PAKAN DAN PASTURA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019



PENDAHULUAN



Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia besar sangat ditentukan oleh potensi daya dukung wilayah khususnya ketersediaan pakan ternak yang berupa hijauan pakan (rumput dan leguminosa). Pakan ternak dapat bersumber dari rumput budidaya di samping bersumber dari areal padang penggembalaan sebagai ajang penggembalaan ternak. Hijauan dapat diperoleh dari hasil penanaman maupun rumput lapang yang tersedia tanpa budidaya. Rumput lapang umumnya berkembang di lahan di luar usaha tanaman pangan maupun pada areal padang penggembalaan. Padang penggembalaan adalah daerah padangan tempat tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat (Sudaryanto dan Dwi, 2009). Komposisi hijauan pada setiap padang penggambalaan berbeda-beda tergantung dari letak dan kondisi suatu padang penggembalaan. Pada saat musim kemarau panjang, pakan hijauan miskin akan kandungan nutrisi dan vitamin sehingga kebutuhan nutrisi pakan menjadi sangat kurang untuk dapat terpenuhi dari ransum serat kasar yang diberikan pada ternak. Bila keadaan tersebut berlangsung lama terutama di musim kemarau seiring denga lamanya musim kering, kualitas nutrisi rumput terutama protein akan sangat kurang, dan jumlah rumput yang dimakanpun juga berkurang (Akoso, 2012). Langkah yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi ternak ruminansia yang dipelihara adalah dengan memperbaiki komposisi botanis



sehingga kualitas padang penggembalaan alami menjadi meningkat serta pengaturan penggembalaan ternak pada padang penggembalaan alami sesuai dengan kapasitas tampungnya. Upaya untuk memperbaiki komposisi botanis dan peningkatan kapasitas tampung padang penggembalaan alami dapat dilakukan dengan perbaikan komposisi botanis dan kapasitas tampung di lapangan serta penerapan teknologi tepat guna untuk pengolahan hijauan pakan (hay dan silase). Kapasitas tampung merupakan kemampuan dalam menganalisis suatu areal lahan pastura dalam menampung sejumlah ternak, sehingga kebutuhan hijauan rumput terpenuhi dengan cukup dalam satu tahun (Siba dkk, 2017). Tujuan Dan Kegunaan Tujuan dilaksanakannya praktikum Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat yaitu untuk mengetahui cara mengukur kapasitas tamping dari luas lahan yang dikelola dan untuk mengetahui potensi lahan pertanian sebagai penyedia hijauan makanan ternak. Kegunaan dilaksanakan praktikum Tatalaksana Padang Penggembalaan mengenai pengukuran kapasitas tamping agar menjadi sumber informasi ilmiah bagi mahasiswa dan masyarakat dalam mengetahui cara mengukur kapasitas tampung dari luas lahan yang dikelola dan potensi lahan pertanian sebagai penyedia hijauan makanan ternak.



TINJAUAN PUSTAKA



Gambaran Umum Lokasi Praktek Lapang Lokasi diadakannya praktek lapang Tata Lakasan Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat adalah desa Mttirotasi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng Rappang terletak diantara 3034-4009 lintang selatan dan 119010 bujur timur kira-kira 183 km di sebelah Utara kota makassar 9Ibu kota Sulawesi Selatan). Letak Kabupaten Sidenreng Rapang berbatasan dengan sebelah utara Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang, sebelah timur dari Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo, sebelah selatan Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng, dan sebelah barat kota Pare-pare dan Kabupatn Pinrang Berdasarkan peta tinjauan tanaha yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian Bogor tahun 1996, jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Sidenreng Rappang terdiri atas tanah Alluvial, regosol, grumosol, mediteran, dan pedsolit (RPJMD, 2014). Kawasan Sindenreng Rappang adalah daerah yang memiliki potensi sumber daya lahan persawahan yang cukup memadai sehingga daerah ini dikenal sebagai daerah penghasil gabah di Sulawesi Selatan dan penyangga stock pangan nasioanal, dan selian itu dikenal juag sebagai daerah penghasil telur yang terbesar di Sulawesi Selatan. Potensi tersebut mendominasi nilai dan struktur PDRB (Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto) yang berperan mendorong laju pertumbuhan perekonomian daerah ini. Dominasi sektor pertanian dalam syruktur PDRB mengisyaratkan bahwa sektor ini adalah sektor utama yang meggerakkan



laju perekonomian, jika sektor ini gagal maka akan sangat mempengaruhi nilai, strujtur dan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidenreng Rappang di tahuntahun mendatang (RPJMD, 2014). Iklim di Kabupaten Sidenreng Rappang lberbeda–beda di setiap kecamatannya, di kecamatan Watang Pulu sendiri jumlah bulan keringnya ratarata 3-4 bulan. Bulan-bulan kering terjadi pada bulan mei, juni,juli, dan agusutus. Kecamatan Watang pulu merupakan wilayah dari Kabupaten sidrap dikenal sebagai daerah peternakan. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa kawasan peruntukan pengembangan peternakan adalah sebesar 24.450 ha, kawasan peruntukan hutan rakyat sebesar 113 ha yang merupakan kawasan terbesar diantara kecamatan lainnya, peruntukan kawsan Industri besar (Desa Mattirotasi) untuk pengolahan hasil pertanian sebesar 80 ha, dan kawasan peruntuksn industri sedang (industri pengolahan dan pengawetan daging sapi) sebesar 15 ha. Hal inilah yang mendasari mengapa Kabupaten Sidenreng Rappang cocok dijadikan sebagai wilayah peternakan (RPJMD, 2014). Gambaran umum padang penggembalaan Lahan penggembalaan ternak di Indonesia banyak mengalami kerusakan yang berdampak terhadap menurunnya daya dukung pengembangan peternakan kedepan. Pengurangan daya dukung tersebut di samping akibat berkurangnya luasan areal penggembalaan (faktor eksternal), juga karena kerusakan vegetasi akibat berkembangnya tanaman pengganggu (gulma) yang mendominasi padang penggembalaan sehingga menekan tanaman inti yang disukai ternak (faktor internal). Padang penggembalaan potensial yang terintervensi oleh gulma dapat



menjadi tanah kritis. Kerusakan padang penggembalaan tersebut antara lain disebabkan karena hijauan asli setempat produksi dan kualitasnya menjadi rendah, serta kurang responsif terhadap perbaikan unsur hara tanah (Sudaryanto dan Priyanto, 2014) Data luas padang penggembalaan sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan luas padang penggembalaan di Indonesia, termasuk alang-alang mencapai 8.244.000 ha yang tersebar di Sumatera (3.125.000 ha), Kalimantan (2.039.000 ha), Sulawesi (1.294.000 ha), NTB (231.000 ha), NTT (625. 000 ha), Maluku



(437.000



ha)



dan



lainnya



(493.000



DEGRADASI



PADANG



PENGGEMBALAAN 99 ha). Data lainnya melaporkan bahwa total luas padang penggembalaan adalah 10.275.300 ha yang terdapat di Jawa (1,58 persen), Sumatera (26,85 persen), Kalimantan (13,86 persen), Sulawesi (10,84 persen), dan lainnya (47,85 persen) (Sudaryanto dan Priyanto, 2014) Padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume



yang



tahan



terhadap



injakan



ternak)



yang



digunakan



untuk



menggembalakan ternak. Sistem penggembalaan adalah pemeliharaan ternak sapi yang



dilaksanakan



dengan



cara



ternak



digembalakan



di



suatu



padang penggembalaan yang luas, terdiri dari padang penggembalaan rumput dan leguminosa. Sistem



padang penggembalaan merupakan kombinasi antara



pelepasan ternak di padang penggembalaan bebas dengan pemberian pakan.



Padang penggembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput atau leguminosa. Tetapi suatu padang rumputnya yang baik dan ekonomis adalah yang terdiri dari campuran rumput dan leguminosa (Wibowo, 2014). Gambaran umum kapasitas tampung Carrying Capacity (CC) adalah kemampuan untuk menampung ternak per unit per satuan luas sehingga memberikan hasil yang optimum atau daya tampung padang penggembalaan untuk mencukupi kebutuhan pakan hijauan yang dihitung dalam Animal Unit (AU). Kepadatan ternak yang tidak memperhatikan Carring Capacity akan menghambat pertumbuhan hijauan yang disukai, sehingga populasi hijauan yang berproduksi baik akan menurun kemampuan produksinya, karena tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh (Winarto, 2010). Penentuan kapasitas tampung dilakukan melalui pendugaan konsumsi bahan kering/satuan ternak (ST)/hari yaitu sekitar 1,4-3% berat badan dan besarnya produksi hijuan yang ada setelah dilakukan pengukuran. Data menyangkut kapasitas tampung padang rumput alam diperoleh melalui total kenbutuhan ternak dengan mengacu pada total produksi hijauan dan limbah pertanian



yang



ada.



Data



kapasitas



tampung



akan



dianalisis



dengan



membandingkan produki hijauan dengan jumlah yang tersedia untuk mengetahui rasio keduanya yang menggambarkan jumlah ternak sapi yang bisa dikembangkan disuatu wilayah (Kledden dkk., 2015). Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapsitas tampung suatu padang penggembalaan yaitu dengan pembasmian jenis non pakan dan mengganti dengan jenis hijauan pakan , baik berupa rumput maupun legum dengan proporsi



yang ideal. Dissi lain untuk mempertahankan produktivitas hjauan pada padang penggembalaanadalah mengendalikan atau mengatur jumlah ternka yang digembalakan pada padang penggembalaan tersebut (Junaide dan Sawen, 2010). Gambaran umum animal unit/satuan ternak Daya dukung pakan terhadap populasi ternak adalah 124.706 satuan ternak (ST), yang terdiri atas 45.580,5 ST ternak ruminanasia kecil dan 79.125,5 ST Ruminansia Besar. Peneyeragaman populasi ternak dilakukan dengan penyetaraan satuan ternak (ST), yaitu sapi = 0,7 ST, Kerbau = 0,8 ST, domba = 0,007 ST dan kambing= 0,08 ST. Kebutuhan untuk pakan untuk setiap satuan ternak (ST) perhari adalah 9,1 kg BK/hari (Tanuwaria dkk., 2007). Jumlah ketersedian HMT (Hijauan Makanan Ternak) mampu menampung ternak sebanyak 131.674 satuan ternak (ST) atau setara dengan 131.674 ekor sapi dewasa sedangkan populasi ternak di wailayah kebumen baru sekitar 66.933 ST. Dengan demikian daerah daerah yang terdapat di Indonesia masih memiliki banyak potensi yang tinggi dalam usaha peternakan sapi karena dengan ketersediaan HMT (Hijauan Makanan Ternak) yang masih banyak di beberapa wilayah di Indonesia (Hastuti dkk., 2008). Satuan ternak (ST) atau unit ternak (UT) yang digunakan untuk menghitung jumlah ternak berdasarkan Soekoharta (1990), sebagai contoh ternak kambing dewasa jantan dan betina (kurang lebih 2 tahun) mempunyai satuan 0,16 UT. Kambing muda jantan dan betina (6 sampai 8 bulan) mempunyai satuan 0.08 UT, dan cempe jantan dan betina (1 sampai 3 bulan) mempunyai satuan 0.04 UT (Kusumastuti dan Susilo, 2014).



Faktor yang mempengaruhi kapasitas tampung Salah satu faktor yang dapt mempengaruhi kapasitas tampung pada suatau padang penggembalaan adalah satuan ternak (ST) atau Unit ternak (UT). Satuan ternak (ST) atau unit ternak (UT) yang digunakan untuk menghitung jumlah ternak berdasarkan Soekoharta (1990), sebagai contoh ternak kambing dewasa jantan dan betina (kurang lebih 2 tahun) mempunyai satuan 0,16 UT. Kambing muda jantan dan betina (6 sampai 8 bulan) mempunyai satuan 0.08 UT, dan cempe jantan dan betina (1 sampai 3 bulan) mempunyai satuan 0.04 UT (Kusumastuti dan Susilo, 2014). Kapasitas tampung berhubungan erat dengan produktuvitas hijauan pakan pada suatu araeal penggembalaan ternak. Makin tinggi produktivitas hijauan pada suatau areal padang penggemblaan, makin tinggi pula kapasitas tampung ternak yang ditunjukkan dengan banyaknya ternak yang digembalakan. Kapasitas tampung daerah tropik umumnya 2-7 unit ternak perhektar. Upaya yang dapt dilakiukan untuk meningkatkan kapsitas tampung suatu padang penggembalaan yaitu dengan pembasmian jenis non pakan dan mengganti dengan jenis hijauan pakan , baik berupa rumput maupun legum dengan proporsi yang ideal. Dissi lain untuk mempertahankan produktivitas hjauan pada padang penggembalaanadalah mengendalikan atau mengatur jumlah ternka yang digembalakan pada padang penggembalaan tersebut (Junaide dan Sawen, 2010). Kapasitas tampung merupakan analisis kemampuan areal padang penggembalaan atau kebun rumput untuk dapat menampung sejumlah ternak, sehingga kebutuhan hijauan rumput dalam 1 tahun bagi makanan ternak dapat



tersedia dengan cukup. Kapasitas tampung dari padang penggembalaan atau kebun rumput, Serta berhubungan dengan jenis ternak, produksi hijauan rumput, musim, dan luas padang penggembalaan atau kebun rumput, oleh karena itu, kapasitas tampung bnisa bermacam-macam dan tergantungpada pengukuran produksi hijauan rumput (Murtidjo, 1990). Metode penentuan daya tampung Dalam penentuan kapasitas tampung, beberapa langkah perlu dilakukan meliputi : penaksiran kuantitas produksi hijauan, penentuan proper use factor, menaksir kebutuhan luas tanah perbukan, dan menaksir kebutuhan luas tanah per tahun. Terdapat dua cara lain untuk menentukan kapasitas tampung optimal dalam suatu padang penggembalaan yaitu : pertama dengan menggunakan metode tester, cara ini adalah dengan memasukkan ternak-ternak yang sudah diseleksi ke dalam suatu padang penggembalaan. Kedua Sistem put dan take, dengan cara ini pengelola harus selalu mengamati kondisi padang dalam hal kuantitasnya (Subagyo dan Kusmartono, 2017). Penentuan kapasitas tampung dilakukan melalui pendugaan konsumsi bahan kering/satuan ternak (ST)/hari yaitu sekitar 1,4-3% berat badan dan besarnya produksi hijuan yang ada setelah dilakukan pengukuran. Data menyangkut kapasitas tampung padang rumput alam diperoleh melalui total kenbutuhan ternak dengan mengacu pada total produksi hijauan dan limbah pertanian



yang



ada.



Data



kapasitas



tampung



akan



dianalisis



dengan



membandingkan produki hijauan dengan jumlah yang tersedia untuk mengetahui



rasio keduanya yang menggambarkan jumlah ternak sapi yang bisa dikembangkan disuatu wilayah (Kledden dkk., 2015). Menutur Subagiyo (2017) terdapat dua cara lain untuk menentukan kapasitas tamping optimal (Stocking Rate) suatu pandangan yang disarankan yaitu: 



Menggunakan Tester Cara ini adalah dengan memasukkan ternak-ternak yang sudah diseleksi ke dalam padangan. Ternak dibiarkan selama penelitian dan dilakukan pengamatan terhadap kualitas padangan dengan melihat indikasi pertumbuhan ternak.







Sistem put and take Dengan cara ini pengelola harus selalu mengamati kondisi padangan dalam jumlah kualitasnya. Dalam kondisi dimana jumlah hijauan berlimpah, maka perlu dimasukkan ternak-ternak baru ke dalam padangan tetapi sebaliknya apabila Nampak adanya penurunan produksi hijauan maka sebagian ternak perlu dikeluarkan.



METODOLOGI PRAKTEK LAPANG



Waktu dan Tempat Praktikum



Tatalaksana



Padang



Pengembalaan



Rakyat



mengenai



Pengukuran Kapasitas Tampung dilaksanakan pada hari Jumat-Minggu, 15-17 Maret 2019, di Desa Mattirotasi, Kecamatan Watan Pulu, Kabupaten Sirenreng Rappang. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada Praktikum Tatalaksana Padang Pengembalaan Rakyat mengenai Pengukuran Kapasitas Tampung, yaitu gunting, timbangan, dan kuadran 1x1. Metode Praktek Lapang Metode kerja yang dilakukan pada Praktikum Tatalaksana Padang Pengembalaan Rakyat mengenai Pengukuran Kapasitas Tampung, yaitu melempar kuadran di lahan pengembalaan, menentukan garis lintang dan garis bujur menggunting dan memisahkan masing-masing jenis tanaman yang ada di dalam kuadran, menimbang masing-masing tanaman, dan mengukur kapasitas tamping.



HASIL DAN PEMBAHASAN



Pengukuran Kapasitas Tampung Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai Pengukuran Kapasitas Tampung maka diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 1. Pengukuran Kapasitas Tampung Padang Berat Berat Rumput segar segar PUF 2 (kg/ha) (g/𝑚 )



Berat Kapasitas kering tamping tersedia (bln/ST) (kg/ha) A 70, 1 gr 70, 10 19,17 B 10 gr 100 8,8 C 40 gr 400 10,28 Sumber : Hasil Praktek Lapang Tatalaksana Padang Pengembalaan Rakyat PT. UPC, 2019 Keterangan : A. Rumput B. Legum C. Gulma



Berat segar tersedia (kg/ha)