LAPORAN KASUS Hematemesis Melena (AutoRecovered) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



Hematemesis Melena ec Sirosis Hepatis ec Hepatitis B Kronis Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Pelaksanaan Program Internsip di Rumah Sakit Wisma Prashanti



Disusun Oleh: dr. Monica Elysabeth Sunata dr. Luh Komang Primadeny



Pembimbing: dr. I B Ariadnyana SpPD



Pendamping PIDI: dr. Gusti Ayu Primawardani



PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RSU WISMA PRASHANTI KABUPATEN TABANAN, BALI 2022



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN KASUS HEMATEMESIS MELENA EC SIROSIS HEPATIS EC HEPATITIS B KRONIS



Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip di RUMAH SAKIT UMUM WISMA PRASHANTI KABUPATEN TABANAN



Telah diperiksa dan disetujui Pada tanggal



2022



Oleh: DPJP



dr. I B Ariadnyana SpPD



Dokter Pendamping PIDI RSU Wisma Prashanti



dr. Gusti Ayu Primawardani



ii



KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya laporan kasus dengan judul “Hematemesis Melena ec Sirosis Hepatis ec Hepatitis B Kronis” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia Periode IV Tahun 2021. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. dr. I Made Surya Agung, MARS selaku Direktur RSU Wisma Prashanti Tabanan yang telah memfasilitasi dan memberikan penulis kesempatan selama proses internsip stase rumah sakit; 2. dr. Gusti Ayu Primawardani selaku dokter Pendamping PIDI stase rumah sakit yang telah memberikan penulis kesempatan dan membantu penulis selama proses internsip; 3. dr. I B Ariadnyana SpPD selaku dokter penanggung jawab pasien (DPJP) yang telah memberikan izin untuk penggunaan kasus, memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan laporan kasus ini; 4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan kepustakaan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Tabanan, 12 Oktober 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ….



i



LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ….



ii



KATA PENGANTAR....................................................................................... ….



iii



DAFTAR ISI ..................................................................................................... ….



iv



BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. ….



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... ….



3



2.1 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas .................................................... ....



3



2.2 Sirosis Hepatis ............................................................................................ ....



13



BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................. ....



28



BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. ...



43



BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………………



48



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... ....



49



iv



BAB I PENDAHULUAN



Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat daruratan gastroenterologi yang umum ditemukan pada praktik sehari-hari. Pada kondisi ini, perdarahan dapat terjadi dimanapun pada saluran perncernaan proksimal dari ligamentum Treitz, yakni pada esofagus, gaster, ataupun duodenum, dengan manifestasi klinis yang muncul dapat berupa muntah darah (hematemesis), buang air besar berwarna hitam (melena), buang air besar bercampur darah (hematochezia), atau kombinasi. Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat ditemui dalam keadaan stabil, namun tak jarang pasien dengan kondisi ini mengalami ketidak stabilan hemodinamik yang dapat memerlukan perawatan intensif, dan dapat mengancam nyawa. Insidensi perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) di dunia diperkirakan mencapai 100150 kasus per 100.000 penduduk pertahun. Di Indonesia, kejadian perdarahan SCBA di diperkirakan mencapai sekitar 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Angka kematian (mortalitas) akibat perdarahan saluran cerna bagian atas berkisar antara 7-14%, dan risiko kematian meningkat pada kasus rekurensi atau perdarahan berulang hingga 40%, terutama pada lanjut usia. Penyebab perdarahan SCBA, secara klinis, dibagi menjadi akibat ruptur varises gastroesofagus (VGE) dan akibat penyebab non-varises yang meliputi tukak peptik, gastritis erosif, tumor, dan sebagainya. Di Indonesia perdarahan SCBA lebih banyak disebabkan oleh ruptur varises gastroesofagus (VGE), dan banyak terjadi pada pasien dengan penyakit dasar sirosis hepatis. Sirosis hepatis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dimana terjadi perubahan struktur dan arsitektur dari parenkim hati sehingga hati tidak dapat berfungsi dengan baik. Keadaan ini paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis, yakni hepatitis B atau C. Salah satu manifestasi klinis sirosis hati adalah hipertensi porta akibat hambatan oleh jaringan ikat dalam hati, dan banyaknya darah yang masuk ke vena porta. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis dikaitkan dengan hipertensi porta yang berkembang menjadi varises gastroesofagus (VGE), serta adanya perburukan fungsi hati yang menyebabkan gangguan hemostasis. Pasien dengan sirosis hepatis yang pernah mengalami perdarahan SCBA memiliki risiko rekurensi atau perdarahan berulang yang tinggi,



1



seiring dengan perburukan fungsi hepar dan hipertensi porta yang terus berlangsung, sehingga risiko kematian pada pasien dengan kondisi ini juga menjadi tinggi. Oleh sebab itu, adanya perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien dengan sirosis hepatis, tidak dapat disepelekan. Pemahaman yang baik mengenai kondisi perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien dengan sirosis hepatis, dapat membantu dokter sebagai pemberi layanan kesehatan dalam menentukan penanganan yang tepat dan optimal untuk mencegah berulangnya perdarahan, mencegah komplikasi atau perburukan kondisi pasien, dan menurunkan risiko kematian. Pada studi kasus ini, penulis melaporkan sebuah temuan kasus hematemesis dan melena pada pasien dengan sirosis hepatis akibat hepatitis B kronis, yang diharapkan dapat memperkaya pemahaman mengenai perdarahan saluran cerna bagian atas pada penderita sirosis hepatis.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Perdarahan Saluran Ceran Bagian Atas (SCBA) 2.1.1 Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah kehilangan darah dari saluran cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas anatomik di ligamentum Treitz), dengan manifestasi klinis berupa hematemesis, melena, hematoskezia atau kombinasi. Hematemesis yakni muntah darah, dapat berupa darah segar, gumpalan darah maupun muntah dengan darah berwarna hitam seperti bubuk kopi (coffee ground). Melena yakni buang air besar dengan feses berwarna hitam seperti tar atau asphalt. Hematoskezia yakni buang air besar dengan feses berwarna merah segar atau marun. Hematokezia biasanya dijumpai pada pasien pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang pendek.



2.1.2 Epidemiologi Insidensi perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) di dunia diperkirakan mencapai 100150 kasus per 100.000 penduduk pertahun. Di Indonesia, kejadian perdarahan SCBA di diperkirakan mencapai sekitar 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Penyebab perdarahan SCBA di negara Barat terbanyak ialah non-varises, dengan 40-50% kasus disebabkan oleh perdarahan ulkus peptikum, sedangkan di Indonesia lebih banyak disebabakan oleh rupture varises gastroesofagus. Data studi retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2001-2005 dari 807 pasien yang mengalami perdarahan SCBA, penyebab perdarahan yang ditemukan antara lain: 380 pasien (33,4%) ruptur varises gastroesofagus, 225 pasien (26,9%) perdarahan ulkus peptikum, dan 219 pasien (26,2%) gastritis erosif. Di Surabaya, dari 1.673 dengan kasus perdarahan SCBA di Bagian Penyakit Dalam RSU Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2010, didapatkan penyebabnya ialah 76,9% pecahnya varises gastroesofagus, 19% gastritis erosiva, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan 2,6% karena sebab-sebab lain.



3



2.1.3 Faktor Risiko Terdapat berbagai faktor risiko yang dikatkan dengan terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya: - Usia tua - Jenis Kelamin laki-laki - Riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnuya - Adanya penyakit kronis seperti gagal ginjal, penyakit hati, koagulopati, infeksi H. pylori. - Penggunaan zat seperti konsumsi alcohol berlebih, atau obat-obatan (medication) seperti antiplatelet, antikoagulan, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), dan obat anti nyeri non steroid (OAINS) - Keadaan sakit akut (acute illness) seperti syok, gagal napas, trauma kepala, trauma termal.



2.1.4 Etiologi dan Patogenesis Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dibagi menjadi variseal akibat pecahnya varises gastroesofagus dan non variseal yakni meliputi gastritis erosif, tukak peptik, tukak esofagus, tukak duodenum, gastropati hipertensi porta, sindroma Mallory-Weiss, esofagitis, gastric antral vascular ectasia, keganasan, dan lain-lain. Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna di Indonesia yakni rupturnya varises gastroesofagus. Varises gastroesofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta (hipertensi porta). Akibat peningkatan aliran darah dan tekanan vena porta ini, vena-vena di distal esofagus dan lambung atas akan melebar, sehingga timbul varises gastroesofagus. Varises gastroesofagus yang pecah atau ruptur kemudian menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Darah dari pecahnya varises gastroesofagus, dapat masuk ke lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung, menyebabkan darah berwarna kehitaman seperti kopi (coffee ground). Darah juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena).



4



Hematemesis dan melena juga sering didapatkan terjadi akibat adanya penyakit tukak peptik (ulcus pepticum). Mekanisme patogenik perdarahan SCBA dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar mukosa lambung yang dapat menyebabkan cedera dan timbulnya perlukaan atau ulkus pada lambung yang lama kelamaan dapat menimbulkan perdarahan. Aspirin, alkohol, obat anti inflamasi non steroid, SSRI mengiritasi mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sama seperti varises gastroesofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan/atau melena. Secara ringkas pathogenesis terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:



5



2.1.5 Diagnosis Diagnosis pada perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan seperti: muntah darah (hematemesis), baik darah segar atau bekuan darah maupun muntah dengan warna coklat kehitaman atau coffee ground; mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena); feses bercampur darah segar (hematoskezia); maupun keluhan lemas, pusing, atau lainnya yang menunjukkan adanya anemia dan gangguan hemodinamik akibat perdarahan SCBA. Pada anamnesis juga dapat digali adanya keluhan penyerta serta faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas, untuk memperkirakan sumber atau penyebab perdarahan. Anamnesis mendalam tersebut sebaiknya dilakukan pada pasien dengan kondisi stabil, atau ditunda hingga setelah stabilisisasi hemodinamik tercapai.



6



b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik pasien dengan perdarahan SCBA dapat dilakukan pemeriksaan fisik meliputi: - Tanda-tanda syok: takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria, penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular Vein Pressure) meningkat. - Tanda-tanda stigmata penyakit hati kronis dan sirosis: hipertensi portal (pecahnya varises esofagus, distensi abdomen, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput medusa), asteriksis (flapping tremor). - Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia - Koagulopati : purpura, memar, epistaksis - Tanda-tanda keganasan: limfadenopati, organomegali (hepatomegali, splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah. - Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada feses. c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada kasus perdarahan SCBA berperan dalam monitoring kondisi pasien, melihat adanya komplikasi, dan mengetahui penyebab perdarahan. Beberapa pemeriksaan penunjang rutin yang dapat dilakukan antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal, gula darah, elektrolit, golongan darah, elektrokardiografi, dan foto polos thorax bila diperlukan. Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standar penentuan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas adalah endoskopi. Bila endoskopi tidak tersedia dapat dilakukan pemeriksaan dengan modalitas lain seperti OMD, dan ultrasonografi (USG). 2.1.6 Tatalaksana Tatalaksana PSCBA secara umum terdiri dari: a) Penilaian kegawatdaruratan, disertai resusitasi cairan dan stabilisasi hemodinamik. b) Usaha identifikasi sumber perdarahan. c) Usaha menghentikan perdarahan secara umum d) Upaya penanganan penyebab perdarahan secara definitif e) Upaya pencegahan dan penanganan komplikasi



7



f) Upaya pencegahan terjadinya perdarahan ulang dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi dan resusitasi yang tepat merupakan hal penting dilakukan paling awal pada pasien dengan perdarahan SCBA, terutama yang datang dengan keluhan hematemesis, hematoskezia masif, melena atau anemia progresif. Evaluasi terutama meliputi kondisi jalan napas, pola pernapasan, dan sirkulasi pasien, termasuk menilai derajat perdarahan, sebagai berikut: Perdarahan



< 8%



hemodinamik stabil



Perdarahan



8% -15%



hipotensi ortostatik



Perdarahan



15-25%



renjatan (shock)



Perdarahan



25% -40%



renjatan + penurunan kesadaran



Perdarahan



>40%



moribund



Resusitasi yang dilakukan termasuk pemberian cairan intravena dan oksigen, koreksi koagulopati berat, dan transfusi darah pada saat dibutuhkan. Pada pasien dengan perdarahan aktif yang masif, pertimbangkan pemasangan kateter intravena dua atau lebih ukuran minimal 18-G. Resusitasi cairan menggunakan larutan salin normal harus segera diberikan pada pasien dengan perdarahan masif. Cairan salin normal dipilih karena dapat segera menggantikan volume intravaskular yang hilang. Cairan diberikan dalam 30 menit pertama sebanyak 500 cc atau lebih untuk mempertahankan tekanan darah sambil mempersiapkan tranfusi bila diperlukan. Pemberian transfusi darah dipertimbangkan pada keadaan berikut ini: -



Kadar hemoglobin 100



>100



25



6



Haemoglobin (g litre-1) for men 12.0 – 13.0



1



10.0 – 12.0



3