LP - Fraktur Antebrachii - Iman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : CLOSE FRAKTUR ANTEBRACHII DI RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK



DISUSUN OLEH : ABANG IMAN SANTOSA NIM.211122001



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK JURUSAN KEPERAWATAN PRODI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI NERS PONTIANAK TAHUN 2022



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : CLOSE FRAKTUR ANTEBRACHII DI RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure). Telah disetujui pada : Pada Tanggal :



Februari 2022



Mahasiswa



Abang Iman Santosa NIM 211122001



Pembimbing Akademik



Ns.Mubin Barid,S.Kep NIP 198102192007012001



Pembimbing Klinik



Ns. Dedi Iskandar,S.Tr.Kep NIP 197404051996031002



KONSEP PENYAKIT A. Definisi Fraktur atau patah tulang di definisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periostem, dan jaringan yang ada di sekitarnya. Fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carfal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal dan lain-lain) (Parahita dan Kurniyanta, 2010). Sebagian besar ftaktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan. penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak juga akan ikut rusak. 1. Fraktur Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap ( Nurarif, 2015 ). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan kontraksi otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar akan terpengaruh, yang dapat mengakibatkan edema pada jaringan lunak, dislokasi sendi, kerusakan saraf. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddart, 2013). 2. Fraktur Antebrachii Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Yang dimaksud dengan antebrachia adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna (Andi, 2012). Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan. Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial serta distal dari kedua corpus tulang tersebut (Putri, 2012).



Gambar 1.1 : Anatomi tulang radius dan ulna



Gambar 1.2 : Tipe Fraktur radi



B. Etiologi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Penyebab fraktur terdiri dari : 1. Trauma Langsung Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah. 2. Trauma tidak langsung Trauma tidak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi. menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Trauma ringan Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis. Sedangkan trauma ringan akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan penarikan (Carpenito 2013). C. Patofisiologi Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan pintur mendadak dan bahkan kontraksi otot extreme dan juga kondisi patologis layaknya osteoporosis. Fragmen tulang yang bergeser atau rusak akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri. Hal ini juga mengakibatkan tekanan sum-sum tulang lebih tinggi dikapiler lalu melepaskan katekolamin yang mengakibatkan metabolisme asam lemak yang pada akhirnya menyebabkan evoli dan penyumbatan pembulu darah. Spasme otot juga menyebabkan protein plasma hilang karena lepasnya histamine akibat peningkatan tekanan kapiler yang pada akhirnya menyebabkan edema. Fragmen tulang yang bergeser juga mengakibatkan gangguan fungsi



ekstremitas. Laserasi kulit atau luka terbuka dapat menimbulkan infeksi, karena hilang bagian pelindung tubuh bagian luar yaitu kulit (Brunner & Suddarth, 2015).



PATHWAY Trauma langsung ,Trauma tidak langsung, kondisi patologis



MK : Nyeri Akut D 0077



MK : Ansietas D 0080



Hambatan gerak MK : Defisit Perawatan Diri D 0109 MK : Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan D 0139



Pergeseran pragmen tulang



Pre Op



Fraktur



Deformitas



Post Op : Pembedahan



Gangguan fungsi



Trauma Jaringan Post operasi



MK : Gangguan Mobilitas Fisik D 0054



Kerusakan jaringan sekitar Putus Vena/Arteri Perdarahan Kehilangan volume cairan MK : Risiko Syok D 0039



Pelepasan Histamin



Indikasi Imobilisasi pada jaringan Post op



MK : Nyeri Akut D 0077



MK : Risiko Infeksi D 0142



Sirkulasi darah ke perifer menurun



MK : Gangguan Mobilitas Fisik D 0054



Laserasi kulit



Adanya peningkatan leukosit



Luka insisi



MK : Perfusi Perifer Tidak Efektif D 0009



MK : Defisit Perawatan Diri D 0109



MK : Gangguan Integritas Kulit/Jaringan D 0139



Gambar 2.1 : Kerangka Masalah Fraktur (Sumber : SDKI, 2017).



Pada kasus fraktur untuk mengembalikan secara cepat maka perlu tindakan operasi dengan immobilisasi. Immobilisasi yang sering digunakan adalah dengan plate and screw (ORIF). D. Manifestasi Klinis Menurut Nurafif & Kusuma (2015), Tanda dan gejala dari fraktur pada umumnya antara lain : 1.



Tidak dapat menggunakan anggota gerak.



2.



Nyeri pembengkakan.



3.



Terdapat trauma ( kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma, olahraga).



4.



Gangguan fisik anggota gerak.



5.



Deformitas mengalami perubahan bentuk pada daerah fraktur.



6.



Kelainan gerak.



7.



Pembengkakan pada perubahan warna lokasi pada daerah fraktur.



8.



Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain. Sementara tanda dan gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan fraktur



diantaranya : 1.



Adanya rasa nyeri



2.



Adanya oedema



3.



Adanya keterbatasan gerak sendi



4.



Penurunan kekuatan otot



5.



Gangguan aktifitas fungsional



E. Komplikasi a) Komplikasi awal Ada 6 komplikasi awal pada fraktur antara lain : 1. Kerusakan arteri



Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, hematoma yang lebar, perubahan posisi pada yang sakit dan pembedahan. 2. Kompartement syndrome Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan



hambatan



aliran



darah



yang



berat



dan



berikutnya



menyebabkan kerusakan pada otot. Gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompertemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot . komplikasi ini terjadi sering pada fraktur tulang kering (Tibia dan tulang hasta, radius atau ulna). 3. Fat Embolism Syndrome (FSE) Adalah komplikasi serius yang terjadi pada fraktur panjang. FSE terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan oleh bone morrow kurang masuk ke dalam aliran darah yang menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang di tandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam 4. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak apabila terjadi trauma pada jaringan pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam, biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka. 5. Avaskuler Nekrosis Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s ischenis. 6. Shock Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. b)



Komplikasi dalam waktu lama Menurut Yasmara, dkk (2016), beberapa komplikasi dalam waktu lama yang terjadi pada fraktur antara lain : 1. Delayed Union



Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dalam waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini di sebabkan karena timbulnya infeksi dan tidak tercukupinya suplai darah ke tulang. 2. Non-union Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non-union ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu. 3. Malunion Bila fragmen menyambung pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tidak dapat diterima). F. Pemeriksaan Penunjang Pada klien fraktur pemeriksaan penunjang yang di lakukan adalah sebagai berikut (Istianah,2017) : 1. Foto rontgen (X-ray) menentukan lokasi / luas fraktur 2. Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Anteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. 4. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan, peningkatan lekosit sebagai respon terhadap perdarahan. 5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera hati (Nurafif dan Kusuma 2015 ). G. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan



manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2015). Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain : a. Diagnosis dan penilaian fraktur Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan. b. Reduksi Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan



mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.



c. Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur. d. Rehabilitasi Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu : 1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah. 2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat 3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedah.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. 1. Identitas Klien Meliputi nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, alamat, asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal masuk dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosa medis (Wahid, 2013). 2. Riwayat Penyakit Sekarang a. Keluhan Utama Biasanya keluhan utama pada fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri biasanya bersifat akut. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pada klien digunakan : a)



Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.



b) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c)



Region, radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.



d) Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa nyeri mempengaruhi fungsinya.



e)



Time : berapaa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).



b. Riwayat Kesehatan Sekarang Kaji kronologis terjadinya trauma yang menyebabkan fraktur, pertolongan apa yang telah didapatkan dan apakah sudah berobat ke dukun patah tulang/singsang. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan perawat dapat mengetahui luka yang lain. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan formasi tulang dan biasanya disebut paget dan ini menganggu prosesdaur ulang tulang yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu klien dengan iwayat diabetus dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomyelitis akut dan kronis dan penyakit diabetus menghambat proses penyembuhan tulang. d. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetus, osteoporosis, yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.. 3. Observasi dan pemeriksaan fisik Menurut (Wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalitas) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalisir). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total



care



karena



ada



kecenderungan



dimana



spesialisasi



hanya



memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a. Gambaran Umum Perlu menyebutkan : a)



Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat merupakan tandatanda, seperti : 1) Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis tergantung pada keadaan klien.



2)



Kesakitan, keadaan penyakit : akut,kronik, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut.



3) TTV : normal atau tidak normal b)



Secara sistemik 1) Sistem integument Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. 2) Kepala Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan di kepala 3) Leher Biasanya tdak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening. 4) Muka Biasanya wajah tanpak pucat dan meringis 5) Mata Biasanya konjuntiva anemis atau sklera tidak ikterik 6) Telinga Biasanya simetris dan tidak ada gangguan pendengaran 7) Hidung Biasanya simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung 8) Mulut Biasanya mukosa bibir kering, pucat dan sianosis 9) Thoraks Inspeksi Biasanya pernafasan meningkat Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus teraba sama Perkusi Biasanya suara ketok sonor, tidak ada suara tambahan lainnya Auskultasi Biasanya suara nafas normal, tidak ada wheezing, dll 10) Jantung Inspeksi Tidak tampak iktus cordis Palpasi



Biasanya iktus cordis tidak teraba Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur. 11) Abdomen Inspeksi Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia Palpasi Biasanya Tugor baik, hepar tidak teraba Perkusi Biasanya suara thympani Auskultasi Bising usus normal (± 20 kali/menit) 12) Ekstremitas atas Biasanya akrsl teraba dingin, CRT < 2 detik, turgor kulit baik, pergerakan baik. 13) Ekstremitas bawah Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek, pergerakan tidak simetris, terdapat lesi dan edema. b.



Gambaran lokal Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P, yaitu: Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada system muskuluskletal adalah : 1) Look (Inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain : a) Jaringan parut baik yang dialami maupun buatan seperti bekas operasi b) Fistulae



warna



kemerahan



atau



kebiruan



(livide)



atau



hiperpigmentasi. c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) e) Posisi berjalan 2) Feel (palpasi)



Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi) a) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kulit. CRT normal (≤ 2 detik) b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi, atau oedema terutama disekitar persendian c) Nyeri tekan, krepitasi, catat letaknya (1/3 proksimal, tengah, distal Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang. d) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Apakat terdapat keluhan nyeri pada pergerakan, apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013) 4. Pola Aktivitas Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal hygine, misalnya kebiasaan mandi terganggu karena geraknya terbatas, rasa tidak nyaman, ganti pakaian, BAB dan BAK memerlukan bantuan orang lain, merasa takut akan mengalami kecacatan dan merasa cemas dalam menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang karena kurangnya pengetahuan. a. Pola Makan dan minum Pada klien dengan fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Biasanya pada klien dengan fraktur mengalami penurunan nafsu makan. b. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur biasanya tidak ada gangguan pada eliminasi, tetapi perlu di kaji frekwensi, konsistensi, warna serta bau feses pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekwensi, kepekatan warna, bau dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. c. Pola Istirahat dan Tidur



Semua klien fraktur akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini akan mempengaruhi pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian ditujukan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. d. Pola Aktifitas Biasanya klien dengan fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur lagi. e. Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap dan perlu proses kesembuhan yang cukup lama agar bisa beraktifitas seperti biasa. f. Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien dengan fraktur radius ulna yaitu timbul ketidak kuatan dan kecacatan akan frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secra optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah. g. Pola Sensori dan Kognitif Pada klien akan timbul daya rabanya berkurang, terutama pada bagian distal fraktur. Sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat pembedahan. h. Pola Reproduksi Seksual Dengan menjalani rawat inap dan proses penyembuhan klien akan mengalami keterbatasan dalam pemenuhan hubungan seksual, karena adanya rasa nyeri dan keterbatasan gerak. i. Pola Penanggulangan Stres Klien akan timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu timbul rasa ketakutan akan kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif. j. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan



Klien mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan ibadah dengan baik terutama frekwensi dan konsentrasi. Hal ini disebabkan rasa nyeri dan keterbatasan gerak. 5. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Haemaglobine menurun memantau terjadinya pendarahan dan keperluan tranfusi darah 2) Kalium serum dan Fosfor serum meningkat pada tahapan penyembuhan tulang 3) Alkaline fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastic dalam membentuk tulang 4) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspartate amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang (Wahid, 2013). 6. Penatalaksanaan Medis a. IFVD RL sebagai therapi cairan b. Analgesik c. Antibiotik B. Masalah Keperawatan 1. (D.0077) : Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan Penyebab :



1) Agen pencedera fisik (trauma, prosedur operasi) (SDKI PPNI, 2017) 2. (D.0054) : Gangguan Mobilitas Fisik Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Penyebab : 1) Kerusakan integritas struktur tulang 2) Penurunan kendali otot 3) Penurunan massa otot 4) Penurunan kekuatan otot 5) Kekakuan sendi 6) Gangguan muskuloskeletal 7) Program pembatasan gerak 8) Nyeri 9) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik 10) Kecemasan 11) Keengganan melakukan pergerakan (SDKI PPNI, 2017). 3. (D.0080) : Ansietas Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan Tindakan yang menghadapi ancaman. Penyebab : 1) Krisis situasional 2) Ancaman terhadap konsep diri 3) Kekhawatiran mengalami kegagalan 4) Kurang terpapar informasi (SDKI PPNI, 2017) 4. (D.0130) : Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (otot, tendon, tulang, kapsul, sendi, dan/atau ligamen) Penyebab : 1) Perubahan sirkulasi



2) Penurunan mobilitas 3) Faktor mekanis (Misalnya : penekanan pada tonjolan tulang, gesekan, tirah baring) 4) Kelembaban 5) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas kulit/jaringan. (SDKI PPNI, 2017). 5. (D.0109) : Defisit Perawatan Diri Definisi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikam aktivitas perawatan diri secara mandiri Penyebab : 1) Gangguan muskuloskeletal 2) Kelemahan. (SDKI PPNI, 2017). 6. (D.0142) : Risiko Infeksi Definisi : Berisiko peningkatan terserang organisme patogenik Penyebab : 1) Efek prosedur invasi/pembedahan 2) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan 3) Ketidakadekuatan pertahanan primer -



Kerusakan integritas kulit



4) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder -



Penurunan hemoglobin



-



Imunosupresi



(SDKI PPNI, 2017). 7. (D.0009) : Perfusi Perifer Tidak Efektif Definisi : Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat menganggu metabolisme tubuh. Penyebab : 1) Kekurangan volume cairan 2) Penurunan aliran darah arteri dan/atau vena 3) Trauma (SDKI PPNI, 2017)



8. (D.0039) : Risiko Syok Definisi : Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa. Penyebab : 1) Hipotensi 2) Kekurangan volume cairan Sepsis 3) Perdarahan 4) Trauma multipel (SDKI PPNI, 2017) C. Rencana Tindakan Keperawatan Tabel 3. 1. Rencana Tindakan Keperawatan NO Diagnosa keperawatan (SDKI) 1. (D.0077 ) : Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan Penyebab : Agen pencedera fisik (Close fraktur antebrachii)



Tujuan dan Kriteria Hasil (LKI) (L.08066) Tingkat Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil : 1. Keluhan nyeri menurun (5) 1. Gelisah menurun (5) 2. Meringis menurun (5) 3. Kesulitan tidur menurun (5) 4. Pola tidur membaik (5) 5. Frekuensi nadi membaik (5) 6. Pola napas membaik (5) 7. Tekanan darah membaik (5)



Intervensi Keperawatan (SIKI) (I.08238) Manajemen Nyeri Observasi a. Identifikasi local, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan skala nyeri b. Identifikasi respon nyeri non verbal. c. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. d. Monitor efek samping penggunaan analgetik. e. Observasi TTV Terapeutik a. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri b. Fasilitasi istirahat dan tidur. Edukasi a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri. b. Jelaskan strategi meredakan nyeri. c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri. d. Ajarkan teknik



nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.



2.



3.



Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian analgetik b. (D.0009) : Perfusi 02011) Perfusi Perifer I.02079) Perawatan sirkulasi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Observasi Definisi : Penurunan tindakan keperawatan a. Periksa sirkulasi perifer sirkulasi darah pada diharapkan perfusi (mis : nadi perifer, edema, level kapiler yang dapat perifer meningkat pengisian kapiler, warna, menggangu dengan kriteria hasil: suhu, anklebrachial index) metabolisme tubuh. 1. Denyut nadi perifer b. Identifikasi factor risiko Penyebab : meningkat (5) ganggan sirkulasi (mis : 1. Kekurangan volume 2. Penyembuhan luka diabetes, hipertensi, dan cairan meningkat (5) kadar kolesterol tinggi, 2. Penurunan aliran 3. Sensasi meningkat perokok, orang tua) arteri dan/atau vena (5) c. Monitor panas, kemerahan, 3. Trauma 4. Warna kulit pucat nyeri, atau bengkak pada menurun (5) ekstremitas 5. Edema perifer Terapeutik menurun (5) a. Hindari pemasangan infus 6. Pengisian kapiler atau pengambilan darah di membaik (5) area keterbatasan perfusi 7. Akral membaik (5) b. Hindari pengukuran 8. Turgor kulit membaik tekanan darah pada (5) ekstremitas dengan 9. Tekanan darah keterbatasan perfusi membaik (5) a. Hindari pemasangan dan 10. Tekanan arteri ratapenekanan tourniquet pada rata membaik (5) area yang cedera b. Lakukan pencegahan infeksi c. Lakukan hidrasi Edukasi a. Anjurkan berhenti merokok c. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis : meelembabkan kulit kering) Anjurkan program rehabilitasi (D.0109) : Defisit Perawatan Diri Definis : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikam



L.11103) Perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kemampuan melakukan perawatan



(I.11348) Dukungan Perawatan diri Observasi a. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri seuai kemampuan klien



4.



aktivitas perawatan diri secara mandiri Penyebab : 1. Gangguan muskuloskeletal 2. Kelemahan.



diri meningkat dengan kriteria hasil : 1. Mempertahankan kebersihan diri meningkat (5) 2. Mempertahankan kebersihan mulut meningkat (5) 3. Minat melakukan perawatan diri meningkat (5)



b. Monitor tingkat kemandirian c. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan Terapeutik a. Sediakan lingkungan yang terapeutik (Mis : suasana hangat, rileks, privasi) b. Siapkan keperluan perawatan diri klien c. Dampingi dalam melakukan perawatan diri secara mandiri, d. Anjurkan keluarga untuk membantu dan mendampingi e. Fasilitasi kemandirian , bantu bila klien tidak mampu Edukasi a. Anjurkan klien melakukan perawatan diri sesuai kemampuan



(D.0142) : Risiko Infeksi Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Penyebab : 1. Efek prosedur invasi 2. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan 3. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer 4. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder



L.14137) Tingkat infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil : 1. Kebersihan tangan meningkat (5) 2. Kebersihan badan meningkat (5) 3. Demam menurun (5) 4. Kemerahan menurun (5) 5. Kadar sel darah putih membaik (5)



I.12406) Pencegahan Infeksi Observasi a. Identifikasi tanda dan gejala infeksi b. Perawatan luka post operasi c. Kesiapan dan kemampuan klien menerima informasi Terapeutik a. Perawatan luka operasi sesuai standar b. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor penyebab, cara identifikasi dan pencegahan risiko infeksi di rumah sakit maupun dirumah Edukasi a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik b. Anjurkan klien mengikuti Tindakan pencegahan infeksi sesuai standar c. Anjurkan membatasi



pengunjung d. Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan dan istirahat e. Anjurkan penggunaan obat antibiotik sesuai resep f. Ajarkan cara mencuci tangan 5.



(D.0054) : Gangguan mobilitas Fisik Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Penyebab : 1. Kerusakan integritas struktur tulang 2. Penurunan kekuatan otot 3. Gangguan/kerusakan muskuloskeletal 4. Pembatasan gerak/ aktivitas 5. Nyeri 6. Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik 7. Kecemasan 8. Keenggaanan melakukan pergerakan



(L.05042) Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil : 1. Pergerakan eksremitas meningkat (5) 2. Kekuatan otot meningkat (5) 3. Nyeri menurun (5) 4. Kecemasan menurun (5) 5. Gerakan terbatas menurun (5) 6. Kelemahan fisik menurun (5)



6.



(L.05042) Tingkat Ansietas (D.0080) Ansietas Definisi : Kondisi emosi Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan pengalaman diharapkan tingkat subjektif individu ansietas menurun dengan terhadap objek yang kriteria hasil: tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya 1. Verbalisasi kebingungan yang memungkinkan menurun (5) individu melakukan 2. Verbalisasi khawatir tindakan untuk akibat kondisi yang menghadapi ancaman.



(I.05173) Dukungan Mobilisasi Observasi a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan c. Monitor TTV sebelum melakukan mobilisasi Terapeutik a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat tidur, tongkat, kruk) b. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi a. Jelaskan dan tujuan prosedur mobilisasi b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan



(I.05173) Reduksi Ansietas Observasi a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (Mis : kondisi, waktu, stressor) b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)



Penyebab : 1. Krisis situasional 2. Ancaman terhadap konsep diri 3. Kekhawatiran mengalami kegagalan 4. Kurang terpapar informasi



7.



D.0129) : Gangguan integritas kulit/jaringan Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (otot, tulang) Penyebab : 1. Kerusakan jaringan akibat fraktur radius ulna



3. 4. 5. 6. 7.



dihadapi menurun (5) Perilaku gelisah menurun (5) Perilaku tegang menurun (5) Keluhan pusing menurun (5) Frekwensi nadi menurun (5) Tekanan darah menurun (5)



L.14125) Integritas kulit dan jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Kerusakan jaringan menurun (5) 2. Nyeri menurun (5)



Terapeutik a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, bila memungkinkan c. Pahami situasi yang membuat ansietas d. Dengarkan dengan penuh perhatian e. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan f. Motivasi mengidentifikasi situasi yan memicu kecemasan Edukasi a. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami b. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu d. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan e. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat f. Latih Teknik relaksasi Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian antiansietas, jika perlu. (I.11356) Perawatan integritas kulit/jaringan Observasi d. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit/jaringan e. Perawatan luka post operasi Terapeutik a. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring



2. Imobilisasi 3. Penekanan/tirah baring 4. Kelembaban 5. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi integritas kulit/jaringa



3. Perdarahan menurun (5) 4. Kemerahan menurun (5) 5. Hematoma menurun (5) 6. Elastisitas meningkat (5) 7. Perfusi jaringan meningkat (5)



b. Jaga kebersihan kulit c. Libatkan keluarga dalam menjaga personal higiene klien d. Gunakan bahan petroleum atau minyak pada kulit kering e. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive f. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Edukasi a. Anjurkan klien menjaga kebersihan/personal hygiene b. Anjurkan klien mengunakan pelembab c. Anjurkan minum air yang cukup Anjurkan klien meningkatkan asupan



DAFTAR PUSTAKA Andi (2012). Pengertian fraktur Antebrachii Jakarta :EGC Brunner & Suddarth. (2013) . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Carpenito, LJ.2011. Buku Saku Diagnose Keperawatan Edisi 6. Jakarta:EGC Istianah, Umi (2017). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal, Yogykarta: Pustaka Baru Press Kneale, Julia dan Davis Peter, (2011). Keperawatan ortopedik dan Trauma, Jakarta: EGC. Mayenti, F., & Sari, Y. (2020). Efektifitas Teknik Distraksi Musik Klasik Mozart Untuk Mengurangi Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 9(1), 98. https://doi.org/10.36565/jab.v9i1.193 Nurarif A H. Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic Noc Jilid 2, Yogyakarta : Mediaction Publishing. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2019 pukul 09:20 WIB. Putri (2012). Pengertian Fraktur dan Fraktur Antebrachii Jakarta : Salemba Medik Smeltzer, S. C. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Burnner and Suddarth. Ed. 8. Vol.3. Jakarta: EGC. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik. Edisi 1, Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI Wahid, Abdul (2013). Asuhan Keperawatan Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Media.



Dengan



Gangguan



Sistem



Yasmara, D., Nursiswati, dan R. Aravat. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.