LAPORAN KASUS Reaksi Anafilaktik Akibat Ikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS



SEORANG PASIEN DENGAN DUGAAN REAKSI ANAFILAKSIS AKIBAT IKAN Gede Arya Dwipayana1, Tjok Istri Anom Saturti2, Ketut Suardamana2 1



Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Fakultas



Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia. 2



Departement/KSM Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia. Korespondensi: Gede Arya Dwipayana/ 082144008676/ [email protected]



ABSTRACT Anaphylactic is a very severe condition of allergic reaction. Anaphylactic reaction is a emergency and life- threatening condition. Food allergy was usually found in children and recent study stated that 1.4-6% of adult had food allergy Fish Allergy was first reported in 1940 and the incidence increases in Japan. Identification of Parvalbumin and Type 1 Collagen increase the understanding of fish allergy in Japan. The symptom and sign of this allergy can be the same as any other allergic condition and the treatment for anaphylactic reaction was adrenalin continuous with corticosteroid and antihistamine. Keyword: Anaphylactic reaction, fish allergy, anaphylactic PENDAHULUAN Analfilaksis merupakan merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi. Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam nyawa. Anafilaksis memang jarang terjadi, namun bila terjadi umumnya tiba- tiba, tidak terduga dan potensial mengacam nyawa.1 Alergi dan anafilaksis akibat makanan lebih sering ditemui pada anak- anak, penelitian terbaru melaporkan 1.4-6% populasi dewasa juga pernah mengalami alergi makanan.2



Berdasarkan populasi di seluruh dunia prevalensi alergi makanan lebih tinggi pada usia yang lebih muda dan biasanya menurun seiring dengan bertambahnya usia.3 Makanan yang paling sering menyebabkan alergi di Amerika Serikat adalah kacang, susu sapi, telur ayam, makanan laut (ikan, udang, dan lain sebagainya), ragi, dan kedelai. Semua alergen ini diestimasikan merupakan penyebab alergi makanan sebesar 90%.3 Alergi ikan dilaporkan pertama kali dilaporkan pada tahun 1940-an. Di Jepang, pasien dengan alergi meningkat secara kontinu. Parvalbumin merupakan alergen ikan mayor yang ditemukan di Jepang, pada awal tahun 2000, kolagen tipe I diidentifikasi sebagai alergen lain dari ikan di Jepang. Sebanyak 30% pasien Jepang dengan alergi ikan bereaksi dengan kolagen, meskipun hanya sedikit pasien yang dilaporkan.4 Penelitian epidemiologi sebagian besar menggunakan ikan cod sebagai prototipe yang dipakai namun tidak dibedakan spesiesnya. Di Asia alergi terhadap ikan lebih rendah dengan angka 0.2% di Hongkong dan 4.3% di Filipina.3 Laporan kasus ini diangkat oleh karena jarangnya kasus alergi ikan pada dewasa dan pengetahuan tentang tatalaksananya diperlukan. ILUSTRASI KASUS Seorang laki- laki usia 32 tahun, dating ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar dengan keluhan utama berdebar. Pasien datang sadar dengan keluhan berdebar dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan berdebar ini muncul mendadak dan dirasakan makin memberat hingga pasien merasa sesak. Berdebar tidak membaik dengan usaha minum air, dan bila dipakai berjalan menyebabkan pasien makin sesak. Berdebar diikuti keluhan sesak, mual dan muntah serta wajah terasa panas. Pasien mengeluhkan sesak sejak 1 jam SMRS. Sesak seperti dada ditekan dan terasa berat. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi (dari tidur ke duduk), sesak menganggu aktifitas ringan pasien seperti berjalan. Sesak tidak disertai keluhan tercekik maupun batuk. Mual dirasakan 1 jam SMRS. Mual disertai muntah sebanyak 3 kali. Muntah berisikan makanan yang dimakan sebanyak kurang lebih 50 mL (miliLiter) tiap kali muntah tidak berisikan darah. Nyeri perut seperti melilit



tidak ada, nyeri pada ulu hati tidak ada. Muntah disertai BAB (Buang Air Besar) kehitaman tidak ada. Pasien juga mengatakan wajah terasa merah dan panas sejak 2 jam SMRS. Wajah terasa merah dan panas dirasakan mendadak tanpa disertai perasaan gatal pada wajah. Keluhan gatal pada daerah badan, punggung kaki dan tangan disangkal. Merah tidak membaik dengan usaha yang dilakukan (pemberian air minum. Pasien mengatakan masih Buang Air Kecil (BAK) normal. Pasien mengatakan keluhan ini terjadi setelah makan ikan kurang lebih 2 jam sebelum munculnya keluhan. Keluhan demam disangkal, keluhan nyeri- nyeri pada sendi disangkal. Pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat alergi sebelumnya (baik makanan ikan, udang, telur, kacang pun juga dengan obat- obatan). Riwayat sering gatal- gatal oleh karena dingin disangkal, riwayat astma disangkal, riwayat meminum obat- obat untuk penyakit kronis (hipertensi, kencing manis, riwayat sakit jantung) disangkal. Pasien mengatakan tidak ada keluarga inti (ayah, ibu, saudara kandung) yang memiliki riwayat alergi sebelumnya. Pasien merupakan seorang karyawan kantor sudah menikah. Pasien didapatkan dengan tanda vital baik, tekanan darah saat datang 100/70 mmHg, Nadi 100 kali/ menit, laju respirasi 20- 22 kali/ menit, dengan suhu aksila 36.5C. Dari pemeriksaan fisik umum tidak ditemukan adanya konjungtiva pucat pada mata. Pemeriksaan torak dalam batas normal tidak ditemukan adanya suara nafas tambahan (ronki atau mengi). Pada pemeriksaan abdomen didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis wajah didapatkan eritema pada seluruh wajah, tanpa adanya urtikaria. Pemeriksaan penunjang elektrokardiogram didapatkan dengan normal sinus rhytm. Pada pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan didapatkan dengan nilai leukosit normal 10 ribu, dengan kadar hemoglobin 12.9 g/dL, dan fungsi ginjal dan hati didapatkan normal. Dari pemeriksaan radiologis tidak ditemukan adanya kelainan pada jantung dan paru. Pasien didiagnosis dengan Reaksi Anafilaksis et causa suspek makanan (ikan tongkol). Kemudian diberikan terapi infus NaCl 0.9% 20 tetes/ menit, adrenalin 0.3 mL intramuscular, hidrokortison 100 mg tiap 8 jam intravena dengan



diet tanpa ikan, telur dan udang serta hindari faktor pencetus (makanan mengandung ikan). Rencana pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan IgE (Imunoglobulin E) Total Serum. PEMBAHASAN Analfilaksis merupakan merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi. Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam nyawa.1 Gejala umum yang tampak pada anafilaksis adalah gejala umum (berupa lemas, rasa tidak nyaman didada), gejala oleh karena gangguan pernafasan (sesak, mengi), gejala sistem kardiovaskular (aritmia, palpitasi), gejala sistem gastrointestinal (mual dan muntah, nyeri perut), kulit (angioedema, urtikaria) dan gejala sistem saraf (kejang).1 Anafilaksis makanan pada dewasa dapat merupakan suatu yang terjadi sejak anakanak atau batu terjadi pada usia dewasa. Secara umum patofisiologi alergi makanan ini diperantarai oleh IgE.2 Pada pasien ini seorang laki- laki usia 32 tahun dengan gejala- gejala seperti diatas dan diketahui terjadi keluhan dari beberapa sistem organ yaitu kardiovaskular (palpitasi dan berdebar, tidak nyaman didada), gejala sistem respirasi (sesak), gejala sistem gastrointestinal (mual dan muntah) serta gejala kulit (eritema di wajah). Meskipun keluhan ini tidak ada yang disertai dengan gatal, namun 4 sistem organ yang terlibat dari suatu kejadian dengan kecurigaan alergi makanan (dalam hal ini ikan tongkol) dapat sangat terjadi. Untuk menegakkan diagnosis pasti dari kondisi ini dapat dilakukan pemeriksaan IgE total yang pada akhirnya akan menjelaskan patofisiologi alergi makanan tersebut. Terapi dari alergi makanan dasarnya adalah hindari faktor makanan penyebab, hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Terapi dengan gejala ringan (reaksi hipersensitivitas) dapat hanya mengguanakan antihistamin saja dan jika perlu ditambahkan kortikosteroid. Pada serang anafilaksis terapi utamanya adalah epinefrin/ adrenalin.2 Adrenalin dapat diberikan 1: 1000 atau 0.01 mL/kgBB sampai maksimal 0.3 mL intramuskular, dapat diulang tiap 15- 20 menit. Pada pasien ini terapi yang diberikan oleh karena keadaaan anafilaksis yang mengenai beberapa organ tanpa menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah,



makan pada pasien hanya diberikan adrenalin sebesar 0.3 mL intramuskular dilanjutkan dengan pemberian hidrokortison 100 mg tiap 8 jam intravena. Keluhan pada pasien membaik dalam 3 jam saat diobservasi dan pasien akhirnya dipulangkan setelah 2 hari perawatan dan tanpa keluhan. Sebanyak 30% pasien Jepang dengan alergi ikan bereaksi dengan kolagen, meskipun hanya sedikit pasien yang dilaporkan.4 kausa terbanyak yang dilaporkan menjadi penyebab alergi adalah, ikan salmon, tuna, cod, tongkol dengan 67% subjek memiliki alergi terhadap spesies multipel.5 Presentasi klinis dari alergi ikan menyerupai dengan sebagian besar alergi makanan lainnya. Gejala dapat muncul dari satu atau lebih sistem organ yang timbul segera atau dalam waktu 2 jam paska pajanan, meskipun reaksi tipe lambat setelah 8 jam makan pernah dilaporkan pada tahun 1997. Gangguan respirasi merupakan reaksi anafilaksis yang paling mengancam nyawa.6 Baku emas untuk diagnosis alergi makanan (termasuk ikan) adalah dengan double-blind, placebo- controlled food challenge. Tinjauan terbaru oleh Neggemann et al menunjukkan hal ini efektif seperti pada tatacara penegakan diagnosis alergi makanan dibawah ini.7



Gambar 1. Bagan klasifikasi seafood5



Gambar 2. Bagan tatacara diagnosis alergi makanan (termasuk ikan)7



Pada pasien ini tidak dapat dilaksanakan hal seperti diatas untuk tatacara diagnosis. Setelah penatalaksanaan awal, untuk mengetahui dengan pasti apakah pasien ini merupakan alergi atau efek toksin dari ikan, pemeriksaan IgE spesifik tidak dapat dilakukan. Sehingga sampai saat ini untuk penegakan diagnosis hanya berbasis pada wawancara, dan riwayat alergi sebelumnya. SIMPULAN Telah dilaporkan seorang pasien dengan reaksi anafilaksis oleh karena dicurigai ikan tongkol. Penegakan diagnosis baku emas yang dapat dilakukan adalah dengan food challenge. Pemeriksaan IgE spesifik juga tidak dapat dilakukan oleh karena keterbatasan biaya. DAFTAR PUSTAKA 1.



Rengganis I, Sundaru H, Sukmana N, Mahdi D. Renjatan Anafilaktik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014: p 4130- 4134.



2.



Rengganis I, Yunihastuti E. Alergi Makanan. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014: p 508- 512.



3.



Dunlop JA, Keet CA. Epidemiology of Food Allergy. Immunol Allergy Clin N Am. In Press 2017.



4.



Kobayashi Y, Akiyama H, Huge J, Kubota H, Chikazawa S, Satoh T, dkk. Fish Collagen is an Important Panallergen in The Japanese Population. Allergy. 2016; 71: p 720- 723.



5.



Mourad AA, Bahna SL. Fish- Allergic Patients may be Able to Eat Fish. Expert Rev. Clin. Immunol. 2015; 11(3): p 419-430.



6.



Ruethers T, Taki AC, Johnston EB, Nugraha R, Le TTK, Kalic T, dkk. Seafood Allergy: a Comprehensive Review of Fish and Shellfish Allergens. Molecular Immunology. In Press 2018.



7.



Sharp MF, Lopata AL. Fish Allergy: in Review. Clinic Rev Allerg Immunol. 2014; 46: 258- 271.