Laporan Kasus Miopia Simpleks [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



IDENTITAS Nama



: Ny. RAG



Umur



: 27 Tahun



Agama



: Islam



Pekerjaan



: IRT



Alamat



: Jln. Angkasa 3 no 6 RT 01 RW 09, Kelurahan Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur



Tanggal pemeriksaan : 04 Maret 2019



II.



ANAMNESIS Auto Anamnesis tanggal



: 04 Maret 2019



Keluhan Utama



:



Kacamata yang digunakan mulai terasa tidak nyaman sejak sebulan ini.



Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli mata dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan kacamata yang digunakan mulai terasa tidak nyaman sejak sebulan ini. Pasien merasa minus-nya bertambah karena beberapa tulisan kecil sudah tak terbaca jika dalam jarak yang cukup jauh. Saat ini kacamata yag digunakan pasien dengan ukuran ODS (S - 2.00). Pasien juga mengeluhkan kadang sakit kepala jika pasien terlalu lama bermain ponsel tanpa menggunakan kacamata. Pasien memiliki kebiasaan membaca dalam posisi tiduran dan menonton telivisi dalam waktu yang cukup lama tanpa istirahat. Keluhan lainnya seperti mata merah, berair, pandangan berkabut, nyeri dan silau disangkal pasien. Pasien menyangkal mempunyai keluhan sering menabrak saat berjalan. Pasien juga tidak mempunyai riwayat pemakaian obat tetes mata atau konsumsi obat dalam waktu lama.



Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sudah menggunakan kacamata sejak 17 tahun yang lalu. Saat itu pasien berusia 10 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 3 SD. Awalnya pasien mengeluhkan penglihatan kedua mata kabur terutama pada saat melihat jauh ke papan tulis. 1



Pandangan akan terasa lebih jelas bila pasien memicingkan mata. Karena merasa tidak nyaman pasien ke salah satu optik untuk memeriksakan matanya. Lalu sejak saat itu pasien menggunakan kacamata dengan ukuran awal ODS (S - 0.50). Pasien mengaku sudah beberapa kali mengganti kacamata karena ukuran minus yang bertambah. Riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit jantung disangkal. Riwayat trauma pada mata dan riwayat operasi mata sebelumnya juga disangkal.



Riwayat Alergi



:



Tidak Ada



Riwayat Penyakit Keluarga



:



Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien.



III.



PEMERIKSAAN FISIK a.



Status generalis Keadaan umum : Baik Kesadaran



: Compos mentis



Tanda-tanda vital Tekanan darah



: 120/70 mmHg



Nadi



: 82x per menit



Suhu



: 36°C



Laju pernafasan : 18x per menit



Kepala



: Normocephal, tidak terdapat deformitas



Telinga



: Discharge (-)



Hidung



: Deviasi septum (-), discharge (-), epistaksis (-)



Mulut



: Karies gigi (-)



Leher



: Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran



Thorax 2



b.



Jantung



: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)



Paru



: Suara napas dasar vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)



Abdomen



: Cembung, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) N.



Ekstremitas



: Hangat, udema -/-, deformitas (-)



Status oftalmologis



KETERANGAN



OD



OS



Tajam penglihatan



5/60



5/60



Koreksi



S - 2.75



S - 3.00



Addisi



-



-



Distansia Pupil



60/58 mm



1. VISUS



2. KEDUDUKAN BOLA MATA Eksoftalmus



Tidak ada



Tidak ada



Endoftalmus



Tidak ada



Tidak ada



Deviasi



Tidak ada



Tidak ada



Gerakan mata



Baik ke segala arah



Baik ke segala arah



Warna



Hitam



Hitam



Letak



Simetris



Simetris



3. SUPRA SILIA



4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR Edema



Tidak Ada



Tidak Ada



Nyeri tekan



Tidak Ada



Tidak Ada



Ektropion



Tidak Ada



Tidak Ada



Entropion



Tidak Ada



Tidak Ada



Blefarospasme



Tidak Ada



Tidak Ada



Trikiasis



Tidak Ada



Tidak Ada



Sikatriks



Tidak Ada



Tidak Ada



Fisura palpebra



9 mm



9 mm



Hordeolum



Tidak Ada



Tidak Ada 3



Kalazion



Tidak Ada



Tidak Ada



Ptosis



Tidak Ada



Tidak Ada



5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR Hiperemis



Tidak Ada



Tidak Ada



Folikel



Tidak Ada



Tidak Ada



Papil



Tidak Ada



Tidak Ada



Sikatriks



Tidak Ada



Tidak Ada



Anemia



Tidak Ada



Tidak Ada



Kemosis



Tidak Ada



Tidak Ada



Injeksi konjungtiva



Tidak Ada



Tidak Ada



Injeksi siliar



Tidak Ada



Tidak Ada



Perdarahan subkonjungtiva



Tidak Ada



Tidak Ada



Pterigium



Tidak Ada



Tidak Ada



Pinguekula



Tidak Ada



Tidak Ada



Nervus pigmentosus



Tidak Ada



Tidak Ada



Warna



Putih



Putih



Ikterik



Tidak Ada



Tidak Ada



Kejernihan



Jernih



Jernih



Permukaan



Licin



Licin



Ukuran



12 mm



12 mm



Sensibilitas



Baik



Baik



Infiltrat



Tidak ada



Tidak ada



Ulkus



Tidak ada



Tidak ada



Perforasi



Tidak ada



Tidak ada



Arkus senilis



Tidak ada



Tidak ada



Edema



Tidak ada



Tidak ada



Tes Plasido



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



6. KONJUNGTIVA BULBI



7. SKLERA



8. KORNEA



4



9. BILIK MATA DEPAN Kedalaman



Dalam



Dalam



Kejernihan



Jernih



Jernih



Hifema



Tidak ada



Tidak ada



Hipopion



Tidak ada



Tidak ada



Efek Tyndall



Tidak ada



Tidak ada



Warna



Coklat



Coklat



Kripte



Jelas



Jelas



Bentuk



Bulat



Bulat



Sinekia



Tidak ada



Tidak ada



Koloboma



Tidak ada



Tidak ada



Letak



Sentral



Sentral



Bentuk



Bulat



Bulat



Ukuran



5 mm



5 mm



Refleks cahaya langung



+



+



Refleks cahaya tidak langsung



+



+



Kejernihan



Jernih



Jernih



Letak



Ditengah



Ditengah



Tes shadow



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



a. Batas



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



b. Warna



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



c. Ekskavasio



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



d. Ratio Arteri : Vena



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



10. IRIS



11. PUPIL



12. LENSA



13. BADAN KACA Kejernihan 14. FUNDUS OKULI



5



e. C/D Ratio



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



f. MakulaLutea



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



g. Retina



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



h. Eksudat



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



i. Sikatriks



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



j. Ablasio



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



Nyeri tekan



Tidak Ada



Tidak Ada



Massa tumor



Tidak Ada



Tidak Ada



Tensi okuli (digital)



N+0/P



N+0/P



Non Contact Tonometers



16 mmHg



14 mmHg



15. PALPASI



IV.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan



V.



RESUME Pasien perempuan berumur 27 tahun datang ke poli mata dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan kacamata yang digunakan mulai terasa tidak nyaman sejak sebulan ini. Pasien merasa minus-nya bertambah karena beberapa tulisan kecil sudah tak terbaca jika dalam jarak yang cukup jauh. Saat ini kacamata yag digunakan pasien dengan ukuran ODS (S - 2.00). Pasien sudah menggunakan kacamata sejak 17 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan penglihatan kedua mata kabur terutama pada saat melihat jauh ke papan tulis. Pandangan akan terasa lebih jelas bila pasien memicingkan mata. Karena merasa tidak nyaman pasien ke salah satu optik untuk memeriksakan matanya lalu menggunakan kacamata dengan ukuran ODS (S - 0.50). Pasien mengaku sudah beberapa kali mengganti kacamata karena ukuran minus yang bertambah. Pada pemeriksaan visus ODS 5/60 dengan koreksi OD (S – 2.75 visus 6/6) dan OS (S – 3.00 visus 6/6).



VI.



DIAGNOSIS KERJA ODS : Miopia Simpleks



6



VII.



PENATALAKSAAN Non Medika Mentosa 



Kacamata



VIII. PROGNOSIS OD



OS



Ad Vitam



:



ad bonam



ad bonam



Ad Functionam



:



ad bonam



ad bonam



Ad Sanationam



:



ad bonam



ad bonam



TINJAUAN PUSTAKA



I. PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan penglihatan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kualitas hidup manusia. Tanpa mata, manusia mungkin tidak dapat melihat sama sekali apa yang ada disekitarnya. Dalam penglihatan, mata mempunyai berbagai macam kelainan refraksi. Kelainan refraksi atau yang sering disebut dengan ametropia tersebut, terdiri dari miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.



7



Kelainan refraksi merupakan gangguan yang banyak terjadi di dunia tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun kelompok etnis. Gangguan penglihatan merupakan salah satu keluhan utama yang menyebabkan seorang pasien datang kedokter mata. Gangguan penglihatan tersebut sebagian sangat erat kaitannya dengan refraksi. Mata dapat dianggap sebagai kamera, yang terdiri dari media refrakta dengan retina sebagai filmnya. Media refrakta yang sudah disebutkan diatas merupakan satu kesatuan, jadi tidak ada pemisah antara media refrakta yang satu dengan media dibelakang atau didepannya. Kekuatan refraksi terpusat di kornea sebesar 42 Dioptri. Pada mata normal, apabila kita sedang melihat benda dengan jarak tak terhingga (>6 m) maka bayangan akan jatuh tepat di retina (macula lutea).1,2 Kelainan refraksi merupakan kelainan pada mata yang paling umum. Hal ini terjadi apabila mata tidak mampu memfokuskan bayangan dengan jelas, sehingga penglihatan menjadi kabur, dimana kadang-kadang keadaan ini sangat berat sehingga menyebabkan kerusakan pada penglihatan. Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Pada referat ini, akan dibahas kelainan refraksi yang sudah disebutkan di atas.1



II. ANATOMI MEDIA REFRAKSI Yang termasuk media refraksi adalah kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor. Media refraksi targetnya di retina sentral (makula). Gangguan pada media refraksi akan menyebabkan penurunan visus. Hasil pembiasan sinar pada mata dipengaruhi oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor, lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.3



8



Gambar 1. Anatomi bola mata 1. Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung dengan jari - jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer berbanding di sentral dan mempunyai indeks refraksi 1.3771. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu : a. Epitel Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.3,4



b. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Mempertahankan bentuk kornea.3 c. Stroma



9



Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadangkadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.3 d. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.3 e. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden. Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan kornea.Mengatur cairan dalam stroma.Tidak mempunyai daya regenerasi.3



Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman, melepaskan selubung Schwannnya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.3,4 Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.3 2. Aqueous Humor (Cairan Mata) Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata yang mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh



10



darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus ataupun Canal of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya, kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.3 3. Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang.3 Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.3



Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :3 



Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung. 11







Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.







Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata.



Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :3 



Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,







Keruh atau apa yang disebut katarak







Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.



Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat. 4. Vitreous humor (Badan Kaca) Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004). Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.3,4 5. Panjang Bola Mata Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.5



III. KELAINAN REFRAKSI Mata dianggap normal atau “emetrop” bila cahaya sejajar dari objek jauh difokuskan di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total. Ini berarti bahwa mata emetrop dapat melihat semua objek jauh secara jelas dengan otot siliaris harus berakomodasi agar mata dapat berakomodasi dengan baik. Pada emetropia terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar



12



yaitu kornea yang mempunyai kekuatan pembiasan 80% atau 40 Dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 Dioptri.6 Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning. Kelainan refraksi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Penderita dengan keluhan refraksi akan memberikan keluhan sakit kepala, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur.6 A. MIOPIA Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.3,7 Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.3,7 Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terusmenerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.7



13



Gambar 2. Miopia Klasifikasi Miopia  Klasifikasi Berdasarkan Etiologi 8 1. Miopia aksial Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal. 2. Miopia refraksional Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada mata. Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi : a. Curvature myopia Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan refraktif mata, terutama kornea b.Index myopia Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler. 3.



Miopia posisional



Terjadi akibat posisi lensa yang anterior. 4.



Miopia akibat akomodasi yang berlebihan



 Klasifikasi Berdasarkan Onset 1. Juvenile-Onset Myopia (JOM) JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15 tahun).8



14



2. Adult-Onset Myopia (AOM) AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan miopia.8  Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:8 1. Miopia ringan



< -3,00 D



2. Miopia sedang



-3,00 s/d -6,00 D



3. Miopia berat



-6,00 s/d -9,00 D



4. Miopia sangat berat



>-9,00 D



 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis 1. Miopia Kongenital Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral. Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.8 2. Miopia simplek Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopia ini meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”School Myopia”. Merupakan suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik. Gejala subjektif berupa penglihatan jauh kabur; astenopia; dan anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang tua. Gejala objektif berupa bola mata yang besar dan menonjol; kamera okuli anterior lebih dalam dari normal; pupil yang lebih lebar; fundus normal; dan biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18 - 20 tahun dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.8 3. Miopia patologis / degeneratif



15



Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia patologis sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata. Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata. Gejala subjektif kabur bila melihat jauh dengan penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan miopi simplek; melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus; serta rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.8 Gejala objektif gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks; gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada badan kaca (kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca). Dan pada papil saraf optic (terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur); degenerasi pada retina dan koroid dapatterjadi pada miopi tinggi ditandai dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang mengelilinginya. Foster fuchs spot dapat terlihat di makula; sera seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.8 Komplikasi Miopia 7 1. Strabismus divergens 2. Ablasio retina 3. Perdarahan badan kaca 4. Perdarahan koroid Penatalaksanaan Miopia Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita miopia. Dalam ilmu keratologi kontak lensa yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia. 16



 Terapi Pembedahan 1. Radial Keratotomy Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang. Kelemahan radial keratotomy berupa kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna, namun jarang terjadi. Pasien post radial keratotomy juga dapat merasa silau saat malam hari.8



Gambar 3. Radial keratotomy 2. Photorefractive Keratectomy (PRK) Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti radial keratotomy, PRK bagus untuk miopia – 2.00 sampai – 6.00 dioptri.8 Kelemahan



PRK



berupa



penyembuhan



postoperatif



yang



lambat dan



keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu. Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan dan lebih mahal dibanding radial keratotomy.



17



Gambar 4. Photorefractive Keratectomy 3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK) Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior diangkat. Setelah flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser, akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari – 12.00 dioptri. Kriteria pasien untuk LASIK : - Umur lebih dari 20 tahun. - Memiliki refraksi yang stabil, minimal 1 tahun. - Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi absolut LASIK.



Gambar 5. LASIK Keuntungan LASIK : - Minimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif - Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK - Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah operasi - Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel - Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari – 12.00 dioptri. Kekurangan LASIK - LASIK jauh lebih mahal 18



- Membutuhkan skill operasi para ahli mata - Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler B. HIPERMETROPIA Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah. Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.3,7 Hipermetropia dapat disebabkan karena hipermetropia aksial (kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek); hipermetropia refraktif (daya pembiasan mata terlalu lemah); hipermetropia kurvatur (kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina); hipermetropia indeks (berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobatan diabetes); hipermetropia posisional (posisi lensa yang posterior); dan juga afakia.7,8



Gambar 6. Hipermetropia Gejala yang sering dikeluhkan pasien berupa penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan 19



cetakan kurang terang atau penerangan kurang. Pasien juga akan mengeluh sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV. Mata juga sensitif terhadap sinar, spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia serta perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula.8 Pada pemeriksaan, karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot akomodasi di corpus ciliare. Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik N III. Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis). Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II. Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.8 Klasifikasi Hipermetropia  Klasifikasi Berdasarkan Gejala Klinis 8 1. Hiperopia simpleks Disebabkan oleh variasi biologi normal dalam pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur. 2. Hiperopia patologik Disebabkan kongenital atau didapat yang di luar vaiasi biologi normal a. Hipermetropia indeks b. Hipermetropia posisional c. Afakia d. Consecutive hypermetropia 3. Hiperopia fungsional Disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi seperti yang terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan oftalmoplegia internal.  Klasifikasi Berdasarkan Derajat Beratnya 1. Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang 2. Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D 20



3. Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi  Klasifikasi Berdasarkan Status Akomodasi Mata 8 1. Hipermetropia Laten Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hiperopia yang dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata. Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia. Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang dimilikinya 2. Hipermetropia Manifes Hipermetropia



yang



dideteksi



lewat



pemeriksaan



refraksi



rutin



tanpa



menggunakan sikloplegia. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan dalam pemeriksaan subjektif. Terdiri dari a. Hiperopia Fakultatif Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa. Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif. Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak pemakaian lensa positif



karena



akan



mengaburkan



penglihatannya.



Pasien



dengan



hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif b. Hipermetropia Absolut Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi. Penglihatan subnormal. Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut. 3. Hipermetropia total Jumlah dari hipermetropia latent dan manifes. Bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis dengan agen sikloplegia. Komplikasi 1. Blefaritis atau chalazia 2. Accommodative convergent squint 3. Ambliopia 4. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup Penatalaksanaan Hipermetropia



21



Penggunaan kacamata untuk koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik ataupun penggunaan lensa kontak untuk anisometropia dan hipermetropia tinggi.6 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam koreksi hipermetropia sebagai berikut : 1. Jika derajat hipermetropia ringan, tajam penglihatan normal, penderita dalam keadaan sehat, tidak didapatkan keluhan asthenopia akomodatif maupun gangguan pada keseimbangan otot ekstraokuler, maka tidak diperukan terapi khusus, namun jika didapatkan salah satu keadaan tersebut maka koreksi hipermetropia perlu dilakukan. 2. Pada anak kurang dari 6 tahun, koreksi hanya perlu dilakukan bila derajat cukup besar atau didapatkan strabismus. Pemeriksaan pada anak usia ini dilakukan dengan sikoplegik. Pemberian kacamata untuk anak usia kurang dari 6 tahun disarankan fulltime dan rutin control setiap 3 bulan. 3. Pada anak leih dari 6 tahun, perlu dipertimbangkan kebutuhan penglihatannya karena aktivitas mereka lebih banyak. Jika dengan hasil refraksi sikoplegik, terdapat keluhan kabur untuk penglihatan jauh, maka diberikan koreksi full tanpa



sikoplegik.



Dan



jika



didapatkan



esophoria,



esotrophia,



atau



hipermetrophia laten, ditambahkan lensa addisi untuk penglihatan dekatnya.



C. ASTIGMATISMA Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan. Gejala pada orang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan memiringkan kepala untuk melihat, penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi), mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat, disertau sakit kepala, mata tegang dan pegal. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.7,8 Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan. 22



Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat. Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk. Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja.9



Gambar 7. Kipas Astigmat



Gambar 8.Gambaran kornea normal dan kornea astigmat dengan tes plasido Klasifikasi Astigmatisma 1. Astigmatisma Reguler Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran. Penyebabnya bisa berupa corneal astigmatisme (abnormalitas kelengkungan kornea) dan lenticular astigmatisme (kurvatur : abnormalitas kelengkungan lensa; posisional : peralihan atau posisi lensa yang oblik; indeks : indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda; retinal – posisi macula yang oblik) 23



a. Simple astigmatism Dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism. b. Compound astigmatism Dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miopi. Bentuk ini dikenal dengan Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic astigmatism. c. Mixed Astigmatism Dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.



Gambar 9. Jenis astigmatisma Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua. 24



2. Astigmatisma Irreguler Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan. Penatalaksanaan Astigmatisma 10 Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan. 1. Kacamata Silinder Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o). Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum jawal : a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan selinder minus 180°, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D. b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan selinder minus 90°, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D. 2. Lensa Kontak Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea. 3. Pembedahan Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya : a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur kornea. 25



b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea. c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.



D. PRESBIOPIA Makin



berkurangnya



kemampuan



akomodasi



mata



sesuai



dengan



makin



meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa atau menurunnya kekuatan otot badan siliar sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat kelemahan otot badan siliar dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.3,8



Gambar 10. Presbiopia Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.8 Klasifikasi Presbiopia 1. Presbiopia Insipien 26



Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca. 2. Presbiopia Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa. 3. Presbiopia Absolut Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali. 4. Presbiopia Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan. 5. Presbiopia Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil. Penatalaksanaan Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50. Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 10 1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja 2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain



DAFTAR PUSTAKA



27



1. Suhardjo SU, Angela N. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Ed ke-3. Yogyakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta; 2017. 2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. 3. Meister D. Introduction to Ophtalmics Optic. San Diego: Carl Zeiss Vision; 2010. 4. Trisnowati TT, Suryani PT. Refraksi dalam buku ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press; 2012. 5. Ilyas HS, Yulianti SR. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. 6. Muslimah, Ratna. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU Haji Surabaya. Surabaya: RSU Haji Surabaya; 2013. 7. Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009. 8. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Ed ke – 4. New Delhi: New Age International. 9. Langston DP. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Wlliams & Wilkins. 10. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta; 2007.



28