14 0 819 KB
Laporan Kasus
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)
Oleh: Stefanie Angeline
04084821719171
Frischa Trirosalia
04084821719172
Pembimbing: dr. Ernie, Sp.KFR
DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus berjudul:
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)
Oleh: Stefanie Angeline
04084821719171
Frischa Trirosalia
04084821719172
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 27 April s.d. 12 Mei 2017.
Palembang, Mei 2017 Pembimbing,
dr. Ernie, Sp.KFR
KATA PENGANTAR Segala puji penyusun haturkan kepada Tuhan YME yang selalu memberikan rahmat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus berjudul “Hernia Nucleus Pulposus (HNP)” ini tepat sesuai dengan jadwal yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan laporan kasus ini, terutama kepada dr. Ernie, Sp KFR sebagai pembimbing penulisan laporan kasus ini. Dengan penulisan laporan kasus ini, penulis berharap semua pihak yang membaca dapat lebih memahami Hernia Nucleus Pulposus (HNP) sehingga dapat bermanfaat bagi calon dokter umum khususnya serta bagi kesehatan masyarakat secara umum.
Palembang, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................. 1 HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... 2 KATA PENGANTAR ............................................................................................... 3 DAFTAR ISI ............................................................................................................. 4 BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 5 BAB II STATUS PASIEN ........................................................................................ 6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 17 BAB IV ANALISIS MASALAH .............................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 33
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Insiden NPB di Amerika Serikat adalah sekitar 5% pada orang dewasa. Kurang lebih 60%-80% individu setidaknya pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37%. Insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita, dan menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita. Sebagian besar (75%) penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% di antaranya perlu dirawat inap untuk evaluasi lebih lanjut. Nyeri punggung bawah (NPB) pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit spesifik. Penyebab NPB antara lain kelainan muskuloskeletal, system saraf, vaskuler, viseral, dan psikogenik. Salah satu penyebab yang memerlukan tindak lanjut (baik diagnostik maupun terapi spesifik) adalah hernia nukleus pulposus (HNP). Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang belakang kita. Saraf terjepit lainnya di sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari diskus melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
BAB II STATUS PASIEN I.
II.
IDENTIFIKASI a.
Nama
: Ny. MW
b.
Umur
: 55 tahun
c.
Jenis Kelamin
: Perempuan
d.
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
e.
Alamat
: Palembang
f.
Agama
: Islam
g.
Kunjungan
: 12 April 2017
h.
No. MedRec
: 510956
ANAMNESIS a.
Keluhan Utama Nyeri pinggang bawah kanan menjalar ke ekstrimitas bawah.
b.
Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri pinggang bawah sejak 4 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan tajam dan terlokalisir di pinggang bawah, nyeri juga tidak mengganggu aktivitas pasien. Namun nyeri dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu SMRS, berupa nyeri tajam terus menerus sepanjang hari, siang dan malam. Nyeri juga menjalar ke paha kanan bagian belakang, tungkai bawah dan jari-jari kaki kanan. Pasien juga mengeluhkan bahwa nyeri dalam 1 minggu terakhir telah mengganggu aktivitas. Nyeri bertambah berat ketika pasien melakukan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau sebaliknya, saat batuk, mengejan, dan bersin. Nyeri dirasakan mereda dengan berbaring disertai posisi kaki yang ditekuk. Pasien juga merasa kebas di bagian lateral tungkai bawah kanan hingga jari-jari kaki kanan. Kebas dialami 2 hari yang lalu. Pasien tidak mengalami keluhan dalam buang air kecil maupun besar.
c.
Riwayat Penyakit/Operasi Dahulu - Riwayat nyeri pinggang bawah : (+) sejak tahun 2010
d.
- Riwayat trauma
: (-)
- Riwayat batuk lama (TB)
: disangkal
- Riwayat hipertensi
: (+)
- Riwayat kolesterol
: (+)
- Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
- Riwayat penyakit jantung
: disangkal
- Riwayat operasi
: (-)
Riwayat Penyakit pada Keluarga - Riwayat penyakit sama
: tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
e.
- Riwayat batuk lama (TB)
: disangkal
- Riwayat hipertensi
: disangkal
- Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
- Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat Pekerjaan Sebagai ibu rumah tangga, pasien setiap hari melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci, menggosok, menyapu, dan mengepel dengan posisi yang kurang nyaman seperti sering berjongkok dalam waktu yang lama serta posisi duduk membungkuk dalam waktu yang lama
f.
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal di rumah bersama kedua anaknya berusia 20 dan 15 tahun. Suami pasien bekerja diluar kota dan jarang pulang. Pasien tidak memiliki pembantu rumah tangga sehingga seluruh pekerjaan rumah tangga dikerjakannya sendiri. Kesan: Sosial ekonomi menengah ke bawah
III. PEMERIKSAAN FISIK a.
Pemeriksaan Umum Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: E4V5M6 (GCS 15)
Tinggi Badan/ Berat Badan
: 152cm/46kg BMI:19.9
Cara berjalan/Gait - Antalgik gait
: ada
- Hemiparesegait
: tidak ada
- Steppage gait
: tidak ada
- Parkinson gait
: tidak ada
- Tredelenburg gait
: tidak ada
- Waddle gait
: tidak ada
- Lain-lain
: tidak ada
Bahasa/ bicara Komunikasi verbal
: normal
Komunikasi non verbal
: normal
Tanda vital Tekanan Darah
: 140/100 mm/Hg
Nadi
: 84x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan
: 18x/menit
Suhu
: 36,3oC
Kulit
: normal
Status Psikis Sikap
: kooperatif
Orientasi
: normal
Ekspresi wajah
: datar
Perhatian
: normal
b.
Saraf-saraf Otak Nervus
Kanan
Kiri
I.
N. Olfaktorius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
II.
N. Opticus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
III.
N. Occulomotorius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
IV.
N. Trochlearis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
V.
N. Trigeminus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VI.
N. Abducens
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VII. N. Fasialis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VIII. N. Vestibulocochlearis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
IX.
N. Glossopharyngeus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
X.
N. Vagus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
XI.
N. Accesorius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
XII. N. Hypoglossus
c.
Kepala Bentuk
: normal
Ukuran
: normo cephali
Posisi - Mata
: normal
- Hidung
: normal, simetris
- Telinga
: normal, simetris
- Mulut
: simetris
- Wajah
: simetris
gerakan abnormal : tidak ada
d.
Leher Inspeksi
: statis, simetris, struma (-), trakea di tengah
Palpasi
: tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-), tumor (-), JVP 5-2cmH2O
Luas Gerak Sendi Ante /retrofleksi(n 65/50)
:65/50
Laterofleksi (D/S)(n 40/40)
:40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45)
: 45/45
Tes Provokasi
e.
Lhermitte test/ Spurling
:tidak dilakukan Test Valsava: tidak dilakukan
Distraksi test
: tidak dilakukan Test Nafziger: tidak dilakukan
Thorax Bentuk
: simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks
: Eks. & Ins. Maksimum (tidak dilakukan)
Paru-paru - Inspeksi
: statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi
: stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
- Perkusi
: sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi
: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung - Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi
: iktus kordis tidak teraba
- Perkusi
: batas-batas jantung normal
- Auskultasi
: BJ I & II (+) normal, HR 84x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
f.
Abdomen - Inspeksi
: datar
- Palpasi
: lemas, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
- Perkusi
: timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
g.
Trunkus Inspeksi - Simetris
: simetris
- Deformitas
: tidak ada
- Lordosis
: tidak ada
- Scoliosis
: tidak ada
- Gibbus
: tidak ada
- Hairy spot
: tidak ada
- Pelvic tilt
: tidak ada
Palpasi - Spasme otot-otot para vertebrae: tidak ada
- Nyeri tekan (lokasi)
: (+) Punggung bawah L5-S1
Luas gerak sendi lumbosakral - Ante/retro fleksi (95/35)
: 95/35
- Laterofleksi (D/S) (40/40)
: 40/40
- Rotasi (D/S) (35/35)
: 35/35
Test provokasi
:
- Valsava test
: -/+
- Test Thomas
: tidak dilakukan
- Tes Laseque
: -/+
- Test Ober’s
: tidak dilakukan
- Baragard dan Sicard
: -/+
- Nachalasknee
flexion
- Niffziger test
: -/+
dilakukan
- Test SLR
: -/+
- Yeoman’s
- Test: O’Connell
: tidak
dilakukan - FNST dilakukan
tidak
tidak
dilakukan :
tidak
dilakukan - Mc. Bridge toe to mouth sitting test:
- Test Patrick
: -/-
- Test Kontra Patrick
: -/-
- Tes gaernslen
: tidak
dilakukan
hyprextension:
- Mc.Bride sitting test : tidak
test:
tidak dilakukan - Test schober
: tidak dilakukan
h.
Anggota Gerak Atas Inspeksi
kanan
kiri
- Deformitas
:
tidak ada
tidak ada
- Edema
:
tidak ada
tidak ada
- Tremor
:
tidak ada
tidak ada
- Nodus herbenden
:
tidak ada
tidak ada
Palpasi
:-
Neurologi Motorik Gerakan Kekuatan Abduksi lengan Fleksi siku Ekstensi siku Ekstensi wrist Fleksi jari-jari tangan Abduksi jari tangan Tonus Tropi Refleks Fisiologis Refleks tendon biseps Refleks tendon triseps Refleks Patologis Hoffman Tromner Sensorik Protopatik Proprioseptik Vegetatif
Dextra
Sinistra
Luas
Luas
5 5 5 5 5 5 Eutoni Eutropi
5 5 5 5 5 5 Eutoni Eutropi
Normal Normal
Normal Normal
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Normal Normal Tidak ada kelainan
Penilaian fungsi tangan
Kanan
Kiri
Anatomical
normal
normal
Grips
normal
normal
Spread
normal
normal
Palmar abduct
normal
normal
Pinch
normal
normal
Lumbrical
normal
normal
Luas Gerak Sendi
Aktif
Aktif
Pasif
Pasif
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Abduksi Bahu
0-180
0-180
0-180
0-180
Adduksi Bahu
180-0
180-0
180-0
180-0
Fleksi bahu
0-180
0-180
0-180
0-180
Extensi bahu
0-60
0-60
0-60
0-60
Endorotasi bahu (f0)
90-0
90-0
90-0
90-0
Eksorotasi bahu (f0)
0-90
0-90
0-90
0-90
Endorotasi bahu (f90)
90-0
90-0
90-0
90-0
Eksorotasi bahu (f90)
0-90
0-90
0-90
0-90
Fleksi siku
0-150
0-150
0-150
0-150
Ekstensi siku
150-0
150-0
150-0
150-0
Ekstensi pergelangan tangan
0-70
0-70
0-70
0-70
Fleksi pergelangan tangan
0-80
0-80
0-80
0-80
Supinasi
0-90
0-90
0-90
0-90
Pronasi
0-90
0-90
0-90
0-90
Fleksi jari-jari tangan
0-90
0-90
0-90
0-90
Test Provokasi
i.
kanan
kiri
- Yergason test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Apley scratch test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Moseley test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Adson maneuver
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Tinel test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Phalen test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Prayer test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Finkelstein
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Promet test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
kanan
kiri
Anggota Gerak Bawah Inspeksi - Deformitas
:
tidak ada
tidak ada
- Edema
:
tidak ada
tidak ada
- Tremor
:
tidak ada
tidak ada
Palpasi - Nyeri tekan (lokasi)
:
- Diskrepansi
:
nyeri tekan pada L5-S1 dan para vertebra kanan tidak ada
tidak ada
Neurologi Motorik
Kanan
Kiri
Luas
Luas
Fleksi paha
5
5
Ekstensi paha
5
5
Ekstensi lutut
5
5
Fleksi lutut
5
5
Dorsofleksi pergelangan kaki
5
5
Gerakan Kekuatan
Kanan
Kiri
Dorsofleksi ibu jari kaki
5
5
Plantar fleksi pergelangan kaki
5
5
Tonus
Eutoni
Eutoni
Tropi
Eutropi
Eutropi
Refleks tendo patella
Normal
Normal
Refleks tendo Achilles
Normal
Normal
Babinsky
Tidak ada
Tidak ada
Chaddock
Tidak ada
Tidak ada
Motorik
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Sensorik Protopatik
Normal
Proprioseptik
Normal Tidak ada Kelainan
Vegetatif
Luas Gerak Sendi Aktif Dextra 0-23
Aktif Sinistra 0-45
Pasif Dextra 0-23
Pasif Sinistra 0-45
Ekstensi paha
0-30
0-30
0-30
0-30
Endorotasi paha
0-35
0-35
0-35
0-35
Adduksi paha
0-15
0-15
0-15
0-15
Abduksi paha
0-45
0-45
0-45
0-45
Fleksi lutut
0-100
0-110
0-100
0-110
Ekstensi lutut
0-100
0-120
0-100
0-120
Dorsofleksi pergelangan kaki
0-20
0-20
0-20
0-20
Plantar fleksi pergelangan kaki
0-50
0-50
0-50
0-50
Inversi kaki
0-35
0-35
0-35
0-35
Eversi kaki
0-20
0-20
0-20
0-20
Luas Gerak Sendi Fleksi paha
Tes Provokasi Sendi Lutut
kanan
kiri
Stes test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Drawer’s test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Test tunel pada sendi lutut
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Test homan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Test lain-lain
tidak dilakukan
tidak dilakukan
IV. Pemeriksaan Penunjang
V.
A.
Radiologis
: rencana dilakukan
B.
Laboratorium
: tidak dilakukan
C.
Lain-lain CT-Scan/ MRI
: tidak dilakukan
RESUME Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang bawah kanan menjalar ke ekstrimitas
bawah. Hal ini sudah dialami sejak 4 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan tajam dan terlokalisir di pinggang bawah, nyeri juga tidak mengganggu aktivitas pasien. Namun nyeri dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu SMRS, berupa nyeri tajam terus menerus sepanjang hari, siang dan malam. Nyeri juga menjalar ke paha kanan bagian belakang, tungkai bawah dan jari-jari kaki kanan. Pasien juga mengeluhkan bahwa nyeri dalam 1 minggu terakhir telah mengganggu aktivitas. Nyeri bertambah berat ketika pasien melakukan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau sebaliknya, saat batuk, mengejan, dan bersin. Nyeri dirasakan mereda dengan berbaring disertai posisi kaki yang ditekuk. Pasien juga merasa kebas di bagian lateral tungkai bawah kanan hingga jari-jari kaki kanan. Kebas dialami 2 hari yang lalu. Pasien tidak mengalami keluhan dalam buang air kecil maupun besar. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, setiap hari melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci, menggosok, menyapu, dan mengepel dengan posisi yang kurang nyaman seperti sering berjongkok dalam waktu yang lama serta posisi duduk membungkuk dalam waktu yang lama. Riwayat nyeri pinggang bawah (+) sejak tahun 2010. Riwayat trauma (-). Riwayat batuk lama (TB) disangkal. Riwayat hipertensi (+). Riwayat kolesterol (+). Pemeriksaan fisik: Valsava test (-/+), Tes Laseque (-/+), Baragard dan Sicard (/+), Niffziger test (-/+), Test SLR (-/+), Patrick (-/-), Kontra Patrick (-/-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada test provokasi ditemukan positif pada valsava test dextra, laseque test dextra, Baragard dan Sicard test dextra, Niffziger test dextra, SLR test dextra, dan negatif pada test patrick dan kontra patrick. Terdapat nyeri tekan pada L5-S1 dan pada vertebra kanan. Terdapat keterbatasan ROM pada fleksi paha, fleksi lutut, dan ekstensi lutut karena nyeri. Pemeriksaan penunjang berupa MRI pada lumbosacral rencana dilakukan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis Low Back Pain et causa suspek Hernia Nucleus Pulposus.
VI. EVALUASI No 1
2
Level ICF
Kondisi saat ini
Sasaran
Struktur dan Nyeri punggung bawah bagian
Mengurangi rasa nyeri
fungsi tubuh kanan
punggung bawah bagian kanan
Aktivitas
Nyeri bertambah parah ketika
Mengembalikan kemampuan
berdiri, berjalan jauh, dan
pasien untuk dapat beraktivitas
duduk lama.
secara normal sehari-hari.
Saat sholat, gerakan sholat tidak sempurna. 3
Partisipasi
Pekerjaan ibu rumah tangga
Mengembalikan kemandirian
seperti mencuci, mengepel,
dan partisipasi aktif pasien
dan belanja ke pasar tidak bisa
dalam lingkungan sosialnya.
dilakukan lagi melainkan harus dengan bantuan orang lain. Catatan: ICF International Clasification of Function (WHO 2002)
VII. DIAGNOSIS KLINIS Diagnosis: Low Back Pain et causa suspek Hernia Nucleus Pulposus
VIII. PROGRAM REHABILITASI MEDIK Fisioterapi Terapi Panas -
:
Short Wave Diathermia (SWD) lumbosacral dekstra
Terapi Dingin
: tidak dilakukan
Stimulasi Listrik
:
-
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) lumbosacral dekstra
Terapi Latihan -
:
Traksi Lumbal
Okupasi Terapi ROM Exercise ADL Exercise
: Tidak ada : Tidak ada
Ortotik Prostetik Ortotic Prostetik Alat bantu ambulansi
: Tidak ada : Korset Lumbal : Tidak ada
Terapi Wicara Afasia Disartria Disfagia
: Tidak Dilakukan : Tidak Dilakukan : Tidak Dilakukan
Social Medik
: Memberikan support mental dan memberikan terapi latihan pada lumbosacral pasien.
Edukasi
:
-
Edukasi pasien posisi ergonomis dalam melakukan pekerjaan rumah
-
Edukasi pasien untuk menghindari membungkukkan badan terlalu sering dan mengangkat barang-barang berat.
-
Segera beristirahat jika merasakan nyeri saat berdiri/berjalan jauh
-
Menggunakan ortose untuk membatasi gerakan
-
Edukasi keluarga untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari guna mencegah pasien melakukan aktivitas yang terlalu berat.
IX. TERAPI MEDIKA MENTOSA - Analgesik: Pengobatan NSAID : aspirin, ibuprofen, naprosyn, ketoprofen. R/Kalium diclofenac mg 50 S2dd pc prn - Vitamin B1 B6 B12 tab 1x1
X.
PROGNOSA - Medik
: Bonam
- Fungsional
: Bonam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1
Definisi Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain: Hernia Diskus Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya.
Gambar 2.1 Hernia Nucleus Pulposus
3.2
Etiologi Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013)
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012).
3.3
Patofisiologi Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersamasama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).
3.4
Tanda dan gejala Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014).
3.5
Anatomi Fungsional Sendi Tulang Belakang
3.5.1. Sistem Tulang Vertebra Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Vertebra dikelompokkan dan dinilai sesuai dengan daerah yang ditempatinya, tujuh vertebra cervikalis, dua belas vertebra thoracalis, lima vertebra lumbalis, lima vertebra sacralis, dan empat vertebra koksigeus (Pearce, 2009). Susunan tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus, foramen vertebrale, foramen intervertebrale, processus articularis superior dan inferior, processus transfersus, spina, dan discus intervertebralis.
Gambar 2.2 Vertebra
3.5.1.1.Korpus Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan bawah (Gibson, 2003). Dari kelima kelompok vertebra, columna vertebra lumbalis merupakan columna yang paling besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di vertebra lumbalis (Bontrager dan Lampignano, 2014).
3.5.1.2.Arcus Menurut Gibson (2003) Arcus vertebra terdiri dari: a. Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang berjalan kea rah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen intervertebrale. b. Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan. 3.5.1.3.Foramen vertebrale Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan, pediculus di bagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang. 3.5.1.4.Foramen intervertebrale Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai. 3.5.1.5. Processus Articularis Superior dan Inferior Membentuk persendian dengan processus yang sama padavertebra di atas dan di bawahnya. 3.5.1.6.Processus Transversus Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.
Gambar 2.3 Vertebra Lumbal
3.5.1.7.Discus Intervertebralis Merupakan cakram yang melekat pada permukaan korpus dua vertebrae yang berdekatan, terdiri dari annulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam annulus fibrosus.
Gambar 2.4 Discus Intervertebralis
3.5.2. Ligamen Vertebrae Banyak studi mengenai spinal ligament menetapkan bermacam tingkat support pada spine. Termasuk interspinous ligament, ligamentum flavum, anterior dan posterior longitudinal ligament, capsular ligament, dan lateral ligament. 1. Interspinous ligament Merupakan ligament tambahan yang tidak begitu penting pada sebuah tulang melalui spinous process,penggunaannya pada saat gerakan significant flexion melawan gaya pada spine. Perlu diperhatikan bahwa interspinous ligament tidak terdapat pada L5/S1 dan terdapat sedikit pada L4-L5.
2. Ligamentum Flavum Merupakan ligament yang kompleks dan kuat, namun kurang resistance untuk gerakan flexion karena lebih menahan gerakan kearah ventral.
3. Anterior Longitudinal Ligament Merupakan ligament yang relative kuat melekat pada tepi vertebral body (dan tidak begitu melekat pada annulus fibrosus) pada setiap segmental dari spine.ligament ini berfungsi untuk menahan gerakan kearah ekstensi.
4. Posterior Longitudinal Ligament Ligament ini tidak sekuat anterior longitudinal ligament. Ligament ini sebagian besar dempet dengan diskus (annulus fibrosus)
5. Capsular ligament Merupakan ligament yang berperan penting untuk kestabilan vertebra. Tidak begitu banyak gerakan, namun relative kuat.
Gambar 2.5 ligament vertebra 3.5.3. Sistem Otot Menurut Moore dan Agur (2013) otot penggerak batang tubuh secara langsung atau pun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otototot tersebut adalah m. erector spinae, m. psoas, m. rectus abdominis.
M. Erector Spinae Origo: berasal melalui tendo yang lebar dari bagian dorsal crista iliaca, permukaan dorsal sacrum dan processus spinosus vertebrae lumbalis kaudal, dan ligament supraspinale. Insertion: M. iliocostalis: lumborum, thoracis, dan cervicis; serabut melintas kranial ke angulus costae kaudal dan proc. transversus
vertebrae cervicalis. M. longissimus: thoracis, cervicis dan capitis; serabut melintas kranial ke costae antara tuberculum costae dan angulus costae, ke proc. Spinosus di daerah thorakal dan cervical, dan proc. Mastoideus ossis temporalis. M. spinalis: thoracis, cervicis dan capitis: serabut melintas kranial ke proc. Spinosus di daerah torakal kranial dan cranium. Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi columna vertebralis dan kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mangatur gerakan dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap; bekerja unilateral: laterofleksi columna vertebralis.
M. Psoas Major Origo: Proc. Tansversus vertebrae lumbalis; sisi corpus vertebrae T12-L5 dan discus intervertebralis. Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor femur. Fungsi: Kontraksi bagian kranial bersama m. illiacus mengadakan fleksi paha; kontraksi bagian kaudal megadakan laterofleksi columna vertebralis; berguna untuk mengatur keseimbangan batang tubuh seaktu duduk; kontraksi bagian kaudal bersama m. illiacus mengadakan fleksi batang tubuh.
M. Rectus Abdominis Origo: Symphysis pubica dan crista pubica Insertion: Proc. Xiphoideus dan cartilagines costales V-VII Fungsi: fleksi batang tubuh dan menekan visera abdomen.
Gambar 2.6 Lapisan dalam otot-otot punggung
Gambar 2.7 Lapisan dalam otot-otot abdomen
3.5.4. Sistem Saraf Sistem Saraf Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla spinalis. Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan permukaan ventral medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar ventral (radix anterior) dan akar dorsal (radix posterior). Dalam radix posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit, jaringan subkutan dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari serabut eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah sebagai berikut: 8 pasang nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5 pasang nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus coccygeus.
Gambar 2.8 Plexus Lumbosacralis
3.5.5. Biomekanik Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan arthrokinematik. Gerak osteokinematik merupakan gerakan yang berhubungan dengan Lingkup Gerak Sendi. Pada lumbal spine melibatkan gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi. Sedangkan gerak arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau glide terjadi pada permukaan persendian. 1. Osteokinematik Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada sagital plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri terjadi pada transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65°-85° , gerakan ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25°-40°, dan untuk gerakan lateral fleksi 25° , sedangkan gerakan rotasi dengan sudut normal yang dibentuk adalah 45° (Reese dan bandy, 2010). 2. Arthrokinematik Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus intervertebralis tertekan pada bagian anterior dan menggelembung pada bagian posterior dan terjadi berlawanan pada gerakan ekstensi. Pada saat lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan discus intervertebralis tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara bersamaan discus intervertebralis sisi kanan menjadi menegang. Pada level lumbal spine, jaringan collagen pada setengah dari lamina mengarah pada arah yang berlawanan (kira-kira 120°) dari jaringan setengah lainnya. Setengah jaringan itu lebih mengarah ke kanan akan membatasi rotasi kekiri. Pada biomekanik, spine mempertimbangkan kinematic chain. Ini menggambarkan model pola deskripsi sederhana dari gerak. Misalnya pada gerakan fleksi normal dari lumbal spine superior vertebra akan bergerak pada vertebra dibawahnya.L1 akan bergerak pertama pada L2, L2 selanjutnya akan bergerak pada L3, dan L3 selanjutnya akan bergerak pada L4, begitu seterusnya. Pada keadaan ini, gerakan arthrokinematik mellibatkan gerakan dari inferior facet dari vertebra pada superior facet dari caudal vertebra. Superior vertebra slide ke anterior dan superior pada caudal vertebra. Hingga facet joint terbuka pada fleksi dan tertutup pada ekstensi (Schenck, 2005)
Gambar 2.9 Diskus Intervertebralis pada Saat Fleksi dan Ekstensi
3.6
Diagnosa Banding
3.6.1. Spondylolisthesis Spondylolisthesis adalah kondisi dari spine dimana salah satu dari vertebra tergelinci kedepan dari satu vertebra pada lainnya dirujuk sebagai anterolisthesis dan tergelincir kebelakan dirujuk sebagai retrolisthesis.kejadian yang paling sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar. 3.6.2. Spondylosis
Pada spondylosis terjadi degenerasi dari discus intervertebralis dimana tulang dan ligament ditulang penipisan akibat pemakaian terus menerus , sehingga menyebabkan penyempitan ruang diskus dan timbulnya osteofit, pada umunya bersifat degeneratif atau timbul akibat mikrotrauma yang terus menerus (Setyanegara dkk, 2014) 3.6.3. Neoplasma Neoplasma adalah massa jaringan abnormal akibat neoplasi, yaitu proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh yang abnormal, yang tumbuh aktif dengan system otonom (tidak terkendali). Jaringan yang mengalami neoplasi tersusun oleh sel-sel yang berasal dari jaringan tubuh itu sendiri (Uripi, 2005).
3.7
Deskripsi Problematika Fisioterapi Untuk mengetahui masalah yang timbul pada Hernia nucleus pulposus (HNP) maka tentang gambaran klinis dapat dijadikan dasar dalam penjelasan masalah ini.
Impairment Suatu keluhan yang berkaitan dengan kondisi tersebut, impairment yang dijumpai pada kasus ini berupa terdapat nyeri menjalar dari pinggang hingga tungkai dan adanya penurunan kekuatan otot tungkai kiri.
Fungtional Limitation Suatu masalah yang muncul berupa keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, Hal tersebut disebabkan karena impairment atau keluhan yang membatasi aktifitas pasien. Adapun fungtinal limitation yang ditemukan dalam kasus ini adalah pasien kesulitan dalam melakukan transfer dan ambulasi seperti bangun dari tempat tidur, duduk ke berdiri, dan berjalan jauh.
Disability Pada penderita karena adanya masalah fungtional, pasien mengalami gangguan dalam melakukan aktivitasnya sebagai seorang PNS.
3.8
Teknologi Intervensi Fisioterapi
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) a. Definisi TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Sedang secara khusus TENS merupakan jenis arus listrik yang mempunyai parameter tertentu dalam hubungannya dengan durasi fase, frekuensi arus, bentuk gelombang dengan segala modifikasinya ( Parjoto, 2006 ). TENS terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri terutama nyeri pada kasus Hernia Nucleus Pulposus. b. Macam-macam TENS TENS dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: (1) tipe konvensional dengan spesifikasi sbb; target arus adalah mengaktifasi saraf berdiameter besar, serabut yang teraktivasi adalah A beta, mekanoresepror, frekuensinya 10-200 pps, intensitas pola kontinyu, durasi stimulus 100-200 µ detik, sensasi yang timbul yaitu paraestesia yang kuat dengan sedikit kontrasi, durasi terapi secara terus menerus saat nyeri terjadi, mekanisme analgetik tingkat segmental, posisi elektrode pada titik nyeri dermatom, (2) Al-TENS dengan spesifikasi sbb; target arus adalah mengaktivasi motoric untuk menimbulkan kontraksi otototot fasik yang berakhir pada aktivasi saraf berdiameter kecil nonnoksius., serabut yang teraktivasi G III atau A-δ ergoreseptor, sensasi yang diinginkan kontraksi otot fasik yang kuat tapi nyaman, karakteristik fisika frekuensi rendah, intensitas tinggi dan durasi 100 – 200 µ detik, penempatan elektrode pada motor point atau nyeri miotom, profil analgetik terjadi setelah 30 menit terapi dan menghilang > 1 jam setelah alat dimatikan, durasi terapi 30 menit setiap kali terapi, mekanisme analgetik ekstrasegmental atau segmental, (3) tipe intense dengan ciri-ciri sbb; target arus mengaktivasi saraf berdiameter kecil, jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor, sensasi yang diinginkan adalah intensitas tinggi yang masih tertoleril pasien dengan sedikit kontraksi otot, fisika dasar frekuensi tinggi 200 pps, durasi stimulus >1000 μ detik dan intensitas tertinggi yang masih dapat ditoleransi pasien, penempatan elektrode di area nyeri atau sebelah proksimal titik nyeri atau pada cabang utama saraf yang bersangkutan, profil analgetik < 30 menit setelah terapi dimulai, sedang pengaruh anlgetiknya bisa bertahan > 1 jam
kadang dijumpai hipoaestesia, durasi terapi 15 menit, mekanisme analgetik periferal, ekstrasegmental maupun segmental (Parjoto, 2006). c. Metode TENS Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri, mekanisme TENS menurut Johnson (2000) yang dikutip oleh Parjoto (2006) adalah sebagai berikut: i. Mekanisme periferal atau mekanisme tepi Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan impuls yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson saraf yang bersangkutan, peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik. Impuls saraf yang dihasilkan oleh TENS yang berjalan menjauh dari arah system saraf pusat akan menabrak dan menghilangkan atau menurunkan impuls aferen yang datang dari jaringan rusak atau sumber nyeri. Pada keadaan jaringan yang rusak aktivasi bisa terjadi pada serabut saraf berdiameter besar dan TENS tipe konvensional juga akan mengaktivasi serabut saraf yang berdiameter besar dan menghasilkan impuls antidromik yang berdampak analgesia. Impuls antidromik juga mengakibatkan terlepasnya materi P yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses. Adanya triple responses dan penekanan aktivasi simpatis akan meningkatkan aliran darah sehingga pengangkutan materi yang berpengaruh terhadap nyeri seperti bradikinin, histamin, materi P. ii. Mekanisme segmental TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama melalui mekanisme segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi serabut A-β yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang control (Gate Control Theory) yang menyatakan bahwa gerbang terdiri dari sel internunsial yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di kornu posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivasi sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A-α dn A-β serta serabut beriameter kecil A-δ dan serabut tipe C. Asupan dari serabut berdiameter kecil akan mengaktivasi sel T yang akan dirasakan sebagai keluhan nyeri. Jika serabut berdiameter besar teraktivasi, akan mengaktifkan sel T namun pada saat yang bersamaan impuls tersebut juga mengaktifkan substansia gelatinosa yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T yang berasal dari
serabut berdiameter kecil dengan kata lain asupan impuls serabut berdiameter besar akan menutup gerbang dan menghambat tranmisi impuls nyeri sehingga nyeri dirasakan berkurang atau menghilang. iii. Mekanisme ekstrasegmental TENS yang menginduksi aktifitas aferen yang berdiameter kecil juga manghasilkan analgesia tingkat ekstrasemental melalui aktivasi struktur yang membentuk jalanan inhibisi desenden seperti periaqueductal grey matter (PAG), nucleus rape magnus (NRM) dan nucleus rape gigantocellularis (NRG). Kontraksi otot fasik yang dihasilkan oleh AL-TENS akan membangkitkan aktifitas aferen motorik kecil (ergoreseptor) yang berujung pada aktivasi jalanan inhibisi desenden. d. Indikasi dan Kontraindikasi Kontraindikasi TENS menurut Jonhson (2000) yang dikutip oleh Parjoto (2006) yaitu : kontraindikasi relatif hanya sedikit dan sebagian besar hanya bersifat hipotetis karena data yang berhubungan dengan pernyataan tersebut masih sangat sedikit. Meski demikian fisioterapi harus berhati-hati sewaktu memberikan TENS pada kondisi (1) epilepsi, (2) nyeri yang diagnosa kausanya belum jelas, (3) pasien dengan alat pacu jantung, (4) kehamilan dan penempatan pada uterus. TENS jangan ditempatkan pada (1) sinus karotikus, (2) pada kulit yang terbuka, (3) di dalam mulut, (4) pasien dengan gangguan sensasi.
Activation Deep Muscle a. Definisi Menurut Kisner (2007) Activation deep muscle exercise adalah latihan yang digunakan untuk mengaktifkan deep muscle terutama m. transversus abdominis dan m. multifidus. b. Teknik i. Transfersus abdominis activation
Posisi pasien: pasien tidur telentang dengan posisi kedua lutut ditekuk 70°-90°
Prosedur: mengajarkan pasien dengan demonstrasi, lisan, dan taktil fasilitasi. Menjelaskan bahwa otot mengelilingi trunk, dan ketika aktif ukuran pinggang tertarik kedalam. Palpasi dari otot mungkin hanya jarak ke Anterios Supra Iliaca Spine dan lateral dari rectus abdominis. Ketika internal oblique berkontraksi,
tonjolan otot terasa, ketika transfersus abdominis berkontraksi ketegangan kempes terasa. Tujuannya adalah mengkontraksikan transfersus abdominis dengan minimal atau tanpa kontraksi dari internal oblique. Kontraksinya lemah lembut. Instruksikan pasien untuk menarik nafas, menghembuskan nafas, lalu lemah lembut menarik perut terhadap spine untuk membuat bagian abdominal cekung. Saat melakukan gerakan tersebut pastikan minimal atau tidak ada gerakan dari pelvic (posterior pelvic tilting), tidak ada pengembangan atau penurunan dari lower ribs, tidak ada inspirasi atau pengangkatan dari tulang rusuk. Tidak ada penonjolan keluar dari dinding abdominal dantidak ada peningkatan tekanan pada kaki. ii. Multifidus Activation
Posisi pasien: pasien tidur tengkurap atau tidur miring
Prosedur: letakkan ibu jari pada bagian lateral dari processus spinosus dari lumbal spine. Palpasi permukaan spinal lain untuk perbandingan pada aktifasi dari m. multifidus dapat mencapai antara segmen lain maupun dari sisi ke sisi. Instruksikan pasien untuk mengembangkan ototnya melawan ibu jari pemeriksa. Palpasi kontraksi otot pada level lainnya. Fasilitasi tekhnik melibatkan drawing-in maneuver dan kontraksi lemah lembut dari otot dasar panggul.
Efek Meningkatkan kestabilan pada lumbal spine yang mengalami ketidakstabilan akibat kondisi HNP.
iii. Isotonic Resistive Exercise
Definisi Isotonic resistive exercise menurut Early (2013) merupakan latihan menggunakan kontraksi otot isotonik melawan sejumlah berat untuk bergerak hingga akhir Lingkup Gerak Sendi.
Teknik Pasien melakukan kontraksi otot melawan tahanan, hingga akhir LGS. Tahanan dapat melawan maksimal selama otot mampu berkontraksi. Tahanan dapat secara manual atau dengan menggunakan beban, springs, elastic bands sandbags, atau alat khusus. Sumber dari tahanan tergantung pada aktifitas dan tahanan diberikan peningkatan dengan menambah jumlah tahanan. Banyak tipe latihan penguatan, salah satunya progressive resistive exercise (PRE). Dasar dari teknik ini adalah pembebanan berlebih. Selama prosedur latihan, awalnya
menggunakan beban yang kecil dan meningkat setiap set dan satu set 10 kali pengulangan. Set pertama pembebanan 50%, set kedua pembebanan 75%, dan set ketiga pembebanan 100% atau maksimal. Dengan waktu istirahat 2 hingga 4 menit untuk setiap set dan dilakukan empat hingga lima kali seminggu.
Efek Isotonic Resistive Exercise efektif untuk meningkatkan kekuatan otot tapi mungkin juga membantu rileksasi otot antagonis hingga pemendekan otot.
BAB IV ANALISIS KASUS Ny. MW, 55 tahun, perempuan, datang ke RSMH Palembang karena mengeluh nyeri pinggang bawah kanan menjalar ke ekstrimitas bawah. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri pinggang bawah terjadi sejak 4 bulan yang lalu, nyeri dirasakan tajam dan terlokalisir di pinggang bawah, nyeri juga tidak mengganggu aktivitas pasien. Namun nyeri dirasakan semakin memberat sejak 1 minggu SMRS,berupa nyeri tajam terus menerus sepanjang hari, siang dan malam. Nyeri juga menjalar ke paha kanan bagian belakang, tungkai bawah, dan jari-jari kaki kanan. Pasien juga mengeluhkan bahwa nyeri dalam 1 minggu terakhir telah mengganggu aktivitas. Nyeri bertambah berat ketika pasien melakukan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau sebaliknya, saat batuk, mengejan, dan bersin. Nyeri dirasakan mereda dengan berbaring disertai posiis kaki yang ditekuk. Pasien juga merasa kebas dibagian lateral tungkai bawah kanan hingga jari-jari kaki kanan. Kebas dialami 2 hari yang lalu. Pasien tidak mengalami keluhan dalam buang air kecil maupun besar. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, setiap hari melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci, menggosok, menyapu, dan mengepel dengan posisi yang kurang nyaman seperti sering berjongkok dalam waktu yang lama serta posisi duduk membungkuk dalam waktu yang lama. Riwayat nyeri pinggang bawah (+) sejak tahun 2010. Riwayat trauma (-). Riwayat batuk lama (TB) disangkal. Riwayat hipertensi (+). Riwayat kolesterol (+). Pemeriksaan fisik: Valsava test (-/+), Tes Laseque (-/+), Baragard dan Sicard (-/+), Niffziger test (-/+), Test SLR (-/+), Patrick (-/-), Kontra Patrick (-/-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada test provokasi ditemukan positif pada valsava test dextra, laseque test dextra, Baragard dan Sicard test dextra, Niffziger test dextra, SLR test dextra, dan negatif pada test patrick dan kontra patrick. Terdapat nyeri tekan pada L4-5 dan pada vertebra kanan. Terdapat keterbatasan ROM pada fleksi paha, fleksi lutut, dan ekstensi lutut karena nyeri. Pemeriksaan penunjang berupa MRI pada lumbosacral rencana dilakukan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis Low Back Pain et causa suspek Hernia Nucleus Pulposus. Nyeri punggung yang dikeluhkan pasien pada daerah L5-S1 sering terjadi pada HNP selain pada daerah L4-5. Hal ini disebabkan karena daerah lumbal khususnya L5-S1 memiliki
fungsi menopang berat badan. Diperkirakan 75% berat tubuh ditopang oleh sendi L5-S1. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57 % aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral berhubungan dengan posisi duduk yng bungkuk. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan untuk mengurangi keluhan nyeri yang dirasakan pada pasien adalah analgesik berupa pengobatan NSAID, seperti: aspirin, ibuprofen, naprosyn, dan ketoprofen. Resep yang diberikan pada pasien ini: R/Kalium diclofenac tab mg 50 S2dd pc prn, yaitu diberikan tablet 2x sehari 1 tablet 50 mg setelah makan dan bila diperlukan saja. Diberikan juga vitamin saraf berupa Vitamin B1 B6 B12 tab 1x1. Sedangkan untuk program rehabilitasi medik dilakukan yang fungsinya untuk reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi selubung tendon yang bengkak dan mencegah komplikasi kontaktur permanen pada sendi terkait. Terapi yang diberikan adalah terapi panas dengan indikasi efek analgesik, vasodilatasi dan mempersiapkan sebelum terapi latihan peregangan yaitu short wave diathermy (SWD). Terapi stimulasi listrik (TENS) yang diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan impuls yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson saraf yang bersangkutan, peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik yang menginisiasi efek analgesik. Terapi peregangan untuk mengurangi protursi dari hernia nukleus pulposus dengan traksi lumbosacral. Pada pasien ini diberikan motivasi untuk datang terapi secara rutin. Pasien diedukasi untuk mengurangi aktivitas berdiri lama, jongkok lama, dan posisi membungkuk. Pasien diajarkan cara berjalan dan duduk yang ergonomis untuk mengurangi beban pada lumbarnya. Dan melakukan terapi peregangan di rumah sesuai dengan yang diajarkan terapisf. Keluarga pasien diedukasi untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari namun tidak yang berat dan mendukung untuk rutin terapi.
DAFTAR PUSTAKA