Laporan Kasus Pua [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN KASUS



A. Identitas Pasien Nama



: Ny. WL



TTL



: 15 Mei 1959



Umur



: 56 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Agama



: Kristen



Alamat



: Suli



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Status pernikahan



: Menikah



No.RM



: 08-72-09



Ruangan



: Ginekologi



Tanggal MRS



: 16 Desember 2015 pukul 13.20 WIT



B. Anamnesis 



Keluhan utama







Anamnesis terpimpin :



: keluar darah dari jalan lahir



Pasien P3A0 (AH 3, AT : 13 tahun), datang ke poliklinik RSUD dr. M. Haulussy keluhan keluar darah dari jalan lahir dialami sejak 1 tahun yang lalu. Perdarahan membasahi ± 6 pembalut tidak penuh dalam satu hari dan lebih banyak keluar jika BAK. Darah yang keluar berupa darah cair dan gumpalan darah yang sudah membeku. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut bawah . Riwayat menstruasi banyak dan lama serta nyeri saat menstruasi tidak ada, riwayat perdarahan kontak tidak diakui. Keluhan adanya nyeri perut maupun benjolan tidak dirasakan. Pasien sudah mengalami menopause. Makan minum normal (biasa), BAB dan BAK normal.



1







Riwayat Menstruasi : Pasien mengalami menarke usia 13 tahun, haid setiap bulan lancar, lama 3-7 hari, dalam 1 hari ganti pembalut sebanyak 2 kali. Nyeri sewaktu menstruasi (-), pasien sudah mengalami menopause pada usia 45 tahun.







Riwayat penggunaan kontrasepsi : Tidak ada







Riwayat perkawinan dan kehamilan Pasien menikah 1 kali. Lama pernikahan ±30 tahun. Anak : 1. Perempuan 30 tahun, lahir normal, dirumah dibantu bidan. 2. Laki-laki 25 tahun, lahir normal, dirumah dibanti bidan. 3. Laki-lak 13 tahun , lahir normal, dirumah dibantu bidan.







Riwayat penyakit dahulu



: pasien tidak pernah mengalami keluhan



seperti ini sebelumnya, pasien diketahui memiliki penyakit jantung. Pasien sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit 2 bulan yang lalu untuk dilakukan tindakan keretase dan pemeriksaan spesimen. Pasien sudah direncanakan untuk melaksanakan histrektomi. 



Riwayat keluarga



: tidak ada keluarga yang mempunyai



keluhan yang sama.



C. Pemeriksaan fisik STATUS GENEALIS Keadaan umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Komposmentis



Tanda vital



: Tekanan darah



: 150/100 mmHg



Nadi



: 96 x/menit



Pernafasan



: 16 x/menit



Suhu



: 36,5o C



PEMERIKSAAN FISIK Kepala



: Normocephal



2



Simetris wajah



: simetris kiri-kanan



Deformitas



: tidak ada



Rambut



: hitam, ikal, distribusi merata, tidak mudah dicabut



Mata



: Eksoftalmus / enoftalmus : tidak ada Tekanan bola mata



: tidak dilakukan pemeriksaan (TDP)



Kelopak mata



: normal, edema -/-, ptosis -/-, xantelasma -/-



Konjungtiva



: anemis +/+, sklera ikterik -/-



Gerakan bola mata



: normal, nistagmus (-), strabismus-/-



Kornea



: refleks kornea +/+



Pupil



: isokor, refleks cahaya langsung & tidak langsung +/+



Telinga



: Tophi



: -/-



Nyeri tekan processus mastoideus : -/-



Hidung



Pendengaran



: normal kiri-kanan



Sekret



: -/-



Deformitas



: -/-



: Perdarahan



: -/-



Deformitas



: (-)



Sekret



: -/-



Deviasi septum nasi : (-) Pernapasan cuping hidung (-) Mulut



: Bibir pucat -, Lidah bersih, tidak hiperemis, tidak ada ulkus, tidak ada jamur, tidak ada selaput, stomatitis (-), perdarahan gusi (-), gigi intak Tonsil



: T1-T1



Faring



: mukosa licin, tidak hiperemis



3



Leher



: Trakea letak tengah, pembesaran KGB leher (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5 - 2 cmH2O, tumor (), kaku kuduk (-)



Dada



: Benjolan (-), jaringan parut (-), deformitas (-) Pembuluh darah



Paru  Inspeksi



: venektasi (-)



: : bentuk normochest, pengembangan dada simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi iga (-)



 Palpasi



: Nyeri tekan (-), fremitus raba +/+ normal



 Perkusi



: Paru kiri dan kanan : sonor Batas paru hepar : setinggi ICS V midclavicula dextra Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra torakal X Batas paru belakang kanan : lebih tinggi 1 jari dari batas kiri



 Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan Bunyi tambahan : Ronki -/- , Wheezing -/Jantung



:



 Inspeksi



: Ictus cordis tidak tampak



 Palpasi



: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula, thrill (-)



 Perkusi



: Redup, batas jantung kanan di linea parasternalis dextra, batas jantung kiri di linea midklavikula sinistra



 Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, S3 gallop (-), murmur (-) Punggung



:



 Inspeksi



: TDP



 Palpasi



: TDP



 Perkusi



: TDP



 Auskultasi : TDP Anus



: Hemoroid (-), massa (-)



4



Ekstremitas



−−



−−



++



: Ikterus (− −), sianosis (− −), pucat (++ ), clubbing finger −−



(− −), pitting, Oedem ekstremitas -/-, atrofi otot (-), akral teraba dingin dan lembab. Pemeriksaan obstetrik Abdomen  Inspeksi



: : Datar lembut, jaringan parut (-)



 Auskultasi : Peristlatik usus (+) 6-7 kali permenit  Palpasi



: Lemas, nyeri tekan (+) pada regio suprapubis, TFU 1 cm diatas simpisis, defans muskuler (-), teraba



 Perkusi



Alat genital



: Timpani, pekak samping kiri kanan (-), pekak pindah (-)



:



 Vulva/vagina : Tak  Porsio



:licin, bentuk dan konsistensi biasa



 Korpus uteri



: membesar



 Kavum doglasi



: tidak menonjol



D. Pemeriksaan penunjang Darah rutin (16-12-2015) RBC



: 3.250.000 sel/mm3



Hb



: 7,7 gr/dL



Hct



: 24,9 %



Plt



: 390.000sel/mm3



WBC



: 6.900 sel/mm3



Darah Kimia (12-12-2015)



5



Waktu perdarahan



: 1’



Waktu pembekuan



: 6’



GDP



: 93 mg/dL



Ureum



: 20 mg/dL



Kreatinin



: 0,7 mg/dL



SGOT



: 18 U/L



SGPT



: 27 U/L



EKG : kesan normal USG : Tampak kista ukuran 15 x 10 x 5 cm dan ada tumor diameterr 9 cm hasil mioma uteri dd Susp. Carsinoma Endometrium + Kista Ovarrium ( tanggal 28-10-2015) Biopsi : Hiperplasia endometrium ec estrogen imbalance



E. Diagnosis Perdarahan uterus abnormal ec. L dd M



F. Tatalaksana 



Pro transfusi PRC







Asam traneksamat 500 mg tab /8 jam/ PO







Asam mefenamat 500 mg tab/ 8 jam/PO







Norethindrone 5 mg tab/ 8 jam / PO (Norelut®)







Pro Histerektomi



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. SIKLUS HAID dan PENGATURANNYA 1.



Siklus Haid Sampai saat ini, sebagian besar proses ovulasi masih belum seluruhnya jelas



terungkap, tetapi yang sudah pasti diketahui adalah bahwa proses dasar ovulasi merupakan hasil dari suatu rangkaian perubahan biokimia dan morfologi yang diatur oleh gonadotropin dan steroid seks.(1,2) Secara berkala, fungsi seksual perempuan berada dibawah kendali hormon, yang khas untuk siklus ini adalah timbulnya perdarahan melalui vagina setiap bulan pada seorang perempuan. a.



Siklus Ovarium3 Fase Folikular Hari ke 1-8 : Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relative tinggi dan memacu perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan. Folikel dominan tersebut tampak pada fase mid follicular, sisa folikel mengalami atresia. Relatif tingginya kadar FSH dan LH merupakan pemicu turunnya esterogen dan progresteron pada akhir siklus. Selama dan segera setelah haid kadar esterogen relatif



rendah



tetapi



mulai



meningkat



karena



terjadi



perkembangan folikel. Hari ke 9-14 : Pada saat ukuran folikel meningkat lokalisasi akumulasi cairan tampak sekitar sel granulosa dan menjadi konfluen, memberikan peningkatan pengisian cairan di ruang sentral yang disebut antrum yang merupakan transformasi folikel primer menjadi sebuah folikel de Graaf dimana oosid menempati posisi eksentrik, dilindungi oleh 2 sampai 3 lapis sel granulosa yang disebut cumulus ooforus.  Perubahan Hormon : hubungannya dengan pematangan folikel adalah ada kenaikan yang progresif dalam produksi esterogen (terutama estradiol)



7



oleh sel-sel granulosa dari folikel yang berkembang. Mencapai puncak 18 jam sebelum ovulasi. Karena kadar esterogen meningkat, pelepasan kedua gonadotropin ditekan (umpan balik negatif) yang berguna untuk mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan banyak folikel. Sel granulosa juga menhasilkan inhibisi dan mempunyai implikasi sebagai faktor dalam mencegah jumlah folikel yang matang. Fase Ovulasi Hari ke-14 : Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti dengan protrusi dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya oosit yang ditempeli oleh cumulus ooforus. Pada beberapa perempuan saat ovulasi dapat dirasakan dengan adanya nyeri di fossa iliaca. Pemeriksaan USG menunjukan adanya rasa sakit yang terjadi sebelum folikel pecah.  Perubahan hormon : esterogen meningkatkan sekresi LH (melalui hipotalamus) mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan esterogen (umpan balik positif). Segera sebelu ovulasi terjadi penurunan kadar esterogem yang cepat dan peningkatan produksi progresteron. Ovulasi terjadi dalam 8 jam dari mid-cycle surge LH



Fase Luteal Hari ke 15-28 : sisa folikel tertahan dalam ovarium dipenitrasi oleh kapiler dan fibroblast dari teka. Sel granulosa mengalami luteinisasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum merupakan sumber utama hormon steroid seks, esterogen dan progresteron disekresi oleh ovarium pada fase pascaovulasi. Korpus Luteum meningkatkan produksi esterogen dan progresteron. Kedua hormon ini diprodiksi dari precursor yang sama. Selama fese luteal kadar gonado tropin mencapai nadir dan tetap rendah sampai terjadi regresi korpus luteum yang terjadi pada hari ke 26-28. Jika terjadi konsepsi dan implantasi korpus luteum tidak mengalami regresi karena dipertahankan oleh gonadotrofin yang dihasilkan oleh trofoblas. Jika konsepsi



8



dan implantasi tidak terjadi korpus luteum akan mengalami regresi dan terjadilah haid. Setelah kadar hormone steroid turun akan diikuti peningkatan kadar gonadotropin untuk insisi siklus berikutnya. b. Siklus Uterus3 Dengan diproduksinya hormone steroid oleh ovarium secara silik akan menginduksi perubahan penting pada uterus, yang melibatkan endometrium dan mukosa serviks. Fase Proliferasi Selama fase folikular di ovarium, endometrium dibawah pengaruh esterogen. Pada akhir haid proses regenerasi berjalan dengan cepat. Saat ini disebut fase proliferasi, kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit sekresi.



Fase Sekretoris Setelah ovulasi produksi progresteron menginduksi perubahan sekresi endometrium. Tampak sekretori dari vokuole dalam epitel kelenjar dibawah nucleus, sekresi maternal ke dalam lumen dan menjadi berkelok-kelok.



Fase Haid/ Menstruasi Normal fase luteal berlangsung Selma 14 hari. Pada akhir fase ini terjadi regresi korpus luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya produksi esterogen dan progresteron ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodik yang intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superficial endometrium dan terjadilah pendarahan. Vasospasmus



terjadi



karena



adanya



produksi



local



prostaglandin.



Prostaglandin juga meningkatkan kontraksi uterus bersamaan dengan aliran darah haid yang tidak membeku karena adanya aktifitas fibrinolitik local dalam pembuluh darah endometrium yang mencapai puncaknya saat haid.



9



2.



Pengaturan Siklus Haid Secara berkala, fungsi seksual wanita berada di bawah kendali hormon.



Tanda yang khas suatu siklus haid ialah timbulnya perdarahan melalui vagina setiap bulan pada seorang wanita. Hari ke 5 sampai 14 adalah fase folikuler atau proliferasi mulai setelah perdarahan berakhir dan berlangsung sampai saat ovulasi. Fase ini berguna untuk menumbuhkan endometrium agar siap menerima ovum yang telah dibuahi, sebagai persiapan suatu kehamilan. Pada fase ini dalam ovarium terjadi pematangan folikel akibat pengaruh FSH. Folikel ini akan menghasilkan estradiol dalam jumlah banyak. Mulut serviks kecil dan tertutup, getahnya dapat ditarik seperti benang (spinnbarkeit). (1,2,4) Pembentukan estradiol akan terus meningkat pada kira-kira hari ke 13, sehingga terjadi ovulasi yang terjadi pada hari ke 14. Dalam waktu yang sama suhu basal badan (SBB) juga meningkat kira-kira 0,005° C. Selama ovulasi getah serviks encer dan bening, mulut serviks sedikit terbuka, yang memungkinkan masuknya sperma. (1,4) Hari ke 14 sampai 28 adalah fase lutelal atau fase sekresi yang mempunyai ciri khas, yaitu terbentuknya korpus luteum dan perubahan-perubahan pada kelenjar endometrium. Pengaruh progesteron terhadap endometrium paling terlihat pada hari ke 22, yaitu pada saat nidasi seharusnya terjadi. Bila tidak terjadi nidasi, estradiol dan progesteron akan menghambat FSH dan LH, sehingga korpus luteum tidak dapat berkembang lagi. Akibat pengaruh estradiol dan progesteron akan terjadi penyempitan pembuluh-pembuluh darah endometrium yang berlanjut dengan iskemia, sehingga endometrium terlepas dan timbul perdarahan. (1,4)



10



Gambar.1 Siklus Menstruasi Normal



Hari ke-1 sampai hari ke-5, Estrogen menurun dan FSH meningkat. Perdarahan menstruasi dimulai pada hari ke-1 siklus dan berlangsung selama 5 hari. Beberapa hari terakhir sebelum fase menstruasi hari pertama, terdapat penurunan yang drastis kadar estrogen dan progesteron yang kemudian mengirimkan sinyal pada uterus bahwa kehamilan tidak terjadi pada siklus ini. Respon dari sinyal ini berupa pelepasan dinding endometrium dari uterus. (1,4) Kadar Estrogen yang tinggi akan mensupressi sekresi FSH sehingga kadar estrogen yang turun drastis akan menyebabkan kadar FSH meningkat. FSH akan menstimuli perkembangan folikel. Dalam hari ke-5 sampai ke-7 salah satu folikel memberikan respon yang lebih dibandingkan folikel lain sehingga menjadi dominan. Folikel ini akan mensekresikan sejumlah besar hormon estrogen. (1,4) Hari ke-6 sampai ke-14 : Estrogen disekresikan, kadar FSH menurun, sejumlah besar Estrogen disekresikan oleh folikel pada fase ini . Pengaruh Estrogen antara lain : (1,4)  Estrogen menstimuli penebalan uterus. Endometrium menjadi tebal dan. diperkaya sehingga siap menerima sel telur yang telah dibuahi.  Estrogen mensupressi sekresi FSH lebih lanjut



11



 Pada pertengahan siklus, estrogen membantu menstimuli sebagian besar dan secara mendadak pelepasan LH.



Pada saat ini suhu tubuh akan sedikit



meningkat yang menandakan ovulasi akan segera terjadi  LH akan menyebabkan pecahnya folikel dan sel telur dilepaskan kedalam Tuba Fallopii. Hari ke-14 sampai ke-28, sekresi Estrogen dan Progesteron yang semula meningkat kemudian akan turun. Setelah folikel pecah, dindingnya akan kolaps yang dikenal sebagai korpus luteum. Segera setelah ovulasi, korpus luteum mulai mensekresikan sejumlah besar progesteron yang akan membantu persiapan penebalan endometrium untuk implantasi sel telur yang telah dibuahi. (1,4) Jika sel telur dibuahi, hormone HCG akan dilepaskan oleh tropoblast yang dapat dideteksi dalam urin 7 hari setelah fertilisasi. HCG akan mempertahankan korpus luteum tetap berfungsi sehingga dapat melanjutkan sekresi estrogen dan progesterone yang sangat berguna mempertahankan endometrium tetap intak. Kira-kira kehamilan 6-8 minggu, placenta mulai dibentuk dan mulai mengambil alih sekresi progesterone. Jika sel telur tidak dibuahi, korpus luteum mulai menciut sehingga menyebabkan kadar estrogen dan progesterone turun drastis, akibatnya tidak ada yang mempertahankan endometrium dan terjadi pelepasan endometrium (menstruasi). Tanpa estrogen dan progesterone yang menekan, kadar FSH kembali meningkat sehingga dimulai lagi siklus berikutnya . (1,4)



Gambar.2 Umpan Balik Hormonal Tanpa Korpus Luteum



12



Gambar.3 Umpan Balik Hormonal dengan Korpus Luteum



Gambar.4 Fase perkembangan dari Endometrium



3.



ENDOKRINOLOGI SIKLUS HAID Siklus haid wanita diatur oleh interaksi hormonal yang kompleks. Hormon



yang dominan terlibat adalah GnRH, FSH, LH, Estrogen dan Progesteron. GnRH disekresikan oleh Hipotalamus, FSH dan LH disekresikan oleh hipofise anterior, estrogen dan progesterone oleh ovarium. GnRH merangsang pelepasan LH dan FSH oleh hipofise anterior, dan estrogen dan progesterone dilepaskan oleh ovarium . (1,4) 1.



Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) GnRH disekresikan oleh hipotalamus secara pulsatil melalui siklus



menstruasi. Untuk menghasilkan siklus menstruasi yang normal, GnRH harus disekresikan secara pulsatil. Rata-rata frekuensi sekresi GnRH adalah sekali



13



dalam 90 menit pada fase folikel awal, kemudian meningkat menjadi sekali dalam 60-70 menit dan selanjutnya menurun dengan amplitudo yang meningkat pada fase luteal. GnRH menginduksi kedua hormon FSH dan LH, bagaimanapun juga LH lebih sensitif terhadap perubahan kadar GnRH. (1,4)



Gambar 5. Endokrinologi Siklus Haid4



2.



Follicle Stimulating Hormone (FSH) FSH disekresikan oleh hipofise anterior dan sangat berperan dalam



perkembangan folikel sampai terbentuk antrum folikuli. Sekresi FSH sangat tinggi dan paling kritis pada minggu pertama fase folikuler siklus menstruasi. FSH menginduksi pembentukan estrogen dan progesteron dengan mengaktifkan enzim



14



aromatase dan p450 yang selanjutnya hormone ini akan memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi GnRH. FSH lebih lanjut akan menginduksi proliferasi sel-sel granulosa dan mengekspresikan reseptor LH pada sel granulose. (1,4)



3.



Luteinizing Hormone (LH) LH disekresikan oleh hipofise anterior dan dibutuhkan untuk pertumbuhan



folikel preovulasi dan luteinisasi dan ovulasi oleh folikel yang dominan. Selama fase folikel siklus menstruasi, LH menginduksi sintesa androgen oleh sel teka, merangsang proliferasi, differensiasi, dan sekresi oleh sel teka folikuler dan meningkatkan reseptor LH pada sel granulose. Pada tahap preovulasi, LH akan merangsang oosit memasuki pembelahan miosis pertama dan menginisiasi lutenisasi oleh sel teka dan granulose. Hasilnya korpus luteum akan mensekresikan progesterone dalam kadar tinggi dan sejumlah estrogen. (1,4) 4.



Estrogen Estrogen diproduksi oleh ovarium dan sangat penting dalam perkembangan



antrum dan maturasi folikel de Graff. Estrogen dominan pada tahap akhir fase folikuler, secara langsung menyebabkan ovulasi. Estradiol merupakan bentuk estrogen yang paling banyak dan poten, secara primer berasal dari derivat androgen yang diproduksi oleh sel-sel teka. Androgen bermigrasi dari sel teka ke sel granulosa yang kemudian dikonversi menjadi estradiol dengan bantuan enzim aromatase. Beberapa estradiol dapat juga diproduksi langsung oleh sel teka. Kerja estradiol termasuk menginduksi reseptor FSH pada sel granulose, proliferasi dan sekresi oleh sel teka, induksi reseptor LH pada sel granulose dan proliferasi dari stroma dan sel epitel endometrium. Pada saat kadar estradiol rendah dalam sirkulasi, akan memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH-LH, sebaliknya pada keadaan kadar estrogen sangat tinggi akan memberikan umpan balik positif terhadap sekresi FSH-LH. Estrogen lebih lanjut menginduksi proliferasi sel granulose dan sintesis reseptor estrogen dan mempertahankan umpan balik positifnya. Estrogen juga menginduksi proliferasi kelenjer endometrium. (1,4)



15



5.



Progesteron Progesteron disekresikan oleh ovarium, secara primer oleh folikel luteinisasi.



Kadar progesteron meningkat sebelum ovulasi dan mencapai puncak 5 sampai 7 hari setelah ovulasi. Tahap pertama sintesa progesteron membutuhkan enzim p450 dan terdapat dua bentuk progesteron dalam sirkulasi yaitu progesterone dan 17hidroksi-progesteron. Progesteron menstimulasi pelepasan enzim proteolitik oleh sel-sel teka yang merupakan persiapan sebelum ovulasi. Progesteron lebih lanjut menstimulasi migrasi pembuluh darah kedalam dinding folikel dan menstimulasi sekresi prostaglandin oleh jaringan folikel. Selama fase luteal, progesteron menstimulasi penebalan dan peningkatan sekresi endometrium. (1,4).



B. DEFINISI Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai dengan adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang siklus, durasi maupun jumlah perdarahan.5 Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.6 Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola: 1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa,



komplikasi



kehamilan,



adenomiosis,



IUD,



hiperplasia



endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia. 2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.



16



3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini. 4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi. 5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan



perdarahan



intermenstrual



dapat



menyebabkan



menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan



dapat



mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan. 6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain. 7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif



tidak menyingkirkan diagnosis



kanker serviks



invasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.7



17



Gambar 6. Terminologi pola perdarahan uterus8



Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).6 Menstrual Disorders Working Group of the International Federation of Gynecology and Obstetrics membagi parameter klinis menstruasi pada usia reproduksi berdasarkan dari frekuensi menstruasi, keteraturan siklus dalam 12 bulan, durasi menstruasi, dan volume darah menstruasi. Berikut parameter klinis menstruasi:9



18



Tabel 1. Parameter klinis menstruasi9 Parameter Menstruasi



Definisi Klinis



Batasan (persentil ke-595)



Frekuensi



menstruasi Sering



< 24



(hari) Normal



24 – 38



Jarang



> 38



Keteraturan siklus dalam Absen



Tidak ada perdarahan



12 bulan (hari)



Durasi (hari)



Volume darah (ml)



Reguler



2 – 20



Ireguler



> 20



Memanjang



>8



Normal



4,5 – 8



Memendek



< 4,5



Banyak



> 80



Normal



5 – 80



Sedikit



45 tahun







Terdapat faktor risiko genetik







USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium







Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara



38







Perempuan



dengan



cancer memiliki



riwayat



risiko



keluarga nonpolyposis



kanker



endometrium



colorectal



sebesar



60%



dengan rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun 



Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).



d. Penilaian Kavum Uteri 



Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri submukosum.







USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.







Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum



disarankan



untuk



melakukan



Saline



Infusion



Sonography (SIS) atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.



e. Penilaian Miometrium 



Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.







Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.







Pemeriksaan



adenomiosis



menggunakan



MRI



lebih



unggul



dibandingkan USG transvaginal.



f.



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari kehamilan dapat secara cepat dieksklusi dengan penentuan kadar



39



subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG) dari urin atau serum.4 Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal, complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan derajat kehilangan darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk adalah



complete



blood



count



dengan



platelet



count,



partial



thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin juga memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.4 Thyrotropin diukur hanya jika ada gejalaatau temuan yang sugestif ke penyakit tiroid. Tidak ada bukti bahwa pengukuran gonadotropin serum, estradiol, atau kadar progesteron membantu dalam pengelolaan AUB.17 b. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika perdarahan dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan gambaran sel darah merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena herpes simplex virus (HSV) juga dapat menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk melakukan kultur secara langsung. Trikomoniasis juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang rapuh.4 c. Pemeriksaan Sitologi Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining Pap smear.4 d. Biopsi Endometrium Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik seperti hiperplasia endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan abnormal pada 80 sampai 90 persen wanita dengan kanker endometrium.4



40



2. Histeroskopi Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3 sampai 5 mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus diregangkan dengan menggunakan larutan salin. Keuntungan utama menggunakan histeroskopi adalah untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti leiomioma dan polip yang mungkin terlewati jika menggunakan sonografi atau endometrial sampling. Walaupun akurat untuk mendeteksi kanker endometrium, namun histeroskopi kurang akurat untuk mendeteksi hiperplasia endometrium.4 3. Pencitraan a. Ultrasound Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi uterus dan endometrium.Selain itu, patologi dari miometrium, serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapat membantu leiomioma,



dalam anomali



diagnosis uterus,



polip



endometrium,



danpenebalan



adenomiosis,



endometrium



yang



berhubungan dengan hiperplasia dan keganasan.17 b. Saline Infusion Sonohysterography Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15 mL larutan saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim selama sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis patologi intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid uterus, SIS memungkinkan pemeriksa untukmembedakan lokasi dan hubungannya dengan kavitas uterus.SIS juga dapat menurunkan kebutuhanMRI dalam diagnosis dan manajemen dari anomali uterus. 17 c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien yang memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin membantu untuk memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam perencanaan operasi dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid. Hal ini juga mungkin



41



berguna dalam menilai endometrium ketika USG transvaginal atautidak dapat dilakukan. 17 d. Biopsi Endometrium Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada wanita premenopause dengan persalinan pervaginam sebelumnya. Biopsi lebih sulit dilakukan pada wanita dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau yang telah memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium dapat mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan kemungkinan kanker. 17



I. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan PUA akut dan kronik Perdarahan uterus abnormal akut : a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D) c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr (rek A) atau anti inflamasi non steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK. Untuk pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam. e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam alkukan dilatasi dan kuretase. f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral kombinasi (KOK) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3 hari),



42



2x1 tablet perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi selama 3 siklus atau LNG-IUS. g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat (MPA) 10 mg perhari (7 hari) siklik selama 3 bulan h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan pemberian KOK untuk stop perdarahan (langkah D). GnRH diberikan 2-3 siklus dengan interval 4 minggu. i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal , periksa darah perifer lengkap (DPL) , hitung trombosit , prothrombin time (PT) , activated partial thromboplastin time (aPTT) dan thyroid stimulating hormone (TSH). Saline Infused Sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma submukosim. j. Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium , miomektomi, polipektomi, histerektomi. 6 Perdarahan uterus abnormal kronik: a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan terakhir. b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan dfarah perifer lengkap wajib dilakukan. c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut\ d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu PUA dan lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika terdapat indikasi e. Pastikan apakah pasien masih ingin menginginkan keturunan



43



f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan dapat menetuka penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.6



Gambar 19 .Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Akut dan Banyak6



44



Gambar 20. Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronik6



45



Gambar 21. Panduan Investigasi Evaluasi Uterus6 2. Penatalaksanaan PUA berdasarkan penyebab A. Polip Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan : o Reseksi secara histeroskopi o Dilatasi dan kuretase o Kuret hisap o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi B. Adenomiosis o Diagnosa adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI



46



o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog GnRH + addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada pasien yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm) o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan



Gambar 22. Penanganan Adenomiosis6



C. Leiomioma uteri o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila pasien menginginkan kehamilan 



Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm



47







Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1







Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2



o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat dilakukan penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan dilakukan bila respon pengobatan tidak cocok o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan embolisasi



arteri



uterina



merupakan



alternatif



tindakan



pembedahan.



Gambar 23 . Penanganan Leiomioma uteri6



48



D. Malignancy and hyperplasia o Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian histopatologi o Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan o Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D&K dilanjutkan dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNGIUS selama 6 bulan o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histrektomi merupakan pilihan o Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histopatologi pada akhir bulan ke 6 pengobatan o Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histrektomi



Gambar 24. Penanganan Malignancy and Hyperplasia6



49



E. Coagulopathy o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang berkaitan dengan PUA. o Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini o Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-progestin dan LNG-IUS pada kasus ini meberikan hasil yang sama bila dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi o Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam trneksamat atau PKK dapat diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur pasien o Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von willebrand



Gambar 25 . Penanganan Coagulopathy5



F. Ovulatory dysfunction o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi



50



o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada keadaan oligomenorea bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan sampel endometrium o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium lakukan penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tatalaksana infertilitas o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap PKK o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3 bulan (rekomendasi A) o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3x siklus o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau di stop sesuai keinginan pasien o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping sepert sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma



uteri.



menyingkirkan



Pertimbangkan keganasan



tindakan



endometrium.



kuretase Bila



untuk



pengobatan



medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi



51



mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan uterus



yang banyak dapat



ditawarkan setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada uterus dengan ukuran < 10 minggu.



Gambar 26 . Penanganan ovulatory dysfunction6



52



G. Endometrial o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid yang teratur o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai kavum uteri o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke point 4 o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka pilihan lini pertama dalam tatalaksana menoragia o Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi o Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7 o Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK o PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama siklus menstruasi o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat diberikan preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat. Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm, lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan kemungkinan hiperplasia o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi



53



o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus haidnya dengan baik dan memantau kadar HB



Gambar 27 . Penanganan Endometrial6



54



H. Iatrogenik -



Penanganan karena efek samping PKK o Penanganan efek sampaing PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan penggunaan PKK dilanjutkan dengan mencatat siklus haid o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap selama > 3 bulan lanjutkan ke point 5 o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum



PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk



menaikkan dosis estrogen jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan PKK, lanjutkan ke point 5 o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9 o Singkirkan kehamilan o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama



55



Gambar 28. Penanganan Iatrogenik (Perdarahan karena efek samping PKK6



-



Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point 2 o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4 o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6 o Biopsi endometrium o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke 7. Jika tidak lanjutkan ke 9 o Berikan 3 alternatif sebagai berikut : 



Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama







Ganti



kontrasepsi



dengan



PKK



(



jika



tidak



ada



kontraindikasi) 



Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)



56



o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke point 9 o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7 hari) yang dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan pemilihan metoda kontrasepsi lain



Gambar 29. Penanganan Iatrogenik (perdarahan karenaefek samping kontrasepsi progestin)6



-



Perdarahan karena efek samping AKDR o Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjukan ke point 2 o Berikan doksisiklin 2x100mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada penggunaan AKDR dapat disebabkan oleh



57



endometritis. Jika ridak ada perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR o Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama lanjutkan ke point 4. Jika tidak lanjutkan ke point 5 o Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika setelah 6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati lanjutkan ke point 5 o Berikan PKK untuk 1 siklus o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium



Gambar 30. Penanganan Iatrogenik (perdarahan karenaefek samping penggunaan AKDR)6



58



3. Terapi medikamentosa a. Pemilihanobat-obatanpadaperdarahan uterus abnormal (non-hormonal)  Asam Traneksamat Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin degradation product (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak menimbulkan kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spinal endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme penurunan jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.6  Obar anti inflamasi non steroid (AINS) Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama astau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinyaperdarahandan peritonitis.6



b. Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal)  Estrogen Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1



59



dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti emetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja memacu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat defek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.6  PKK Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein trombosis, stroke dan serangan jantung.6  Progestin Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik yang menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat diberikan



60



secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya. Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, makan dosis obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian progestin secra kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan yaitu :  Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari  Pemberian DMPA setiap 12 minggu  Penggunaan LNG IUS  Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi6  Androgen Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17aetinil tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi



61



untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogewn di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari 400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75% pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat, perubahan suara.6  Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate 3.75 mg intramuskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan demielinisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan GnRH agonis lebihdari 6 bulan).6



4. Terapi Operatif Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor



62



pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal adalah:17 a.



Gagal merespon tatalaksana non-bedah



b.



Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping, kontraindikasi)



c.



Anemia yang signifikan



d.



Dampak pada kualitas hidup



e.



Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia endometrium)



Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung pada beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan bedahnya adalah : 17 a. Dilatasi dan kuretase uterus b. Hysteroscopic Polypectomy c. Ablasi endometrium d. Miomektomi e. Histerektomi



63



BAB III PEMBAHASAN Seorang wanita usia 56 tahun P3A0 (AH 3, AT : 13 tahun), datang



dengan



keluhan keluar darah pervaginam dialami sejak 1 tahun yang lalu. Dari anamnesis, perdarahan membasahi ± 6 pembalut tidak penuh dalam satu hari dan lebih banyak keluar jika BAK. Darah yang keluar berupa darah cair dan gumpalan darah yang sudah membeku. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut bawah . Riwayat menstruasi banyak dan lama serta nyeri saat menstruasi tidak ada, riwayat perdarahan kontak tidak diakui. Keluhan adanya nyeri perut maupun benjolan tidak dirasakan. Pasien sudah mengalami menopause. Dari hasil anamnesis juga diketahui riwayat menstruasi pasien, dimana pasien menarche pada usia 13 tahun dengan siklus yang teratur dan lama haid 3-7 hari. Riwayat perkawinan 1 kali selama 30 tahun, dengan riwayat persalinan sebanyak 3 kali, dimana semua anak pasien hidup. Pasien saat ini didiagnosa dengan perdarahan uterus abnormal karena dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan perdarahan uterus abnormal. Perdarahan uterus abnormal adalah diagnosis eksklusi. Riwayat menstruasi dan pemeriksaan fisik digunakan sebagai evaluasi pertama. Tes laboratorium, pencitraan dan pemeriksaan histologis dapat digunakan sebagai penunjang selanjutnya. Dari hasil anamnesis diketahui keluhan utama pasien saat datang yakni pendarahan pervaginam dalam jumlah banyak yang merupakan salah alasan pasien datang dengan perdarahan uterus abnormal. Riwayat menstruasi pasien sebelumnya adalah teratur dan perdarahannya normal, tidak ada riwayat penggunaan obat antikoagulan atau



hormonal, maupun penggunaan KB.



Berdasarkan hasil anamnesa tersebut, klasifikasi COIEN sementara dapat dieksklusi.



64



Kemudian dari pemeriksaan fisik pada palpasi fundus uteri teraba 1 jari diatas umbilikus.



Adanya kecurigaan massa pada abdomen mengarahkan



diagnosis ke klasifkasi PALM. Pemeriksaan dilanjutkan dengan USG. Dari hasil pemeriksaan USG di dapatkan tampak kista ukuran 15 x 10 x 5 cm dan ada tumor diameterr 9 cm hasil mioma uteri dd Susp. Carsinoma Endometrium + Kista Ovarrium. Pasien selanjutnya pernah di lakukan kuretase dan pemeriksaan biopsi dengan hasil hiperplasia endometrium. Sehingga sementara ditegakan dengan diagnose pendarahan uterus abnormal L dd M. Penderita di MRS kan dan di lakukan perbaikan keadaan umum. Penderita juga di lakukan transfusi PRC sampai Hb > 10. Pada pasien setelah diagnosis past ditegakan, ini di rencanakan tindakan histerektomi . Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pasien telah berumur cukup lanjut dan telah memiliki anak yang cukup, selain itu juga untuk menghilangkan perdarahan abnormal uterus L dd M secara permanen dan mencegah timbulnya resiko kekambuhan penyakit.



65



DAFTAR PUSTAKA 1. Speroff L, Fritz, Marc A, 2005, Dysfunctional Uterine Bleeding dalam: Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, sixth edition, Lippincott Williams and Wilkins, hal: 201-46. 2. David L, Steven F Palter, 2007, Reproductive Physiology dalam Berek & Novak’s Gynecology 14th Edition, Editor : Berek, Jonathan S, Lippincott Williams and Wilkins. 3. Guyton and Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.2001 4. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Abnormal Uterine Bleeding. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2012; p:219-40 5. Singh S et al. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013 May;5:1–28. 6. Badziad, A. Hestiantoro, A. Wiweko, B. Sumapradja, K. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Aceh, 2011. 7. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding. Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2003 : pp 623-630 8. Callahan, TL and Caughey, AB. Obstetric and Gynecology 5th ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, 2009 9. Fraser IS, Critchley HOD, Broder M, Munro MG. The FIGO Recommendations on Terminologies and Definitions for Normal and Abnormal Uterine Bleeding. Seminars in Reproductive Medicine. 2011;383–90.



66



10. Malcolm G M et all ;



2011 ; The FIGO classification of causes of



abnormal uterine bleeding in the reproducyive years ; American Society for Reproductive Medicine, Elsevier. 11. Munro, Malcolm ; Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser. FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. American Society for Reproductive Medicine. June, 2011 12. Sanja Kupesic, Asim Kurjak, Drazena Bjelos ; Ultrasound of The Uterus ; dalam: Donald School Textbook of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology ; Editors: Asim Kurjak, Frank AC ; The Parthenon Publishing Group. 2003. 13. Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Pelvic Mass. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2012; p:246-74 14. Munro MG, Crihley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification System [PALM-COEIN] for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. FIGO Working Group on Menstrual Disorders. Int J Gynaecol Obstet 2011;113:3-13. 15. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of anormal uterine bleeding. Human Reproductive Update. 2002;8(1): 60-7. 16. Sweet MG, Schmidt TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation and Management of Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women. 2012 Jan 1;85 (1):35–43. 17. Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013; 35(5):1-28



67