Laporan Kasus I Sirosis Hepatis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Ny. H , 51 tahun seorang Ibu Rumah tangga, berstatus menikah, alamat Burni sari RT 02/04, Jaya Giri, Sindang Barang, Cianjur. Tanggal masuk rumah sakit 06 juli 2015 Keluhanan Utama: Perut membesar Perjalanan Penyakit: Pasien mengeluh sejak 2 bulan SMRS perut pasien semakin lama semakin membesar. Awalnya perut kecil lalu semakin lama semakin membesar dan terasa meregang. Perut juga terasa nyeri yang menjalar ke bagian pinggang. 1 bulan yang lalu BAK berwarna seperti teh pekat, tidak disertai nyeri saat berkemih dan BAB berwarna kehitaman seperti aspal. 1 minggu yang lalu pasien merasa mata terlihat berwarna kuning. Keluhan disertai dengan lemas, mual, terkadang sesak karena perut yang membesar dan nafsu makan menurun. Keluhan tidak disertai batuk, panas badan,nyeri dada dan riwayat bengkak pada kaki maupun tangan. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku ± 10 tahun yang lalu pernah menderita penyakit kuning dan saat itu terasa lemas, cepat lelah nafsu makan menurun. Tidak ada riwayat hipertensi dan DM, lergi terhadap obat dan cuaca. Riwayat Keluarga: Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan keluhan pasien. Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki diabetes, darah tinggi, penyakit kuning, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, anemia, epilepsi, atau penyakit mental, urtikaria, rinitis serta alergi. Riwayat Pengobatan : Pasien mengaku belum berobat untuk penyakitnya yang sekarang. Riwayat Psikososial: Pasien menyangkal mempunyai riwayat merokok dan minum alkohol



1



Pemeriksaan Fisik Vital Signs. Keadaan umu terlihat lemah, Kesadaran Compos mentis, Tekanan darah 100/70 mmHg. Frekuensi nadi (HR) 68 kali/ menit teratur, kuat angkat, isi cukup. Frekuensi pernapasan (RR) 16 x/ menit. Suhu 36,8 C. Kulit. Telapak tangan hangat dan lembab, eritema palmaris (-) .clubbing finger (-). Kuku tidak sianosis. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tenggorokan. Kepala: distribusi rambut rata, tidak mudah rontok. Mata: Visus mata tidak diketahui. Konjungtiva anemis +/+ ; Sclera ikterik +/+ . Pupil isokor. Reflek cahaya +/+. Telinga: Normotia. Sekret tidak ada. Hidung: Mukosa merah muda, septum garis tengah. Tidak ada nyeri sinus. Tanpa pernapasan cuping hidung. Mulut: Mukosa oral merah muda. Lidah ditengah. Tonsil tenang, faring tidak hiperemis. Leher. Trakea pada garis tengah. Tiroid tidak teraba membesar. Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar. Thorax dan paru-paru. Pergerakan dinding dada simetris, tanpa retraksi. Paru-paru sonor. Vokal Fremitus simetris. Bunyi napas vesikuler, tanpa terdengar bunyi wheezing dan ronki pada kedua lapangan paru. Kardiovaskular. Tekanan vena jugularis 2 cm di atas sudut sternum. Ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra. Baik S1 dan S2 murni, reguler. Tidak ada terdengar murmur sistolik dan diastolik. Abdomen. Tampak Cembung. Tidak ada bekas luka. Bising usus aktif. tympani di 4 kuadran abdomen, terdapat shifting dullnes, undulasi (+), venektasi (+). Hepatomegali spleenomegali sulit dinilai. Teraba massa di abdomen atas permukaan berbenjol benjol, konsistensi keras, immobille, nyeri tekan. Tidak ada nyeri tekan sudut costovertebral (CVA). Ekstremitas. Akral Hangat, tidak ada edema, RCT 500-1000) mempunyai nilai diagnostik untuk suatu hepatoma / kanker hati primer. 1 3. Pemeriksaan Hemostasis Pemeriksaan hemostasis pada sirosis hati amat penting dalam kaitannya dengan keadaan hipertensi portal dan kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus maupun perdarahan dari gusi dan epistaksis. Pemanjangan masa protrombin (PTT) merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. 4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya. a. Biopsi hati Diagnosis pasti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Dapat dilakukan dengan cara biopsi hati perkutaneus atau biopsi terarah sambil melakukan peritoneoskopi. Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan asites yang banyak dan hati yang mengecil. 1 b. USG Abdomen Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin penyakit hati karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Yang dilihat pada USG antara lain tepi hati, permukaan, pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL ( Space Occupying Lesion). Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan iregular dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. 2 Sonografi dapat mendukung obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu. 1 c. Esofagoskopi Dengan Esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati / hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan (red color sign) berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan perdarahan yang lebih besar.1 d. Sidikan Hati



12



Radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radio nukleid hati secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus. e. Pemeriksaan Cairan Asites Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan, dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase. 2.5 Penatalaksanaan Terapi sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal serta etiologi dari sirosis itu sendiri. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Pengobatan untuk sirosis dekompensata adalah sebagai berikut: 1.



Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup baik memerlukan istirahat yang cukup, makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 1 g/kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Lemak antara 30% - 40 % jumlah kalori dan sisanya adalah hidrat arang. Bila timbul tanda-tanda ensefalopati jumlah protein diturunkan. 1



2.



Untuk asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tana adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.



3.



Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai kasus perdarahan saluran cerna atas. -



Pertama dilakukan pemasangan NGT tube untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.



-



Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg, nadi di atas 100x/ menit atau Hb di bawah 9 g% dilakukan pemberian IVFD dekstrosa atau salin dan tranfusi darah secukupnya.



13



-



Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 g dalam 500 cc cairan D5% atau salin.



-



Untuk mencegah rebleeding dopat diberikan cbat penyekat reseptor beta (beta bloker) secara oral dalam dosis yang dapat menurunkan denyut nadi sampai 25%.



4.



Peritonitis bakterial spontan biasa dijumpai pada pasien sirosis alkoholik dengan asites. Terapi diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim 2 g/8 jam i.v, amoksisilin atau golongan aminoglikosida.



5.



Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCl pada hipokalemia, mengurangi pemasukan protein makanan, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, pemberian neomisin per oral untuk strerilisasi usus dan pemberian antibiotik pada keadaan infeksi sistemik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.



6.



Sindrom



hepatorenal;



mengatasi



perubahan



sirkulasi



darah



di



hati,



mengatur



keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati merupakan terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun, sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien terdahulu. 2.6 Komplikasi Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitisbakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mulamula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. 2.7 Prognosis



14



Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi ChildPugh (Tabel 1) digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan INR. Klasifikasi ini terdiri dari A, B, C, klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita dengan Child-Pugh A, B, dan C berturut-turut ialah 100%, 80%, dan 45%. Klasifikasi ini juga dapat digunakan untuk menilai prognosis penderita sirosis hepatis. 2,5 Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh untuk Menentukan Prognosis5 Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati Derajat Kerusakan



A



B



C



< 35



35 - 50



> 50



> 35



30- 35



< 30



Asites



-



Mudah dikontrol



Sulit dikontrol



Ensefalopati



-



Minimal



Berat/koma



Nutrisi



Baik



Minimal



Berat/koma



Angka Kelangsungan Hidup Selama 1



100%



80%



45%



Bilirubin Serum (μmol/dl) Albumin Serum (gr/dl)



Tahun



15



DAFTAR PUSTAKA



Cirrhosis and its complication-introduction. In : Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (eds). Harrison principles of internal medicine. 17th ed. USA 2008 : McGraw-Hill Companies. pp. 6195-206. Nurdjanah S. Sirosis hati. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta 2009: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.443-6. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing. Wibawa DN, Astera WM. Sirosis Hepatis. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar 2004. Ogilvie A. Cirrhosis of The Liver. Available at: http://www.notdoctor.co.uk/diseases/faets/cirrhosis.htm . Boedi S. Liver Cirrhosis. 2004. Available at: http://www.kusaeni.com/blog/cirrhosis . Anugerah



P. Sirosis



Hati



Dalam



Patofisiologi



Proses-Proses Penyakit. Penerbit



Buku Kedokteran Edisi Keempat. EGC .Jakarta 1998;445-453. The American Gastroenterological Association.



16