Proposal Telur Kesmavet - Crack [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PENGUJIAN TELUR AYAM KAMPUNG MENTAH LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER



Oleh: Mega Ayu Kharisti Satya Dewi, S.KH 130130100111005



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 1



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan gizi tinggi. Kandungan gizi telur dengan diantaranya adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Sudaryani, 2003 ). Bagian telur yang memiliki kandungan lemak dan protein tertinggi adalah kuning telur. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu : kulit telur atau, putih telur, dan kuning telur Suprapti, 2002). Kondisi telur dilapangan tidak sepenuhnya memiliki kualitas yang baik. Beberapa diantaranya ada yang sudah mengalami kerusakan atau yang biasa disebut dengan telur creck atau bentes. Telur creck adalah telur yang kerabangnya telah rusak sehingga telur tersebut sebenarnya tidak layak konsumsi. Walaupun demikian, telur crack tetap beredar di pasar-pasar tradisional yang distribusianya kurang dapat dikontrol dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menguji telur crack yang beredar dipasaran untuk membuktikan apakah telur tersebut layak dikonsumsi melalui pengujian di laboratorium. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kelayakan dan keamanan telur creck 1.3 Tujuan 1. Mengetahui kelayakan dan keamanan telur creck 1.4 Manfaat Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta pemahaman mahasiswa PPDH tentang mutu dan kualitas telur creck di pasaran.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan gizi tinggi. Kandungan gizi telur dengan diantaranya adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Sudaryani, 2003 ). Bagian telur yang memiliki kandungan lemak dan protein tertinggi adalah kuning telur. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu : kulit telur atau, putih telur, dan kuning telur Suprapti, 2002). Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak. Kerusakan telur dapat disebabkan oleh faktor kimiawi, fisik, dan biologis. Oleh karena itu, pengawetan telur penting dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur. Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus matang atau digoreng kering karena protein telur mengalami denaturasi/rusak, berarti mutu protein akan menurun (Umi, 2007). Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang menentukan baik kualitas internal dan eksternal. Kualitas eksternal yang menggambarkan keadaan mutu telur meliputi kebersihan kulit, tekstur, bentuk, warna kulit, tekstur permukaan, kulit, dan keutuhan telur. Kualitas internal mengacu pada putih telur (albumin) kebersihan dan viskositas, ukuran rongga udara, bentuk kuning telur, dan kekuatan kuning teluerr. Penurunan kualitas bagian internal telur diketahui dengan melakukan penimbangan berat telur dan candling. Selain itu, hal ini juga dapat dilakukan dengan penganmatan terhadap kuning telur, putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur, haugh unit, dan adanya ptekie (Tugiyanti dan Iriyanti, 2012). Telur ayam crack adalah telur ayam yang kulitnya mengalami keretakan. Potensi bahaya yang muncul dengan mengkonsumsi telur tersebut sangat tinggi karena retaknya cangkang telur menyebabkan bakteri pathogen mudah tumbuh dalam telur dalam jumlah banyak. Selain itu, komposisi kuning dan putih telur juga merupakan media yang baik untuk bakteri tumbuh sehingga bahaya yang ditimbulkan dngan mengkonsumsi telur crack sangat tinggi.



2



BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Koasistensi ini dilakukan mulai tanggal 16 Februari sampai dengan 27 Februari 2015 yang bertempat di Laboratorium Kesmavet Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang. Peserta koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) adalah mahasiswa PPDH PKH Universitas Brawijaya : Nama : Hendra Legatawa NIM : 130130100111028 yang berada dibawah bimbingan Drh. Citra sari 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah telur ayam crack, garam, air, alkohol 70%, PCA (plate count agar), BPW (buffer pepeton water) 0,1 %, media Salmonella Shigella Agar (SSA), sampel, media Sabaroud Dextrose Agar (SDA) dengan penambahan oxytetracyclin 0,2 ml/10 ml SDA. Peralatan yang digunakan adalah cawan petri, candler, pengukur kantung hawa, beker glass, timbangan, jangka sorong, mikrometer, tabung reaksi, pipet,bulb, botol media, colony counter, gunting, pinset, jarum inokulasi, bunsen, ose, pengocok tabung, inkubator, jarum inokulasi. 3.3 Prosedur Pengujian Telur Crack 3.3.1 Pengambilan Sampel Kerabang telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%. 3.3.2 Uji Organoleptik Prosedur Pengujian: produk sampel telur diletakkan pada cawan petri. Setelah itu diamati warna kemudian dicium baunya dan dicatat. Interpretasi: telur dianggap memiliki kualitas baik jika tidak ditemukan perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi. 3.3.3 Uji Kesegaran Telur (Lukman dan Purnawarman, 2008) a. Peneropongan telur (Candling) Prosedur Pengujian: Telur diarahkan ke sinar dari candler sambil diputar untuk melihat kemungkinan adanya kelainan isi telur seperti tinggi kantung hawa, adanya bercak dan kematian embrio menunjukkan warna hitam. Dicatat hasilnya. b. Pengukuran tinggi kantung hawa Prosedur Pengujian: Telur diarahkan ke sinar dari candler dengan menggunakan alat pengukur dihitung diameter dan tinggi kantung hawa. Dicatat hasilnya c. Perendaman dalam Air Garam Prosedur Pengujian: Dibuat larutan garam 10% dengan mencampur 10 gram garam dan air sampai 100 ml kemudian dimasukkan dalam beker glass. Dimasukkan telur kedalam larutan tersebut. Dicatat hasilnya.



3



3.3.4 Uji Kuaitas Telur Setelah Dibuka (Lukman dan Purnawarman, 2008) a. Pemeriksaan albumin dan yolk Prosedur Pengujian: Kulit telur dibersihkan dengan alkohol 70% pada bagian lancipnya. Kemudaian dipecahkan dan dikeluarkakan isinya. Diamati kebersihan, kosistensi, bentuk, posisi yolk dan albumin b. Indeks yolk Prosedur Pengujian: Dipisahkan yolk dari albumin, ukur tinggi dan diameter yolk. Dihitung indeks yolk : a/b, dengan a: tinggi yolk (mm), b: diameter yolk (mm) c. Indeks albumin Prosedur Pengujian: Dipisahkan albumin dari yolk. Diukur tinggi dari albumin tebal. Hitung indeks dengan rumus (b1+b2)/2, dengan b1: tinggi albumin tebal (mm), b2: diameter albumin tebal (mm) d. Pemeriksaan Haugh Unit (HU) Prosedur Pengujian: Telur ditimbang beratnya, telur dipecah di atas cawan petri. Diukur tebal/tinggi albumin dengan mikrometer. Ukur batas albumin dan yolk. Hitung HU dengan rumus : HU=100log (H+7,57-1,7W 0,37) 3.3.5 Uji Pengukuran Jumlah Bakteri (TPC) Putih Telur (SNI 2897: 2008) Prinsip pada pengujian jumlah bakteri dengan Total Plate Count (TPC) pada telur crack adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya pertumbuhan mikroorganisme dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Mikroorganisme yang tumbuh merupakan gambaran jumlah populasi mikroorganisme yang terdapat pada sampel. Alat dan bahan yang digunakan pada pengujian tersebut adalah telur crack, cawan petri, tabung reaksi, pipet 1 ml dan 10 ml, tabung erlemeyer 100 ml dan 250 ml, colony counter, gunting, pinset, bunsen, timbangan, inkubator, Plate Count Agar (PCA) dan Buffer Pepton Water (BPW) 0,1 %. Pengujian jumlah bakteri dengan Total Plate Count (TPC) pada telur crack makan diawali dengan menimbang telur sebanyak 1 gram kemudian dipotong halus dan dimasukkan dalam 9 ml larutan BPW 0,1 % yang telah berada dalam tabung reaksi. Sampel tersebut kemudian dihomogenkan selama 1–2 menit. Selanjutnya, homogenat tersebut dipindahkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan BPW untuk mendapatkan larutan dengan pengenceran 10 -1. Larutan pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml dipindahkan dengan pipet ke dalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10 -2. Pengenceran tersebut dilakukan hingga 10 -5 dengan cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya. Pengenceran dilakukan hingga 10 -5 karena jumlah cemaran bakteri maksimum dengan metode Total Plate Count (TPC) pada telur crack menurut SNI 01-3820-1995 sebanyak 10 5.



4



Cawan petri yang telah disterilkan terlebih dahulu kemudian diisi dengan larutan media PCA sebanyak 20 ml dan ditambahkan 1 ml larutan dari pengenceran 10-2-10-5. Setiap sampel yang ditanam dalam media dibuat secara seri duplo untuk pengukuran berulang pada pengenceran sampel yang sama. Selanjutnya, cawan petri diputar ke depan dan belakang atau membentuk angka delapan supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya serta dibiarkan memadat. Cawan petri tersebut kemudian diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 34-36 oC selama 24-36 jam dengan cawan petri diletakkan pada posisi terbalik. Cawan petri diletakkan secara terbalik karena untuk menghindari terbentuknya lapisan air antara agar dan dasar cawan atau terbentuknya lapisan air pada sisi dan permukaan agar. Perhitungan koloni dilakukan setelah diinkubasi selama 24-36 jam dengan menghitung dan menandai jumlah koloni pada setiap pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar. Hasil perhitungan jumlah koloni yang dibuat secara seri duplo kemudian di ratarata dan dikalikan dengan faktor pengencernya. 3.3.6 Uji Salmonella (SNI 2897: 2008) Prinsip pada pengujian cemaran bakteri Salmonella pada telur crack makan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya pertumbuhan koloni bakteri Salmonella pada media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA) yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Koloni bakteri Salmonella yang tumbuh merupakan gambaran jumlah populasi mikroorganisme yang terdapat pada sampel. Alat dan bahan yang digunakan pada uji tersebut yaitu, koloni bakteri Salmonella pada media PCA, kawat ose, bunsen, cawan petri, inkubator dan media Salmonella Shigella Agar (SSA). Pengujian cemaran bakteri Salmonella pada telur crack siap makan diawali dengan pengambilan koloni bakteri dari uji PCA menggunakan kawat ose kemudian diinokulasikan di cawan petri yang telah berisi media Salmonella Shigella Agar (SSA). Selanjutnya, cawan petri diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 34-36oC selama 24-36 jam dengan cawan petri diletakkan pada posisi terbalik. Perhitungan koloni dilakukan setelah diinkubasi selama 24-36 jam dengan jumlah koloni yang tumbuh pada media dihitung dan ditandai. 3.3.7 Uji Cemaran Yeast dan Mold (SNI 01-2332.7-2009) Prinsip pada pengujian yeast dan mold pada telur crack adalah pemeriksaan untuk mengetahui adanya kapang dan jamur yang tumbuh dalam media Sabaroud Dextrose Agar (SDA) yang telah ditambahkan antibiotic kemudian diinkubasi selama tiga hari. Alat dan bahan yang digunakan pada uji tersebut yaitu, telur crack, gunting, pinset, timbangan, cawan petri, dan media Sabaroud Dextrose Agar (SDA). Pengujian yeast dan mold pada telur crack diawali dengan menimbang sosis daging sapi siap makan sebanyak 5 gram kemudian diletakkan di cawan petri yang telah berisi media Sabaroud Dextrose Agar



5



(SDA). Cawan petri diinkubasikan dalam suhu ruang selama tiga hari dan pertumbuhan kapang dan jamur diamati pada media. Kemudian dilakukan identifikasi secara mikroskopis terhadap yeast dan mold. 3.5.4 Uji cemaran bakteri E. Coli Alat dan Bahan yang diperlukan adalah cawan petri, inkubator, media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), sampel dari tabung LB yang di duga positif. Prosedur pengujiannya yaitu tabung LB yang diduga positif digoreskan pada media padat EMBA, kemudian diinkubasi pada temperatur 35ºC selama 18-24 jam. Intepretasi koloni yang diduga E. coli memiliki diameter 2-3 mm, berwarna hitam atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengkilat pada media EMBA



DAFTAR PUSTAKA Almunifah, M. 2014. Sifat Fungsional Teur Ayam Ras dan Aplikasinya pada Pembuatan Produk Sponge Cake. [Skripsi]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 6



Badan Standarisasi Nasional. 1995. Telur Ayam Konsumsi. (SNI) 01-39261995 Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya. (SNI) 2897:2008. Badan Standarisasi Nasional. 2009. Perhitungan Kapang dan Khamir pada Produk Perikanan. (SNI) 2332.7:2009. Budiman, H. 2010. Retaknya Cangkang Telur pada Proses Perebusan. http://www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 16 Februari 2015 Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology 4th ed. McGraw Hill Inc. New York. 255-256. Lukman, D.W., dan Purnawarman, T. 2008. Penuntun Praktikum Higiene Pangan. Bogor: Bagian KESMAVET FKH IPB. Bogor Mufasirin, E. Suprihati, dan L. C. Suwanti. 2003. Studi Toksoplasmosis pada Telur Ayam Buras yang Dijual Sebagai Campuran Jamu di Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo Menggunakan Uji Dot Blot. J. Penelitian Media Eksata. 4 : 113-119. Plezar, J.Michael.dan Chan,E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta.Universitas Indonesia. Rasyaf, M. 1998. Seputar Ayam Kampung. Kasinus. Yogyakarta Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Manfaat Telur. Cetakan Ketiga. Penebar Swadaya. Jakarta. 76-80. Setiawan, 2008. Khasiat Telur Ayam Kampung. www.masenchipz.com. Diakses tanggal 16 Februari 2015 Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. 1-11. Suprapti, L.M. 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin Tepung Telur dan Telur Beku. Kanisius, Yogyakarta Tugiyanti, E. dan Iriyanti, E. 2012. Kualita Eksternal Telur Ayam Petelur yang Mendapat Ransum Dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolat Produser Antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 Umi. 2007. Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Simpan dan Level Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda.



7



[Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.



8