12 0 885 KB
1
PORTOFOLIO
TIFOID FEVER
Oleh CANDRA FITRI WULANSARI 208.121.0013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2012
2
BAB I PENDAHULUAN
STATUS PASIEN
A. Pendahuluan Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella partatyphi dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia penyakit yang masih tergolong endemik di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan minuman ini, disebabkan oleh kuman S. typhi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia insidens penyakit tersebut tergolong masih tinggi. Penyakit tersebut diduga erat hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik, sanitasi lingkungan yang jelek (misalnya penyediaan air bersih yang kurang memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan makanan dan minuman yang
3
belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Tata laksana pada demam tifoid yang masih sering digunakan adalah istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian antibiotik. Antibiotik adalah zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan,
dalam
larutan
encer,
untuk
menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain.
B. Identitas Penderita
Nama
: Nn. Nv
Umur
: 15th
Jeniskelamin
: perempuan
Pekerjaan
: Pelajar SMA Kelas 2 SMA 5 Malang
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl. Pekalongan dalam no. 6 Malang
Status
: Belum Kawin
Suku
: Jawa
C. Anamnesa 1. Keluhan utama
: Demam
2. Keluhan tambahan
: Muntah, batuk kering, lemas
3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD RSI Unisma dengan keluhan demam terus menerus sejak hari ketiga lebaran Hari Raya Idul Fitri. Demam terutama dirasakan saat menjelang sore hingga malam hari. Saat sakit diikuti batuk kering yang hilang timbul. Setelah demam, 1 minggu kemudian muncul diare selama dua hari, kemudian hilang. Saat demam , kepala terasa berat, mata berkunang-kunang (-), telinga berdenging (+) kadang – kadang, perut teraba keras dan kembung, nyeri tekan epigastrium (+), lemas (+), mual
4
(+), muntah 2kali. Tidak mngalami gangguan BAK dan BAB. Pasien tidak mengeluh perdarahan dihidung, perdarahan gusi, perdarahan dikulit, badan tidak terasa pegel-pegel di badan. Pasien pada waktu panas hari ketiga dibawa ke RS H B dan tidak membaik, kemudian dibawa ke RSUD SA dan tetap tidak membaik. Saat di RS HB pasien mendapat obat untuk diminum yaitu parasetamol, antimuntah dan antasida. Sebelumnya penderita mengunjungi daerah endemik malaria di Malang bagian selatan, menggigil (-),kemerahan pada wajah (-), berkeringat berlebihan (-). 4. Riwayat penyakit dahulu
:
Riwayat sakit serupa :
(-)
Riwayat mondok
:
saat SD: sakit tifus; saat SMP: kejang
:
(disangkal)
epilepsi
Riwayat sakit gula
Riwayat penyakit jantung : (disangkal)
Riwayat hipertensi
:
(disangkal)
Riwayat kejang
:
saat SMP kelas 3, tidak pernah kambuh
lagi. Pengguna rutin obat fenitoin 100 mg.
Riwayat alergi obat
Riwayat alergi makanan
:
(disangkal) : (disangkal)
5. Riwayat sakit keluarga
Riwayat sakit serupa :
(disangkal)
Riwayat mondok
:
(disangkal)
Riwayat sakit gula
:
(disangkal)
Riwayat penyakit jantung : (disangkal)
Riwayat hipertensi
:
(disangkal)
Riwayat kejang
:
(disangkal)
Riwayat alergi obat
:
(disangkal)
5
Riwayat alergi makanan
: (disangkal)
6. Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok
Riwayat minum alkohol : (disangkal)
Riwayat olah raga
Riwayat pengisian waktu luang : mengikuti kegiatan
: (disangkal)
: panjat tebing
ekstrakurikuler pecinta alam sangat aktif. Hingga sore hari terkadang lupa makan. 7. Riwayat sosial ekonomi:
Ayah bekerja sebagai satpam gudang
Ibu sebagai ibu rumah tangga
Memiliki kos-kosan putri 3 kamar
8. Riwayat gizi Memiliki kebiasaan makan hanya 2x sehari, telat makan, susah makan. Tidak menyukai sayur mayur Lebih menyukai ikan dan daging
D. Anamnesa Sistem 1.
Kulit
: kulit gatal (-)
2.
Kepala
: sakit kepala (+), pusing (-), rambut kepala rontok (-) , luka pada kepala (-), benjolan atau borok (-)
3.
Mata
: pandangan
mata
berkunang
–
kunang
(-
),pengelihatan kabur(-) , ketajaman mata berkurang (-) 4.
Hidung
: tersumbat (-), mimisan (-)
5.
Telinga
: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6.
Mulut
: sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)
7.
Tenggorokan
: sakit menelan (-), serak (-), mengi (-)
8.
Pernafasan
: sesak nafas (-), batuk lama(-)
6
9.
Kardiovaskular
10. Gastrointestinal
: berdebar – debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-) : mual
(+),
muntah(+),
diare(-),nafsu
makan
menurun (-), nyeri perut(+), BAB tidak ada keluhan 11. Genitouria
: BAK lancar,6-8 kali sehari dan 3 kali di malam hari, warna kuning jernih, jumlah dalam batas normal, nyeri BAK (-)
12. Neurologik
: kejang (-),lumpuh(-),kesemutan(-),dan rasa tebal (-)
13. Psikiatrik
: emosi stabil, mudah marah(-)
14. Muskuloskeletal
: kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki(-),nyeri otot(-)
15. Ekstremitas atas
:
Kanan: bengkak (-), sakit(-),luka(-)
Kiri: bengkak (-), sakit(-),luka(-)
Kanan: bengkak (-), sakit(-),luka(-)
Kiri: bengkak (-), sakit(-),luka(-)
16. Ekstremitas bawah:
E. Pemeriksaan Fisik 1.
Keadaan umum
: Compos Mentis (GCS: 4,5,6) ,Tampak lemas
2. Tanda vital
:
BB
: 50 kg
TB
: 169 cm
BMI
: 17 → kesan normal
Tensi
: 100/70 mmHg
Nadi
: 80x /menit
Pernafasan
: 18x / menit
Suhu
: 38 C
7
3. Kulit Sawomatang,turgor baik,ikterik( -), sianosis( -),venektasi(-), ptekie (-), spidernavi(-) 4. Kepala Bentuk kepala mesocephal, luka (-), rambut tdk mudah dicabut, keriput (), makula(-),papula(-),nodula(-), kelainan mimikwajah (-), atrofi m.temporalis(-)
5. Mata Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea (+/+), katarak -/-, tanda radang -/-
6. Hidung Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-).
7. Mulut Bibi pucat(-), bibir kering(-), lidah kotor (-),tepi lidah hiperemi (-), tremor(-)
8. Telinga Nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-), cuping telinga dalam batas normal
9. Tenggorokan Tonsil membesar (-/-), hiperemi faring(-)
10. Leher JVP (5 + 2) cmH2O tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran KGB (-), pembesaran kel.tiroid(-), lesi pada kulit (-).
8
11. Toraks Simetris, normochest, retraksi intercostal (-), retraksi subcostal(-),spider navi(-), venectasi (-),pembesaran kel. Limfe (-)
COR I:
ictus cordis tak tampak
P
: ictus cordis tak kuat angkat
P
: batas kiri atas
: SIC II linea para sternalis sinistra
batas kanan atas
: SIC II linea para sternalis dekstra
batas kiri bawah
: SIC V 1 cm lateral linea medio clavicularis sinistra
batas kanan bawah :SIC IV linea para sternalis dekstra pinggang jantung :SIC III linea para sternalis sinistra (batas jantung kesan tidak melebar A : Bunyi Jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
PULMO I
: pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
P : fremitus raba kanan sama dengan kiri P : sonor/sonor Sonor
Sonor
Sonor sonor
sonor
+
+
+ A : suara dasar vesikular (+/+),
suara tambahan (-/-),
+
+
-
-
-
dinamis depan belakang
-
9
12. Abdomen I
: dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
A : bising usus (+) normal P : supel, nyeri tekan (+) region epigastrium, hepar dan lien tidak teraba P : timpani seluruh lapang perut
13. System collumna vertebralis I
: deformitas(-), skoliosis(-),kiphosis(-),lordosis(-)
P : nyeri tekan (-) P : NKCV (-) 14. Ekstremitas
Palmar eritema (-/-)
Akral dingin :
Oedem :
Ulkus :
- -
- -
- -
- -
- -
- -
15. Sistem genitalia Dalam batas normal 16. Pemeriksaan neurologik Kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Luhur
: dlm batas normal
Fungsi Vegetatif
: dlm batas normal, tidak ada gangguan N N N N
Fungsi motorik:
10
Kekuatan
tonus
RF
RP
5 5
n n
2 2
- -
5 5
n n
2 2
- -
17. Pemeriksaan psikiatrik Penampilan
: perawatan diri baik
Kesadaran
: kualitatif tidak berubah; kuantitatif CM
Afek
: appropriate
Psikomotor
: normoaktif
Proses Pikir
: realistis
F. Pemeriksaan Laboratorium 1. Tanggal 4 September 2012 Anemia, leukositosis, trombositosis, monositosis, SGOT/SGPT meningkat, Thypi O (+) 1/160, Parathypi OA(+) 1/80, Parathypi OB (+) 1/160. 2. Tanggal 6 September 2012 Anemia, leukositosis, trombositosis, monositosis, SGOT/SGPT meningkat, Thypi O (-), Thypi H(-), Parathypi OA(+) 1/160, Parathypi OB (+) 1/160, pemeriksaan preparat tebal malaria (-), pemeriksaan preparat tipis malaria (-). 3. Tanggal 10 September 2012 Anemia, leukositosis, trombositosis, monositosis,eosinofilia 4. Tanggal 11 September 2012 Kultur malaria (-) G. Resume Sejak hari ketiga hari raya Idul Fitri yang lalu, pasien mengeluh demam dirasakan pada sore sampai malam hari, kepala juga terasa berat saat demam, tidak hilang dengan istirahat, pada saat beraktifitas tidak bertambah berat.
11
Tiga hari kemudian pasien dibawa ke RS HB diberi obat parasetamol dan antasida, demam tidak membaik. Beberapa hari kemudian dibawa ke RSUD SA kemudia dikirim ke RSI Unisma.Nafsu makan berkurang sejak sakit. Dahulu pasien pernah menderita demam tifoid dan pernah mengalami epilepsi. Pasien juga mengalami mual, muntah. Dari pemeriksaam fisik didapatkan keadaan umum tampak lemas, compos mentis (GCS:456), status gizi baik, tanda vital 100/70 mmHg. Pada mulut tidak didapatkan lidah kotor dan tepi hiperemi, pada abdomen ada nyeri epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: menurun, leukositosis, Thypi H (+), Parathypi OA(+), Parathypi OB (+).
H. Differential diagnosis Demam Tifus Demam: Sore – malam: Suhu > 38C
√
Nyeri kepala
√
Pusing
-
Nyeri otot
Demam Berdarah Demam: Tdk khas 2-7 demam 2-3 kritis Nyeri kepala
Demam Malaria Trias malaria: 1. Dingin Menggigil, demam tinggi
-
2. Panas Muka merah,demam ↑ 3. berkeringat Suhu menurun, merasa sehat Melakukan perjalanan daerah endemis Nyeri perut
-
-
-
Rwyt transfuse darah Laborat: Preparat tebal Preparat tipis
√
Tes antigen P-F test
X
-
Tes serologi Tes PCR
X X
X
kultur
-
√ -
-
Nyeri retrorbital Mialgia
Anoreksia
-
Ruam kulit
-
Mual
√
-
Muntah Obstipasi Sebah Dyspepsia
√ √ √
Perdarahan mukosa Hematemesis
Epistaksis
-
Bradikardi Lidah kotor
-
Hepatomegali
-
Laoratorium: Leukositosis hr ke tiga Trombositope ni Hematokrit Faal hemostasis Lipoproteine mia
-
-
√ √
-
12
Splenomegali
-
Gg kesadaran
-
Laboratorium:
Leukopenia
-
SGOT/SGPT ↑ Urin : Ureum Kreatinin Imunoserolog i: IgG: IgM: Uji antigen NS1
√
x
leukositosis √ Anemia Trombositosis LED ↑ SGOT/SGPT ↑ √ Trombositosit √ openi Monositosis √ Uji widal: Tiphy O 1/8 Paratiphy AB 0 Uji Tubex X (deteksi ab iktn IgM dg anti09 terkonjugasi) Uji typhydot X (IgG-IgM) Uji IGM (dipstick)
I. Planning Diagnostik 1. Kultur darah untuk demam tifoid 2. Pemeriksaan PCR 3. Rapid Test 4. Foto polos abdomen untuk komplikasi tifoid
J. Diagnostik Holistik Nn.Nv usia 15 th adalah penderita demam yang tidak berhenti selama kurang lebih dua minggu yang diantar ke IGD RSI Unisma oleh kedua orang tuanya.
13
Tinggal dilingkungan keluarga extended family. Hubungan dengan keluarga harmonis dan terbuka. Nn. Nv adalah aktivis pecinta alam disekolahnya. 1. Diagnosis Biologis Observasi febris e.c tifoid fever 2. Diagnosis Psikologis Hubungan Nn.Nv dengan keluarga dekat dan merupakan anak tunggal selain itu mereka saling mendukung dan berkomunikasi. 3. Diagnosis Sosial Merupakan aktifis pecinta alam disekolahnya, sebagai ketua, shingga interaksi dengan teman sebaya diluar rumah cukup bagus.
K. Penatalaksanaan 1. Non medikamentosa a. Edukasi
Edukasi pasien tentang pentingnya menjaga pola makan
Edukasi pasien mengenai pentingnya menjaga kesehatan
Edukasi pasien perlunya menjaga keseimbangan kesehatan
Edukasi mengenai demam tifus (pencegahan recurrent, komplikasi dan prognosis)
b. Diet Diet yang dibutuhkan adalah diet yang tidak mengganggu saluran pencernaan pasien. Pemberian karbohidrat dapat menggunakan bubur saring yang kemudian bertahap ditingkatkan menjadi bubur kasarhingga nasi, seiiring dengan proses penyembuhan pasien. Menghindari makanan yang sulit dicerna seperti makanan berserat tinggi,sayur mayur dan buah-buahan yang sulit dicerna.
c. Latihan jasmani
14
Endotoksik pada bakteri diproduksi dan diedarkan dalam tubuh saat melakukan aktifitas. Hindari aktifitas berat agar tidak merangsang pengeluaran endotoksin.
d. Pola hidup Stress adalah salah satu hal yang dapat memicu terjadinya gangguan pencernaan sehingga pasien sebaiknya tdak dalam kondisi stress atau dibawah tekanan. Pasien harus tirah baring minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih selama 14 hari. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yg dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus, hygiene penderita tetap dijaga dan diperhatikan. Istirahat bertujuan
untuk
mencegah
komplikasi
dan
mempercepat
penyembuhan.
2. Medikamentosa a. Terapi cairan Infuse Ringer Asering BB pasien : 50kg ; Pemberian cairan maintenance: 50 cc x 50kgBB x 20tetes = 50.000 24 jam x 60 menit =
1440
35 tetes/menit
b. Terapi kausatif
Levocine 1 x500 mg
c. Terapi simptomatif
Injeksi:
antibiotik gol quinolon
15
Ondancentron 2x 4mg / IV
antiemetik
Antrain 3 x1 amp / IV
analgetik non narkotik
Ranitidine 3 x 1amp / IV
antasida
Cernevit 1x 1 vial/ hari drip
multivitamin
Per oral: Parasetamol 4 x 500 mg
antipiretik
L. Komplikasi 1. Perforasi usus Biasanya terjadi pada minggu ketiga serangan tifoid fever, bias juga dialami sejak serangan minggu pertama. Diagnosis dipastikan dengan foto BNO 3 posisi. Terapi pemberian antibiotic, cairan dapat memperbaiki keadaan. M. Follow Up Tanggal 6 September 2012 S : demam, mual, muntah, nyeri perut O : Ku: tampak lemas, CM, gizi baik Tanda vital:
T: 110/80 mmHg N: 90 x / m RR:S: 36,8C; jam 14.00 T: 38,7C
A : hemorrhagic fever ec. Suspet tifoid fever P :
Tes widal dan darah lengkap
Pagi: Infuse Asering 20 tetes Inj ondancentron 3 x 4 Inj tizos 2x1 Inj ranivel 3 x 1 Inj cernevite drip (stop) Po hepamerz 2 x1
16
Po Edotin2 x 1
Tanggal 7 September 2012 S : demam, mual, muntah, nyeri perut O : Ku: tampak lemas, CM, gizi baik Tanda vital:
T: 100/80 mmHg N: 94 x / m RR:S: 37C; jam 12.00 T: 38,2C
A : hemorrhagic fever e.c. tifoid fever P :
Pagi: Infuse Asering 20 tetes Inj ondancentron 3 x 4 Inj tizos 2x1 (stop) Inj ranivel 3 x 1 Po hepamerz 2 x1 Po Edotin2 x 1 Po Pamol 3 x1
Tanggal 8 September 2012 S : demam, mual, muntah, nyeri perut O : Ku: tampak lemas, CM, gizi baik Tanda vital:
T: 110/80 mmHg N: 86 x / m RR:S: 37C;
A : hemorrhagic fever e.c. tifoid fever P :
Bed rest
17
Pagi: Infuse Asering 20 tetes Inj ondancentron 3 x 4 Inj tizos 2x1 (stop) Inj ranivel 3 x 1 Po hepamerz 2 x1 Po Edotin2 x 1 Po Pamol 3 x1
Tanggal 9 September 2012 S : demam, mual, muntah, nyeri perut O : Ku: tampak lemas, CM, gizi baik Tanda vital:
T: 110/70 mmHg N: 80 x / m RR: 21 S: 36C;
A : hemorrhagic fever e.c. tifoid fever P :
Bed rest
Pagi: Infuse Asering 20 tetes Inj volequin 1 x 500mg Inj ranitidine 3 x 1 Po hepamerz 2 x1 Po codein 3 10mg Po doxyciclin 2 x100mg
Tanggal 10 September 2012 S : demam, mual, muntah, nyeri perut O : Ku: cukup, CM, gizi baik
18
Tanda vital: T: 110/70 mmHg N: 80 x / m RR: 21 S: 36C; A : hemorrhagic fever e.c. tifoid fever P :
Bed rest
Uji Darah Lengkap
Pagi: Infuse Asering 20 tetes Inj volequin 1 x 500mg Inj ranitidine 3 x 1 Inj antrain Po codein 3 10mg Po doxyciclin 2 x100mg
Tanggal 11 September 2012 S : demam, mual, muntah, nyeri perut O : Ku: cukup, CM, gizi baik Tanda vital:
T: 100/70 mmHg N: 100 x / m RR: 18 x / m S: 36C;
A : hemorrhagic fever e.c. tifoid fever P :
Bed rest
Uji Darah Lengkap, kultur malaria, uji IgG-IgM salmonella
Pagi: Infuse Asering 20 tetes
19
Inj volequin 1 x 500mg Inj ranitidine 3 x 1 Po codein 3 10mg Po doxyciclin 2 x100mg
N. FLOW SHEET Nama
: Nn. Nv
Diagnosis : Demam tifoid. No 1
Tanggal
Vital sign
BB/TB
BMI
6-9-2012
T: 110/80
50 /
17
mmHg
169 cm
Keluhan
Rencana
Demam pada
Terapi
sore-malam
medikamentosa,
N: 90 x / m
hari, pusing,
terapi nonmedika
RR:-
nyeri
mentosa (diet dan
S: 36,8C;
perut,mual,
bed rest,
jam 14.00
muntah.
pemeriksaan
T: 38,7C
laboratorium, DL,widal)
2
7-9-2012
T : 140/90
50
/ 17
Demam pada
Terapi
N :76x/mnt
169 cm
sore-malam
medikamentosa,
RR: 18x/mnt
hari, pusing,
terapi nonmedika
S : 36,5˚c
nyeri
mentosa (diet dan
perut,mual,
bed rest)
muntah. 3
8-9-2012
T : 140/80
50
/ 17
N : 78 x/mnt
169 cm
Demam
pada Terapi
sore-malam
medikamentosa,
RR: 18x/mnt
hari,
pusing, terapi nonmedika
S : 36,8˚c
nyeri
mentosa (diet dan
perut,mual,
bed rest,
20
muntah. 44
9-9-2012
T : 130/90
50
/ 17
N : 82x/mnt
169 cm
Demam
pada Terapi
sore-malam
medikamentosa,
RR: 18x/mnt
hari,
pusing, terapi nonmedika
S : 36˚c
nyeri
mentosa (diet dan
perut,mual,
bed rest,
muntah. 10-9-2012
T: 110/70
50
/ 17
mmHg
169 cm
N: 80 x / m
11-9-2012
Demam
pada Terapi
sore-malam
medikamentosa,
hari, mual
terapi nonmedika
RR: 21
mentosa (diet dan
S: 36C;
bed rest, uji DL)
T: 100/70
50
mmHg
169 cm
N: 100 x / m
/ 17
Sudah
tidak Boleh pulang, rawat
demam, hanya jalan Terapi mual
medikamentosa,
RR: 18 x / m
terapi nonmedika
S: 36C;
mentosa , uji kultur
21
BAB II KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga
: Tn. S
AlamatLengkap
: Jalan Pekalongan Dalam no 6, Malang
Bentuk Keluarga
: Extended Family
NO
Nama
1.
Tn. S
2.
Ny.S
Keduduka n Kepala keluarga Istri
L/P
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pasien Klinik
Ket
L
45 Th
SMP
Satpam
Tdk
-
P
38 Th
SD
IRT
Tdk
OF. Ec.
3.
Nn.Nv
Anak
P
15 Th
SMA
Pelajar
Ya
Typhoid fever
4.
Tn.J
Kakek
L
63 Th
-
-
Tdk
-
5.
Ny.J
Nenek
P
58 Th
-
-
Tdk
-
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA A. FUNGSI HOLISTIK 1. Fungsi Biologis
:
22
Keluarga terdiri atas penderita (Nn. Nv 15 tahun), bersama dengan ayah dan ibu yaitu Tn. S dan Ny. S, serta kakek dan neneknya yaitu Tn.J dan Ny.J.
2. Fungsi Psikologis
:
Hubungan keluarga di antara mereka terjalin baik, terbukti dengan adanya komunikasi antar anggota keluarga, dan hubungan antara anak dan anggota keluarga yang lain baik dan saling menyayangi. 3. Fungsi Sosial : Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Penderita aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler pecinta alam. Di lingkungan rumahnya hanya memiliki satu teman sebaya yang berbeda jenis kelamin yang kurang begitu akrab. Hubungan keluarga pasien dengan tetangga baik, jika ada kegiatan selalu berusaha untuk berpartisipasi. Kesimpulan: Hubungan kelurga Ny. M berjalan baik semua komunikasi antar anggota keluraga baik dengan lingkungan rumah (tetangga) juga baik.
B. FUNGSI FISIOLOGIS APGAR Terhadap Keluarga
Nn.Nv
Ny.S
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke A
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
2
2
2
2
Saya puas dengan cara keluarga saya P
membahas dengan saya
dan
membagi
masalah
23
Saya puas dengan cara keluarga saya G
menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau
2
2
2
2
2
2
10
10
arah hidup yang baru Saya puas dengan cara keluarga saya A
mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll Saya puas dengan cara keluarga saya dan
R
saya membagi waktu bersama-sama
APGAR skore kelurga 10+10 = 20:2 = 10 → Fungsi Fisiolog Baik. Skoring :
Hampir selalu
: 2 poin
Kadang – kadang
: 1 poin
Hampir tak pernah : 0 poin
C. FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREEM SCREEM SUMBER
PATHOLOGY
KET
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga Social
dengan saudara. Partisipasi mereka dalam masyarakat
_
misalnya mengikuti tahlil rutin, pengajian, Cultural
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Menggunakan bahasa jawa dan
_
24
Indonesia, tata krama dan kesopanan Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga
Religius
dalam ketaatannya dalam beribadah. Economy
-
Ekonomi keluarga ini termasuk perekonomian menengah kebawah. Pendapatannya sudah mencukupi untuk standard
+
hidup layak sehari hari. Education Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga ini meskipun belum ada yang sampai pada tahap Perg. Tinggi tetapi masih
-
peduli terhadap perkembangan ilmu. Medical
Keluarga ini belum menganggap pemeriksaan rutin kesehatan sebagai kebutuhan, akan tetapi pasien jika merasa sakit,
-
pasien mencari pelayanan dokter terdekat. Kesimpulan : Hubungan kelurga Nn. Nv baik-baik semua, tingkat ketercukupan ekonomi cukup untuk kehidupan sehari-hari akan tetapi dengan pendapatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam serumah yang terdiri dari 5 orang, sehingga antar keluarga saling membantu untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya. Pendapatan ekonomi untuk kebutuhan keluarga terbantudengan adanya kos-kosan yang disewakan.
D. POLA INTERAKSI KELUARGA
Pasien
Ny. S
Tn.S
kakek
nenek
25
Keterangan : Hubungan baik Hubungan antara anggota keluarga baik E. GENOGRAM Kakek
Nenek
Ny.S Nn. Nv
Keterangan: : laki - laki : perempuan
atau
: meninggal : penderita
Tn. S
26
BAB III IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. IDENTIFIKASI
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
KESEHATAN a. Identifikasi faktor perilaku keluarga 1. Pengetahuan Keluarga mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang kesehatan meskipun tingkat pendidikannya tidak cukup baik. Menurut pendapat semua keluarga anggota, yang dimaksud kondisi sehat adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak menderita penyakit sehingga bisa melakukan aktivitasnya dengan baik. Anggota keluarga mengetahui bahwa penyakit pasien itu bisa kambuh kembali, karena ada riwayat penyakit yang sama seperti ini sebelumnya. 2. Sikap Keluarga ini peduli terhadap kesehatan penderita. Selama keluarga pasien sakit anggota keluarga yang lain ikut menjaga dan memperhatikan kesehatan pasien. 3. Tindakan Keluarga pasien mengantarkan Nn. Nv berobat ke rumah sakit dan ke dokter pada saat pasien mengeluh kesakitan, karena keadaan Nn. Nv tidak membaik maka keluarga pasien langsng membawa pasien ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut. b. Identifikasi faktor non perilaku 1. Lingkungan
27
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup baik. Rumah pasien sudah merupakan rumah yang sudah memenuhi standar kesehatan. Luas bangunan cukup besar, ada halaman depan, pencahayaan cukup, ventilasi cukup. Sumber air keluarga ini berasal dari PDAM, kamar mandi dan jamban sudah ada. Air minum yang digunakan memakai air gallon. 2. Pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek, dokter, apotik, dan lain sebagainya tergolong dekat dengan rumah keluarga Tn. S, sehingga keluarga mudah mendapatkan pelayanan medis yang baik dan tepat. Keluarga pasien memperhatikan kesehatan antar keluarganya apabila ada yang sakit langsng dibawa berobat. 3. Keturunan Tidak ada faktor penyakit turunan yang terdapat dalam keluarga Tn.S
Lingkungan : rumah cukup memenuhi syarat kesehatan
Pengetahuan: keluarga cukup memahami penyakit penderita Sikap: keluarga cukup peduli terhadap penyakit penderita
Keluarga T Keluarga Ny. Tn. S
Tindakan: keluarga mengantarkan Nn.Nv untuk berobat
Faktor Perilaku Faktor Non Perilaku
Keturunan : tidak ada penyakit keturunan pada keluarga Tn.S
Pelayanan Kesehatan : Jika sakit Nn.Nv ke dokter praktek
28
B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH Lingkungan Luar Rumah Keluarga tinggal bersama dengan mertua, keluarga dan anaknya. Rumah ini mempunyai pagar pendek, mempunyai halaman depan, Saluran pembuangan limbah sudah tersalur ke got. Pembuangan sampah di rumah di bakar di perkarangan yang kosong. Lingkungan Dalam Rumah Dinding rumah terbuat dari batu bata yang di cat, sedangkan lantai rumah sudah menggunakan keramik. Rumah ini terdiri dari Lima ruangan yaitu ruang tamu, 7 kamar tidur, satu dapur dan dua kamar mandi. Tiga kamar yang berada di lantai dua dikoskan. Rumah ini mempunyai dua pintu untuk keluar masuk (di bagian depan). Keluarga ini sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga dan fasilitas air dari PDAM. Ventilasi udara masih cukup tedapat 5 jendela dengan lubang ventilasi untuk pertukaran udara. Denah Rumah Lantai 1. Teras KT 1
KT 2
Ruang tamu
Dapur
RT
KT 3
Ruang makan
Kamar mandi 1
29
Lantai 2. Teras dan tangga KT kos 1
KT kos 2
KT kos 3
Kamar mandi
Jemuran
30
BAB VI DAFTAR MASALAH
A. Masalah Medis Tifoid Fever B. Masalah Non Medis: 1. Orangtua memanjakan anaknya. 2. Pola hidup Nn. Nv tidak menjaga pola makannya. 3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita. C. Diagram Permasalahan Pasien
An. A
MASALAH MEDIS
MASALAH NON MEDIS
Tifoid fever
Orang tua memanjakan anaknya. Pola hidup Nn. Nv tidak menjaga pola makannya. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita
31
BAB V TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Demam Tifoid Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. B. Infectious Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 1.
Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2.
Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3.
Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
32
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi 1. Faktor Host Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. 2. Faktor Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid. 3. Faktor Environment Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
D. Manifestasi klinis Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : a. Demam
33
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsurangsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. b. Ganguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. c. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
34
E. Patofisiologi Kuman Salmanella typhi , Salmanella paratyphi masuk ke saluran cerna melalui makanan yang terkontaminasi
Sebagian dimusnahkan asam lambung
Peningkatan asam lambung
Sebagian lolos masuk kedalam usus
Respon imun humoral (IgA) mukosa usus kurang baik
Berkembang biak di usus
Kuman akan menembus sel-sel epitel
Mual, muntah
Lamina propia →fagositosis kuman Nafsu makan turun Kuman berkembang biak di dalam makrofag
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Makrofag hiperaktif
Dibawa ke plague peyeri ileum distal
Hiperplasi jaringan
Ke kelenjar getah bening mesenterika
Erosi pembuluh darahsekitar plague peyeri
Perdarahan saluran cerna
perforasi
Melalui duktus thorasikus kuman masuk ke dalam sirkulasi darah
Masuk dan bersarang dihati dan limpa Hepatomegali, Splenomegali
Kuman berkembang biak Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri perut Masuk sirkulasi darah kembali Endotoksin menempel reseptor di kapiler
Timbul komplikasi: gangguan neuropsikiatri, kardiovaskuler, pernafasan.
Infeksi sistemik : demam, malaise, kepala pusing,
35
F. KOMPLIKASI 1.
Komplikasi Intestinal (Perdarahan usus, Perforasi usus, Ileus paralitik)
2.
Komplikasi Ekstra Intestinal (Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan septik), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis;
3.
Komplikasi darah : anemia hemolitik , trombositopenia, dan / atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik;
4.
Komplikasi paru: Pneumonia, empiema, dan pleuritis;
5.
Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis;
6.
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis; Komplikasi tulang: osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis;
7.
Komplikasi Neuropsikiatrik: Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia)
G. DIAGNOSA BANDING 1. DEMAM BERDARAH DENGUE DEFINISI Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hepar dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS). PENYEBAB Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
36
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. GEJALA UTAMA 1. Demam Demam tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 – 7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai fase demam merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seajan sembuh hati – hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam. 2. Tanda – tanda perdarahan Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati, gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti ptekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. ptekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. 3. Hepatomegali Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya sekedar diraba sampai 2 – 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan. 4. Syok Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma
37
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 – 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut DIAGNOSIS Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. A. Kriteria Klinis 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
ptekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
3. hepatomegali 4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. B. Kriteria Laboratoris 1. Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang) 2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih. Dua kriteria pertama ditambah trombositopemia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Derajat Penyakit (WHO, 1997): Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
38
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
PENATALAKSANAAN Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
39
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO yaitu: 1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
40
4. Penatalaksanaan perdarahan sepontan pada DBD dewasa 5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
41
42
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal. Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kgBB) akan menyebabkan efek penambahan volume vascular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. Cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar.
43
2. MALARIA FEVER PENGERTIAN Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh imfeksi parasit plasmodium falsiparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale atau plasmodium malariae ditularkan melalui nyamuk anopheles
DIAGNOSIS Anamnesisa : riwayat bepergian ke daerah endemik malaria, trias malaria : keadaan menggigil yang diikuti demama meningkat peningkatan suhu, kemudian memasuki fase demam dengan suhu yang sangat tinggi hingga menyababkan kemerahan pada daerah wajah, lalu masuka pada tahap berkeringat dimana jumlah keringat berlebihan dan suhu perlahan turun. Pemeriksaan fisik : konjungtifa pucat, sclera ikterik, splenomegali. Laboratorium : uji tetes preparat tebal, uji tetes preparat tipis, test antigen, test serologi, pemeriksaan PCR. Pengobatan : menggunakan antibiotic golongan artemisinin dengan kombinasi. Komplikasi : malaria berat, renjatan, gagal nafas, gagal ginjal akut. Prognosis : Malaria Falsiparum ringan atau sedang, malaria vivax atau malaria ovale : bonam, malaria berat : dubia ad malam.
44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan Holistik Diagnosa holistic dari Nn. Nv usia 15 tahun adalah penderita tifoid fever dengan masa inkubasi yang relative ebih panjang disbanding biasanya. Hidup dalam kondisi keluarga extended family yang harmonis dan saling mendukung. Hidup bermasyarakat dengan tetangga dan Nn.Nv aktif dalam kegiatan ektrakurikuler pecinta alam yang ada disekolahnya. 1. Segi Biologis Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium maka dinyatakan bahwa Nn.Nv adalah penderita tifoid fever. 2. Segi Psikologis Keluarga Nn.Nv memiliki nilai APGAR score yang baik dan harmonis. 3. Segi Sosial Meski Tn.S hanya seorang satpam dan menghidupi lima orang dalam keluarga, semua kebutuhan masih relative tercukupi karena memiliki tiga kamar kos yang disewakan. C. Saran Komprehensif 1. Promotif Edukasi pada keluarga tenatng factor resiko penyakit tifoid. Memberikan edukasi bahwa penyakit infeksi ini dipengaruhi oleh pola hidup dan kebersihan lingkungan. 2. Preventif Penderita sebaiknya menjaga pola makannya, makan teratur dan tidak mengkonsumsi makanan yang dapat memicu terjadinya komplikasi dari tifoid. Hidup bersih dan menjaga daya tahan tubuh. 3. Kuratif Terapi sesuai dengan pengobatan tifoid 4. Rehabilitatif
45
Daftar Pustaka
Guyton and Hall. 2007.Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Sudoyo W., Aru dkk. 2010 . Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. V. Jakarta