4 0 294 KB
BAB I KASUS 1.1 ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS) A. IDENTITAS Nama
: An. Rk
Umur
: 15 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Pasar Bantal, Kabupaten Muko-muko
Status perkawinan
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pelajar
Masuk Rumah Sakit
: 18 Januari 2015
No. Rekam medik
: 67 65 17
B. KELUHAN UTAMA :
Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas sejak 9 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit. C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas. Pasien tidak menggunakan helm. Pasien tidak dalam keadaan mabuk alkohol. Pasien pingsan, mual muntah lebih dari 5x sejak masuk, muntah tidak menyemprot, muntah berisi makanan dan tidak darah. Selain itu pasien juga keluar darah dari mulut dan hidung. Tidak ada darah yang keluar dari telinga. Buang air kecil dan buang air besar lancar. D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU -
Pasien memiliki riwayat epilepsi sebelumnya.
-
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus.
-
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
-
Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya. 1
-
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat.
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
-
Riwayat Epilepsi dalam keluarga disangkal
-
Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga disangkal
-
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
F. RIWAYAT SOSIAL
-
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan.
1.2 PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS PRESENT : Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaraan
: koma ringan
Tekanan darah
: 100/90 mmHg
Nadi
: 110 X/menit
Pernapasan
: 26 X/menit
Suhu
: 36.6o C
GCS
: E1 M3 V2 = 6
B. STATUS GENERALIS
:
Kepala : Normochepaly, rambut tidak mudah rontok, berwarna hitam. Wajah : simetris Mata
: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Tampak hematom di palpebra dextra
Telinga: Dalam batas normal Hidung: Tampak darah keluar dari hidung, tidak ada fraktur Mulut : Tampak darah keluar dari mulut. Leher : JVP (5-2) cm H2O, Kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran. Thoraks: tampak luka lecet di dada kiri Jantung : 2
-
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat.
-
Palpasi
: Iktus kordis teraba di spasium interkosta V linea midklavikularis sinistra.
-
Perkusi
: Batas kanan jantung terletak di spasium interkosta IV linea parasternalis
dekstra, Batas kiri jantung di spasium interkosta V linea midklavikularis sinistra. -
Auskultasi : Bunyi jantung I/II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru
:
-
Inspeksi
: Simetris statis-dinamis, retraksi iga (-).
-
Palpasi
: Stem fremitus simetris kiri dan kanan, ekspansi dada simetris kiri dan
kanan. -
Perkusi
-
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen
: Sonor di semua lapang paru, batas paru hepar ICS V.
:
-
Inpeksi
: abdomen datar
-
Palpasi
: lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), ballotment (-).
-
Perkusi
: Timpani di seluruh regio abdomen, shifting dullness (-).
-
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas
:
Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
C. STATUS NEUROLOGIS Pupil
: Isokor/isokor
Reflek cahaya langsung
: +/+
Reflek cahaya tidak langsung : +/+ Tanda rangsang meningeal
:
-
Kaku kuduk
: - (tidak ada)
-
Lasegue
: - (tidak ada)
-
Kernig
: - (tidak ada)
-
Brudzinski 1
: - (tidak ada)
-
Brudzinski 2
: - (tidak ada)
1. Nervus Cranialis : Nervus II (visual)
: Tidak dapat dilakukan 3
Nervus III (otonom) -
Ukuran Pupil
: 2 mm – 2 mm
-
Bentuk pupil
: Bulat-Bulat
-
RCL
: +/+
-
RCTL
: +/+
-
Nistagmus
: tidak ada
Nervus III, IV, VI
: doll’s eye (+)
Fungsi Motorik Nervus V
: baik
Nervus VII
: baik
Nervus VIII
: baik
Nervus IX
: baik
Nervus XII
: baik
Fungsi Sensorik Nervus I
: tidak dapat dinilai
Nervus V
: baik
Nervus VII
: baik
Nervus VIII
: baik
2. Anggota gerak atas: Motorik
: 5555 / 5555
Pergerakan : normal Tonus
: eutonus
Trofi
: eutrofi
Reflek
:
Bisceps
: + (ada) / + ( ada)
Triceps
: + (ada) / + (ada)
4
3. Anggota Gerak bawah: Motorik
: 5555 / 5555
Pergerakan : normal Tonus
: eutonus
Trofi
: eutrofi
Reflek
:
Patella
: (ada) +/+ ( ada)
Achilles
: (ada) +/+(ada)
Babinski
: (ada) +/- (tidak ada)
Chaddok
: - (tidak ada) /- (tidak ada)
Gordon
: - (tidak ada) /- (tidak ada)
Oppenheim : - (tidak ada) /- (tidak ada)
Klonus
:
Paha
: - (tidak ada)
Kaki
: - (tidak ada)
Sensibilitas: Rasa suhu
: normal
Rasa Nyeri : normal Rasa raba
: normal
1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG Ureum
: 32 mg/dl
Creatinin
: 1,2 mg/dl
Natrium
: 133 mmol/l
Kalium
: 4,3 mmol/l
Klorida
: 87 mmol/l
Haemoglobin
: 14,2 gr/dl
Hematokrit
: 40 % 5
Leukosit
: 15. 100 mm3
Trombosit
: 404.000 sel/mm3
1.4 DIAGNOSIS Diagnosis Klinik
: Cedera Kepala Berat
Diagnosis Etiologi
: Trauma Kapitis
Diagnosis Topis
: Diffuse Axonal Injury
1.5 TERAPI -
IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
-
Infus mannitol 4 x 125 mg
-
Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
-
Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v
-
Injeksi ceremax 5 cc/jam, dlanjutkan 10 cc/jam dalam 24 jam
-
Injeksi ketese 3 x 1
-
Injeksi govotil 2 x 1
-
Pasang Catheter
-
Pasang NGT
-
Rawat ICU
-
R/ CT Scan Kepala
1.6 RINGKASAN PENYAKIT Pasien atas nama An. Rk datang dengan Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas sejak 9 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit, Pasien tidak menggunakan helm. Pasien tidak dalam keadaan mabuk alkohol. Pasien pingsan, mual muntah lebih dari 5x sejak masuk, muntah tidak menyemprot, muntah berisi makanan dan tidak darah. Selain itu pasien juga keluar darah dari mulut dan hidung. Tidak ada darah yang keluar dari telinga. Buang air kecil dan buang air besar lancar. Pasien tidak memiliki riwayat epilepsi. Pada pemeriksaan fisik kesadaran pasien koma ringan, GCS E1 M3 V2, TD 100/90 mmhg, pernapasan 26 x/menit, nadi 110 x/m, suhu 36,6 o C.
6
1.7 CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT Tanggal
Perkembangan Penyakit
Terapi
19-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada,
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07.00 WIB
muntah tidak ada, demam tidak ada.
- Infus mannitol 3 x 125 mg - Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
GCS
: E1 M3 V2 :6
TD
: 100/90 mmhg
N
: 110 x/menit
P
: 26 x/menit
S
o
: 37,0 C
- Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ceremax 5 cc/jam, dlanjutkan 10 cc/jam dalam 24 jam - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg - Diet makanan cair - R / CT Scan Kepala
Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
20-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada,
07.00 WIB
muntah tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m : triofusin : aminofusin - Infus mannitol 2 x 125 mg
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 100/70 mmhg
N
: 120 x/menit
P
: 26 x/menit
S
: 36,8 o C
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ceremax 5 cc/jam, dlanjutkan 10 cc/jam dalam 24 jam - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v
Assesment:
- Injeksi antrain 3 x 100 mg
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- Diet makanan cair
7
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
- R / CT Scan Kepala
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
21-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada,
07.00 WIB
muntah tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 136/72 mmhg
N
: 105 x/menit
P
: 20 x/menit
S
: 37,0 o C
- Infus mannitol 1 x 125 mg - Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ceremax 5 cc/jam, dlanjutkan 10 cc/jam dalam 24 jam - Injeksi ketese 3 x 1 i.v
Assesment:
- Injeksi govotil 2 x 1 i.v
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- Injeksi antrain 3 x 100 mg
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
- Diet makanan cair
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
- R / CT Scan Kepala
22-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada,
- IVFD
07:00 WIB
muntah tidak ada, demam tidak ada.
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 100/60 mmhg
N
: 78 x/menit
P
: 30 x/menit
S
o
: 36,9 C
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v - Injeksi inchelin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg
Assesment:
- Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- R / CT Scan Kepala
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
8
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
23-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada,
07:00 WIB
muntah tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 100/60 mmhg
N
: 84 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v - Injeksi inchelin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg
Assesment:
- Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- Pronalges supp 240 mg
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
- R / CT Scan Kepala
Diagnosis Topis : -
24-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, kejang tidak ada,
07:00 WIB
muntah tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 100/70 mmhg
N
: 86 x/menit
P
: 24 x/menit
S
: 37,2 o C
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v - Injeksi inchelin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg
Assesment:
- Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- Pronalges supp 240 mg
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
9
25-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, ada sariawan,
07:00 WIB
kejang tidak ada, muntah tidak ada, demam
Triofusin: Aminofusin xx
tidak ada.
gtt/m
- IVFD
Ringer
Laktat:
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 110/70 mmhg
N
: 72 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
- Injeksi inchelin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg - Kandistatin drop
Assesment:
- Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- Pronalges supp 240 mg
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
26-01-2015
S: Pasien masih belum sadar, ada sariawan,
07:00 WIB
kejang tidak ada, muntah tidak ada, demam
Triofusin: Aminofusin xx
tidak ada.
gtt/m
- IVFD
Ringer
Laktat:
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
TD
: 110/60 mmhg
N
: 78 x/menit
P
: 24 x/menit
S
o
: 36,8 C
- Injeksi inchelin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg - Kandistatin drop
Assesment:
- Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Berat
- Pronalges supp 240 mg
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
10
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
27-01-2015
S: Pasien sudah sadar, ada sariawan, kejang
07:00 WIB
tidak ada, muntah tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Koma ringan
GCS
: E4 M4 V2 : 10
TD
: 100/70 mmhg
N
: 78 x/menit
P
: 24 x/menit
S
o
: 36,8 C
- Injeksi neurotam 4 x 3 gr i.v - Injeksi inchelin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg i.v - Injeksi ketese 3 x 1 i.v - Injeksi govotil 2 x 1 i.v - Injeksi antrain 3 x 100 mg - Kandistatin drop
Assesment:
- Diet makanan cair
Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang
- Pindah Ruangan Flamboyan
Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
28-01-2015
S: Pasien gelisah, ada sariawan, kejang tidak
07:00 WIB
ada, muntah tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V2 : 12
TD
: 90/60 mmhg
N
: 82 x/menit
P
: 22 x/menit
S
o
: 36,8 C
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v (ST) - Injeksi dexamethason 2 x 5 mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
- Kandistatin drop
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
- Diet makanan cair
11
eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (+) dextra Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
29-01-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
07:00 WIB
tidak ada, demam tidak ada.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V2 : 12
TD
: 100/80 mmhg
N
: 90 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5 mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
- Diet makanan cair
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (+) dextra Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis
12
Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
30-01-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
07:00 WIB
tidak ada, demam.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V2 : 12
TD
: 120/70 mmhg
N
: 76 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 37,6 C
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5 mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
- Diet makanan cair
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
31-01-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah tidak ada, tidak ada demam.
- IVFD
Ringer
Laktat:
Triofusin: Aminofusin xx gtt/m
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V2 : 12
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5 mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg
13
TD
: 130/80 mmhg
N
: 86 x/menit
P
: 20 x/menit
S
: 37,0 o C
i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon
- Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
01-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- IVFD
Ringer
Laktat:
:
Aminofusin xx gtt/m - Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 110/90 mmhg
N
: 82 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,9 C
- Injeksi dexamethason 2 x 5 mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL
- Diet makanan cair
(+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) 14
Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
02-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 130/80 mmhg
N
: 84 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
15
03-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 120/80 mmhg
N
: 80 x/menit
P
: 18 x/menit
S
o
: 37,1 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
04-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 110/70 mmhg
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v
16
N
: 84 x/menit
- Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
P
: 20 x/menit
- Dilantin 3 x 1 p.o
S
: 36,8 o C
- Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
05-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 110/70 mmhg
N
: 82 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 37,0 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) 17
R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
06-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 110/70 mmhg
N
: 80 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,9 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
18
07-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 120/80 mmhg
N
: 82 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
08-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 120/80 mmhg
N
: 80 x/menit
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v
19
P
: 20 x/menit
- Dilantin 3 x 1 p.o
S
: 37 o C
- Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
09-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 110/80 mmhg
N
: 84 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,7 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) 20
Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
10-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 110/70 mmhg
N
: 84 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
11-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
21
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V3 : 13
TD
: 120/80 mmhg
N
: 80 x/menit
P
: 20 x/menit
S
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o
o
: 37 C
- Injeksi sedacum 3cc k/p - Diet makanan cair
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala Sedang Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
12-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit sedang Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V4 : 14
TD
: 110/70 mmhg
N
: 84 x/menit
P
: 20 x/menit
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o
22
S
: 36,8 o C
- Injeksi sedacum 3cc k/p
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala ringan Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
13-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- IVFD Ringer Laktat xx gtt/m
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Injeksi cefotaxim 2 x 1 gr i.v - Injeksi dexamethason 2 x 5
O: Keadan Umum: Tampak Sakit sedang Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V4 : 14
TD
: 110/70 mmhg
N
: 84 x/menit
P
: 20 x/menit
S
o
: 36,8 C
mg i.v - Injeksi citicholin 2 x 500 mg i.v - Injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg i.v - Injeksi ranitidin 2x50 mg i.v - Dilantin 3 x 1 p.o - Injeksi sedacum 3cc k/p
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 23
5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala ringan Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
14-02-2015
S: Pasien gelisah, kejang tidak ada, muntah
- Aff infus
07:00 WIB
tidak ada, tidak ada demam.
- Pasien pulang - Cefadroksil 2 x 500 mg p.o
O: Keadan Umum: Tampak Sakit sedang Kesadaran
: Delirium
GCS
: E4 M6 V4 : 14
TD
: 120/80 mmhg
N
: 80 x/menit
P
: 20 x/menit
S
: 36,9 o C
- Dexamethason 2 x 5 mg p.o - Citicholin 2 x 500 mg i.v - Ranitidin 2x50 mg p.o - Dilantin 3 x 1 p.o - Kandistatin drop
Mata : pupil isokor, bulat 2mm-2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), Doll’s eye (+), Raccoon eye’s (-) Telinga : Battle sign’s (-) R. Patologis : Babinsky (-) Kekuatan motorik : 5555 / 5555 5555 / 5555 Assesment: Diagnosis Klinik : Cedera Kepala ringan Diagnosis Etiologi : Trauma kapitis Diagnosis Topis : diffuse axonal injury
24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI CEDERA KEPALA Definisi cedera kepala kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakankemampuan kognitif dan fungsi fisik.1
2.2 EPIDEMIOLOGI CEDERA KEPALA Statistik negara-negara yang maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33% kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Di luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaaan, 40-50% meninggal sebelum tiba di rumah sakit.2
2.3 PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh prosesak selarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi
25
coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.1 Akselarasi-deselarasi
terjadi
karena
kepala bergerak
dan
berhenti
secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup). 1 Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi. 1
2.4 KLASIFIKASI CEDERA KEPALA Cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu berdasarkan mekanisme cedera, beratnya cedera, dan morfologinya. A. Mekanisme Cedera Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul.Sedang cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.3 B. Beratnya Cedera Beratnya cedera kepala dapat ditentukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale, yaitu sebagai berikut3 : 1. Cedera kepala ringan, Glasgow Coma Scale (GCS) 14-15 2. Cedera kepala sedang, Glasgow Coma Scale (GCS) 9-13 3. Cedera kepala berat, Glasgow Coma Scale (GCS) 3-8 C. Morfologi Cedera Secara morfologi cedera kepala dibagi atas fraktur kranium dan lesi intrakranial, yaitu sebagai berikut : 1. Fraktur kranium 26
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan
paresis nervusfasialis. Fraktur
cranium
terbuka
atau
komplikata
mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater. Keadaan ini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi
cukup
berat
sehingga
mengakibatkan
retaknya
tulang tengkorak.
Frekuensi fraktur tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktur ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktur kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktur kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan.4
2. Lesi intrakranial Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atauhematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa,secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis.3
27
a. Hematoma epidural Hematoma epidural (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh
meningeal
media.
Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsung lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan langsung denggan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya lucid interval yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tibatiba meningggal (talk and die), keputusan perlunya tindakan bedah memang tidak mudah dan memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf.4 Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogen, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying lesion). Batas dengan korteks licin densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga tampak lebih jelas.5
b. Hematoma subdural Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara duramater
dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,
ditemukansekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining . Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi 28
otak. Fraktur tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut biasanya sangat
lebih
berat
dan
prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut dan kronis.3 i. Hematoma subdural akut Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit ) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom. Batas medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya hematoma subdural.3
ii. Hematoma subdural kronis Pada CT
Scan terlihat adanya komplek perlekatan, transudasi,
kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi pada prinsipnya, gambaran hematom subdural akut adalah hiperdens, yang semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens.5
c. Kontusio dan hematoma intraserebral Kontusio serebral murni bisanya jarang terjadi. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural akut. Majoritas terbesar kontusi terjadi di lobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun,terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari. Hematoma
intraserebri
adalah
perdarahan
yang
terjadi
dalam
jaringan(parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio 29
jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisilainnya (countrecoup).Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.6
d. Cedera difus Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri
ringan
adalah
keadaan
cedera dimana
kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari komosio
ini
adalah
keadaan
bingung dan disorientasi
tanpa amnesia.
Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali. Cedera komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan bingung disertai amnesia retrograde dan amnesia Anterograde.7 Komosio cerebri
klasik
adalah
cedera
yang
mengakibatkan
menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam beberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa waktu.defisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.7 Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury) adalah keadaan dimana penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukan
gejala
disfungsi
otonom
seperti hipotensi, hiperhidrosis dan 30
hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera aksonal difus dan cedera otak kerena hipoksia secara klinis tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.7
2.5 PEMERIKSAAN CEDERA KEPALA A. Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu : 1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS 2. Kekuatan fungsi motorik 3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya 4. Gerakan bola mata2 B. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto polos kranium Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.2 2. CT Scan kepala CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.2
2.6 PENANGANAN CEDERA KEPALA A. Cedera Kepala Ringan Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15. Terdiri atas : 1. Simple head injury a. Tidak ada penurunan kesadaran b. Adanya trauma kepala ( pusing ) 31
2. Commotio cerebri ( gegar otak ) a. Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit ) b. Amnesia retrograde c. Pusing, sakit kepala, muntah d. Tidak ada defisit neurologis
Manajemen 1. Airway Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan. a. Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang NGT. b. Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri. c. Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical. d. Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah tracheostomi. 2. Breathing Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang oksigen. 3. Circulation Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang infus. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan. 4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka robek, bersihkan lalu di jahit. 5. Foto rontgen tengkorak. Dilakukan pada posisi AP dan Lateral. 6. CT scan kepala. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien-pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan. 32
7. Observasi 8. Terapi simptomatik
Kriteria rawat : a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit c. Penurunan tingkat kesadaran d. Nyeri kepala sedang hingga berat e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan ) f. Otorrhea, rhinorrhea g. Semua cedera tembus h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah ) Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti : a. Mengantuk dan sukar dibangunkan b. Mual dan muntah hebat c. Kejang d. Nyeri kepala bertambah hebat e. Bingung, tidak mampu berkonsentrasi f. Gelisah
B. Cedera Kepala Sedang Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah sederhana ( GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti pada cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi membaik,pasien boleh pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk diobservasi.2
33
C. Cedera Kepala Berat Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8). Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi : 1. Contusio cerebri a. Pingsan > 10 menit b. Kegelisahan motorik c. Sakit kepala, muntah d. Kejang e. Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes f. Amnesia anterogard 2. Laceratio cerebri Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup. Penangan kasus ini mencakup: a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala ringan. b. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan di bagian tubuh lainnya. c. Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, d. Respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ). e. Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi. f. Rawat selama 7 – 10 hari. g. Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit. h. Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol. i. Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.
Indikasi Operasi Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut : 1. Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial 2. Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial 3. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis 34
4. Tanda fokal neurologis semakin berat 5. Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah proyektil) 6. Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang.
2.7 PROGNOSIS Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Selain
itu
lokasi
terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat mempengaruhi kondisi bagi penderita.2
35
BAB III PEMBAHASAN
Berdasarkan klasifikasi cedera kepala, pasien ini termasuk ke dalam cedera kepala berat yaitu dengan glasgow coma scale yang bernilai 6 yaitu tidak membuka mata bernilai 1, gerakan motorik terjadi fleksi abnormal bernilai 3, dan mengerang bernilai 2. Pada pasien ini terjadi penurunan kesadaran yang diakibatkan benturan pada kepala karena yaitu coup dan contrecoup sehingga menyebabkan kemungkinan adanya diffuse axonal injury. Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera kepala. Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury) adalah keadaan dimana penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan
hidup. Pada pasien ini juga ditemukan perdarahan dari hidung. Hal ini diduga
menandakan adanya fraktur basis kranii anterior yang disebabkan adanya robekan pada duramater dan arakhnoid pada fraktur lamina kribosa. Penanganan pasien dengan cedera kepala berat dapat dilakukan dengan primary survey dan secondary survey, serta menilai status neurologisnya. Pada paseien ini dianjurkan dilakukan pemeriksaan foto polos kepala dan CT Scan kepala untuk menilai adanya kerusakan di otak. Tatalaksana pasien ini dapat diberikan terapi medikamentosa berupa infus mannitol dengan dosis 1 Kg/BB dan furosemid dengan dosis 0,3-0,5 mg/KgBB untuk mengurangi adanya edema pada otak.
36
BAB IV KESIMPULAN Cedera kepala bisa menyebabkan
kematian tetapi
juga penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai tahap
lanjutan
dikelompokan
dari kerusakan
otak
primer.Aspek-aspek
cedera
kepala
menjadi beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme cedera kepala,
beratnya cedera kepala, dan morfologinya. maxillofacial
terjadinya
juga
termasuk dalam bahasan
Tetapi
dari
cedera
beberapa
kepala,
yang
referensi, walaupun
trauma bukan
merupakan penyebab kematian namun merupakan penyebab kecacatan yang akan menetap seumur hidup yang perlu dipertimbangkan. Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan koma. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif . SumatraUtara: USU Press. 2. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2009. 3. David B. 2009. Head Injury.www.e-medicine.com 4. Ghazali Malueka. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia PERDOSSI. 2007. 5. Hafid A. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua. Jong W.D. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. 6. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport . United States of America: Firs Impression.
38