Laporan Kasus Infeksi Saluran Kemih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KASUS V: INFEKSI SALURAN KEMIH



BAB I. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik



1.1. Identitas Pasien  Nama



: Ibu N



 Jenis Kelamin



: perempuan



 Usia



: 23 tahun



 Alamat



: Cisauk, Tangerang



 Pekerjaan



: Pelayan restoran



 Status Perkawinan



: belum menikah



 No. Rekam medis



: 1543



1.2. Data Gathering  Jenis Anamnesis Autoanamnesis di Puskesmas Suradita, pada hari selasa, 3 April 2018 pukul 09.00 WIB.  Keluhan Utama Nyeri saat buang air kecil.  Riwayat Penyakit Sekarang Seorang pasien datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri saat berkemih sejak 5 hari yang lalu. Nyeri yang dialami pasien terus-menerus, dan ditambah dengan rasa panas ketika berkemih. Nyeri hanya berada di atas kandung kemih saja dan tidak menjalar ke tempat lain. Tidak ada nyeri pada pinggang, ulu hati, dan selangkangan. Pasien juga merasa demam, tidak ada mual, dan tidak ada muntah. Pasien sudah sempat meminum paracetamol dan merasa demamnya turun, namun kemudian demam kembali naik. Demam pada pasien tidak naik turun, namun meninggi seiring waktu. Pasien merasa nyeri yang dialami sedikit terasa lebih nyeri ketika sedang berkemih. Skala nyeri ada pasien jika 0 paling tidak sakit dan 10 paling sakit pasien mengatakan nyeri yang dialaminya ada pada angka 6. Pasien juga sering merasa ingin berkemih namun urin yang dikeluarkan tidak begitu banyak, warna urin kuning pekat, terdapat bau yang tidak seperti biasanya, tidak ada keputihan, dan pasien menyangkal adanya kencing batu dan



kencing pasir. Pasien belum pernah berhubungan seksual sebelumnya, sedang tidak hamil, dan sedang tidak menstruasi.  Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada.  Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada.  Riwayat Alergi Tidak ada.  Riwayat Kebiasaan Pasien



tidak



memiliki



kebiasaan



merokok,



mengkonsumsi



alkohol,



tidak



mengkonsumsi narkoba, memakan makanan manis yang berlebihan, dan pasien jarang berolahraga. Pasien memiliki kebiasaan suka menahan buang air kecil.  Riwayat Penggunaan Obat: Tidak ada.



1.3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum



: Sakit ringan



Keadaan pasien



: Compos mentis



Pernapasan



: 18x/menit



Nadi



: 90x/menit



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Suhu tubuh



: 38,2°C



BB/TB



: 64 kg / 158 cm



BMI



: 25,6 kg/m²



Keseluruhan Sistem



:



Kepala, wajah, dan leher



Kepala



- Tidak ada massa - Tidak ada scar dan lesi



Wajah



- Tidak ada scar dan lesi - Tidak tampak pucat



Leher



- Tidak ada lesi, dan scar - Tidak ada pembesaran, benjolan, dan nyeri tekan pada kelenjar getah bening - Tidak ada deviasi trakeal - Konjungtiva tidak anemis (-/-)



Mata



- Sklera tidak ikterik (-/-) - Tidak ada sekret - Cavum nasi ditengah



Hidung



- Tidak ada sumbatan pada kedua lubang hidung - Tidak ada pendarahan atau benda asing - Simetris



Telinga



- Tidak ada sekret dan darah - Tidak ada sianosis



Mulut



- Tidak ada gusi yang berdarah - Mulut tidak kering Thorax Jantung



Inspeksi



- Ictus cordis tidak terlihat - Tidak nampak ada spider nevus - Tidak ada barrel chest, pectus excavatum, dan pectus carinatum



Palpasi



- Ictus cordis tidak teraba



Perkusi



- Batas jantung kanan atas pada ICS II linea para sternalis dextra - Batas jantung kanan bawah pada ICS IV linea para sternalis dextra - Batas jantung kiri bawah pada ICS IV linea medio clavicularis sinistra



Auskultasi



- Terdengar suara SI dan S2 - Tidak terdengar suara murmur dan gallop



Paru-paru



Inspeksi



- Gerakan kedua paru ketika bernafas simetris - Tidak ada massa, lesi, dan scar



Palpasi



- Pada pemeriksaan taktil fremitus tidak terdapat peningkatan dan penurunan getaran pada kedua lapang paru.



Perkusi



- Sonor di semua lapang paru - Batas paru hepar berada di ICS IV linea medio clavicularis dextra - Batas paru lambung berada di ICS VIII linea axilaris anterior



Auskultasi



- Suara nafas vesikuler di semua lapang paru



Abdomen



Inspeksi



- Tidak terdapat abdominal swelling - Tidak ada scar dan lesi - Bentuk perut rata



Auskultasi



- Terdengar bising usus selama 20 kali per menit pada semua regio



Palpasi



- Terdapat nyeri tekan pada suprapubik - Hepar tidak teraba - Ginjal tidak teraba - Murphy’s sign (-) - McBurney’s Sign (-) - Shifting dullness (-)



Perkusi



- Timpani pada semua regio - Nyeri ketuk CVA (-)



Kulit keseluruhan



- Tidak ada sianosis/kebiruan - Tidak ada jaundice/kekuningan - Elastisitas dan turgor normal



- Ekstremitas simetris



Ekstremitas



- Tidak ada cyanosis - Tidak ada edema - Tidak ada clubbing finger - CRT kurang dari 1 detik - Ekstremitas hangat - Tidak ada edema



1.4. Pemeriksaan Penunjang • Dilakukan



:-



• Direncanakan : dipstick urinalysis • Disarankan



: urinalisis (mikroskopik), kultur, dan USG abdomen.



1.5. Resume Seorang pasien bernama Ibu N berumur 23 tahun datang ke Puskesmas Suradita pada hari selasa, 3 April 2018 pukul 09.00 WIB dengan keluhan nyeri saat berkemih sejak 5 hari yang lalu. Nyeri yang dialami pasien terus-menerus, dan ditambah dengan rasa panas ketika berkemih. Nyeri hanya berada di atas kandung kemih saja dan tidak menjalar ke tempat lain. Tidak ada nyeri pada pinggang, ulu hati, dan selangkangan. Pasien juga merasa demam, tidak ada mual, dan tidak ada muntah. Pasien sudah sempat meminum paracetamol dan merasa demamnya turun, namun kemudian demam kembali naik. Demam pada pasien tidak naik turun, namun meninggi seiring waktu. Pasien merasa nyeri yang dialami sedikit terasa lebih nyeri ketika sedang berkemih. Skala nyeri ada pasien jika 0 paling tidak sakit dan 10 paling sakit pasien mengatakan nyeri yang dialaminya ada pada angka 6. Pasien juga sering merasa ingin berkemih namun urin yang dikeluarkan tidak begitu banyak, warna urin kuning pekat, terdapat bau yang tidak seperti biasanya, tidak ada keputihan, dan pasien menyangkal adanya kencing batu dan kencing pasir. Pasien belum pernah berhubungan seksual sebelumnya, sedang tidak hamil, dan sedang tidak menstruasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu, penyakit keturunan, riwayat penggunaan obat, dan alergi. Pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, menggunakan narkoba, memakan makanan yang manis, dan pasien jarang berolahraga. Pasien memiliki kebiasaan suka menahan buang air kecil. Pada pemeriksaan fisik suhu pasien 38,2°C dan terdapat nyeri tekan pada suprapubik.



Pemeriksaan penunjang yang direncanakan adalah dipstick urinalysis, dan yang disarankan adalah urinalisis (mikroskopik), kultur, dan USG abdomen.



1.6. Diagnosis Kerja Infeksi Saluran Kemih



1.7. Diagnosis Banding Urolithiasis dan Pelvic Inflammatory Disease



1.8. Tatalaksana Nonfarmakologi - Minum banyak air putih - Hindari menahan BAK - Hindari menggunaan sabun pembersih kewanitaan - Ganti pakaian dalam jika lembab - Membersihkan alat kelamin dari depan kebelakang



Farmakologi - Ciprofloxacin 2 x 500 mg PC selama 3 hari - Paracetamol 500 mg p.r.n



1.9. Prognosis - Quo ad Vitam : Bonam - Ad functionam : Dubia ad Bonam - Ad sanationam : Dubia ad Bonam



BAB II. Tinjauan Pusaka



2. Disease Review: 



Definisi: Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih.



Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih : 1. Infeksi saluran kemih tanpa gejala (Bakteriuria asimptomatik). Dimana terdapat bakteri dalam urine lebih dari 100.000 /ml urine tapi tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Urine diambil porsi tengah dengan cara vulva dan meatus urethra eksternus dibersihkan terlebih dahulu dengan bahan antiseptik. Atau jumlah bakteri antara 10.000 sampai dengan 100.000 bila urine diambil dengan cara kateter urethra. Pada urinalisis dapat ditemukan adanya leukosit. 2. Infeksi saluran kemih dengan gejala (simptomatik). Dapat dibagi menjadi : a. Infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) Dengan gejala dapat berupa disuria, terkadang didapatkan hematuria, nyeri daerah suprasimpisis, terdesak kencing (urgency), stranguria, tenesmus dan nokturia. Tetapi jarang sampai menyebabkan demam dan menggigil. Pada urinalisis dapat dijumpai leukosit dan eritrosit. b. Infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis) Dengan gejala berupa nyeri dan tegang pada daerah sudut “costovertebral” atau daerah pinggang, demam, mual dan muntah. Dapat juga disertai keluhan seperti pada infeksi saluran kemih bagian bawah seperti disuria, urgensi dan polakisuria, stranguria, tenesmus, nokturia. Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai kadar ureum dan kreatinin yang meningkat dan pada pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit. Atau pada pemeriksaan imunologi didapatkan bakteriuria yang diselubungi antibodi. 1 



Patofisiologi: Pada infeksi



dan inflamasi



dapat



menginduksi



kontraksi



uterus.



Banyak



mikroorganisme dapat menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga meningkatkan



konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada gilirannya dapat menyebabkan pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain itu pada keadaan infeksi terdapat juga produk sekresi dari makrofag / monosit berupa interleukin 1 dan 6, sitokin, tumor nekrosis factor yang akan juga menghasilkan sitokin dan prostaglandin.



Umumnya bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi berasal dari tubuh penderita sendiri. Ada 3 cara terjadinya infeksi yaitu: 



Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian saluran kemih.







Penyebaran melalui saluran getah bening berasal dari usus besar ke buli-buli atau ke ginjal.







Secara asendens yaitu migrasi mikroorganisme melalui saluran kemih yaitu urethra, buli-buli, ureter lalu ke ginjal.



Berdasarkan pengalaman klinis dan percobaan, cara asendens ini adalah cara yang banyak dalam penyebaran infeksi. Sebagai faktor predisposisi adalah urethra wanita yang pendek dan mudahnya terjadi kontaminasi yang berasal dari vagina dan rektum.



Infeksi saluran kemih dalam kehamilan dapat bervariasi mulai dari bakteriuria simptomatik hingga yang menimbulkan keluhan dan gejala sebagai sistitis dan pielonefritis akut. Bakteriuria asimptomatik adalah adanya 100.000 bakteri atau lebih per milliliter urin dari penderita tanpa keluhan infeksi saluran kemih.



Bakteriuria asimptomatik ditemukan pada 4-12 % dari wanita hamil dan angka ini bervariasi tergantung pada suku bangsa, paritas, dan keadaan sosioekonomi penderita. 30% dari bakteriuria asimptomatik tersebut berkembang menjadi bakteriuria yang simptomatik dalam kehamilan yakni berupa sistitis atau pielonefritis akut.



Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara bakteriuria asimptomatik dengan partus prematur, pertumbuhan janin terhambat dan preeclampsia. Suatu studi yang bersifat meta-analisa melaporkan bahwa eradikasi bakteriuria tersebut dapat meningkatkan keluaran (outcome) partus prematurus sehingga menganjurkan untuk



melakukan skrining terhadap semua wanita hamil guna mendeteksi adanya bakteriuria yang asimptomatik tersebut.



Pengaruh hormone progesterone terhadap tonus dan aktivitas otot-otot dan obstruksi mekanik oleh pembesaran uterus dalam kehamilan merupakan faktor predisposisi meningkatkan kapasitas buli-buli dan terdapatnya sisa urin setelah berkemih pada ibu hamil. Perubahan pH urin yang disebabkan meningkatnya ekskresi bikarbonas memberikan kemudahan untuk pertumbuhan bakteri. Glikosuria juga sering terjadi pada kehamilan ini juga merupakan faktor predisposisi berkembangnya bakteri dalam urin. 2  Etiologi: E coli adalah penyebab ISK bagian atas dan bawah sebanyak 70-95%. Berbagai organisme bertanggung jawab untuk infeksi lainnya, seperti S saprophyticus, spesies Proteus, spesies Klebsiella, Enterococcus faecalis, Enterobacteriaceae lainnya, dan ragi. Beberapa spesies lebih umum pada subkelompok tertentu, seperti Staphylococcus saprophyticus lebih sering pada wanita muda. Namun, S saprophyticus dapat menyebabkan sistitis akut pada wanita yang lebih tua dan pada pria muda.



Kebanyakan ISK yang complicated berasal dari nosokomial. Kebanyakan, ISK pada pasien yang berada di institusi perawatan kesehatan dan pada mereka dengan paparan antibiotik yang sering, disebabkan oleh patogen gram negatif yang multiresisten, seperti extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) dan produsen carbapenemase.



Faktor risiko tersering untuk bakteriuria adalah dengan penggunaan kateter. Delapan puluh persen dari ISK nosokomial disebabkan karena kateterisasi uretra. Kateter membuat organisme masuk ke dalam kandung kemih sehingga terjadinya kolonisasi karena terdapat permukaan adhesi bakteri, dan menyebabkan iritasi pada mukosa.



Hubungan seksual juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko. Pemeriksaan pelvic rutin juga dikaitkan dengan peningkatan risiko ISK selama 7 minggu pasca prosedur. Wanita lanjut usia, sedang hamil, sudah ada kelainan struktural saluran kemih, atau adanya obstruksi membuat risiko ISK menjadi lebih tinggi.



ISK adalah jenis infeksi yang paling umum setelah transplantasi ginjal. Kerentanan sangat tinggi pada 2 bulan pertama setelah transplantasi. Faktor pemicunya adalah refluks vesicoureteral dan imunosupresi. Corynebacterium urealyticum telah dilaporkan menyebabkan pyelitis dan sistitis pada pasien ini.



Sedangkan faktor risiko untuk candiduria adalah diabetes mellitus, penggunaan kateter urin yang menetap atau sangat lama, dan penggunaan antibiotik. Candiduria dapat dihilangkan secara spontan atau dapat menyebabkan infeksi jamur yang mendalam. 3  Gejala dan Tanda: - Nyeri bila buang air kecil (dysuria) - Sering buang air kecil (frequency), dan ngompol - Demam - Nyeri tekan pada suprapubic - Sering memiliki perasaan ingin membuang air kecil - Nyeri di daerah pinggang belakang (ISK bagian atas) 3  Diagnosis: Pada wanita 1) Pemeriksaan ISK bagian bawah/Cystitis akut : Urine porsi tengah (midstream) untuk mikroskopik, kultur dan sensivitas



2) Pemeriksaan ISK bagian atas : a. Kultur darah b. Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit, dan laju endapan darah (LED) c. Profil biokimia (tes fungdi hati, albumin, dan ureum/kreatinin) d. Rongen torak (untuk menyingkirkan pneumonia) e. Cystoscopy f. IVP.



Pada pria 1) Swab uretra : untuk pewarnaan gram, dan kultur pada media khusus untuk gonokokus.



2) Urin porsi awal (first – catch) untuk PCR klamidia



Pemeriksaan klinik untuk Infeksi Saluran Kemih adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan urine Pemeriksaan urine merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urine. 2. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk mengungkap adanya proses inflamasi atau infeksi. Didapatkan leukositosis, peningkatan laju endapan darah, atau didapatkannya sel – sel mudah pada sediaan hapusan darah menandakan adanya inflamasi akut. 3. Pencitraan 1. Foto polos abdomen. Pembuatan foto polos berguna untuk mengetahui adanya batu radio opak pada saluran kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal pada pielonefritis akuta. 2. PIV adalah pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien yang menderita ISK complicated. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan adanya piolenefritis akuta dan adanya obstruksi saluran kemih. 3. Voiding sistouretrografi. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengungkapkan adanya revluks vesico – ureter, buli – buli neurigenik, atau divertikulum uretra pada wanita yang sering menyebabkan infeksi yang sering kambuh. 4. CT scan. Pemeriksaan ini lebih sensitive dalam mendeteksi penyebab ISK dari pada PIV atau ultrasonografi. 3







Tatalaksana: Pengobatan pada berbagai bentuk ISK antara lain : 1. Sindrom uretra akut atau sistitis Obat – obat yang biasa dipakai untuk pengobatan dosis tunggal antara lain: 1) Amoksisilin 2) Trimetropin – sulafametoksasol 320 mg – 1600 mg 3) Sulfamoksasol 2 gram 4) Trimetropin 400 mg



5) Kanamisin 500 mg i.m 6) Gentamisin 120 mg i.m



Piolenoefritis akut (PNA) 1) Trimetripin-sulfametaksasol 160 800 mg du kali sehari 2) Sefaleksin 500 mg empat kali sehari 3) Amoksisilin 500 mg empat kali sehari 4) Asam nalidiksik satu gram empat kali sehari 5) Asam pipemidik 400 mg dua kali sehari 1



2. Piolenefritis kronik (PNK) Pengobatan dilakukan bila pada biakan bakteri ditemukan bakteriuria bermakna, yaitu dengan pemberian antibiotik yang sesuai.



3. Bakteriuri tak bergejala Pada wanita hamil bakteriuri tak bergejala diobati dengan entimokroba dosis tunggal, kemudian dipantau selama dua sampai empat minggu. Bilamana masih ditemukan bakteriuri diberikan antimikroba dua minggu, kemudian dipantau lagi setelah pengobatan dihentikan.



Bila masih terjadi rekurensi, antimokroba dianjurkan sampai enam minggu atau sampai partus. Setelah partus tiga sampai enam bulan dilakukan pemantauan saluran kemih dengan piolografi intravena. Antimikroba



yang diberikan biasanya



sebaiknya yang tidak toksik terhadap janin seperti ampisilin atau nifofurantion.



4. Infeksi saluran kemih rekuren - Trimetripin-sulfametaksasol 40 – 200 mg - Trimetropin obat tunggal 59 – 100 mg -



Nitrofuration 100 mg



- Ampisilin atau amoksisilin 250 mg - Penisilin G 500 mg - Metenamin (heksamin) mandelat (dengan vitamin C 500 mg) satu gram - Asam pepemidik 200 mg



Pada pria dilakukan pengobatan dengan pemberian profilaksis selama enam bulan . dan setelah penghentian obat – obatan dan ternyata masih timbul rekurens . maka diberikan profilaksis dua sampai tiga tahun atau lebih. Pasien dengan obstrukasi saluran kemih sering terjadi relaps, pemberian antimikroba dilanjutkan sampai enam minggu. Bila belum terjadi eradikasi kuman, sedangkan tindakan untuk menghilangkan obstruksi belum dapat dilakukan, diberikan pengobatan supresi.



Dosis untuk pengobatan untuk supresi ini sama dengan dosis pengobatan biasa. farrar memberikan obat – obat untuk pengobatan supresi sebagai berikut: - Trimetripin-sulfametaksasol 80 mg sampai 400 mg dua kali sehari - Sulfamoksasol 500 mg empat kali sehari - Nitrofuration 50 mg empat kali sehari - Metanamin (heksamin) mandelat satu gram empat kali sehari. 3







Prognosis: Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai.



Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien pielonefritis akut (PNA) dapat menjadi pielonefritis kronik (PNK). Pada pasien PNK yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.



Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas. 1



BAB III. Clinical Reasoning Pasien diduga mengalami Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena gejala-gejala yang pasien alami, yaitu nyeri pada saat berkemih sejak 5 hari yang lalu; nyeri yang dialami terus-menerus; ada gejala tambahan terasa panas jika sedang berkemih; nyeri hanya berada diatas kandung kemih dan tidak menjalar ke tempat lain seperti nyeri pada pinggang, ulu hati, dan selangkangan; pasien merasa disertai dengan demam yang tidak naik turun, namun merasa demam semakin tinggi seiring waktu (adanya demam pada pasien ini berarti menandakan adanya inflamasi atau infeksi yang sedang berlangsung); sering merasa ingin berkemih namun urin yang keluar tidak banyak; pasien menyangkal adanya kencing pasir ataupun kencing batu (oleh karena itu dapat sedikit menyingkirkan diagnosa banding urolithiasis); dan pasien memiliki kebiasaan suka menahan buang air kecil. Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu pasien 38,2°C yang menandakan pasien sedang demam, dan terdapat nyeri tekan pada suprapubik.



Namun, untuk mendukung diagnosa kerja, menghilangkan diagnosa banding, dan memilih antibiotik yang lebih tepat serta agar tidak terjadinya resistensi obat, diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang direncanakan adalah dipstick urinalysis agar dapat mengetahui dengan cepat apakah terdapat tanda-tanda adanya bakteri pada saluran kemih. Hasil dipstick urinalysis yang mendukung ISK pada pasien ini adalah bisa positif pada nitrit, sel darah putih, dan pH urin yang turun atau naik (tergantung bakteri apa yang menginfeksi). Pemeriksaan yang disarankan adalah urinalisis, terutama pada pemeriksaan mikroskopik urin, untuk membantu meghilangkan diagnosa banding urolithiasis, yaitu apakah ada batu atau kristal dalam urin pasien; kultur, agar obat yang diberikan kepada pasien lebih tepat dan mengurangi terjadinya resiko resistensi obat; dan USG abdomen, untuk membantu menghilangkan diagnosa banding urolithiasis dan pelvic inflammatory disease.



Diagnosa banding pada pasien tersebut adalah urolithiasis karena gejala yang dialami pasien adalah nyeri pada suprapubik, nyeri saat berkemih, dan sering merasa ingin buang air kecil namun urin yang keluar tidak banyak. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan diagnosa banding urolithiasis sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, yaitu dengan dilakukannya urinalisis, dan USG abdomen.



Kemudian diagnosa banding selanjutnya pada pasien tersebut adalah pelvic inflammatory disease karena gejala yang dialami pasien yaitu nyeri pada suprapubic, nyeri ketika sedang



berkemih, dan adanya demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan diagnosa banding pelvic inflammatory disease adalah USG abdomen.



Tatalaksana nonfarmakologi pada pasien adalah minum banyak air putih, hindari menahan BAK, hindari menggunakan sabun pembersih kewanitaan, ganti pakaian dalam jika lembab, dan membersihkan alat kelamin dari depan kebelakang untuk mengurangi resiko pasien untuk terulang lagi terkena ISK dan dapat membantu proses penyembuhan ISK yang sedang dialami pasien. Tatalaksana farmakologi pasien adalah dengan ciprofloxacin 500 mg diminum 2 kali dalam sehari, selama 3 hari sebagai antibiotik; dan paracetamol 500 mg untuk menurunkan demam, meredakan inflamasi, dan meredakan nyeri pada pasien. Oleh karena itu paracetamol diminum jika sedang diperlukan, yaitu ketika pasien sedang merasa demam dan merasa nyeri. Kemudian pasien dianjurkan untuk datang kontrol 3 hari kemudian.



Referensi:



1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009. Hal 553-557.



2. Wilson L.M. Infeksi Traktus Urinarius. In Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi VI. EGC. 2007. Hal: 918-924. 3. Urinary Tract Infection (UTI) and Cystitis (Bladder Infection) in Females Treatment & Management [Internet]. Urinary Tract Infection (UTI) and Cystitis (Bladder Infection) in Females Treatment & Management: Approach Considerations, Uncomplicated Cystitis in Nonpregnant Patients, Complicated Cystitis in Nonpregnant Women. 2018 [cited 2018Apr9]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/233101-treatment