7 0 861 KB
CASE REPORT
A. IDENTITAS PENDERITA Pasien Nama
: Ny. Y
Umur
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Serengan, Surakarta
Pekerjaan
: Buruh pabrik tekstil
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk RS
: 22 Februari2016
Tanggal pemeriksaan : 22 Februari 2016
B. ANAMNESA 1. Keluhan Utama Sesak dan batuk berdahak serta dada terasa ampek.
2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang memeriksakan diri di BBKPM Surakarta karena sesak sertabatuk-batuk yang di rasakannya 2 minggu yang lalu. Keluhan batuk itu juga disertai dengan dahak, pasien merasa sesak nafas ketika batuk dan nyeri dibagian ulu hati. Batuk dan sesak ini dari hari ke hari semakin memberat dan tidak ada perbaikan.Menurut keterangan pasien menyangkal pernah terkena penyakit TB, pasien mengeluh badannya terasa panas ketika
malam hari,saat batuknya kumat pasien tidak mau makan karena nyeri di ulu hati. Pasien menjelaskan satu tahun yang lalu pernah mengalami hal yang sama tetapi tidak sampai membuat pasien sampai rawat inap. Pasien bekerja sebagai buruh pabrik tekstil, pasien bekerja pada bagian pemerosesan kapas menjadi benang sehingga banyak debu kapas yang berterbangan, pasien selama bekerja selalu menggunakan masker. Pusing, nyeri dada, BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu •
Riwayat pengobatan dengan OAT
: disangkal
•
Riwayat kontak dengan penderita TB
: disangkal
•
Riwayat Komorbid lain
: HT (-),DM (-),Peny.Ginjal
(-), Peny.Jantung (-), TB (-) liver (-), keganasan (-). •
Riwayat Asma
: disangkal
•
Riwayat Alergi obat dan makanan
: disangkal
•
Riwayat operasi
: disangkal
4. Riwayat Pribadi •
Riwayat perokok aktif maupun pasif
: diakui perokok pasif
•
Riwayat Minum – minuman beralkohol
: disangkal
•
Riwayat pengobatan rutin (OAT)
: disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga •
Riwayat sakit serupa
: diakui satu tahun yang lalu
•
Riwayat asma dalam keluarga
: disangkal
•
Riwayat alergi dalam keluarga
: disangkal
•
Riwayat Komorbid
: HT (-),DM (-),Peny.Ginjal (-),
Peny.Jantung (-), TB (-) liver (-), keganasan (-). 7. Riwayat Kesehatan Lingkungan Adanya penderita batuk lama maupun sesak disangkal. 8. Riwayat Sosial Ekonomi
2
Kesan Sosial-Ekonomi menengah.
C. PEMERIKSAAN 1. Keadaan umum •
KU
: Sedang
•
Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15 : E4 V5 M6)
•
BB
: 43 kg
2. Vital sign •
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
•
Nadi
: 88 kali per menit
•
Pernafasan
: 26 kali per menit
•
Suhu
: 36,7oC
3. Pemeriksaan fisik •
Kepala
:Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), nafas
cuping hidung (-). •
Leher
:Retraksi dada (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-),
Pembesaran kelenjar limfe (-). Thorax : Paru -
Inspeksi
: simetris,ketinggalan gerak (-/-), retraksi
inter costae (-). -
Palpasi
: - ketinggalan gerak depan
belakang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Fremitus depan
belakang
N
N
N
N
N
N
N
N
3
N
N
N
N
- Perkusi depan belakang S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
- Auskultasi : suara dasar bronchovesikuler depan
belakang
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Suara tambahan Wheezing (+/+), Ronkhi (+/+) Jantung -
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
-
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
-
Perkusi
: batas jantung normal
-
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Bising jantung (-).
Abdomen - Inspeksi
: simetris, lebih rendah dari dinding dada
- Auskultasi
: peristaltik (N)
- Perkusi
: Tympani
-
:Nyeri tekan(+) Regio epigastrium, Hepar & Lien
Palpasi
tidak membesar, tidak teraba massa. Ekstremitas - Clubbing finger (-), - Oedem 4
-
-
-
-
- Sianosis -
-
-
-
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Leukosit
18,9
µL
4.0-10.0
Lymph#
0,9
µL
0.8-4
Mid#
0,9
µL
0.1-0.9
Gran#
17,1
µL
2-7
Lymph%
4,6
%
20-40
Mid%
5,0
%
3-9
Gran%
90,4
%
50-70
Hb
10,9
g/dl
11-16
Rbc
3,82
µL
3.5-5.5
Hct
32,1
%
37.0-50.0
MCV
84,1
fL
82.0-95.0
MCH
28,5
Pg
27.0-31.0
MCHC
33,9
g/dl
32.0 – 36.0
PLT
329
µL
150 – 450
5
2. Pemeriksaan Radiologi Foto thorax AP
Kesan
:Cor: Normal
Paru: Corakan Vaskuler kasar, Infiltrat (-) Diafragma-sinus normal Diagnosis : Bronkitis
C. RESUME Anamnesis: a. Keluhan Utama Sesak dan batuk berdahak serta dada terasa ampek. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang memeriksakan diri di BBKPM Surakarta karena sesak serta batuk-batuk yang di rasakannya
2 minggu yang lalu.
Keluhan batuk itu juga diikuti dengan dahak, Sesak nafas ketika batuk
6
dan nyeri dibagian ulu hati. Batuk dan sesak ini dari hari ke hari semakin memberat dan tidak ada perbaikan. Menurut keterangan pasien ia belum pernah terkena sakit TB, Pasien mengeluh kalau badannya panas ketika malam hari ketika batuknya kumat pasien tidak mau makan karna nyeri di ulu hati. Pasien merupakan seorang karyawan pabrik tekstil yang sering terpapar debu kapas. Pasien tidak mengeluh pusing, nyeri dada, mual, ataupun muntah, BAB dan BAK normal. Pemeriksaan Fisik: -
Penurunan suara dasar vesikuler
-
Rhonki (+/+)
-
Wheezing (+/+)
-
Nyeri tekan abdomen regio epigastrium
Pemeriksaan Laboratorium: Leukositosis Pemeriksaan Radiologi: Kesan: Cor: Normal Paru: Corakan Vaskuler kasar, Infiltrat (-) Diafragma-sinus normal ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA Bronkitis Kronis Eksaserbasi Akut
D. DIAGNOSIS BANDING 1. PPOK 2. ASMA
E. PLANING 1. PLANING DIAGNOSIS a. Bronkodilatator Test b. Px Darah (Hb, Leukosit) c. EKG
7
2. PLANING MONITORING a. Klinis dan Vital Sign b. Rontgen c. Spirometri 3. PLANING TERAPI a. O2 3Lpm b. Nebulizer falbiven : pulmicort 1 : 1 c. Infus RL 20 tpm d. Inj metil prednisolon 125 mg/8 jam e. Inj ranitidin 25 mg/ 12 jam f. Inj ceftriaxon 2g/24 jam g. Ambroxol tab 3 x 1 tab h. Salbutamol 2 x 100 mg i. Aminophilin 3 x 100 mg
4. PLANING EDUKASI a. Menjauhi inhalasi iritan seperti asap rokok dan polutan b. Menjalankan terapi dengan teratur c. Mengganti pekerjaan
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Bronkitis (Bronkitis inflamasi-Inflamation bronchi) digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus. Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan
inflamasi.
Bronkitis
kronis merupakan
suatu
gangguan
klinisyangditandaiolehpembentuka pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut (Davey., 2006). Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan pembengkakan dan lendir (dahak atau sputum) produksi dalam tabung pernapasan (saluran udara). Obstruksi jalan napas terjadi pada bronkitis kronis karena pembengkakan dan lendir ekstra menyebabkan bagian dalam tabung pernapasan lebih kecil dari normal. Diagnosis bronkitis kronis dibuat berdasarkan gejala batuk yang menghasilkan lendir atau dahak di hampir setiap hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih (setelah penyebab lain untuk batuk telah dikeluarkan). (PDPI, 2003)
B. EPIDEMIOLOGI Di Negara barat, kekerapan bronkitis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara populasi (WHO,2003). Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang menderita bronkitis akut padatahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat (Davey., 2006) .Di dunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak pada populasi dengan
9
status ekonomi rendahdan pada kawasan industri (Harison, 2005). Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka presentase yang pasti mengenai penyakit ini.Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik (Mansjoer., 2005). C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. (Price dan Wilson, 2006) 1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan (PDPI, 2003), (Sudoyo, 2006) : a. Riwayat merokok i.
Perokok aktif
ii.
Perokok pasif
iii.
Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : i.
Ringan : 0-200
ii.
Sedang : 200-600
iii.
Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja (West, 2003): a. Polusi dalam ruangan
b.
i.
Asap rokok
ii.
Asap kompor
Polusi luar ruangan i.
Polusi luar ruangan
10
ii.
Gas buang kenderaan bermotor
iii.
Debu jalanan
c. Polusi tempat kerja i.
bahan kimia
ii.
zat iritasi
iii.
gas beracun
3. Hipereaktivitis bronkus 4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang 5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
D. PATOFISIOLOGI Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. (Price dan Wilson, 2006) 1. Asap rokok dan zat iritan (Harison, 2005) (West, 2003): Asap rokok, debu di tempat kerja dan polusi udara merupakan bahan-bahan iritan dan oksidan yang menyebabkan terjadinya bronkitis kronik. Dari semua ini asap rokok merupakan penyebab yang paling penting. Tidak semua orang yang terpapar zat ini menderita bronkitis kronik, hal ini dipengaruhi oleh status imunologik dan kepekaan yang bersifat familial. Di dalam asap rokok terdapat campuran zat yang berbentuk gas dan partikel. Setiap hembusan asap rokok mengandung radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH). Sebagian bebas radikal bebas
11
ini akan sampai ke alveolus. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru; kerusakan parenkim paru oleh oksidan ini terjadi karena : a. Kerusakan dinding alveolus b. Modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas. Antielastase
seharusnya
menghambat
netrofil,
oksidan
menyebabkan fungsi ini terganggu sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat yang terdapat dalam asap rokok dan udara yang terpolusi mempunyai dampak yang besar terhadap pembersihan oleh sistem mukosilier. Sebagian besar partikulat tersebut mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga mengharnbat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus akan sangat berkurang, mengakibatkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa bronkus. Kelenjar mukosa dan sel goblet dirangsang untuk menghasilkan mukus yang lebih banyak, hal ini ditambah dengan gangguan aktivasi silia menyebabkan timbulnya batuk kronik dan ekspektorasi. Produksi mukus yang berlebihan memudahkan terjadinya infeksi dan memperlambat proses penyembuhan. Keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi. Di samping itu terjadi penebalan dinding saluran napas sehingga dapat timbul mucous plug yang menyumbat jalan napas, tetapi sumbatan ini masih bersifat reversibel. Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung maka terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Disamping itu terjadi pula metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan submukosa. Keadaan ini mengakibatkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat ireversibel. 2. Infeksi (Sudoyo, 2006): Infeksi pada saluran nafas bukan penyebab pada brokitis kronis tapi merupakan factor pencetus terjadinya eksaserbasi akut pada penyakit ini. Infeksi akan memperparah gejala dan memperburuk fungsi paru. Infesi pada traktus respiratorius pada waktu anak merupakan factor predisposisi munculnya bronchitis kronis saat dewasa. Ini mungkin menjelaskan kenapa bronchitis kronis tidak muncul pada semua perokok. Infeksi pada
12
traktus respiratorius waktu anak mungkin mengganggu perkembangan dan fungsi paru yang berakibat pada terjadinya bronchitis kronis saar dewasa.
E. MANIFESTASI KLINIS 1. batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan) 2. sesak napas terutama saat batuk 3. sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu) 4. Ronchi haru-kasar, bengek atau mengi atau sesak 5. pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan 6. wajah, telapak tangan 7. selaput lendir yang berwarna kemerahan 8. pipi tampak kemerahan 9. sakit kepala 10. gangguan penglihatan. 11. Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. 12. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. 13. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. 14. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi napas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium a. Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat
13
b. Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2. Pemeriksaan faal paru Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas paru total (TC) normal atau meningkat (Sudoyo, 2006). 3. Radiologi Rontgen thorax (PA/Lateral) a. Corakan bronkovaskuler meningkat b. Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial
G. DIAGNOSIS BANDING Asma
Onset usia dini Gejala bervariasi dari hari ke hari Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema Riwayat asma dalam keluarga Hambatan aliran udara biasnya reversibel
14
Gagal jantung kongestif
Riwayat hipertensi Ronki basah halus di basal paru Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi
Bronkiektasis
Sputum purulen dalam jumlah banyak Sering berhubungan dengan infeksi bakteri Ronki basah kasar dan jari tabuh Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance dan penebalan dinding bronkus
TBC
Onset di semua usia Gambaran foto toraks infiltrate Konfirmasi mikrobiologi (BTA)
Sindrom obstruksi pasca TB
Riwayat pengobatan anti TB adekuat Gambaran foto toraks bekas TB : fibrotic dan kalsifikasi minimal Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang tidak reversibel
Bronkiolitis obliterasi
Usia muda Tidak merokok Mungkin ada riwayat arthritis rematoid CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens
Diffuse bronchiolitis
Sering pada perempuan tidak merokok Seringkali berhubungan dengan sinusitis Rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan bayanagn diffuse nodul opak sentrilobular dan hiperinflasi
H. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor risiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya lebih baik, menghindari polusi, menghentikan kebiasaan merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.
15
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan komplikasi. Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan rehabilitasi. Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti : 1. Mengurangi kelebihan lendir 2. Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ; 3. Memfasilitasi penghapusan lendir 4. Modifikasi batuk Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan penyakit adalah: 1. Menghentikan kebiasaan merokok. 2. Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko terjadinya iritasi saluran napas. 3. Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak terjadi eksaserbasi akut. 4. Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat dilakukan
Medikamentosa 1. Mukolitik dan ekpetorat Guaifenesin bekerja dengan peningkatan vagally dimediasi dalam jalan napas. Meskipun telah ditunjukkan penggunaan jangka panjang umum guaifenesin belum terbukti bermanfaat dalam COPD atau bronkitis kronik. 2. Methylxanthines and Short-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists (SABA) Keduanya meningkatkan mucus clearance oleh beberapa mekanisme : a.
Meningkatkan napas diameter luminal
b.
Meningkatkan frekuensi beat silia melalui peningkatan intraseluler adenosin siklik monofosfat tingkat
16
c.
Meningkatkan lendir hidrasi dengan merangsang sekresi saluran napas
Cl-
melalui
aktivasi
fibrosis
viskositas
mukus,
kistik
transmembran
regulator Ini
menurunkan
memungkinkan
untuk
transportasi lebih mudah dengan silia pernafasan. Pada percobaan dalam model
hewan,
jangka
pendek
b-agonis
dikaitkan
dengan
up
regulationclearance mukosiliar. Demikian pula , methylxanthines meningkatkan mukosiliar tidak hanya melalui properti bronchodilatory mereka
tetapi
juga dengan merangsang frekuensi silia beat, menambah saluran napas transport
ion
epitel
untuk
meningkatkan
lendir
hidrasi
dan
mempromosikan sekresi lendir di saluran udara lebih rendah. Studi klinis theophylline di CB telah menunjukkan fungsi paru-paru meningkat tapi tidak ada perubahan konsisten dalam batuk dan produksi sputum. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)
3. Long-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists Efek dari long-acting - b adrenergik agonis reseptor ( LABAs ) pada
fungsi
mukosiliar
telah
dikaitkan
dengan
manfaatnya
efek pada fungsi paru-paru. LABAs juga mengurangi hiperinflasi dan
meningkatkan
arus
puncak
ekspirasi,
yang
penting
komponen batuk. Bukti in vitro menunjukkan salmeterol yang dapat merangsang ciliary beat frekuensi. Demikian pula, formoterol secara signifikan meningkatkan bersihan mukosiliar dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan bronchitis.
4. Anticholinergics Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic dipercaya dapat membantu mukus clearance oleh peningkatan diameter luminal dan dengan menurunkan permukaan dan submukosa kelenjar sekresi musin. Mereka juga dipercaya untuk memfasilitasi lendir batuk –induced
17
clearance. Namun, antikolinergik mungkin bisa mengeringkan saluran nafas dengan depleting lendir permukaan saluran napas, sehingga membuat tidak
pengeluaran
mendukung
dahak
penggunaan
lebih
sulit.
In
antikolinergik
vivo untuk
,
literatur
pengobatan
CB. Bromide Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi kuantitas dan tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak efektif dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . di sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi , tiotropium meningkatkan fungsi paru-paru , tetapi tidak mempengaruhi gejala batuk. Dalam studi lain dari 39 pasien dengan COPD , tiotropium berkurang jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak diperbaiki. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013) 5. Glucocorticoids Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi peradangan dan produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi menurunkan hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti menurunkan epitel ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel bronkial manusia. Mereka juga dapat mempercepat pembersihan mukosiliar. Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan kualitas -hidup skor pada PPOK. 6. Phosphodiesterase-4 Inhibitors Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan menurunkan peradangan dan membuat relaksasi otot polos saluran napas dengan mencegah hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk tidak aktif. Cilomilast dan roflumilast adalah second generation sangat spesifik PDE - 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji coba roflumilast atau cilomilast dibandingkan dengan placebo menemukan bahwa pengobatan dengan inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat FEV1 ( 45.59 ml , 95 % CI , 39,1-52,03 ) tetapi mengurangi kemungkinan eksaserbasi ( OR , 0,78 , 95 % CI,0,72-0,85). Roflumilast signifikan meningkatkan prebronchodilator FEV1 dan penurunan tingkat sedang sampai parah
18
eksaserbasi dalam uji coba secara acak pasien dengan COP . Dibandingkan dengan plasebo , roflumilast menurun eksaserbasi sebesar 17 % ( 95 % CI , 8-25 % ) ( 109 ) . Dalam dua uji coba 24 - minggu, 933 pasien dengan PPOK sedang sampai berat secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah salmeterol atau salmeterol saja , dan 743 pasien secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah tiotropium atau tiotropium saja. Jadi, pada bronkitis kronik PDE - 4 inhibitor mungkin memainkan peran preventif dalam mencegah perkembangan eksaserbasi pada pasien dengan CB dan COPD . 7. Antioksidan Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan paru dan menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation. Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di samping sebagai anti oksidan, obat ini bersifat mukolitik yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan. Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis kronik memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum, banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,2013) 8. Antibiotik Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti – inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin proinflamasi ,
19
menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi Dan peningkatan apoptosis,
eosinophilic
menurunkan
peradangan,
meningkatkan
Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan bronkokonstriksi. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,2013) Obat
Inhaler (µg)
Larutan
Oral
Vial
Nebulizer
injeksi
(mg/ml)
(mg)
Durasi (jam)
Adrenergik (β2-agonis) Fenoterol
100-200 (MDI)
1
0,5% (sirup)
4-6
Salbutamol
100, 200 MDI&DPI
5
5mg (pil), 0,24% (sirup)
0,1 ; 0,5
4-6
Terbutaline
400,500 (DPI)
2,5 ; 5 (pil)
0,2; 0,25
4-6
Formoterol
4,5-12 MDI&DPI
12+
Salmeterol
25-50 MDI&DPI
12+
Antikolinergik Ipatropium bromide
20,40(MDI)
0,25-0,5
6-8
Oxitropium bromide
100 (MDI)
1,5
7-9
Tiotropium
18(DPI)
24+
Methylxanthines Aminophylline
200-600mg (pil)
Theophylline
100-600mg (pil)
240mg
24 24
Kombinasi adrenergik & antikolinergik Fenoterol/Ipatropium
200/80 (MDI)
1,25/0,5
6-8
Salbutamol/Ipatropium
75/15 (MDI)
0,75/4,5
6-8
Inhalasi Glukortikosteroid Beclomethasone
50-400(MDI&DPI)
Budenosid
100,200,400(DPI)
Futicason
50-500(MDI &DPI)
0,2-0,4 0,20, 0,25, 0,5
Triamcinolone 100(MDI) 40 Kombinasi β2 kerja panjang plus glukortikosteroid dalam satu inhaler Formoterol/Budenoside Salmoterol/Fluticasone
40
4,5/160; 9/320 (DPI) 50/100,250,500(DPI) 25/50,125,250(MDI)
Sistemik Glukortikosteroid
20
Prednisone
5-60 mg(Pil)
Methy-Prednisone
4, 8 , 16 mg (Pil)
I. KOMPLIKASI 1. gagal napas a. Kronik b. Akut pada gagal nafas kronik yang ditandai dengan : i.
Sputum bertambah dan purulen
ii.
Sesak nafas dengan atau sianosis
iii.
Demam
iv.
Kesadaran menurun
2. cor pulmonal Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang disebabkan oleh karena kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru. Tidak termasuk disini perubahan paru yang disebabkan primer akibat kelainan jantung kiri serta kelainan bawaan. 3. hipertensi pulmonal Peningkatan abnormal tekanan arteri pulmonal ( normal saat istirahat