Laporan Kasus Fraktur Antebrachii [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



SDH EDH KONTUSIO CEREBRI DENGAN CLOSE FRAKTUR ANTEBRACHII KOMUNITIF SINISTRA DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK MADYA



Oleh: RAHMADANI ALFITRA SANTRI 22004101053 Pembimbing:



dr. Hendra Mahardhana, Sp.OT KEPANITERAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR 2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam selau tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini saya dapat memilah antara yang baik dan buruk. Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada Laboratorium, dr. Hendra Mahardhana, Sp.OT yang memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini membahas terkait definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan manajemen penatalaksanaannya. Saya menyadari dalam laporan ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu saya dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian laporan selanjutnya. Demikian pengantar saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,



Blitar, Mei 2021



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI .............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.



LATAR BELAKANG .................................................................................1 RUMUSAN MASALAH .............................................................................2 TUJUAN ......................................................................................................2 MANFAAT ..................................................................................................2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TRAUMA KEPALA ...................................................................................3 2.2. PENATALAKSANAAN .............................................................................4 2.3. FRAKTUR ANTEBRACHII 2.3.1 ANATOMI dan FISIOLOGI .............................................................6 2.3.2 DEFINISI ..........................................................................................8 2.3.3 ETIOLOGI ........................................................................................9 2.3.4 PATOFISIOLOGI ............................................................................11 2.3.5 DIAGNOSA .....................................................................................14 2.3.6 TATALAKSANA ............................................................................18 2.3.7 KOMPLIKASI .................................................................................20 BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................23 BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................33 BAB V PENUTUP KESIMPULAN ........................................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................37



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Fraktur merupakan terputus atau hilangnya kontinuitas dari setrktur tulang. Trauma yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur dapat berupa trauma langsung misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna. Dapat pual terjadi trauma tidak langsung, misalnya jatuh dan bertumpu pada lengan. Maka dari itu terjadinya fraktur bergantung dari jenis trauma, kekuatan dan arahnya (suryagamma,2012). Pada tahun 2010, menurut data dari 2010 National Cedera Elektronik Surveillance System (Neiss) database dan 2010 Sensus Amerika Serikat, patah tulang lengan adalah jenis yang paling umum dari fraktur pada populasi pediatrik (rentang usia, 0-19 tahun) dan menyumbang 17,8 % dari semua fraktur (Gellman.H,2015). literatur memberikan beberapa rincian tentang insiden fraktur radius dan ulna pada orang dewasa. McQueen et al komprehensif menganalisis kejadian patah tulang lengan terlihat di unit trauma dari Royal Infirmary of Edinburgh selama 3 tahun. Unit ini melayani secara eksklusif untuk kasus trauma dewasa di daerah tertentu dan populasi dan dengan demikian dapat dijadikan panduan untuk epidemiologi fraktur lengan di negara barat. Menurut WHO (2007), di antara negara-negara se-Asia Tenggara, Indonesia ada diurutan pertama, dengan 37.438 kematian atau sekitar 16,2 per 100.000 penduduk. Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi yang banyak ditemui pada trauma muskuloskeletal (Aditya, 2015). Fraktur antebrachii merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi pada tulang radius dan ulna (Sudira, 2017). Fraktur lengan bawah diklasifikasikan lebih lanjut menurut lokasi0(fraktur radius 1/3 proximal, 1/3 tengah, atau 1/3 distal). Pola fraktur pada lengan bawah meliputi transversal, oblique, spiral, kominutif, segmental, dengan atau tanpa dislokasi, dan angulasi (volar atau dorsal, dan radial atau ulnar) (Sudira, 2017). Penanganan pada fraktur antebrachii terdiri 1



dari teknik konservatif dan operatif. Pada kondisi post fraktur antebrachii akan menimbulkan berbagai masalah seperti nyeri, penurunan kekuatan otot, dan bengkak keterbatasan lingkup gerak sendi dan gangguan kemampuan aktivitas fungsional. Masalah tersebut harus di antisipasi dan diatasi agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lajut. 1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi dari close fraktur antebrachii komunitif sinistra ? 2. Bagaimana penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan close fraktur antebrachii komunitif sinistra ? 2.1. TUJUAN 1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi dari close fraktur antebrachii komunitif sinistra ? 2. Mengetahui penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan close fraktur antebrachii komunitif sinistra ? 2.1. MANFAAT Meningkatkan pengetahuan penulis mengenai SDH EDH kontusio cerebri dengan close fraktur antebrachii komunitif. Menjadi bahan pembelajaran bagi dokter muda pada kepaniteraan klinik madya bagian ilmu bedah.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1. TRAUMA KEPALA 3.1.1. SDH Merupakan salah satu bentuk cedera otak dimana perdarahannya terjadi diantara duramater (lapisan pelindung terluar dari otak) dan arachnoid (lapisan tengah meningens) yang terjadi akibat dari trauma. Gejala umum dari perdarahan subdural adalah penurunan kesadaran, pupil anisokor dan defisit neurologis yang utamanya adalah gangguan motorik. Perdarahan subdural dapat diklasifikasikan menjadi akut, subakut dan kronik. Perdarahan subdural akut merupakan perdarahan dengan gejala klinis yang timbul segera atau beberapa jam setelah terjadinya trauma 3.1.2. EDH Merupakan suatu akumulasi darah yang terletak diantara meningen (membran duramater) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat cedera. Gejala klinis yang dialami pasien bisa saja tetap sadar maupun tidak sadar, ataupun dari sadar menjadi tidak sadar, atau dari tidak sadar menjadi sadar, atau dari tidak sadar menjadi sadar untuk beberapa waktu lalu kemudian tidak sadar kembali. Periode kesadaran pasien diantara ketidaksadarannya tadi disebut dengan lucid interval. Lamanya lucid interval ini dapat berlangsung dalam hitungan jam maupun hari. Semakin singkatnya periode ini menandakan perdarahan yang terjadisemakin cepat dan besar. Selain itu pasien dapat pula mengalami sakit kepala, defisit neurologis dan perubahan tanda vital 3.1.3. KONTUSIO CEREBRI Luka memar disebabkan karena pecahnya pembuluh darah kapiler sehingga jaringan subkutan mengalami kerusakan yang akan berakibat pada meresapnya darah ke jaringan sekitarnya. Kulit di sekitar daerah memar tidak rusak namun menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan



3



atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004). Gejala klinis concussion bervariasi. Kondisi tersebut dapat berlangsung segera setelah cedera pada kepala (detik hingga menit) ataupun terjadi kemudian (hari hingga minggu). Gejala yang muncul segera pasca trauma yaitu: gangguan atensi, gangguan wicara atau inkoherensi saat berbicara, inkoordinasi motorik kasar, disorientasi, reaksi emosional yang berlebihan, gangguan memori dan perubahan kesadaran. Sedangkan gejala yang muncul kemudian pasca trauma seperti: nyeri kepala persisten, vertigo, atensi dan konsentrasi yang berkurang, disfungsi memori, mual dan muntah, mudah lelah, gelisah, intoleransi terhadap cahaya terang dan suara yang keras serta kecemasan dan/ atau depresi (Sudira, 2017). 3.1.4. PENATALAKSANAAN A. Algoritma Penatalaksanaan Cedera Otak Ringan



4



B. Algoritma Penatalaksanaan Cedera Otak Sedang



C. Algoritma Penatalaksanaan Cedera Otak Berat



RSUD dr.Soetomo FK UNAIR,2014



5



3.2. FRAKTUR ANTEBRACHII 3.2.1. ANATOMI dan FISIOLOGI



Gambar 2.1 Anatomi Os Radius dan Ulna Ujung radius proximal membentuk caput radii (capitulum radii), berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferential articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Disebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii. Corpus radii dibagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (crista interossea), margo anterior (margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius melebar kearah lateral membentuk processus styloideus radii, dibagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcussulcus yang ditempati oleh tendon. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi (Anatomi biomedik,2011).



6



Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (incisura semilunaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan dibagian dorsal disebut olecranon.



Disebelah



caudal



incisura



trochlearis



terdapat



processus



coronoideus, dan disebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis, dibagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan



dengan caput radii. Disebelah caudal



incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae(capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferential articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus styloideus serta sulcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilage triangularis dan dengan radius. (Anatomi biomedik,2011). Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membrana interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu,patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang, yaitu m. supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yangmembuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius (Anatomi biomedik,2011). Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus, yaitu tulang lunatumdan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke



7



arah medial.Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan ligamen radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligamen dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapa tpula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulnar. Ligamen kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamen radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dengan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC =triangularfibro cartilage complex). Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta gerakan deviasi radial dan ulnar. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90º oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatumkapitatum dan sendilain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi (Anatomi biomedik,2011). 3.2.2. DEFINISI Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma baik secara langsung maupun tidak langsung. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak lansung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Fraktur kedua tulang bawah merupakan cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang terjadi. Stabilitas fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang diserap selama cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung menggeser fragmen tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial (Hoppenfeld, 2011). 3.2.3. ETIOLOGI Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu



8



fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang. fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah tulang (Hartanto, 2013). Tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya (Epley & Salomon, 2000). 



Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.







Lelah karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.







Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis



3.2.4. KLASIFIKASI Menurut Mansjoer (2000), ada empat jenis fraktur antebrachii yang khas beserta penyebabnya yaitu: 1. Fraktur Colles Deformitas ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotas). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).



9



Gambar 2.1 Gambaran fraktur colles dan fraktur smith 2. Fraktus Smith Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.



Gambar 2.2 Perbedaan arah dan posisi fraktur colles dan fraktur smith 3. Fraktur Galeazzi Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. 4. Fraktur Montegia Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal, terjadi karena trauma langsung.



10



3.2.5. PATOFISIOLOGI Untuk mengetahui bagaimana tulang mengalami fraktur, harus diketahui keadaan fisik tulang dan trauma yang dapat menyebabkan fraktur. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang untuk menahan tekanan terutam tekanan membengkok, memutar, atau tarikan. Trauma dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan menyebabkan fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasnya komunitif dan disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya. Sedangkan trauma tidak langsung terjadi apabila trauma berasal dari tempat yang jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat mengakibatkan fraktur clavicula, biasanya tidak ditemukan kerusakan jaringan lunak (Carter & Michael, 2006). Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan rotasi sehingga fraktur yang terjadi bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok mengakibatkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impikasi, dislokasi atau fraktur dislokasi. Mekanisme jejas lainnya mencakup kecelakaan lalu lintas, cedera pada atlet, dan pekerja berat (Carter & Michael, 2006). Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: Fase 1: inflamasi, (2) Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), (4) Fase 4: remodeling menjadi tulang dewasa. 1. Inflamasi Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi,



11



pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. 2. Proliferasi sel Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. 3. Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan. 18 Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. 4. Remodeling Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling



12



memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar X. 5. Metode penanganan fraktur antebrachii dengan internal fiksasi Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna menimbulkan masalah risiko tinggi infeksi pasca bedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak, risiko tinggi trauma sekunder akibat pemasangan fiksasi 19 eksterna, risiko kontraktur sendi siku akibat cara mobilisasi yang salah, dampak psikologis ansietas sekunder akibat rencana bedah dan prognosis penyakit serta pemenuhan informasi (Muttaqin, 2013). Pelat kompresi adalah pelat logam tipis, persegi, dengan permukaan lengkung yang sesuai dengan kelengkungan tulang dan dilekatkan dengan sekrup sedemikian sehingga menciptakan kompresi pada tempat fraktur. Hal tersebut memungkinkan reduksi dan fiksasi anatomi fraktur. Pelat ini merupakan alat stress-shielding karena daerah fraktur di bawah akan terbebas dari pembebanan. Seiring waktu, kondisi tulang di bawah pelat akan menipis karena terbebaskan pemebebanan dan suplai darah yang berkurang. Pelat kompresi paling sering digunakan pada ekstremitas atas, terutama radius ulna. Penyembuhan tulang secara primer terjadi akibat rigiditas fiksasi, kompresi pada tempat fraktur, dan reduksi anatomis. Karena penyembuhan tulang secara primer merupakan suatu proses yang lambat maka fiksasi pelat kompresi memerlukan waktu tanpa penanggungan beban yang lebih lama (3 bulan) untuk mencegah kegagalan.



13



3.2.6. DIAGNOSA MANIFESTASI KLINIS A. Riwayat Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidak mampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, namun tidak selalu membedakan antara fraktur dengan dari cedera jaringan lunak. Adanya deformitas jauh lebih mendukung (Epley & Salomon, 2000). B. Tanda Umum Pada saat terjadi fraktur sangat penting untuk mencari ada tidaknya: (Epley & Salomon, 2000). 1. Syok atau perdarahan 2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medulla spinalis atau visera 3. Penyebab presdiposisi (penyakit paget) C. Tanda Lokal 



Penampilan, pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas. Hal yang terpenting untuk dilihat apakah ada robekan pada kulit untuk membedakan open fraktur atau close fraktur.







Cedera Rasa, terdapat rasa nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.pada pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.







Gerakan, krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting apakah pasien bisa menggunakan sendi dibagian distal dari cedera (Epley & Salomon, 2000).



1. Fraktur Colles Manifestasi klinis terdiri dari adanya fraktur metafisis distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari permukaan sendi distal radius, dislokasi fragmen distalnya kearah posterior/dorsal, subluksasi sendi radioulnar distal, avulsi



14



prosessus stiloideus ulna. Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang (Mansjoer,2000). 2. Fraktur Smith Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade devormity) (Mansjoer,2000).. 3. Fraktur Galeazzi Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Pasien akan mengeluh sakit dan enggan untuk bergerak lengan bawah atau pergelangan tangan. Krepitus fraktur sepanjang radius distal juga dapat ditemukan (Holmes & Misra,2004). Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris yang sering terjadi.(3) Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan. nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna (Mansjoer,2000). 4. Fraktur Monteggi Pasien dengan fraktur Monteggia biasanya datang dengan keluhan pembengkakan pada siku, deformitas, krepitasi, serta rasa nyeri yang menyertai pergerakan dari siku terutama pada gerakan supinasi dan pronasi. Pemeriksaan neurovaskular yang teliti sangat penting untuk dilakukan karena cedera nervus terutama nervus radialis dan posterior interosseus nerve (PIN) sangat sering terjadi. Cedera neurovascular ini terutama terjadi pada fraktur Monteggia tipe II berdasarkan klasifikasi Bado. Deformitas dari ulna biasanya nampak sangat jelas, akan tetapi dislokasi dari caput radii biasanya tersamarkan oleh bengkak yang terjadi pada pasien. Petunjuk penting yang dapat kita gunakan sebagai patokan adalah nyeri pada sisi lateral dari siku. Pergelangan tangan dan tangan



15



juga harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya cedera dari nervus radialis (Alaydrus,2017). GAMBARAN RADIOLOGI Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto Anteroposterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal (Ekayuda,2010). 1. Fraktur Colles Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan, sedangkan instabil bila patahnya kominutif. Pada keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap utuh (Ekayuda,2010). Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan prosesus stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius : a. Bergeser dan miring ke belakang b. Bergeser dan miring ke radial c. Terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat (Henderson,2012).



Gambar 2.3 Gambaran AP/Latreal Fraktur Colles 16



2. Fraktur Smith Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade devormity) (Mansjoer,2000). Terdapat fraktur pada metafisis radius distal; foto lateral menunjukkan bahwa fragmen distal bergeser dan miring ke anterior-sangat berlawanan dengan fraktur colles.



Gambar 2.4 Gambaran AP/Latreal Fraktur Smith 3. Fraktur Galeazzi Fraktur melintang atau oblique yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior bersubluksasi atau berdislokasi (Holmes & Misra,2004)



Gambar 2.5 Gambaran AP/Latreal Fraktur Galeazzi 4. Fraktur Monteggia Gambaran radiologis jelas memperlihatkan adanya fraktur ulna yang disertai dislokasi sendi radio-humeral (Mansjoer,2000). Pada kasus biasa kaput radius berdislokasi kedepan, dan terdapat fraktur pada sepertiga bagian atas ulna dengan pelengkungan kedepan. Kadang-kadang dislokasi radius disertai dengan fraktur olekranon. Kadang-kadang kaput radius berdislokasi ke 17



posterior dan fraktur ulna melengkung kebelakang. Pada fraktur ulna yang terisolasi, selalu diperlukan pemeriksaan sinar X pada siku (Mansjoer,2000).



Gambar 2.6 Gambaran AP/Latreal Fraktur Monteggia PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi, seperti berikut (Mansjoer,2000). a. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. b. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidroginase (LDH-5) 3.2.7. TATALAKSANA Imobilisasi fraktur adalah mengembalikan atau memperbaiki bagian tulang yang patah kedalam bentuk yang mendekati semula (anatomis)nya, Cara-cara yang dilakukan meliputi reduksi, traksi, dan imobilisasi. Reduksi terdiri dari dua jenis, yaitu tertutup dan terbuka. Reduksi tertutup (Close reduction) adalah tindakan non bedah atau manipulasi untuk mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap memerlukan lokal anestesi ataupun umum. Reduksi terbuka (Open reduction) adalah tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan bentuk tulang. Sering dilakukan dengan internal fiksasi yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedulari rods atau nail. Selanjutnya metode traksi dilakukan dengan cara menarik tulang yang patah dengan tujuan meluruskan atau mereposisi bentuk dan panjang tulang yang 18



patah tersebut. Ada dua macam jenis traksi yaitu skin traksi dan skeletal traksi (Asrizal,2014). Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan pleter langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membentuk menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek. Skeletal Traksi adalah traksi yang digunakan untuk



meluruskan



tulang



yang cidera



pada



sendi



panjang untuk



mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang. Imobilisasi, setelah dilakukan reposisi secara reduksi atau traksi pada fragmen tulang yang patah, dilakukan imobilisasi dan hendaknya anggota badan yang mengalami fraktur tersebut diminimalisir gerakannya untuk mencegah tulang berubah posisi kembali (Asrizal,2014). Pada fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan pemasangan gips di atas siku. Pada fraktur yang posisinya berubah harus dilakukan reposisi tertutup untuk kemudian dipasang gips di atas siku. Untuk fraktur radius ulnar proksimal, lengan bawah diimobilisasi dalam gips pada posisi supinasi. Posisi ini dimaksudkan untuk mengatasi rotasi radius dan mengendurkan otot supinator. Fraktur bagian distal umumnya diimobilisasi dalam posisi pronasi dan patah tulang bagian tengah dalam posisi netral. Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan ulna sulit untuk dilakukan reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan operasi reposisi terbuka dan fiksasi interna. Reposisi terbuka juga lebih sering diperlukan pada patah tulang yang disertai dislokasi sendi (Mansjoer,2000). 1. Fraktur Colles Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan immobilisasi dengan pemasangan gipssirkular dibawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar kearah pronasi (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4-6 minggu.



19



2. Fraktur Smith Reposisi dilakukan dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu. 3. Fraktur Galeazzi Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi. Secara konservatif mungkin kurang memuaskan dan bila demikian. terapi bedah menjadi pilihan. 4. Fraktur monteggi Penanganan pada kasus ini adalah mengembalikan panjang os ulna yang mengalami fraktur. Hanya dengan memastikan hal tersebut maka reduksi sempurna dari caput radii dapat tercapai. Pada orang dewasa, hal ini dapat dilakukan melalui tindakan operatif menggunakan posterior approach. Fraktur dari ulna harus direduksi seakurat mungkin dengan mengembalikan panjangnya ke ukuran semula, baru setelah itu difiksasi dengan plate dan screw. Caput radii biasanya akan tereduksi ketika os ulna telah dikoreksi. Stabilitas harus dinilai dengan pergerakan fleksi dan ekstensi maksimal. Jika caput radii tidak tereduksi atau tidak stabil maka reduksi terbuka harus dilakukan (Solomon,2014). Jika siku telah stabil sempurna, maka pasien dapat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi segera setelah operasi. Jika ada hambatan dalam melakukan gerakan tersebut, maka harus dilakukan immobilisasi menggunakan plester pada siku dalam kondisi fleksi selama 6 minggu (Alaydrus,2017). 3.2.8. KOMPLIKASI A. Komplikasi Awal 1. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.



20



2. Kompartment Sindrom Kompartment sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom kompartemen (5P) sebagai berikut: (1) Pain (nyeri lokal), (2) Pallor (pucat bagian distal), (3) Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT>3 detik pada bagian distal kaki), (4) Paraestesia (tidak ada sensasi), (5) Paralysis (kelumpuhan tungkai). 3. Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, demam. 4. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan sperti pin dan plat. 5. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman Ischemia (Helmi, 2013). B. Komplikasi Dalam Waktu Lama 1. Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (bergabung) sesuai dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk menyambung.



21



2. Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. 3. Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan perubahan bentuk (deformitas).



22



BAB III LAPORAN KASUS 4.1. IDENTITAS PASIEN 



Nama : Tn. S







Usia : 38 tahun







Alamat : Kawedusan ponggok, Blitar







Suku / Warga Negara : Jawa / Indonesia







Agama : Islam







Status : Menikah







Pekerjaan : Swasta







Pendidikan terakhir : -







Tanggal MRS : 16 April 2021







No RM : 688541



4.2. ANAMNESIS 



Keluhan Utama: Kepala mengeluarkan darah.







Keluhan Penyerta: Kepala mengeluarkan darah, kepala terasa pusing, tangan kiri tidak dapat diangkat dan nyeri saat digerakkan, tidak ada mual dan muntah.







Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien dibawa ke IGD pukul 17.20 setelah kejatuhan pohon kayu dibagian kepala dan badan. Kepala pasien mengeluarkan darah, tangan kiri pasien tidak dapat digerakkan dan terasa nyeri, pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan muntah.







Riwayat Penyakit Dahulu: Keluhan yang sama : disangkal DM



: disangkal



Hipertensi



: disangkal



Magh



: (+)



23







Riwayat Penyakit Keluarga: Keluhan yang sama : disangkal







DM



: disangkal



Hipertensi



: disangkal



Riwayat Kebiasaan: Tidak ada data







Riwayat Pekerjaan: Pasien sehari – hari bekerja sebagai buruh







Riwayat Ekonomi: Tidak ada data







Riwayat Sosial: Tidak ada data







Riwayat Alergi: Disangkal



4.3. PEMERIKSAAN FISIK (MRS 16 April 2021 IGD pukul 17.20) 



Keadaan Umum : Tampak sakit berat







GCS



:8







Tanda vital



:



-



Tekanan darah



: 130/80 mmHg



-



Nadi



: 88 x/menit



-



RR



: 23 x/menit



-



Suhu



: 37 ºC



 Kepala Bentuk normosephalic, wajah simetris, terdapat luka dikepala bagian frontal (S) dan parietal (D), makula (-), papula (-), nodul (-).  Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),cowong(-/-).  Hidung Nafas cuping hidung (-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-)



24



 Mulut Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), gusi berdarah (-), sariawan (-), lidah terasa pahit (-), mukosa kering (-)  Telinga Posisi dan bentuk normal, deformitas (-), nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran dalam batas normal.  Tenggorokan Hiperemi (-), Tonsil membesar (-/-).  Toraks: bentuk simetris, retraksi supraklavikula (-), retraksi interkostal, retraksi subkostal (-) . 1) Cor: I: sianosis (-), tidak terlihat iktus kordis P: Ictus cordis teraba kuat angkat P: Batas kiri atas



: ICS II para sternal line sinistra



Batas kanan atas



: ICS II para sternal line dekstra



Batas kiri bawah



: ICS V midclavicular line sinistra



Batas kanan bawah : ICS IV para sternal linea dekstra A: BJ I-II tunggal, regular, bising (-) 2) Pulmo: statis (depan dan belakang) I: pengembangan dada simetris , benjolan (-), luka (-) P: nyeri tekan (-), krepitasi (-) P:



Sonor



Sonor



Sonor



Sonor



Sonor



Sonor



A: vesikuler +/+ normal, suara tambahan (-)  Ektremitas: Atas: deformitas (-/+), akral dingin (-/-), edema (-/-), ulkus (-/-), tremor (-/-), bidai (-/+) 25



Bawah: deformitas (-/-), akral dingin (-/-), edema(-/-), ulkus (-/-), tremor (-/-) bidai (+/-) 4.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG 



GDA: 133







EKG: DBN







Foto Thorax: DBN







Darah Lengkap: Hb: 14 Leukosit: 17.500 Trombosit: 227.000 PCV: 43,8 % Diff count: -/1/-/79/15/5 MCV: 81,8 fl MCH: 26,1 pg MCHC: 31,9 % Eritrosit: 5.360.000 PPT: 13,9 detik INR: 1,28 APTT: 25,00 detik SGOT: 62 SGPT: 40 Creatinine: 1,12 mg/dl BUN: 13 mg/dl Ureum: 28 mg/dl Na: 150,7 K: 4,22 Klor: 102,3 Ca: 9,8 HbSag: NR HCV: NR 26







CT Scan (16 April 2021)



MSCT Scan Kepala tanpa kontras, irisan axial, reformat coronal dan sagittal Kesimpulan: EDH regio occipital dan parietal kanan dengan pneumatisasi didalamnya SAH region temporal kanan Fraktur os parietal kiri dan diastasis sutura lambdoidea kiri Soft tissue scalp swelling dan hemorrhage dengan pneumatisasi didalamnya pada regio parietal bilateral hingga occipital kiri



27







Foto Antebrachii kiri AP/Lateral (16 April 2021)



Kesimpulan: Tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os radius dengan gambaran mild displacement dan angulation disertai soft tissue swelling di sekitarnya Trabekulasi tulang diluar lesi tampak baik Celah dan permukaan sendi tampak baik Tak tampak destruksi / erosi tulang Tak tampak subluksasi / dislokasi sendi 



Foto Antebrachii kiri AP/Lateral (22 April 2021 post ORIF)



28



Kesimpulan: Tampak fraktur komunitif pada 1/3 medial os radius kiri, yang terpasang internal fiksasi dengan separasi fragmen fraktur, saat ini belum tampak callus formasi Tampak fraktur komunitif pada 1/3 distal os ulna kiri, yang terpasang internal fiksasi dengan separasi dan displace fragmen fraktur, saat ini belum tampak callus formasi Trabekulasi tulang di luar lesi tampak baik Celah dan permukaan sendi baik Tak tampak tanda – tanda osteomyelitis kronis Tak tampak dislokasi / subluksasi sendi Tampak soft tissue swelling 4.5. ASSESSMENT Diagnosa Primer: SDH – EDH – Kontusio Cerebri Diagnosa Skunder: Close Fraktur Antebrachii Komunitif Sinistra 4.6. PLANNING 4.6.1. Planning Diagnosa 



Pemeriksaan darah lengkap







Konsul Sp, BS







Konsul Sp, An







Konsul Sp, JP



4.6.2. Planning Tatalaksana 



Inf RL 1000 cc 20 tpm







O2 NRBM 10 lpm







Injeksi ketorolac 1 amp







Injeksi ranitidine 1 amp







Injeksi paracetamol 1 gr







Kutoin 5 amp dalam 100 cc NS 30 menit







Rawat luka : heacting situasi







Persiapan trepanasi EDH kompresi



29



4.7. FOLLOW UP 16-04-2021, IGD S O Kepala KU: tampak sakit berdarah, berat tangan kiri GCS: 8 tidak dapat HR: 130/80 mmHg digerakkan N: 88x/menit RR: 23x/menit T: 37ºC Akral hangat



17-04-2021, Pukul 14.30, ICU S O KU: gelisah GCS: E4VXM6 HR: 127/80 mmHg N: 86x/menit RR: 23x/menit T: 36,5ºC SpO2: 100%



18-04-2021, ICU S O Nyeri KU: lemah kepala post GCS: E4V5M6 OP HR: 125/67 mmHg N: 68x/menit RR: 20x/menit T: 36,2ºC SpO2: 100%



A SDH + EDH + kontusio cerebri pro trepanasi EDH CFAntebrachii Komunitif S



A SDH + EDH + kontusio cerebri post trepanasi EDH CFAntebrachii Komunitif S



A Hr-2 post OP terepanasi EDH CFAntebrachii Komunitif S



19-04-2021, BGV S O A Pusing KU: lemah Hr-3 post OP sudah GCS: E4V5M6 terepanasi berkurang HR: 120/77 mmHg EDH



P - Inf RL 1000 cc 20 tpm - O2 NRBM 10 lpm - Injeksi ketorolac 1 amp - Injeksi ranitidine 1 amp - Injeksi paracetamol 1 gr - Kutoin 5 amp dalam 100 cc NS 30 menit - Rawat luka : heacting situasi - Persiapan trepanasi EDH kompresi P - head up 30º - O2 NRBM 10 lpm - inf RL 1000 cc/24 jam - D5 ½ NS 1000 cc /24 jam - Inj kalnex 3x500 mg - Inj ceftriaxone 2x1 gr - Inj kutoin 3x1 amp - Inj omeprazole 3x30 mg - Inj tomit 3x1 amp - DC + - Diet cair P - head up 30º - O2 simple mask 6-8 lpm - inf RL 1000 cc/24 jam - D5 ½ NS 1000 cc /24 jam - Inj kalnex 3x500 mg - Inj ceftriaxone 2x1 gr - Inj kutoin 3x1 amp - Inj omeprazole 3x30 mg - Inj tomit 3x1 amp - DC + - Diet lunak P - head up 30º - O2 simple mask 6-8 lpm - inf RL 1000 cc/24 jam 30



N: 68x/menit RR: 18x/menit T: 36ºC SpO2: 98%



20-04-2021 S O Pusing KU: baik berkurang, GCS: E4V5M6 sulit BAK HR: 130/80 mmHg N: 62x/menit RR: 20x/menit T: 36ºC SpO2: 96%



21-04-2021 S Pusing berekurang, tangan kiri terasa nyeri dan kesemutan



O KU: baik GCS: E4V5M6 HR: 120/88 mmHg N: 88x/menit RR: 20x/menit T: 36,5ºC SpO2: 95%



22-04-2021 S O Jari tangan KU: baik terasa kaku GCS: E4V5M6



CFAntebrachii Komunitif S



A Hr-4 post OP terepanasi EDH CFAntebrachii Komunitif S



A Hr-5 post OP terepanasi EDH CFAntebrachii Komunitif S



A Hr-6 post OP terepanasi EDH h-2 post orif fr. radius ulna komunitif



- D5 ½ NS 1000 cc /24 jam - Inj kalnex 3x500 mg - Inj ceftriaxone 2x1 gr - Inj kutoin 3x1 amp - Inj omeprazole 3x30 mg - Inj tomit 3x1 amp - Aff DC - Diet lunak P - O2 simple mask 6-8 lpm - Inf RL 1000 cc/24 jam - Inj kalnex 3x500 mg - Inj ceftriaxone 2x1 gr - Inj kutoin 3x1 amp - Inj omeprazole 3x30 mg - Inj tomit 3x1 amp - Diet bebas - Konsul SP, OT - Persetujuan OP ORIF P - Inf RL 1000 cc - Puasa + - O2 simple mask 6-8 lpm - Inj cefoprazone 2x1 gr - Inj ketorolac 3x30 gr - Inj omeprazole 3x30 mg - DC + P - Inf RL 1000 cc/ 24 jam - Inj cefoprazone 2x1 gr - Inj ketorolac 3x30 gr - Inj omeprazole 3x30 mg - Latihan ROM jari aktif dan pasif - Buka balutan ganti soft bandage - DC +



31



23-04-2021 S O Nyeri KU: baik tangan post GCS: E4V5M6 OP, pusing HR: 100/70 mmHg N: 65x/menit RR: 20x/menit T: 36ºC SpO2: 98% 24-04-2021 S O Tangan KU: baik nyeri, GCS: E4V5M6 sedikit HR: 100/60 mmHg bengkak, N: 65x/menit terasa kaku RR: 18x/menit T: 36ºC SpO2: 97%



A Hr-7 post OP terepanasi EDH h-3 post orif fr. radius ulna komunitif A Hr-8 post OP terepanasi EDH



P - Cefixime 100 gr 2x1 - Dexketoprofen 25 mg 2x1 - Oscal 0,25 mg 2x1 - Fenitoin 100 mg 3x1 - Aff DC + - Bladder training + - Sp, OT besok bisa KRS P - Cefixime 100 gr 2x1 - Oscal 0,25 mg 2x1 - Paracetamol 500 mg 2x1 - Kutoin cap 3x1



h-4 post orif fr. radius ulna PASIEN KRS komunitif



32



BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Resume Tn. S pasien berusia 38 tahun, dibawa ke IGD RS Mardi Waluyo pada 16 april 2021, pukul 17.20 setelah pasien kejatuhan pohon kayu dibagian kepala dan badan. Kepala pasien mengeluarkan darah. Pasien mengeluh kepala terasa sangat pusing. Selain itu mengeluhkan rasa sangat nyeri dan tidak dapat mengangkat tangan kiri, selain itu pasien mengeluhkan bahu kanan pasien terasa nyeri. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami sakit yang serupa. Pasien sehari – hari bekerja sebagai buruh. Pasien mengku tidak memiliki alergi baik terhadap makanan, minuman, suhu, maupun obat-obatan. Pada pemeriksan fisik diketahui keadaan umum pasien tampak sakit berat dan somnolen, dengan GCS 8, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37 ºC, RR 23x/menit. Pada pemeriksaan kepala didapatkan kepala pasien terdapat luka pada bagian frontal (S) dan parietal (D). pada pemeriksaan ekstermitas atas ditemukan adanya deformitas pada basian tangan kiri pasien. Pada pemeriksaan penunjang dilaukan pemeriksaan GDA, EKG, Foto Thorax, Darah Lengkap, CT Scan, dan foto Antebrachii. Pada pemeriksaan GDA, EKG, Foto Thorax dalam batas normal. Dilakukan pemeriksaan darah lengakap diketahui adanya leukositosis. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran EDH regio occipital dan parietal kanan dengan pneumatisasi didalamnya, SAH region temporal kanan, Fraktur os parietal kiri dan diastasis sutura lambdoidea kiri, Soft tissue scalp swelling dan hemorrhage dengan pneumatisasi didalamnya pada regio parietal bilateral hingga occipital kiri. Sedangkan pada pemeriksaan foto antebrachii didapatkan gambaran tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os radius dengan gambaran mild displacement dan angulation disertai soft tissue swelling di sekitarnya, Trabekulasi tulang diluar lesi tampak baik, Celah dan permukaan sendi tampak baik, Tak tampak destruksi / erosi tulang dan Tak tampak subluksasi / dislokasi sendi.



33



4.2. Penegakan Diagnosa Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosa pasien yaitu SDH – EDH – Kontusio cerebri dengan Close Frakture Antebrachii Komunitif Sinistra. Diagnosa ditegakkan dari anamnesis dengan riwayat trauma pasien pada bagian kepala dan tubuh, sehingga mengakibatkan adanya luka pada bagian kepala dan tangan kiri pasien terasa nyeri dan tidak bisa digerakkan. Hal ini juga dibuktikan pada pemeriksaan fisik pada kepala pasien bagian frontal (S) dan parietal (D) terdapat luka yang memungkinkan terjadinya cedera kepala berat dikarenakan pasien datang dengan GCS 8 dan keadaan umum pasien tampak sakit berat (PPK,2014). Hal ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan penunjang berupa CT Scan yang menunjukkan adanya gambaran EDH regio occipital dan parietal kanan dengan pneumatisasi, serta SAH region temporal kanan. Penegakan diagnosa Close Frakture Antebrachii Komunitif Sinistra diketahui dari keluhan pasien tidak bisa mengangkat tangan kiri dan terasa nyeri. Pada saat pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya luka terbuka pada ekstermitas atas namun pasien mengeluhkan rasa sakit, pembengkakan daerah manus sinistra dan ROM yang terbatas pada tangan kanan. Hal ini dikonfirmasi dengan dilakukannya pemeriksaan foto antebracii AP/lateral dan dipatkan hasil tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os radius. 4.3. Terapi Terapi awal yang diberikan pada pasien mencakup terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Posisi kepala pasien ditinggikan, untuk menghindari penumpukkan cairan pada daerah kepala sehingga dapat meningkatkan TIK. Dilakukan pemasangan O2 NRBM 10 lpm untuk memperbaiki perfusi O2 dalam tubuh menuju organ penting terutama otak Kemudian pasien diberikan cairn berupa RL 1000 cc yang bertujuan sebagai cairan maintenance agar tidak terjadi shyok maupun dehidrasi pada saat tindakan pengobatan (Cynthia,2019). Pada pasien Tomit yang berfungsi untuk memblok reseptor D2 dopamine di CTZ yang mencetuskan gejala mual dan muntah. Pemberian asam traneksamat anti



34



fibrinolitik sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi mencegah adanya perdarahan berulang. Pemberian kutoin pada pasien bertujuan untuk mencegah terjadinya kejang yang diakibatkan trauma kepala yang dialami pasien dan adanya kemungkinan peningkatan TIK (Aditya,2015). Pada pasien dilakukan pemasangan drain catheter dengan indikasi GCS pasien yang menurun serta bertujuan untuk mengevaluasi cairan yang keluar dari tubuh pasien setelah pemberian cairan maintenance. Tatalaksana selanjutnya pasien dilakukan tindakan trepanasi EDH dengan membuka tulang kepala pasien untuk mengevakuasi hematoma yang dapat mempengaruhi kesadaran dan peningkatan TIK pada pasien (Aditya,2015). Imobilisasi fraktur pada pasien dilakukan reduksi terbuka (Open reduction internal fixation) pada tangan kiri yang merupakan tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan bentuk tulang. Dilakukan dengan internal fiksasi yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedulari rods atau nail. Selanjutnya metode traksi dilakukan dengan cara menarik tulang yang patah dengan tujuan meluruskan atau mereposisi bentuk dan panjang tulang yang patah tersebut. (Handerson,2012). Setelah tindakan operasi pada tangan pasien di pasangkan bandage bertujuan untuk mengimobilisasi dan menopang tangan kiri pasien post ORIF. Pada pasien diberikan obat berupa cefixime 2 x 100 gr yang berfungsi sebagai antibiotic pasca operasi guna menghindari terjadinya infeksi pada luka bekas operasi. Oscal merupakan sedian kapsul yang mengandung calcitriol yang berguna untuk mencegah kerapuhan pada tulang, dengan meningkatkan absorbs kalsium di usus dan mengatur mineral pada tulang.



35



BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma baik secara langsung maupun tidak langsung. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung. Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Terdapat empat jenis fraktur antebrachii yang khas beserta penyebabnya yaitu fraktur colles, smith, monteggi, dan galeazzi. Pada pasien terdapat riwayat trauma pasien pada bagian kepala dan tubuh, sehingga mengakibatkan adanya luka pada bagian kepala dan tangan kiri pasien terasa nyeri dan tidak bisa digerakkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya pemeriksaan penunjang berupa CT Scan yang menunjukkan adanya gambaran EDH regio occipital dan parietal kanan dengan pneumatisasi, serta SAH region temporal kanan. Close Frakture Antebrachii Komunitif Sinistra diketahui dari keluhan pasien tidak bisa mengangkat tangan kiri dan terasa nyeri. Pada saat pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya luka terbuka pada ekstermitas atas namun pasien mengeluhkan rasa sakit dan ROM yang terbatas pada tangan kiri. Hal ini dikonfirmasi dengan dilakukannya pemeriksaan foto antebracii AP/lateral dan dipatkan hasil tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os radius. Tatalaksana selanjutnya pasien dilakukan tindakan trepanasi EDH dengan membuka tulang kepala pasien untuk mengevakuasi hematoma. Sedangkan imobilisasi fraktur pada pasien dilakukan reduksi terbuka (Open reduction internal fixation) pada tangan kiri yang merupakan tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan bentuk tulang.



36



DAFTAR PUSTAKA Aditya,TH.



2015.



troke



hemoragik.



Fakultas



kedokteran



UNLAM.



file:///C:/Users/User/Downloads/803-2200-1-PB.pdf Carter. Michael A.Patofisiologi: Fraktur dan dislokasi. Edisi 6. Jakarta: penerbit Buku kedokteran; 2006. p. 1365-8. https://vdokumen.com/fraktur-antebrachii568e168c27b72.html Cynthia. 2019. management stroke (on ventilator) ICU.



Universitas Udayana.



http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/32802/1/8677a6a249bd31ba65dafbfad50b07b b.pdf Corrigan J, Selassie A, Orman J. 2004. The Epidemiology of Traumatic Brain Injury. J Head Trauma Rehabil; 25: 72-80 Diktat Anatomi Biomedik. Bagian Anatomi FK UNHAS. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas hasanuddin; 2011.hal6-7 Ekayuda, I. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.hal.31-41 Henderson. Kedokteran Emergensi. Jakarta: EGC; 2012. hal.257-259 Holmes, E.J., Misra, R.R., A-Z of Emergency Radiology. 2004 [diakses tanggal 15 mei 2021]:1400. From:URL: www.cambridge.org/9781841102016 Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani W. I., Setiowulan, W. Fraktur Antebrakial Distal. Kapita Selekta. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. hal. 351-352 Ningrum, H. K. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Post Fraktur Antebrachii 1/3 Distal Sinistra Dengan Terapi Latihan Dan Massage Therapy Di Rsud Saras Husada Purworejo (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA). Solomon, L., Warwick, D. J., & Nayagam, S. (2014). Apley and solomon's concise system of orthopaedics and trauma. Crc Press. Sudira, Putu Gede. 2017. Neurotrauma and Movement Disorders: Improving Knowledge for Saving Lives. SMF Neurologi FK Universitas Udayana.



37