14 0 378 KB
BAB I LAPORAN KASUS 1.
2.
Identitas Pasien Nama
: Tn. K
Umur
: 54 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Delik Wetan, Benjeng, Kab. Gresik
Pekerjaan
: Petani
Status
: Kawin
Agama
: Islam
Tanggal periksa
: 19 September 2019
Tanggal MRS
: 17 September 2019
NO RM
: 506199
Anamnesa a.
Keluhan utama
: Muntah darah
b.
Riwayat penyakit sekarang : Muntah darah dialami sejak tadi malam jam 9 sebelum masuk rumah sakit, muntah darah berwarna hitam seperti kopi dengan jumlah ± 1 gelas tiap muntah (200 cc) Pasien mengeluhkan mual-mual setiap malam hari, terus menerus. Dan badan terasa lemas
Nyeri pada ulu hati (+) kemudian muntah beberapa kali sebelum akhirnya muntah darah.
BAB berwarna hitam seperti petis sebanyak 2x sehari selama 2 hari dengan konsistensi lembek tidak ada lendir dengan jumlah ± 1 gelas c.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Diabetes Mellitus sejak 6 tahun yang lalu. OHO Glibenclamid Hipertensi (-)
1
d.
Riwayat Penyakit Keluarga
:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala yang dialami pasien. e.
Riwayat pengobatan : Sejak ± 2 tahun sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan untuk menghilangkan pegel linu.
3. Pemeriksaan Fisik
Gambar 1.1 pasien dengan pemasangan NGT Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 456
Vital Sign : Tekanan Darah
: 114/77 mmHg
Nadi
: 81 x/menit
Suhu
: 36 oC
Respiration Rate
: 20 x/menit
Kepala / leher Rambut
: normal
Mata
: isokor, anemis -/-, ikterus (-)
Telinga
: normal, sekret (-), darah (-)
Hidung
: normal, dypsneu (–)
2
Mulut
: normal, sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (–)
Leher
: pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-), deviasi trakea (–)
Thorax Paru : Inspeksi
: bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, retraksi -/-
Palpasi
: fremitus raba dan suara simetris.
Perkusi
: sonor kedua lapang paru.
Auskultasi
: suara nafas vesikuler +/+ Ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi Palpasi
: iktus kordis tidak terlihat. : iktus kordis teraba pada ICS V midclavicula sinistra
Perkusi
: batas jantung kanan PSL dextra, Batas jantung kiri PSL sinistra ICS V.
Auskultasi
: S1 S2 tunggal reguler, murmur -, gallop –
Abdomen : Inspeksi
: Soefle, scar –, tampak datar
Auskultasi
: Bising Usus (+) normal
Palpasi
: Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Nyeri Tekan
: 3
Nama Pemeriksaan
Hasil
HB
Nilai Normal
14,5
L: 13,0-17 g% P: 11,4-15,1 g%
Leukosit
-
Laju Endap Darah PCVEkstremitas : Superior Trombosit Inferior MCV
+
7,000
4.500-11.000
- -
-
L : 0-15
-
-
P : 0-20
37
L : 40-50 %
: akral hangat +/+ , oedem P-/-: 37-47 % 176.000 150.000-450.000 /µL : akral hangat +/+, oedem -/81,7 80-94
4. Pemeriksaan penunjang MCH 28,7 Laboratorium Tanggal 18 september 2019 MCHC 35,2 GDA
Non reaktif index 146 0.23 Faal Ginjal
26-32 32-36 Non reaktif index 1S/CO;
BUN
59,4
Borderline bila index 0.9 - 1 4,8-23 g/dL
Serum creatinine
1,99
0,7-1,2 mg/dL
Albumin Globulin
2,7 2.0
3,5-5,2 g/dL. 2,0-3.5 g/dL
Total Protein
7.0
6,7-8,6 g/dL
Fungsi Hati SGOT
40
0 – 50
SGPT
30
0 – 50
Natrium
137
135 – 145
Kalium
4,5
3,5- 5.5
Chloride
102
98 -108 Urin
pH
6.0
4.8 – 7.4
BJ urine
1.020
1000 – 1015
Leukosit
Negatif
Negatif
Nitrit Protein
Negatif 150 mg/dl ++
Negatif Negatif
Glukosa
100 mg/dl ++
Keton Urobilin Bilirubin
5 mg/dl + 1 mg/dl + Negatif
Negatif 4
Negatif Negatif Negatif
HBs Ag Anti HCV (stik)
Negatif
Negatif
Problem List TPL
Initial PPL
Assesement
Tn. K 54 tahun Anamnesa :
Planing Diagnosa : Hematemesis
Hematemesis Endoskopi, HbsAg
Hematemesis
Mual
gastritis
Nyeri pada ulu hati
erosiva
Melena
dd VE (SH)
melena
melena e.c
Inj. Ondancentron
linu.
2x1
Pemeriksaan fisik :
Inj. Vit k 3x1
Nyeri tekan epigastrium.
Syr sucralfat
Pemeriksaan lab :
Albumin 2,7
Riwayat penyakit dahulu Diabetes mellitus (+)
Inj.Asam
2x1
menghilangkan pegel
Serum Creatinin 1,99
1000ml/24jam
Inj. Pantoprazole
obat-obatan untuk
Inf. PZ
3x500mg
Konsumsi jamu dan
BUN 59,4
Planning Terapi :
Traneksamat
R pengobatan :
Planning
3x15ml Planning Monitoring TTV, DL, Keluhan � � DM tipe II
DM tipe II
Planning Diagnosa GDP
OHO Glibenclamid
GD 2 Jam PP
GDA 146
Planning Terapi Inj. Apidra 3x4 Unit Planning Monitoring GDA Pagi 5
RESUME : Pasien laki-laki berusia 54 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah darah sejak tadi malam jam 9 sebelum masuk RS, muntah darah hitam seperti kopi, dengan jumlah kurang lebih 1 gelas. Pasien juga mengeluhkan mual-mual setiap malam hari terus menerus yang disertai rasa sakit pada ulu hati kemudian muntah beberapa kali sebelum akhirnya muntah darah. Setelah muntah darah pasien menjadi lemas dan dibawa keluarga ke rumah sakit. Sebelum MRS pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam seperti petis sebanyak 2 kali sehari selama 2 hari dengan kosistensi lembek tidak ada lender dengan jumlah kurang lebih 1 gelas. Pasien sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan untuk pegal linu. Riwayat Diabetes Mellitus 6 tahun yang lalu, rutin konsumsi Obat Hipoglikemik Oral yaitu Glibenclamid. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 114/77 mmHg, Nadi : 85 x/menit Respiratory rate : 20 x/menit, Suhu : 36 ºC, konjungtiva anemis (-/-), pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan HB 14,5 yaitu dalam batas normal, GDA 146. Pada pemeriksaan faal ginjal BUN 59,4 dan Serum creatinine 1,99 mengalami peningakatan. Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan selang nasogastric (NGT, nasogastric tube). Tujuan pemasangan NGT yaitu untuk menentukan lokasi perdarahan, memperkirakan jumlah perdarahan
dan apakah
perdarahan telah berhenti. Dari anamnesa dan pemeriksaan yang dilakukan didapatkan keluhan pasien mengarah pada Hematemesis Melena dimana pada pasien ini mengeluh : muntah darah hitam seperti kopi, mual, nyeri pada ulu hati, BAB berwarna hitam, dan badan terasa lemas. Dan pasien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus sejak 6 tahun yang lalu dengan diagnosis DM tipe 2. Pada Hematemesis Melena planning diagnosa : Endoskopi, HbsAg. Planning terapi : Inf. PZ 1000ml/24jam, inj. Asam traneksamat 3x500mg, inj. Pantoprazole 2x1, inj. Ondancentron 2x1, inj. Vit K 3x1, Syr sucralfat 3x15ml. Planning monitoring : TTV, DL, Keluhan.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI a. NSAID Gastropathy Gastritis merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada lapisan mukosa lambung akibat adanya ketidak seimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung (pepsin dan HCl) dan faktor pelindung lambung (mukus dan bikarbonat). Penyebab ketidakseimbangan faktor pengiritasi dan pelindung lambung tersebut salah satunya diakibatkan karena penggunaan obat-obatan golongan NSAID (Non-steroidal Anti Inflammatory Drugs) dalam jangka waktu 7
yang panjang. Obat-obatan yang masuk dalam golongan NSAID diantaranya adalah Ibuprofen, Aspirin, Meloxicam, Na-diclofenac, dan sebagainya, yang biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri.1 Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat diartikan secara harfiah sebagai golongan obat-obatan anti inflamasi yang tidak termasuk golongan steroid. Obat-obat jenis ini memiliki beragam jenis sediaan dan formulasi kimia dan secara khusus memiliki suatu kesamaan satu sama lain yaitu efek samping dan efek terapinya berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX). NSAID telah secara luas digunakan pada dunia medis lewat kemampuannya secara efektif mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. NSAID memiliki efek analgesik pada nyeri yang berasal dari integument bukan yang berasal dari viscera, seperti sakit kepala, myalgia dan abralgia. Penggunaan nsaid sebagai analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah hilang, pemberiannya harus dihentikan.1 b. Hematemesis Melena Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan seperti butiran kopi. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau busuk dan perdarahannya sejumlah 50-100ml atau lebih. Hematemesis dan atau Melena ini menunjukkan perdarahan ‘saluran cerna bagian atas’ (SCBA) yang merupakan kehilangan darah dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus sampai dengan duodenum di daerah ligamentum Treitz2 2.2 EPIDIMIOLOGI Hampir 10 persen penduduk dunia menderita Gastritis. Berdasarkan penelitian World Health Organization, insiden gastritis di dunia mengalami peningkatan mencapai sekitar 1,8-2,1 juta jiwa per tahun. Di Indonesia pada tahun 2009 tercatat 30.154 penderita gastritis yang menjalani rawat inap di rumah sakit, yang terdiri dari 12.378 orang laki-laki dan 17.396 orang perempuan. 2 8
Gastritis merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada lapisan mukosa lambung akibat adanya ketidak seimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung (pepsin dan HCl) dan faktor pelindung lambung (mukus dan bikarbonat). Penyebab ketidakseimbangan faktor pengiritasi dan pelindung lambung tersebut salah satunya diakibatkan karena penggunaan obat-obatan golongan NSAID (Non-steroidal Anti Inflammatory Drugs) dalam jangka waktu yang panjang. Obat-obatan yang masuk dalam golongan NSAID diantaranya adalah Ibuprofen, Aspirin, Meloxicam, Na-diclofenac, dan sebagainya, yang biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri1 Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan pada 4.154 pasien yang menjalani endoskopi selama tahun 2001-2005 di Pusat Endoskopi Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Jakarta, sebanyak 807 (20,15%) orang mengalami perdarahan SCBA. Studi ini juga menunjukkan penyebab tersering dari perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus (280 kasus 33,4%) diikuti dengan perdarahan ulkus peptikum (225 kasus 26,9%), dan gastritis erosif (219 kasus 26,2%) 2. Menurut faktor risiko perdarahan SCBA yaitu: 1. Usia Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia > 60 tahun. 2. Jenis kelamin Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA berjenis kelamin laki-laki. 3. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen, diklofenak, meloxicam, naproxen, indomethacin, ketoprofen, piroxicam dan ketorolac. 4. Penggunaan obat-obatan antiplatelet Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg perhari) dapat menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua lipat. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada lambung. Obat antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna. 9
5. Merokok Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuhan
ulkus,
memicu
kekambuhan
dan
meningkatkan
risiko
komplikasi. 6. Alkohol Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa. 7. Riwayat gastritis Riwayat gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada kelompok ini diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanyan gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa dan proses penyembuhan. 8. Diabetes Mellitus (DM) Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit komoroid yang sering ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang disebabkan oleh DM. 9. Infeksi bakteri Helicobacter pylori H. pylori merupakan bakteri gram negative berbentuk spiral yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi H. Pylori 40 tahun)
18
2. BUN, kreatinin serum pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat. 3. Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfusi, atau kumbah lambung 8 4. Pemeriksaan lainnya : a) Endoskopi
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.7 Lokasi dan sumber perdarahan 1) Esofagus :Varises, erosi, ulkus, tumor 2) Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, varises, gastropati kongestif 3) Duodenum :Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain untuk menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. 2.7 Penatalaksanaan Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah terjadinya perdarahan ulang. Konsensus Nasional PGI – PEGI – PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap lini pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkah – 19
langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik. 2. Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik. 3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan. 4. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah. 5. Menegakkan diangosis pasti penyebab perdarahan. 6. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan dan mencegah terjadinya perdarahan ulang. Dengan adanya penegakan diagnosis penyebab perdarahan sangat menentukan langkah terapi yang akan diambil pada tahap selanjutnya.3 1. Terapi Non-Endoskopis a.
Pemasangan NGT Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Pemasangan pipa nasogastrik ini dilakukan pada perdarahan yang diduga masih berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik. NGT bertujuan untuk mencegah distensi lambung, aspirasi, dekompresi dan menilai perdarahan9
b.
Pemberian vitamin K Pemberian vitamin K dapat dipertimbangkan karena berguna untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu protombin, faktor VII, faktor IX dan faktor X yang berlangsung di hati
c.
Vasopressin Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopresin murni) dan preparat pituitary gland (vasopressin dan oxytocin). 20
Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit
kemudian
secara
titrasi
dinaikkan
sampai
maksimal
400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.9 d. Somatostatin dan analognya (octreotid) Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di klinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti. e.
Obat-obatan golongan antisekresi asam Obat-obatan golongan antisekresi asam yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik kurang bermanfaat.
21
f.
Balon tamponade Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai 3 pipa serta 2 balon masingmasing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan observasi yang ketat.3
2. Terapi Endoskopis Tujuan terapi endoskopi adalah untuk menghentikan perdarahan aktif dan mencegah perdarahan ulang. Beberapa teknik, termasuk injeksi, ablasi dan mekanik telah dikembangkan. Pemilihan tindakan dapat disesuaikan dengan penampakan fokus erdarahan dan risiko terkait untuk kejadian perdarahan persisten dan rekuren. Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak8. Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan.
Keberhasilan
terapi endoskopi dalam
menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%.2 Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila ligasi endoskopi sulit dilakukan karena perdarahan 22
yang massif, terus berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran dibuat sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada perdarahan varises lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises lambung kurang baik.4 2.8
Komplikasi Komplikaso yang bisa terjadi pada perdarahan saluran cerna adalah timbulnya anemia, pneumonia aspirasi, koma hepatikum, syok hipovolemik yang dapat diikuti dengan gagal ginjal akut. Bila berlangsung terus-menerus, hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan kematian8.
2.9
Prognosis Skala prognostik dapat ditentukan berdasarkan gejala klinis, hasil laboratorium dan hasil endoskopi untuk membedakan pasien dengan risiko rendah dengan pasien yang memiliki risiko perdarahan berulang. Banyak faktror yang mempengaruhi prognosis penderita dan lain lain. Faktor risiko terjadinya perdarahan berulang pada perdarahan saluran cerna bagian atas non-variceal10
BAB III KESIMPULAN 23
Gastritis merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada lapisan mukosa lambung akibat adanya ketidak seimbangan antara faktor penyebab iritasi lambung (pepsin dan HCl) dan faktor pelindung lambung (mukus dan bikarbonat). Penyebab ketidakseimbangan faktor pengiritasi dan pelindung lambung tersebut salah satunya diakibatkan karena penggunaan obat-obatan golongan NSAID (Non-steroidal Anti Inflammatory Drugs) dalam jangka waktu yang panjang. Obat-obatan yang masuk dalam golongan NSAID diantaranya adalah Ibuprofen, Aspirin, Meloxicam, Nadiclofenac, dan sebagainya, yang biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri. NSAID memiliki efek samping yang menyebabkan Gastritis, terutama jika tidak dikonsumsi secara tepat. Sehingga menyebabkan pasien mengalami muntah darah ataupun berak darah. Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan seperti butiran kopi. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau busuk dan perdarahannya sejumlah 50-100ml atau lebih. Hematemesis dan atau Melena ini menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang merupakan kehilangan darah dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus sampai dengan duodenum di daerah ligamentum Treitz. Faktor risiko perdarahan SCBA yaitu : 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) 4. Penggunaan obat-obatan antiplatelet 5. Merokok 6. Alkohol 7. Riwayat gastritis 8. Diabetes Mellitus (DM) 9. Infeksi bakteri Helicobacter pylori 10. Chorinic kidney disease (CKD) 11. Hipertensi 12. Chronic heart failure (CHF) 24
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Manifestasi klinis pasien dapat berupa : a.
Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
b.
Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya. Salah
satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan
adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Pemasangan pipa nasogastrik ini dilakukan pada perdarahan yang diduga masih berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik. NGT bertujuan untuk mencegah distensi lambung, aspirasi, dekompresi dan menilai perdarahan. Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasienpasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Amrulloh, F. M., Utami, N., 2016. Hubungan Konsumsi OAINS Terhadap Gastritis Majority. Volume 2, Nomor 5. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2. Longo, D. L., et al. 2012. Chapter 47 Gastrointestinal Bleeding on Harrosom’s Manual of medicine 1th Edition. New York: MCGraw Hill; 261264 3. Simandibrata, M,. et al. 2012. Konsensus nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroentrologi 4. Djojoningrat, D. 2011. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Hematemesis Melena). Dalam: Rani, A. A. Buku Ajar Gastroenterologi Edisi I. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 33-44 5. Bunnet, N. W., S. 2017. Penyakit Gastrointestinal. Dalam Ganong, W.F. Patofisologi Penyakit Edisi 5. Jakarta: EGC; 397-401 6. Tripath, D., el al. 2015. UK guidelines on the management of the variceal haemorrhage in cirrhotic patients. UK: BMJ Publishing Group; 1-25 7. Drini, M., 2017. Peptic ulcer disease and non-steroidal anti-inflammatory drugs. Australian Prescriber; 40(3): 91-93 8. Turner, J. R., 2010. The Gastrointestinal Tract dalam Robbins and Cotran Pathologis Basis of Disease 8th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders Inc: 763-770 9. Adi, P. 2014. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam Sudoyo, A. W. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 1873-1880 10. Alwi, I., Salim, S. 2017. Panduan Praktis Klinis: Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 297-401 11. Wilkins, T., Khan, N., et al. 2012. Diagnosis and Management of Upper Gastrointestonal Bleeding. Georgia: Georgia Health Sciences University; 855; 469-476 12. Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.335-7.
26
13. Scheiman
JM.
Nonsteroidal
antiinflamatory
drug
(NSAID)-induced
gastropathy. In: Kim, Karen (editor). Acute gastrointestinal bleeding; diagnosis and treatment. New Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93
27