Laporan Kasus Kedokteran Keluarga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA PASIEN DEWASA USIA 45 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS PARU



Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang



Pembimbing:



Disusun Oleh: Muhammad Pratama Putrawibawa 1810221008 Salma Utami Maskuroh 1810221025 Eva Ardelia Sari 1810211038



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA PERIODE 4 NOVEMBER – 28 DESEMBER 2019



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA PASIEN DEWASA USIA 45 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS PARU



Laporan Tugas Mandiri Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang



Disusun Oleh: Muhammad Pratama Wibawa 1810221008 Salma Utami Maskuroh 1810221025 Eva Ardelia Sari 1810211038



Telah disetujui dan disahkan oleh : Pembiming



dr. Ari Budi Himawan, M.Kes (Epid)



1



KATA PENGANTAR Puji



dan syukur atas



kebesaran Allah SWT telah menciptakan



keanekaragaman ilmu pengetahuan alam semesta ini. Dan karena rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kedokteran keluarga ini yang berjudul “Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Pasien Dewasa Usia 45 tahun dengan Tuberkulosis Paru”. Selesainya laporan ini tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan kali ini izinkanlah kami menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan kasus kedokteran keluarga ini. Setiap manusia pasti memiliki kesalahan. Begitu pula dengan buah karya dari tangan manusia itu sendiri yang masih memerlukan beberapa perbaikan dalam pembuatan laporan selanjutnya. Karena itu kami sangat memerlukan saran, kritik, dan komentar, agar dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan laporan selanjutnya. Semoga laporan kasus kedokteran keluarga ini dapat berguna bagi para pembaca.



Semarang,



Desember 2019



Penulis



2



DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI..................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 I. 1 Latar Belakang .................................................................................. 1 I. 2 Tujuan ............................................................................................... 2 I. 3 Manfaat ............................................................................................. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4 II. 1 Kedokteran Keluarga ........................................................................ 4 II. 2 Keluarga ........................................................................................... 11 II. 3 Tuberkulosis ..................................................................................... 14 BAB III LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH .................................... 29 BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 49 LAMPIRAN



3



DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1. Denah Rumah Pasien................................................................... 34 GAMBAR 2. Genogram Keluarga..................................................................... 37 GAMBAR 3. Family Maping ............................................................................ 37 GAMBAR 4. Diagram Realita ........................................................................... 45



4



DAFTAR TABEL TABEL 1. Pengelompokkan OAT ..................................................................... 24 TABEL 2 .Jenis, Sifat dan OAT Lini Pertama ................................................. 24 TABEL 3. Pemeriksaan Fisik Pasien ................................................................. 30 TABEL 4. Masalah Kesehatan dan Rencana Pembinaan .................................. 33 TABEL 5. Indilator Rumah Sehat ..................................................................... 34 TABEL 6. Kartu Keluarga ................................................................................. 36 TABEL 7. Skoring APGAR .............................................................................. 38 TABEL 8. Family Screem.................................................................................. 39 TABEL 9. Family Life Line ............................................................................... 40 TABEL 10. Indikator PHBS .............................................................................. 40 TABEL 11. Hasil Pembinaan ............................................................................ 46



5



BAB I PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden Tuberkulosis (TB) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk TB berdasarkan 3 indikator yaitu TB, TB/HIV, dan MDR-TB dimana terdapat 48 negara yang masuk ke dalam daftar tersebut. Indonesia masuk ke dalam daftar tersebut, artinya Indonesia memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TB.1 Pada tahun 2017 jumlah kasus TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TB tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologi di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas. Gambaran kesakitan menurut pendidikan menunjukkan prevalensi semakin rendah seiring dengan tingginya tingkat pendidikan. Kesakitan TB menurut kuintil indeks kepemilikan menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok terbawah sampai dengan menengah atas. Perbedaan hanya terjadi pada kelompok sosial ekonomi teratas.2 Peran dokter keluarga dalam penatalaksanaan TB paru sangatlah penting yang tidak memandang seseorang pasien sebagai seseorang 6



individu



melainkan



sebagai



suatu



unit



keluarga



yang



penatalaksanaannya secara holistik dan komprehensif. Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita TB salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan, serta cara untuk mencegah penularan.3



I.2 Tujuan I.2.1 Tujuan Umum Mengaplikasikan dan menerapkan konsep kedokteran keluarga pada seorang pasien usia dewasa yang menderita penyakit TB paru.



I.2.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga, termasuk masalah lingkungan dan sosial ekonomi keluarga b. Membantu seluruh anggota keluarga untuk mengenali masalah yang ada di dalam keluarga tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan anggota keluarga c. Membantu keluarga untuk memahami fungsi-fungsi anggota keluarga (biologis, psikologis, sosial, ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, serta penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi. d. Membantu



keluarga



untuk



dapat



memecahkan



permasalahan



kesehatannya secara mandiri. e. Membentuk perilaku hidup sehat di dalam keluarga.



I.3 Manfaat I.3.1 Bagi Penulis Menambah pengalaman bekerja sebagai dokter keluarga secara langsung pada pasien TB paru dewasa.



7



I.3.2 Bagi Pasien dan Keluarga a. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam lingkungan keluarga. b. Keluarga mampu untuk mengatasi permasalahan kesehatan keluarga secara mandiri.



I.3.3 Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kepada pasien TB paru secara holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses kesembuhan.



8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kedokteran Keluarga Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.4 Kriteria pelayanan kesehatan yang harus terpenuhi untuk mewujudkan keadaan sehat diantaranya adalah tersedianya pelayanan kesehatan (available), tercapai (accesible), terjangkau (afordable), berkesinambungan (continue), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), dan bermutu (quality). Kedokteran keluarga memiliki kekhususan yaitu: 4 a. Komprehensif dalam ilmu kedokteran, dalam arti tidak membatasi disiplin ilmu kedokteran tertentu. b. Komprehensif dalam pelayanan kesehatan. c. Sasarannya adalah individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga. d. Disusun secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai kebutuhan. e. Bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan. Dokter keluarga berperan sebagai ujung tombak pelayanan kedokteran primer Indonesia, diharapkan mereka dapat bercakap-cakap dalam ‘bahasa pasien’nya, dalam suasana kekeluargaan, dan senantiasa siap melayani kebutuhan pasiennya baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit. Pasien dalam praktek kedokteran keluarga adalah pengguna jasa pelayanan kesehatan yang datang atau dirujuk untuk memperoleh pertolongan medis maupun non medis yang berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapinya. Pasien ada yang mempunyai keluhan kesehatan, ada pula yang tidak mempunyai keluhan kesehatan.4



9



II.1.1 Pelayanan Kedokteran Keluarga Kriteria pelayanan kesehatan yang harus terpenuhi untuk mewujudkan keadaan sehat diantaranya adalah tersedianya pelayanan kesehatan (available), tercapai (accesible), terjangkau (afordable), berkesinambungan (continue), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), dan bermutu (quality).5 Gambaran pelayanan dokter keluarga sesuai deksripsi IDI sebagai berikut : a. Dokter keluarga melayani penderita tidak hanya sebagai individu tetapi sebagai anggota satu keluarga bahkan anggota masyarakatnya b. Dokter keluarga memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh dan memberikan perhatian kepada penderitanya secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi apa yang dikeluhkannya c. Dokter keluarga memberikan pelayanan kesehatan dengan tujuan utama meningkatkan derajat kesehatan, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobatinya penyakit sedini mungkin d. Dokter keluarga mengutamakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan itu sebaik-baiknya e. Dokter keluarga menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan tingkat pertama dan ikut bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan. 4 Pelayanan kesehatan/asuhan medis yang didukung oleh pengetahuan kedokteran terkini secara menyeluruh (holistik), paripurna (komprehensif), terpadu, berkesinambungan utnuk menyelesaikan semua keluhan dari pengguna jasa/pasien sebagai komponen keluarganya dengan tidak memandang umur, jenis kelamin dan sesuai dengan kemampuan sosialnya.5 1. Parpipurna (Comprehensive) Tersedianya semua langkah-langkah pelayanan kesehatan : a) Promotif (peningkatan dan pembinaan) b) Preventif (pencegahan dan perlindungna khusus) c) Kuratif (deteksi dini dan tindakan segera) d) Pencegahan cacat lebih lanjut (terapi, konsultasi, dan rujukan) e) Rehabilitatif (pemulihan, pengendalian, evaluasi)



10



2. Terpadu (Integrated) Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk interaksi antara dokter, pasien, dan keluarga serta melibatkan seluruh komunitas masyarakat disekitarnya. 3. Menyeluruh (Holistic) Dilaksanakan pelayanan kesehatan yang meliputi semua aspek kehidupan pasien sebagai manusia seutuhnya yang meliputi aspekaspek : a) Biologis b) Psikologi c) Sosial d) Spiritual3. 4. Berkesinambungan (Susutainable) Pelayanan



kesehatan



merupakan



upaya



terus-menerus



untuk



meningkatkan fungsi keluarga sesuai dengan sumber-sumber yang dimiliki.4 II.1.2 Karakteristik Kedokteran Keluarga a. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya. b. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan. c. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati. d. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya. II.1.3 Manfaat dan Tujuan Kedokteran Keluarga Manfaat dari kedokteran keluarga adalah sebagai berikut: a. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.



11



b. Dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan. c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini. d. Dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya. e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka segala keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi. f. Dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis. g. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan. h. Dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan biaya kesehatan. Tujuan dari kedoteran keluarga meliputi tujuan umum ialah terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga, sedangkan tujuan khusus : a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif. b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien. Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam: a. Kegiatan yang dilaksanakan Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh yaitu comprehensive medical services (CMC). Karakteristik CMC:



12



1. Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kesehatan yang dikenal di masyarakat(available). 2. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan (continu). 3. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya secara terjangkau (afordable) dan bermutu (quality). 4. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik). b. Sasaran Pelayanan Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah keluarga sebagai suatu unit. Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga. Batasan pelayanan kedokteran keluarga ada banyak macamnya. Dua diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:4 1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai satu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin, tidak juga oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. 2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kendungan, ilmu bedah serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang terpadu,



13



diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi dan ilmu-ilmu klinik, dan karenanya mampu mempersiapkan setiap dokter agar mempunyai peranan unik dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam: a. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan b. Ada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit. c. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit. d. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.



14



II.1.4 Diagnosis Holistik Kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan penyebab penyakit atau luka dari keluhan, riwayat penyakit pasien dan hasil pemeriksaan penunjang. Holistik merupakan: a. Memandang manusia sebagai makhluk biopsikososial pada ekosistemnya. b. Sebagai makhluk biologis manusia merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang kompleks fungsinya. c. Manusia terdiri dari komponen organ, nutrisi, kejiwaan dan perilaku. Diagnosis holistik merupakan proses diagnosis secara sistematis, dengan kerangka kerja yang memperhitungkan aspek keluhan, diagnosis klinis, masalah perilaku, pemicu yang ada dalam keluarga dan kehidupan sosialnya. Kegiatan untuk mengindentifikasi dan menentukan dasar dan penyakit, sebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang diperoleh dari keluhan, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan, hasil pemeriksaan penunjang dan risiko internal dan eksternal dalam kehidupan pasien dan keluarganya.5 II.1.5 Aspek Dalam Diagnosis Holistik a. Aspek Personal: alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran dan persepsi pasien 1. Keluhan utama (reason ofencounter) /simptom/ sindrom klinis yang ditampilkan 2. Apa yang diharapkan pasien atau keluarganya 3. Apa yang dikhawatirkan pasien atau keluarganya b. Aspek Klinis: Masalah medis, diagnosis kerja berdasarkan gejala dan tanda 1. Diagnosis klinis biologis, psikologis, intelektual, nutrisi, sertakan derajat keparahan 2. Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan diagnosis kerja/ diagnosis banding 3. Diagnosis berdasarkan ICD 10, dan ICPC-2 c. Aspek risiko internal : seperti pengaruh genetik, gaya hidup, kepribadian, usia, gender 1. Perilaku individu dan gaya hidup (life style) pasien, kebiasaan yang menunjang terjadinya penyakit, atau beratnya penyakit



15



2. Kebiasaan merokok 3. Kebiasaan jajan, kebiasaan makan 4. Kebiasaan individu mengisi waktu dengan perihal yang negatif 5. (dietary habits;tinggi lemak, tinggi kalori) d. Aspek risiko eksternal dan psikososial: berasal dari lingkungan (keluarga, tempat kerja, tetangga, budaya) 1. Pemicu biopsikososial



keluarga dan lingkungan dalam kehidupan



pasien hingga mengalami penyakit seperti yang ditemukan 2. Dukungan keluarga (family support) 3. Tidak ada bantuan/perhatian/ perawatan/ suami & istri, anak, menantu, cucu atau pelaku rawat lainnya 4. Perilaku makan keluarga (tidak masak sendiri), menu keluarga yang tidak sesuai kebutuhan 5. Perilaku tidak menabung/ perilaku konsumtif 6. Tidak adanya perencanaan keluarga (tidak ada pendidikan anak, tidak ada pengarahan pengembangan karier, tidak ada pembatasan jumlah anak) 7. Masalah perilaku keluarga yang tidak sehat 8. Masalah



ekonomi



yang



mempunyai



pengaruh



terhadap



9. Akses pada pelayanan kesehatan yang mempengaruhi



penyakit



penyakit/masalah kesehatan yang ada



(jarak/transportasi/asuransi) 10. Pemicu dari lingkungan fisik (debu, asap rokok) 11. Masalah bangunan dan kepadatan pemukiman yang mempengaruhi penyakit/masalah kesehatan yang ada e. Derajat Fungsional: untuk menilai kualitas Hidup Pasien. Penilaian dengan skor 1 – 5, berdasarkan disabilitas dari pasien.4



II.2 Keluarga II.2.1 Definisi Menurut



Duvall,



Keluarga



merupakan



sekumpulan



orang



yang



dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk



16



meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Menurut BKKBN tahun 1992, Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. II.2.2 Jenis/ Bentuk Keluarga 1. Tradisional a) The Nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak b) The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah. c) Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri. d) The childless family Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak



terlambat



waktunya



yang



disebabkan



karena



mengejar



karier/pendidikan yang terjadi pada wanita. e) The extended family Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan. f) The single parent family Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan). g) Commuter family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”.



17



h) Multigenerational family Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal Bersama dalam satu rumah. i) Kin-network family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll) j) Blended family Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya. k) The single adult living alone/single adult family Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati) 2. Non-Tradisional a. The unmarried teenage mother Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah b. The stepparent family Keluarga dengan orang tua tiri c. Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama. d. The nonmarital heterosexsual cohabiting family Keluarga yang hidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan. e. Gay and lesbian families Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana ”marital pathners” f. Cohabitating couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena



18



beberapa alasan tertentu g. Group-marriage family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak. h. Group network family Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya i. Foster family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya. j. Homeless family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental. k. Gang Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.



II.3 Tuberkulosis II.3.1 Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011). Tuberkulosis paru adalah penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium yang khususnya berada di paru ditandai pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa.6



19



II.3.2 Etiologi Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteriberbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4/ um. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.6 II.3.3 Cara Penularan Cara penularan kuman TB sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei yang khususnya didapat dari penderita paru yang batuk berdahak atau batuk berdarah, bersin, berbicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil pada BTA positif, sehingga kepadatan penduduk dalam suatu wilayah sangat mempengaruhi penularan dan mempermudah terjadinya penyebaran kuman secara cepat.7 II.3.4 Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) diklasifikan menjadi TB primer dan post primer berdasarkan perjalanan penyakitnya.6 a. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).



20



2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar dengan cara : a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus. c) Penyebaran



secara



hematogen



dan



limfogen.



Kejadian



penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan. tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis



Landouzy.



Penyebaran



ini



juga



dapat



menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : 1) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan



terbelakang



pada



anak



setelah



mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau 2) Meninggal Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.6 b. Tuberkulosis Post Primer Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post



21



primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat. 2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : a) Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. b) Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).6



22



II.3.5 Klasifikasi Tuberkulosis Tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi : Berdasarkan lokasi anatomi penyakit 1. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :6 a) Tuberkulosis Paru BTA (+) 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. 2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif



dan



kelainan



radiologik



menunjukkan



gambaran



tuberkulosis aktif. 3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak



menunjukkan BTA



positif dan biakan positif . b) Tuberkulosis Paru BTA (-) 1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran



klinik



dan



kelainan



radiologik



menunjukkan



tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas. 2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif. 3) Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa 2.



Tuberkulosis Ekstra Paru Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk



23



diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :6 a) TB di luar paru ringan. Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. b) TB diluar paru berat. Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin. Berdasarkan Tipe Penderita Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :6 1.



Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).



2.



Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali



lagi berobat dengan hasil pemeriksaan



dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan: a)



Infeksi sekunder



b)



Infeksi jamur



c)



TB paru kambuh



3. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.



24



4. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 5.



Kasus Gagal a)



Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).



b)



Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.



6.



Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.



7.



Kasus bekas TB a)



Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung.



b)



Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik (PDPI, 2011).



II.3.6 Diagnosis Tuberkulosis Diagnosis TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik.6 1. Gejala Klinis Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bervariasi. Gejala tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : a) Gejala respiratorik



25



Gejala respiratorik meliputi batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas , nyeri dada . Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. b) Gejala sistemik Gejala sistemik meliputi demam dan gejala sistemik lain seperti malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.6 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),



26



kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.6 3. Pemeriksaan Bakteriologik Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan



pengobatan



dan



menentukan



potensi



penularan.



Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan



yang



berurutan



sewaktu-pagi-sewaktu



(SPS).



Cara



pengambilan sputum 3 kali (SPS):8 a) Sewaktu (pengambilan sputum pada saat kunjungan pertama) b) Pagi (keesokan harinya) c) Sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Selanjutnya



sputum



tersebut



diperiksa



dengan



menggunakan



mikroskop, bisa menggunakan mikroskop biasa dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen maupun menggunakan mikroskop fluoresens dengan pewarnaan auraminrhodamin.6 WHO



merekomendasikan



pembacaan



interpretasi



pemeriksaan



mikroskopis dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) :8 a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif. b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan. c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+). d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+). e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+). 4. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :6



27



a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. c) Bayangan bercak milier d) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif : a) Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Tuberkulosis dapat memberikan gambaran bervariasi pada foto toraks. b) Kalsifikasi atau fibrotik c) Kompleks ranke d) Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh Paru : a) Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. b) Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) : a) Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti. b) Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi.6



28



II.3.7 Pengobatan TB Paru Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Jenis, sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang tergolong pada lini pertama.6 Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel dibawah ini:



Tabel 1 Pengelompokan OAT Golongan dan Jenis



Obat



Golongan-1 Obat Lini Pertama



a. Isoniazid (H) b. Ethambutol (E)



Golongan-2 / Obat suntik/ suntikan lini kedua



a. Kanamycin (Km)



Golongan-3 / Golongan Fluoroquinolone



a. Ofloxacin (Ofx) b. Levofloxacin



Golongan-4 / Obat bakteriostatik lini kedua



a. Ethionamide (Eto) b. Prothionamide (Pto) c. Cycloserine (Cs)



Golongan-5 / Obat yang belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh WHO



a. Clofazimine (Cfz) b. Linozolide (Lzd) c. Amoxillinclavulanate (AmxClv)



c. d. e. b. c.



Pyrazinamide (Z) Rifampicin (R) Streptomycin(S) Amikacin(Am) Capreomycin (Cm)



c. Moxifloxacin d. Para Amino Salisilat (PAS) e. Terizidone (Trd) d. Thioacetazone (Thz) e. Clarithromycin (Clr) f. Imipenen (Ipm)



Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian TB , Kementerian Kesehatan RI 2011



Berikut adalah jenis, sifat dan dosis OAT lini pertama :



Tabel 2 Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama Jenis OAT



Sifat



Dosis yang direkomendasikan (mg/kg) Harian



3xseminggu



Isoniazid (H)



Bakterisid



5 (4-6)



10 (8-12)



Rifampicin (R)



Bakterisid



10 (8-12)



10 (8-12)



Pyrazinamide (Z)



Bakterisid



25 (20-30)



35 (30-40)



Streptomycin (S)



Bakterisid



15 (12-18)



15 (12-18)



29



Ethambutol (E)



Bakteriostatik



15 (15-20)



30 (20-35)



Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian TB , Kementerian Kesehatan RI 2011



Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut :6 a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. b. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. a. Tahap awal (intensif) 1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. 2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. 3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. b. Tahap Lanjutan 1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. 2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia: a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. c. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) d. Kategori Anak: 2HRZ/4HR e. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin,



30



Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol. f. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB yaitu, dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping, mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep, dan jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.6 Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya. a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: 1. Pasien baru TB paru BTA positif. 2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif 3. Pasien TB ekstra paru b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : 1. Pasien kambuh 2. Pasien gagal 3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) Catatan: a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.



31



b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg). OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.6 II.3.8 Evaluasi Pengobatan Pasien TB BTA positif a. Kriteria Sembuh 1. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat. 2. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan. 3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.6 b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif 1. Sembuh : Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya 2. Pengobatan Lengkap : Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. 3. Meninggal : Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. 4. Putus berobat (Default) : Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 5. Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 6. Pindah (Transfer out) : Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.



32



7. Keberhasilan pengobatan (treatment success) : Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA+ atau biakan positif.8



33



BAB III LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH III.1 Identitas Pasien Nama



: Tn. SR



Jenis kelamin : Laki – laki Umur



: 45 tahun



Alamat



: Jligudan RT/RW 2/2 Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur



Agama



: Islam



Suku bangsa : Jawa Pendidikan



: SMP



Pekerjaan



: Wirausaha (Tukang penambal ban)



III.2 Karakteristik Kedatangan Pasien ke Puskesmas Borobudur Pasien datang ke Puskesmas Borobudur tanggal 5 Desember 2019. Pasien datang berobat rutin. Saat periksa, pasien didapatkan keluhan batuk tidak berdahak dan badan semakin kurus.



III.3 Resume Penyakit dan Penatalaksanaan yang Sudah Dilakukan III.3.1 Anamnesis Anamnesis dengan Tn. SR dilakukan pada tanggal 5 Desember 2019 pukul 10.00 WIB di Puskesmas Borobudur. a. Keluhan Utama Tn. SR: Batuk tidak berdahak sejak 3 bulan yang lalu. b. Keluhan Tambahan Tn. SR: Badan semakin kurus disertai keringat yang timbul saat malam hari. c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Puskesmas Borobudur dengan keluhan batuk tidak berdahak sejak 3 bulan lalu. Pasien merasa badan semakin kurus. Awalnya berat badan pasien 45 kg lalu turun menjadi 38 kg dalam



34



kurun waktu 2 bulan. Pasien juga mengeluhkan keluar keringat terutama saat malam hari serta pasien juga mengeluhkan mudah lelah dan badan terasa sakit. Untuk mengobati keluhannya tersebut pasen dianjurkan tetangga rumahnya untuk berobat lagi ke puskesmas Borobudur. Saat di puskesmas Borobudur disarankan kembali untuk melakukan pemeriksaan dahak. Hasil pada pemeriksaan dahak adalah positif sehingga pasien saat ini menjalankan pengobatan kembali. d. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, asma, dan riwayat alergi. Pasien memiliki riwayat TB paru. e. Riwayat Penyakit Keluarga Kedua orang tua dan kakak pasien memiliki riwayat penyakit yang sama. f. Riwayat Pengobatan Sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan TB paru selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh. Kemudian pasien dinyatakan positif kembali dan saat ini sedang menjalani pengobatan TB bulan ke-2. Terapi yang didapatkan saat ini adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. g. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi Pasien tidak merokok dan meminum alkohol serta tidak mengonsumsi obat-obatan. Di lingkungan pasien terdapat anggota keluarga yang merokok. III.3.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 Desember 2019 pukul 10.30 di Puskesmas Borobudur. Tabel 3. Pemeriksaan Fisik Pasien Pemeriksaan Keadaan umum Kesadaran



Hasil



Kesan



Tampak Sakit Sedang



Tidak emergency



E4M6V5, GCS 15



Compos mentis



35



Tanda Vital  Suhu Tubuh



36,7oC



 Tekanan Darah



Normal



120/80 mmHg



 Pernapasan



20x/menit



 Denyut Nadi



80 x/menit 98%



 Sp O2 Status Generalis  Kepala



 Normocephal



Normal



 Wajah



 Normal



Normal



 Leher



 Pembesaran KGB (-)



Normal



 Thoraks



 I : simetris, retraksi (-), ekspansi gerak baik P : Taktil fremitus simetris P : Sonor di kedua lapang paru A : vesikuler melemah di kedua lapang



 Abdomen



Normal



paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)  I : Datar, hernia umbilikalis (-) A: Bising Usus ± 7 kali per menit



Normal



P : Massa (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepatosplenomegali (-)  Genitalia  Ekstremitas Superior  Ektremitas Inferior



P : Timpani seluruh abdomen  Dalam batas normal  Teraba hangat, lembab, tremor (-), CRT



Normal



< 2 detik  Akral hangat, capilary refill time < 2



Normal



detik



III.3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Hasil BTA tanggal 4 Oktober 2019: ++ III.3.4 Diagnosis Kerja Tuberkulosis paru kasus kambuh (relaps) pengobatan fase intensif



36



III.3.5 Rencana Penatalaksanaan 



Nonmedikamentosa : a. Edukasi tentang minum obat yang teratur b. Menggunakan masker untuk mengurangi resiko penularan c. KIE kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien. Pentingnya pencegahan dan pengobatan serta bahaya komplikasi jika pasien dan keluarga tidak patuh terhadap anjuran dokter. d. Istirahat serta asupan makanan yang cukup dan bergizi e. Kontrol ke dokter apabila mengalami gejala perburukan. f. Edukasi mengenai tempat tinggal dengan menyarankan untuk rutin membuka jendela pada pagi hari agar cahaya matahari dapat masuk g. Sarankan anggota keluarga atau orang yang kontak dengan pasien untuk periksa ke dokter jika terdapat gejala TB







Medikamentosa : 2RHZES/HRZE/5H3R3E3



III.4 Hasil Penatalaksanaan Medis Saat ini tanggal 7 Desember 2019 kondisi pasien belum ada perubahan, keluhan batuk masih ada, keringat malam terkadang masih timbul, pasien masih merasa mudah lelah saat beraktivitas dan badan masih terasa sakit. Saat ini pasien rutin berobat ke puskesmas 1 bulan sekali untuk mengambil obat. 



Faktor Pendukung a. Timbulnya kesadaran dari pasien untuk menjalani pengobatan secara rutin dan teratur. b. Timbulnya kesadaran keluarga untuk mengingatkan pasien untuk mengonsumsi obat.







Faktor Penghambat a. Pasien dan keluarga pasien masih belum mau menggunakan masker di rumah. b. Lingkungan dan rumah pasien masih kurang terjaga kebersihannya.



37



c. Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga pasien tentang pentingnya ventilasi dan paparan sinar matahari terhadap penyakit TB. d. Masih terdapat anggota keluarga yang merokok di lingkungan rumah pasien.



III.5 Tabel Permasalahan pada Pasien Tabel 4. Masalah Kesehatan dan Rencana Pembinaan Risiko dan No



masalah



Rencana pembinaan



Sasaran



kesehatan 1



Pasien TB Paru



 Edukasi pasien agar rutin dan teratur Pasien dan keluarga meminum



obat



(OAT)



mencegah



timbulnya



untuk



resistensi



terhadap obat OAT dan mencegah kekambuhan.  Edukasi



pasien



mengenai



cara



penularan TB paru agar pasien dapat mengurangi rantai penularan 2



Keluarga Pasien



 Edukasi mengenai cara penularan Keluarga pasien TB paru agar dapat menajaga diri dan menjaga kebersihan sehari-hari.  Edukasi



mengenai



pemeriksaan



dahak kepada keluarga yang kontak dengan pasien



III.6 Identifikasi Lingkungan Rumah III.6.1 Gambaran Lingkungan Rumah Rumah pasien teletak di dusun Jligudan, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang dengan ukuran rumah 15x10 m. Saat ini rumah ditempati oleh 4 orang. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus ruang keluarga, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Tidak terdapat langit-langit di rumah, dindingnya terbuat dari semen. Sebagian lantai rumah masih berupa tanah. Terdapat beberapa kandang burung di dalam rumah dan kandang 38



ayam di samping rumah. Kebersihan di dalam rumah masih kurang. Pencahayaan sinar matahari dan sirkulasi udara di dalam rumah kurang baik. Sumber air minum berasal dari sumur yang kemudian di masak. Rumah memiliki kamar mandi, pasien memiliki jamban sendiri yang sudah memnuhi kriteria jamban sehat. Pasien dan keluarga mandi menggunakan kamar mandi sendiri. Di luar rumah sudah tersedia tempat pembuangan sampah.



S T



B



Gambar 1. Denah Rumah Tn. SR



Tabel 5. Indikator Rumah Sehat No



Skor rumah Indikator



Variabel



Skor



pasien (tanda  )



1



2



3







a. Tidak rawan banjir



3



b. Rawan banjir



1



Kepadatan



a. Tidak padat (>8m2/ orang)



3



rumah



b. Padat ( 10 meter



3



b. Lainnya



1



Kepemilikan



a. Sendiri



3



WC



b. Bersama



2



c. Tidak ada



1



a. Saluran tertutup



3



b. Saluran terbuka



2



c. Tanpa saluran



1



a. Mengalir lancar



3



b. Mengalir lambat



2



c. Tergenang



1



d. Tidak ada got



1



Pengelolaan



a. Diangkut petugas



3



sampah



b. Ditimbun



2



c. Dibuat kompos



3



d. Dibakar



2



e. Dibuang ke kali



1



Septic tank



SPAL



Saluran got



 











 















40



f.



13



1



g. Lainnya



1



a. Tidak ada



3



b. Ada gangguan



1



Bahan bakar



a. Listrik, gas



3



masak



b. Minyak tanah



2



c. Kayu bakar



1



d. Arang/ batu bara



1



Polusi udara



14



Dibuang sembaragan



Total skor











30



Penetapan skor kategori rumah sehat: a. Baik



: Skor 35-42 (>83%)



b. Sedang



: Skor 29-34 (69-83%)



c. Kurang



: Skor