Laporan Kesmavet Telur Ayam Ras [PDF]

  • Author / Uploaded
  • lan
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KEGIATAN PPDH ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA



PENGUJIAN BAHAN PANGAN ASAL HEWAN “TELUR AYAM RAS”



Oleh: WULAN AYU PAMUNGKAS, S.KH 180130100111078



PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019



DAFTAR ISI COVER ................................................................................................................ i DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2 1.3 Tujuan........................................................................................................ 2 1.4 Manfaat ...................................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3 2.1 Telur Ayam Ras......................................................................................... 3 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas Telur Ayam Ras ................... 7 BAB 3 METODOLOGI ...................................................................................... 9 3.1 Waktu dan Tempat PPDH .......................................................................... 9 3.2 Peserta PPDH ............................................................................................. 9 3.3 Metode Kegiatan ........................................................................................ 9 3.4 Metode Prosedur Pengujian Telur Ayam Ras ............................................ 9 3.4.1 Pemeriksaan Kualitas Telur S .......................................................... 9 3.4.5 Pemeriksaan ecara Fisik ................................................................... 10 3.4.2 Pemeriksaan Kesegaran telur ........................................................... 11 3.4.3 Pemeriksaan Kualitas Telur Setelah dibuka ..................................... 13 3.4.4Pemeriksaan pH ................................................................................. 13 3.4.5Pemeriksaan Mikrobiologi Telur ...................................................... 14 BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 18 4.1 Hasil Pengujian........................................................................................... 18 4.2 Pembahasan ................................................................................................ 20 BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 28 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 28 5.2 Saran ........................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Persyaratan mutu fisik telur konsumsi……………………….... ......... 7 Tabel 2.2 Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada telur ........ 7



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruhkalangan masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini karenatelur ayam ras relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009). Telur merupakan bahan pangan dengan struktur fisik yang khas, dan tersusun atas 3 bagian yaitu kulit, kantung udara, dan isi yang terdiri dari putih telur dan kuning telur. Komposisi telur secara fisik terdiri dari 10% kerabang (kulit telur/cangkang), 60% putih telur, dan 30% kuning telur. Terdapat 4 lapisan putih telur, yaitu bagian luar cairan (lapisan tipis), bagian viscous cairan (lapisan tebal), bagian dalam cairan (lapisan tipis), dan bagian lapisan kecil padat mengelilingi



membrane



vitelin



kuning



telur



disebut



chalaza



untuk



mempertahankan posisi yolk (Sarwono, 2001). Sifat-sifat telur yang perlu diketahui adalah: 1) kulit telur sangat mudah pecah, dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah dan 2) telur tidak mempunyai bentuk dan ukuran yang sama besar sehingga bentuk elipsnya memberikan masalah untuk penanganan secara mekanis dalam suatu system yang kontiniu (Nuryati dkk, 2000). Standar mutu telur ayam ras perlu diterapkan dalam pemasaran telur terutama untuk memudahkan konsumen dalam menentukan pilihan sehingga dapat memberikan kepuasan dan kepastian mutu untuk konsumen. Berdasarkan SNI 01-3926-2006 telur ayam konsumsi segar adalah telur ayam yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum tercampur dengan putih telur utuh dan bersih. Mutu akhir telur ditentukan oleh: 1) kulit telur yaitu keutuhan, bentuk, kelicinan dan kebersihan, 2) kantong udara yaitu kedalaman rongga udara dan kebebasan bergerak, 3) keadaan putih



telur yaitu kekentalan dan kebersihan, 4) keadaan kuning telur yaitu bentuk posisi, penampakan batas dan kebersihan dan 5) bau telur yang khas (SNI 01-39262006). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kualitas mutu dan keamanan produk raw telur ayam layer yang beredar dipasaran? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui kulitas mutu dan keamanan raw telur ayam ras yang beredar dipasaran sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat.



1.4 Manfaat 1. Memberikan infromasi mengenai kualitas mutu dan kelayakan telur ayam ras yang beredar di pasaran untuk dikonsumsi oleh masyarakat. 2. Menciptakan bahan pangan asal hewan yang Halal, Aman, Utuh dan Sehat untuk masyarakat, yang disesuaikan dengan SNI, 3926-2008 tentang telur konsumsi. 3. Mahasiswa PPDH mampu melakukan pemeriksaan terhadap produk pangan asal hewan dan menentukan kelayakan produk berdasarkan peraturan yang berlaku sehingga produk aman dikonsumsi.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Telur Ayam Ras Telur adalah suatu tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Selain itu telur dengan kerabangnya berfungsi sebagai pelindung embrio (Suprapti, 2002). Telur terdiri dari enam bagian yang penting yaitu kerabang telur (shell), selaput kerabang telur (shell membranes), putih telur (albumin), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chalazae), dan sel benih (germinal disc) (Sudaryani,2000). Berdasarkan SNI 01-3926-2006 telur terdiri dari 3 komponen utama yaitu kulit telur, putih telur (albumin) dan kuning telur. Warna kerabang (kulit telur) dibedakan menjadi dua yaitu warna putih dan warna coklat. Berat telur ayam ras dikelompokkan atas 4 yaitu ekstra besar (>60 g), besar (56-60 g), sedang (51-55 g), kecil (46-50 g), dan ekstra kecil (72, b) Mutu II, memiliki nilai HU 62-72 dan c) Mutu III, memiliki nilai HU < 60. 2. 3. Pemasaran dan Harga Telur Ayam Ras Pasar merupakan pertemuan antara konsumen dengan produsen yang akan menentukan suatu kesepakatan yang berbentuk harga. Harga dapat mempangaruhi permintaan konsumen karena tinggi rendahnya harga akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk (Suharno, 1995). Sebagian konsumen lebih memperhatikan mutu telur dan sebagian lain lebih memperhatikan harga produknya. Konsumen harus pandai memilih dan menyimpan telur dengan baik.



Cara pemilihan dan penyimpanan telur yang baik agar kesehatan tetap terjaga meliputi: 1) pemilihan telur dengan cangkang atau kulit yang bersih, utuh/tidak retak, permukaan halus, warna kulit telur merata dan tidak ternoda, bentuk normal dan tidak berbau, 2) telur sebaiknya dikemas dalam kantong plasik bersih atau karton telur, 3) telur dicuci dengan air bersih dan dikeringkan sebelum disimpan dalam lemari pendingin (kulkas), 4) telur disimpan di tempat yang bersih, ventilasi udara cukup, dengan suhu di bawah 15o C dan kelembaban udara 75-90%. Pengemasan telur yang baik mempunyai banyak kegunaan. Kegunaan yang paling penting adalah untuk mengurangi kerusakan selama pengangkutan dan penjualan. Dengan pengemasan yang baik telur bisa tampil lebih memikat. Selain itu pengemasan juga berperan untuk memudahkan konsumen dalam membawanya (Sujionohadi, 2004). Penggunaan pengemasan berbeda-beda berdasarkan kebutuhan dan tujuan pemasaran. Telur yang dijual menggunakan kemasan, perlu mengikuti persyaratan sebagai berikut: 1) bahan kemasan tidak beracun dan mengeluarkan bau, 2) bahan kemasan harus mampu melindungi kerabang dari tekanan dari luar yang mengakibatkan kerusakan, 3) telur dalam satu kemasan harus mempunyai tingkatan mutu yang sama dan tingkatan bobot yang sama, 4) pada kemasan harus dicantumkan, a) nama perusahaan, b) bobot telur dan jumlah butir yang ada dalam kemasan, c) warna kerabang telur, d) tingkatan mutu, dan e) jenis telur (SNI 01-3926-2006).



Tabel 2.2 Persyaratan mutu fisik telur konsumsi (SNI, 3926-2008)



Tabel 2.3 Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada telur (SNI 01-6366- 2000).



Sumber: BSN, 2000



2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur



Kualitas telur yang dipengaruhi oleh sifat genetika adalah tekstur dan ketebalan kerabang telur, jumlah pori-pori kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya putih telur kental dan komposisi kimia telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Faktor-faktor kualitas yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalah susut bobot telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning telur, bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Susut bobot telur dipengaruhi keadaan awal dari telur. Penyusutan bobot telur akan bertambah besar dengan bertambahnya umur simpan sampai batas tertentu dan selanjutnya bobot telur akan relatif konstan. Penyusutan bobot telur pada telur-telur yang tidak diawet, relatif berlangsung dengan cepat. Hal ini disebabkan pengaruh suhu yang tinggi selama penyimpanan, pengaruh lama penyimpanan, serta kelembaban udara yang rendah akan mempercepat penguapan air dari dalam telur (Sulistiati, 1992). Penguapan air melalui kerabang telur, difusi air dari putih telur ke kuning telur akibat perbedaan tekanan osmotik, terjadinya pelepasan gas yang menyebabkan pH naik dan struktur gel putih telur rusak. Semua kejadian tersebut berlangsung terus menerus, sehingga semakin lama telur disimpan isi telur semakin encer (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kekentalan putih telur yang semakin tinggi dapat ditandai dengan tingginya lapisan putih telur kental. Hal ini menunjukkan bahwa telur masih berada dalam kondisi segar. Dengan bertambahnya lama penyimpanan maka tinggi lapisan kental tersebut akan menurun dengan cepat pada awalnya dan akhirnya penurunan tersebut akan 6 semakin lambat. Penurunan tinggi putih telur bersifat logaritmik negatif (Sirait, 1986). Waktu peyimpanan yang semakin lama menyebabkan pori-pori semakin besar dan rusaknya lapisan mukosa, air, gas dan bakteri lebih mudah melewati kerabang tanpa ada yang menghalangi, sehingga penurunan kualitas dan kesegaran telur semakin cepat terjadi. Faktor kualitas telur menurut Umar dkk. (2000), dibagi menjadi dua, yaitu faktor kualitas eksterior yang meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang. Faktor interior meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalannya, bentuk kuning telur yaitu tidak ada noda pada putih maupun kuning telur. Kualitas interior telur dapat dilihat dengan candling (peneropongan). Dengan peneropongan akan diketahui kondisi kulit telur, ukuran rongga udara dan



pergeseran kuning telur. Telur segar yang disimpan pada suhu kamar hanya akan bertahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami kerusakan. Semakin lama telur disimpan maka putih telur akan semakin encer. Hal ini terjadi karena penguapan CO2 dari putih telur yang mengakibatkan perubahan pH putih telur dari asam menjadi basa. Pengenceran putih telur karena serat glikoprotein ovomucin pecah, suasana ini mengakibatkan melemahnya ikatan ovomucin (Romanoff dan Romanoff, 1963).



BAB 3 METODOLOGI



3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan Kegiatan PPDH rotasi KESMAVET ini dilaksanakan pada tanggal 13-24 Mei 2019 yang bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya, Malang. 3.2 Peserta Kegiatan Peserta kegiatan Koasistensi Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) pada rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya adalah : Nama : Wulan Ayu Pamungkas Nim



: 180130100111078



Email : [email protected] Alamat : Perumahan Taman Embong Anyar 1 B5, Malang yang berada dibawah bimbingan drh. Widi Nugroho, Ph.D



3.3 Metode Kegiatan Metode kegiatan yang diakukan dalam koasistensi di Laboratorium Kesmavet adalah 1. Melaksanakan pengujian sampel telur ayam ras. 2. Melaksanakan diskusi kelompok dan dengan dokter hewan pembimbing koasistensi.



3.4 Metode Prosedur Pengujian Telur Ayam Ras 3.4.1 Pemeriksaan Kualitas Telur Secara Fisik (SNI 3926 : 2008, Telur Konsumsi) Prinsip: Melakukan pengujian sampel dengan menggunakan panca indra meliputi berat telur, keutuhan, warna, kehalusan dan kebersihan kerabang telur. Alat dan bahan: timbangan dan telur ayam ras. Prosedur kerja: -



Kerabang sampel telur ayam ras diamati dan diraba dari ujung tumpul hingga ujung lancip.



-



Diamati keutuhan, warna, kehalusan dan kebersihan kerabang telur.



-



Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan khusus untuk telur dan dicatat hasilnya.Berat rata-rata telur ayam ras adalah 50-60 g.



3.4.2 Pemeriksaan Kesegaran telur A) Peneropongan Telur (SNI 3926:2008, Telur Konsumsi)



Prinsip: Sorotan sinar dari candler ke telur dapat membantu melihat bagian dalam isi telur seperti kantung hawa, kuning telur, adanya keretakan kerabang, adanya bercak darah atau adanya pertumbuhan embrio. Alat dan bahan: Candler dan telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Sampel telur diarahkan ke sinar candler.



-



Kemudian diputar perlahan untuk melihat kemungkinan adanya kelainan pada isi telur, seperti tinggi kantung hawa, adanya bercaak darah dan kematian embrio yang menunjukkan warna hitam.



B) Pengukuran Tinggi Kantung Hawa (SNI 3926:2008, Telur Konsumsi )



Prinsip: Semakin tinggi kantung hawa maka umur telur semakin tua. Alat dan bahan: candler, pengukur kantung hawa, dan telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Sampel telur diletakkan di depan candler sehingga terkena sinar



-



Diukur tinggi dan diameter kantung hawa menggunakan alat pengukur.



C) Perendaman dalam Air Garam (Padaga et al., 2012)



Prinsip: Telur yang baru mempunyai kantung hawa yang relatif kecil sehingga apabila dimasukkan dalam larutan air garam 10% atau air biasa, telur akan tenggelam. Alat dan bahan: beker glass, timbangan, garam, air, dan telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Larutan air garam 10% dibuat dengan cara mencampur 10 g garam yang ditambahkan ke dalam beker glass.



-



Selanjutnya telur dimasukkan ke dalam larutan air garam tersebut.



3.4.3 Pemeriksaan Kualitas Telur Setelah dibuka A) Pemeriksaan Putih dan Kuning Telur (SNI 3926 : 2008, Telur Konsumsi)



Prinsip: mengamati kebersihan, konsistensi putih telur dan bentuk, posisi, kebersihan kuning telur dengan pannca indera. Alat dan bahan: cawan petri besar, alkohol 70%, dan telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Bagian lancip kerabang telur dibersihkan dan didesinfeki dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol.



-



Kemudian telur dibuka pada bagian ujung lancip da nisi telur dituangkan secara perlahan ke dalam cawan petri steril.



-



Kemudian dilakukan pengamatan kebersihan dan konsistensi putih, serta bentuk, posisi, dan kebersihan kuning telur.



B) Indeks Kuning Telur (Yolk Index) ( Padagaet al., 2012)



Prinsip: pengukuran indeks kuning telur yaitu semakin tua umur telur, maka ukuran kuning telur akan semakin besar dan indeks kuning telur semakin kecil. Alat dan bahan: cawan petri besar, jangka sorong dan telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Telur yang telah dipecahkan di atas cawan petri diamati bagian kuning telurnya.



-



Kemudian dilakukan pengukuran pada tinggi dan diameter dari kuning telur dengan menggunakan jangka sorong.



-



Untuk mengetahui indeks kuning telur, hasil pengukuran dengan jangka sorong kemudian dihitung dengan menggunakan rumus: Yolk Indeks =



a b



Keterangan: a



: tinggi kuning telur (mm)



b



: diameter kuning telur (mm)



C) Indeks Albumin (Albumin Index) (Padaga et al., 2012)



Prinsip: Semakin tua telur, maka diameter putih telur akan semakin lebar dan indeks albumin semakin kecil. Alat dan bahan: cawan petri besar, jangka sorong dan telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Telur yang telah dipecah di atas cawan petri diamati bagian albumin telurnya.



-



Tinggi dan diameter dari thick albumin diukur menggunakan jangka sorong. Untuk mengetahui indeks albumin, hasil pengukuran kemudian dihitung menggunakan rumus: 𝑎



(b1+b2)



𝑏



2



Albumin Indeks = b = Keterangan: a



: tinggi thick albumin (mm)



b



: diameter rata-rata dari thick albumin (mm)



D) Pemeriksaan Haugh Unit (Padaga et al., 2012)



Prinsip: melihat kesegaran telur berdasarkan pada pengukuran thick almbumin dan berat telur, kental dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU maka kualitas telur semakin baik. Alat dan bahan: timbangan, cawan petri, jangka sorong dan telur ayam layer. Prosedur Kerja:



-



Berat telur ditimbang dengan menggunakan timbangan khusus.



-



Setelah itu telur dipecah di atas cawan petri.



-



Tebal atau tinggi albumin diukur dengan menggunakan jangka sorong, pengukuran dilakukan pada bagian batas antara albumin dengan kuning telur.



-



Untuk mengetahui haugh unit, hasil pengukuran dengan jangka sorong dihitung dengan menggunakan rumus: HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)



Keterangan : HU



: Haugh Unit



H



: Tinggi albumin (mm)



W



: Berat telur (g)



3.4.4 Pemeriksaan pH (Padaga et al., 2012)



A) Dengan pH meter (pH digital) Prinsip: pengukuran pH dengan pH meter, yaiitu pengukuran nilai pH dengan menggunakan pH meter berdasarkan besarnya potensial ditentukan oleh konsentrasi ion hidogen pada sampel yang diukur. Alat dan bahan: sampel telur ayam layer, larutan pH standar, pH meter, kertas tisu, beker glass. Prosedur Kerja: -



Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan standar ber pH 4,0, lalu dikalibrasi dengan larutan standar ber pH 7,0.



-



Sampel telur ayam layer sebanyak 10 ml diletakkan di atas beker glass, kemudian diuji menggunakan pH meter, pH diukur dengan mencelupkan elektroda pH dan dibiarkan sampai terbaca konstan.



-



Dilakukan pengukuran pH dua kali pada tempat yang berbeda.Nilai pH diperoleh dari rata-rata kedua hasil pengukuran.



Interpretasi Hasil:  angka < 7,00 : bersifat asam  angka > 7,00 : bersifat basa



B) Dengan pH Strip Prinsip: kerja pengukuran pH dengan pH strip, yaitu pH strip akan berubah warna sesuai dengan tingkat keasaman dan dibandingkan dengan warna standar indikator. Alat dan bahan: sampel telur ayam layer, kertas tisu, cawan petri, kertas indikator universal. Prosedur Kerja: -



Sampel telur ayam layer sebanyak 10 ml diletakkan di atas beker glass.



-



Kertas pH strip kemudian dicelupkan ke dalam sampel telur ayam layer.



-



Selanjutnya dibandingkn dengan deret standar warna indikator untuk mengetahui pH sampel.



Interpretasi hasil:  Perubahan warna < 7 : bersifat asam  Perubahan warna > 7 : bersifat basa 3.4.5 Pemeriksaan Mikrobiologi Telur (SNI 2897:2008, Metoda Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil Olahannya) A) Perhitungan Total Plate Count (TPC) Prinsip: sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media agar, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Alat dan bahan: cawan petri, tabung reaksi, pipet volumetric,



jarum



inokulasi, stomacher, bunsen, vortex mixer, inkubator, Plate Count Agar (PCA), Buffer Pepton Water (BPW) 0,1 %, Violet Red Bile Agar (VRB agar), alkohol 70% serta sampel telur ayam layer. Prosedur Kerja: -



Dilakukan pengenceran sampel 10-1 (1:10) yaitu 1 mL telur yang dipecah dimasukkan ke tabung reaksi dan ditambahkan 9 mL larutan BPW 0,1% lalu dihomogenkan.



-



Sebanyak 1 mL pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet steril dan ditambahkan ke dalam 9 mL larutan BPW 0,1% pada tabung reaksi untuk mendapatkan pengenceran 10-2.



-



Pengenceran dilanjutkan sampai dengan pengenceran 10-7 dengan cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya.



-



Sebanyak 1 mL sampel dari hasil pengenceran 10-110-210-3 dimasukkan ke dalam cawan petri yang berbeda.Setiap pengenceran yang dituang pada cawan petri, dibuat duplo.Kemudian media VRB cair yang telah didinginkan hingga suhu 45°C dituangkan sebanyak 10-15 mL.



-



Kemudian cawan petri digerakkan membentuk angka delapan agar homogeny dan didiamkan hingga media padat. Setelah agar VRB memadat, ditambahkan 3-4 ml agar VRB cair (45°C), dibiarkan memadat kembali. Setelah memadat, diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37°C selama 24 jam.



-



Kemudian dihitung jumlah koloni berwarna merah keunguan yang dikelilingi oleh zona merah.



-



Sebanyak 1 mL sampel dari hasil pengenceran 10-510-610-7 dimasukkan ke dalam cawan petri yang berbeda, setiap pengenceran yang dituangkan pada cawan, dibuat duplo.



-



Selanjutnya PCA cair yang telah didinginkan hingga suhu 45°C dituangkan sebanyak 10-15 mL.



-



Cawan petri digerakkan secara melingkar agar homogeny, media didiamkan hingga padat.



-



Kemudian diinkubasi dengan posisi terbalik dalam incubator suhu 37°C selama 24 jam.



-



Jumlah koloni dihitung setiap seri pengenceran dengan tally counter.Dipilih cawan petri yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai 250.



B) Uji Salmonella



Prinsip: Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra pengayaan dan pengayaan yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan serologi. Salmonella Shigella Agar merupakan media spesifik isolasi organisme basil enteric pathogen, terutama genus Salmonella sp.. Bakteri yang tidak dapat memfermentasi laktosa



seperti Proteus sp dan Shigella sp.muncul sebagai koloni yang tidak berwarna. Produksi H2S oleh Salmonella sp. mengubah pusat koloni menjadi berwarna hitam. Alat dan bahan: cawan petri, jarum inokulasi, Bunsen, sampel telur ayam layer yang diencerkan dalam BPW, sampel telur ayam layer dan mediaSalmonella Shigella Agar (SSA). Prosedur Kerja: -



Sampel telur ayam layer yang sudah diencerkan dalam larutan BPW (pengenceran 10-1) di streak denga ose pada media SSA.



-



Lakukan metode yang sama dengan menggunakan sampel langsung dari telur ayam layer.



-



Cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.Setelah diinkubasi, diamati kemungkinan adanya koloni bakteri yang tumbuh pada media SSA.



Morfologi koloni Salmonella: -



Koloni Salmonella tidak berwarna hingga berwarna kuning dengan bagian tengah ada atau tanpa bagian hitam.



C) Uji E.coli



Prinsip: media Eosin methylene Blue Agar (EMBA) menggunakan eosin dan methylene blue sebagai idikator yang akan memberikan perbedaan yang nyata antara koloni yang dapat memfermentasikan laktosa dan yang tidak. Mikroba yang memfermentasikan laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam, sedankan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Alat dan bahan: Cawan petri, media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), sampel. Prosedur kerja: -



Sampel telur ayam yang sudah diencerkan dalam larutan BPW (pengenceran 10-1) di streak dengan ose pada media EMBA.



-



Lakukan metode yang sama dengan menggunakan sampel langsung dari telur ayam layer.



-



Cawan petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.Setelah inkubasi pada media EMBA.



Morfologi koloni E. coli:  Koloni E. coli berwarna hijau metalik.



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Pengujian Identitas sampel telur dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: Sampel



: Telur ayam ras (Lampiran 1)



Kemasan



: Tidak ada kemasan (Curah)



Tanggal pembelian



: 15 Mei 2019



Tempat pembelian



: Supermarket G



Hasil dari pengujian sampel tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil uji kualitas sampel telur ayam ras Jenis Pengujian



Standar



Interpretasi Hasil



Hasil Uji



Normal



Normal



-



Ketebalan



Tebal



Sedang



-



Kehalusan



Halus



Halus



-



Kebersihan



Bersih



Sedikit Kotor



-



Berat



< 50 g (kecil)



69 gram (ukuran besar)



SNI 3926 :2008



1. Organoleptik Telur - Bentuk



50-60 g (sedang) >50 g (besar)



-



Utuh



Keutuhan



Utuh



2. Pemeriksaan Kesegaran Telur Mutu I : tetap di Mutu II tempat



-



Kebebasan bergerak (dengan cara candling)



-



Pengukuran tinggi kantung



SNI 3926 :2008



Mutu II : bebas begerak Mutu III : bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara



Mutu I : < 0,5 cm Mutu II : 0,5-0,9



Mutu I (0,245 cm)



cm



udara



Mutu III : > 0,9 cm



Tenggelam Perendaman air garam 3. Pemeriksaan Kualitas Telur setelah dibuka



-



Tenggelam



Pemeriksaan Kuning telur



Bebas bercak Pipih, agak kepinggir, darah dan meat jelas ada sedikit bercak spot, berbentuk darah (Mutu III) konveks, bulat



-



Pemeriksaan Putih Telur



Kental, tebal, konsistensi sedikit konveks, bebas encer (Mutu II) dari bercak darah dan meat spot



-



Indeks Kuning telur



Mutu I ( 0,4580,521)



-



SNI 3926 : 2008



0,32 (Mutu III)



Mutu II (0,3940,457) Mutu III (0,3300,393) Mutu I ( 0,134- 0,0765 (Mutu III) 0,175)



-



Mutu II (0,092 – 0,133)



Indeks Albumin



Mutu III (0,0500,091) AA : ≥ 72



-



Pemeriksaan Haugh Unit



A : 60 – 71 B : < 60 9



-



pH



Koliform



-



E.coli



pH Albumin : 7 pH Yolk : 7



4. Cemaran Mikrobiologi - TPC -



64,40 (Grade A)



SNI 7388:2009



1x105 koloni/g



4 x 105 koloni / g



1x102 koloni/g



0,8 x 102 koloni / g



1x101 koloni/g



Negatif



-



Salmonella



5. Residu Antibiotik



SNI



Negatif/25g



Negatif



Negatif



Negatif



3926 :2008



4.2 Pembahasan Pemeriksaan fisik luar sampel telur ayam layer menunjukkan hasil kerabang telur berwarna coklat muda, agak kotor, tidak ada keretakan, telur berbentuk oval, dengan berat 69 gram. Kualitas kerabang telur termasuk dalam mutu II. Menurut SNI 3926:2008 tentang telur ayam konsumsi kondisi kerabang pada telur mutu I memiliki bentuk normal, kehalusan kerabang telur halus, ketebalan telur tebal, keutuhan telur utuh dan kebersihan bersih. Mutu II menunjukkan bentuk normal, kehalusan halus, ketebalan sedang, keutuhan utuh dan kebersihan sedikit noda kotor (stain). Mutu III menunjukkan hasil bentuk abnormal, kehalusan sedikit kasar, ketebalan tipis, keutuhan utuh, kebersihan banyak noda dan sedikit kotor. Pemeriksaan kesegaran telur dilakukan dengan melakukan pengujian candling kebebasan bergerak, pengukuran tinggi kantung hawa dan perendaman dengan air garam. Pemeriksaan candling kebebasan bergerak pada sampel telur menunjukkan hasil mutu II. Menurut SNI 3926:2008, pemeriksaan candling kebebasan bergerak mutu I terlihat tetap ditempat, mutu II bebas bergerak dan mutu III bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara. candling kantung hawa terlihat dengan tinggi kantung hawa 0,245 cm menunjukkan hasil mutu I dan ketika dilakukan perendaman dengan air garam, telur menunjukkan posisi tenggelam. Menurut SNI 3926:2008, kedalaman kantong udara mutu I menunjukkan ukuran tinggi < 0,5 cm, mutu II menunjukkan kedalaman 0,5-0,9 cm dan mutu III menunjukkan kedalaman > 0,9 cm. Menurut SNI 3926:2008, semakin kecil kedalaman kantung hawa telur menunjukkan umur telur masih baru. Telur yang masih baru belum mengalami proses penguapan air pada telur melalui pori-pori kerabang yang mengakibatkan kadar air dalam telur tidak berkurang sehingga kantung hawa tidak membesar. Hasil pemeriksaan ukuran rongga udara telur dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Menurut penelitian yang dilakukan Djaelani (2016), data



ukuran rongga udara menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Samli et al., (2005), yang juga menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan ukuran rongga udara semakin bertambah besar. Peningkatan ukuran rongga udara menurut Jazil (2013), disebabkan oleh penyusutan berat telur yang diakibatkan penguapan air dan pelepasan gas yang terjadi selama penyimpanan. Seiring bertambahnya umur, telur akan kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga memperbesar rongga udara. Hasil pemeriksaan isi telur menunjukkan adanya blood spot pada kuning telur. Scott et al., (1982), menyatakan bahwa faktor nutrisi utama penyebab terbentuknya "blood spot" adalah kekurangan vitamin A, yang biasanya sebagai penyebab terjadinya kejadian pada telur. Kekurangan vitamin K dalam jumlah sedikit juga mengurangi atau menurunkan kejadian blood spot, sedangkan aras tepung alfalfa yang tinggi pada ransum ayam petelur meningkatkan insiden bloodspot. Selanjutnya ditambahkan bahwa pemberian nicarbazin menyebabkan adanya titik-titik darah pada kuning telur. Bintik pada kuning telur juga dilaporkan oleh penggunaan kombinasi obat cacing piperazine, phenothiazine dan dibutytin divalerat pada ayam petelur. Dijelaskan pula secara tersendiri obatobatan ini tidak berpengaruh pada kuning telur. Pemeriksaan konsistensi putih telur menunjukkan kondisi sedikit cair (Mutu II), sedangkan konsistensi kuning telur menunjukkan bentuk pipih, posisi agak kepinggir, penampakan batas jelas dan kebersihan ada sedikit bercak darah (Mutu III). Menurut SNI 3926:2008, kondisi kebersihan dan kekentalan pada putih dan kuning telur terdiri dari mutu I hingga III. Mutu I menunjukkan kondisi putih telur kebersihan bebas bercak darah atau benda asing lainnya dan kekentalannya kental, serta kondisi kuning telur bentuknya bulat, posisi bulat ditengah, batas tidak jelas, serta kebersihannya bersih. Mutu II menunjukkan putih telur kebersihannya bebas bercak darah atau benda asing lainnya, tingkat kekentalannya sedikit encer, serta kuning telur menunjukkan bentuk agak pipih, posisi sedikit bergeser dari tengah, batas agak jelas dan kebersihannya bersih. Mutu III pada putih telur tingkat kebersihannya ada sedikit bercak darah, tidak ada benda asing lainnya, konsistensi encer, kuning belum tercampur dengan putih



telur, sedangkan pada kuning telur terlihat bentuk pipih, posisi agak kepinggir, penampakan batas jelas dan kebersihannya ada sedikit bercak darah. Pada sampel telur ayam ras, diperoleh indeks kuning telur (yolk index) 0,32 (Mutu III). Menurut SNI 3926:2008 indeks kuning telur (yolk index) memiliki nilai, yaitu Mutu I memiliki nilai 0,458-0,521, Mutu II memiliki nilai 0,394-0,457 dan Mutu III memiliki nilai 0,330-0,393. Indeks putih telur (albumin index) diperoleh dengan nilai 0,0765 (Mutu III). Menurut SNI 3926:2008, indeks putih telur, yaitu Mutu I memiliki nilai 0,134-0,175, Mutu II memiliki nilai 0,092-0,133 dan Mutu III memiliki nilai 0,050-0,091. Hasil Haugh unit (HU) yang didapatkan pada pemeriksaan ini adalah 64,40 (grade A). Nilai HU standar dengan nilai AA ( ≥ 72), A (60 – 71) dan B (< 60). Nilai HU sangat tergantung pada kesegaran telur, kesegaran telur dapat dilihat dari tinggi putih telur. Semakin lama umur telur maka kualitas telur akan semakin menurun (Romanoff dan Romanoff, 1963). Hasil pemeriksaan pH dengan pH meter digital dan pH indikator strip pada kuning telur memiliki pH 7 dan putih telur juga menunjukkan pH 7, yang mengindikasikan jika putih telur bersifat kearah basa. Menurut Jazil (2013), data pH telur selama penyimpanan menunjukkan semakin lama waktu penyimpanan semakin meningkat. Pada minggu pertama pH telur berkisar 7, meningkat menjadi sekitar 8 setelah minggu kedua waktu penyimpanan dan meningkat menjadi 9,5 setelah lebih dua minggu waktu penyimpanan. Akibat dari kenaikan pH putih telur menjadi semakin encer. Hilangnya CO2 melalui pori kerabang telur mengakibatkan konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur menurun dan merusak sistem buffer. Hal tersebut menjadikan pH telur naik dan putih telur bersifat basa. Haugh Unit (HU). Adalah suatu ukuran kualitas protein telur berdasarkan tinggi X putih telur (albumen) dan berat telur (Monira et al. 2003). Test ini telah diperkenalkan oleh Raymond (1937). Tinggi albumen kemudian dikonversi ke haugh unit. Tinggi albumen diukur dengan tripod micrometer (mm). Caranya, Telur ditimbang, kemudian dipecah pada permukaan datar (metode pemecahan); dan mikrometer digunakan untuk menentukan tinggi albumin (tickalbumen) segera di sekeliling kuning telur. Tinggi dikorelasikan dengan berat untuk menentukan rating haugh unit. Semakin tinggi nilainya semakin baik kualitas



telur. Umumnya sebagian besar telur yang ada di peternakan nilai HU berada pada kisaran 75-85 (Coutts andWilson, 1990). Haugh Unit =100 log (H+7,57 -1,7 W 0,37) Keterangan: HU: Haugh Unit H : tinggi albumen (mm) yang diukur W:berat telur (g) Penentuan kualitas telur berdasarkan HU dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Penentuan kualitas telur berdasarkan HU Grade



HU menurut USDA



HU menurut Stadelman dan Cotterill (1973)



AA



> 72



79



A



60-72



55-78



B



31-60



31-45



C