Laporan Manajemen P2 TB Paru [PDF]

  • Author / Uploaded
  • rara
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Manajemen



Agustus 2018



P2 TB PARU



Disusun Oleh : Olpin Ocdieltha Palajukan



Pembimbing : Dr. Indah P. Kiay Demak, M.Med, Ed dr. H. Syahriar, M.Kes



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2018



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-3 terbanyak kasus TB di dunia setelah India dan Cina, dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 680.000 dan 460.000 kasus baru pertahun.1,2 Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan yang menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga pemerintah melakukan upaya penanggulangan yang telah ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang penanggulangan TB. Target Program Penanggualangan Tuberkulosis Paru nasional, yaitu mengeliminasi pad tahun 2035 dan Indonesia bebas TB pada tahun 2050. Di Indonesia, pada tahun 2014 WHO menyatakan sebanyak 9,6 juta orang yang di diagnosis penyakit TB aktif menyebabkan sekitar 1,5 juta orang meninggal dunia. Hasil laporan yang masuk kesubunit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun 2014 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif). Tiga perempat kasus TB ini berusia 15-49 tahun. Pada tahun 2014 juga WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular dengan BTA (+) pada setiap 100.000 penduduk.3,4 Penularan dapat terjadi saat pasien TB batuk atau bersin, kemudian kuman menyebar ke udara melalui percikan dahak (droplet nuclei). Infeksi terjadi apabila udara yang terhirup mengandung percikan dahak infeksius tersebut.Salah satu indikator penting dalam strategi pengobatan kasus Tuberkulosis (TB) dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), yaitu penemuan kasus baru (Tuberkulosis) TB paru, karena



2



penemuan kasus TB merupakan awal untuk menentukan langkah pengobatan dan pengendalian TB selanjutnya.5,6 Pada tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Donggala memiliki jumlah kasus TB paru mencapai 108 kasus, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 113 kasus. Di wilayah kerja Puskesmas Donggala telah melaksanakan Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru (P2TB) sebagai bentuk upaya untuk menurunkan angka kejadian TB, seperti melaksanakan penyuluhan tentang TB paru, melaksanakan beberapa kegiatan pokok dari Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru (P2TB), dan kegiatan pendukung lainnya. Meskipun begitu, tetap terjadi peningkatan kasus TB paru. Hal ini masih menjadi masalah kesehatan khususnya di wilayah kerja Puskesmas Donggala.7



1.2. Gambaran Umum Puskesmas Donggala Puskesmas Donggala merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kabupaten Donggala yang mempunyai wilayah kerja 22 Desa/Kelurahan, letak UPTD. Puskesmas Donggala berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Palu 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Palu 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lembasada 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar Jumlah Penduduk wilayah kerja UPTD Puskesmas Donggala 44.593 Jiwa, yang terdiri dari laki-laki 22.740 Jiwa dan perempuan 21.852 Jiwa. Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Donggala, suhu udara di Kabupaten Donggala untuk dataran tinggi berkisar antara 23,5°C - 24,7°C dan dataran rendah berkisar antara 31,3°C - 36,2°C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 74% - 83%. Rata-rata suhu maksimum kabupaten Donggala berkisar antara 33,92°C sedangkan rata-rata minimum sekitar 24,11°C.



3



1.3. Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan laporan manajemen ini antara lain; 1. Sebagai bahan pembelajaran dalam manajemen pengelolaan Puskesmas 2. Sebagai syarat penyelesaian tugas di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat 3. Untuk mengetahui manajemen program P2 TB paru di Puskesmas Donggala 4. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan program P2 TB paru di Puskesmas Donggala 5. Sebagai evaluasi keberhasilan pelaksanaan program P2 TB paru di Puskesmas Donggala



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota



bersangkutan,



yang



tercantum



dalam



Rencana



Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.[1] Pemahaman



akan



pentingnya



manajemen



Puskesmas,



telah



diperkenalkan sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas (tahun 1982), Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman Microplanning Puskesmas (tahun 1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas menjadi pedoman Puskesmas dalam melaksanakan lokakarya Puskesmas dan rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988, Paket Lokakarya Mini Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas dan lintas sektor, serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada tahun 1993, Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan dengan menggunakan instrument Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984), digunakan sebagai acuan Puskesmas dan dinas kesehatan



5



kabupaten/kota, untuk dapat meningkatan peran dan fungsinya dalam pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.[1]



2.2. Strategi Program Penanggulangan TB paru Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD (International Union Against TB and Lung Diseases) mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:8 1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. 2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien. 4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. 5. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepadapasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengandemkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasienmerupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.8 Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara. Padatahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebutdiperluas menjadi “Strategi Stop TB”, yaitu : 9 1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS. 2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya. 3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan. 4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. 5. Memberdayakan pasien dan masyarakat.



6



6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian. Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen-komponenya yaitu:8 1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB. a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan penapisan TBsecara sistematis bagi kontak dan kelompok populasi beresiko tinggi. b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita resistan obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien (patient-centred support). c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang lain. d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TB. 2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas. a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan TB. b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanankesehatan baik pemerintah maupun swasta. c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan kerangkakebijakan lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital, tatakelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi. d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi dampakdeterminan sosial terhadap TB. 3. Intensifikasi riset dan inovasi. a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi danstrategi baru pengendalian TB. b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang



inovasi-inovasi



baru



untuk



mempercepat



pengembangan program pengendalian TB.



7



2.3. Kegiatan Program Penanggulangan TB paru (P2TB) Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru (P2TB), yaitu kegiatan pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case finding) pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan penemuan tersangka TB paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih. Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu penanganan tersedianya OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) dan penanganan tersedianya reagensia di laboratorium. Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberkulosis atau tersangka TB Paru dengan pasive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).8 Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis kegiatan yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya puskesmas sebagai sarana kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap keseluruhan upaya penanggulangan TB paru. Petugas kesehatan yang terlibat langsung sebagai petugas pelaksana program TB paru di Puskesmas adalah seluruh petugas yang sudah dilatih tentang Program Penanggulangan TB Paru, yaitu dokter, perawat dan tenaga laboratorium untuk petugas di Puskesmas satelit dibutuhkan tenaga yang telah dilatih terdiri dari dokter dan perawat dan bagi Puskesmas pembantu cukup 1 orang perawat sebagai petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas tersebut mempunyai tugas masing-masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam penanggulangan kasus TB. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan program. Proses ini akan berhasil apabila kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik.8 Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi



8



DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.8 Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).8 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing komponen sudah disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan mengurangi efek samping.8



2.4. Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangung jawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program TB di Puskesmas. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di Puskesmas yaitu :8 a. Menemukan Penderita



9



Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara lain : 1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum. 2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC. 3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek. 4) Membuat sediaan hapus dahak. 5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium. 6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap. 7) Membuat klasifikasi penderita. 8) Mengisi kartu penderita. 9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+). 10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang ditemukan.



b. Memberikan Pengobatan 1) Menetapkan jenis paduan obat. 2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan. 3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita. 4) Menentukan PMO (bersama penderita). 5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO. 6) Memantau keteraturan berobat. 7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan. 8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penanganannya. 9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita.



c. Penanganan Logistik 1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas. 2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens). 3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c.



10



No



Uraian Tugas



Rincian Kegiatan  Menghimpun, mengolah dan menganalisa data program TB dari Kabupaten/Kota, RS, dan BP4.  Menghimpun, mengolah dan menganalisa serta



1.



Menyediakan bahan



merencanakan kebutuhan Obat Anti tuberkulosis



rencana dan program Kerja



(OAT) dan logistik program P2TB non OAT .



bidang P3M



 Membuat



perencanaan



kegiatan



program



tahunan.  Menyiapakan bahan rencana renstra program P2TB.  Melakukan koordinasi dengan Labkesda/Lintas Melaksanakan Koordinasi 2.



pelaksanaan dan pelayanan bidang P3M



program/Lintas sektor/LSM yang terkait dengan program P2TB.  Menyelenggarakan pertemuan dengan lintas program/Lintas



Sektor



dan



LSM



untuk



mendukung program P2TB. 3.



Melaksanakan fasilitasi



Melaksanakan fasilitasi teknis program P2TB ke



teknis bidang P3M



puskesmas, kabupaten/ kota, BP4 dan RS.  Monitoring & evaluasi (monev) pelaksanaan program P2TB di daerah.



4.



Melaksanakan pemantauan dan evaluasi bidang P3M



 Menyelenggarakan pertemuan monev dengan kabupaten/kota.  Monev hasil pertemuan dengan lintas sektor/ lintas program.  Melaksanakan kajian pencapaian program P2TB



5.



Menyediakan bahan pelaporan bidang P3M



Membuat laporan kegiatan program.



Tabel 1. Uraian Tugas dan Rincian Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular



11



BAB III PEMBAHASAN



3.1



Input Program Penanggulangan (P2) TB Paru di Puskesmas Donggala dikelola oleh seorang analisis yang juga bekerja di bagian laboratorium dan bekerja sama dengan dokter. Kegiatan berupa penemuan kasus yang bersifat aktif dan pasif, yaitu penemuan kasus secara aktif berupa pelaporan pasien suspek TB paru oleh warga setempat kemudian petugas akan turun langsung ke rumah pasien suspek TB paru tersebut untuk mengumpulkan sputum dan penemuan kasus secara pasif berdasarkan pasien yang datang berobat ke puskesmas yang memiliki gejala utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang memiliki gejala tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien yang BTA positif terhadap pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan selama 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu/spot, dahak pagi, sewaktu (SPS). Cara penyimpanan sputum: a. Penyimpanan: < 24 jam pada suhu ruang. b. Penyimpanan pada pot steril berpenutup. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan Tuberkulosis Paru dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek Tuberkulosis Paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan program. Proses ini akan berhasil apabila kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap petugas, dan keterampilan petugas baik. Untuk pemeriksaan sputum di Puskesmas Donggala sudah dapat dilakukan secara mandiri



3.2



Proses Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara lain :8 a. Menemukan Penderita



12



Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara lain : 1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum. 2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC. 3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek. 4) Membuat sediaan hapus dahak. 5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium. 6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap. 7) Membuat klasifikasi penderita. 8) Mengisi kartu penderita. 9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+). 10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang ditemukan. b. Memberikan Pengobatan 1) Menetapkan jenis paduan obat. 2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan. 3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita. 4) Menentukan PMO (bersama penderita). 5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO. 6) Memantau keteraturan berobat. 7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan. 8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penanganannya. 9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita. c. Penanganan Logistik 1.



Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas.



2.



Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens).



3.



Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c.



Prosedur penanggulangan tuberkulosis paru di Puskesmas Donggala dimulai dengan penemuan kasus tuberkulosis paru dilakukan secara aktif maupun pasif. Penemuan pasien biasanya berasal dari laporan warga



13



setempat, poliklinik, rujukan atau pun kunjungan ke area rumah pasien penderita tuberkulosis BTA positif. Penemuan ini bertujuan untuk mendapatkan kasus TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap suspek TB, pemeriksaan fisik dan laboratorium (pemeriksaan dahak dan/atau foto thoraks), menentukan diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal (intensif, 2 bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat ringannya penyakit. Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai jadwal berobat sampai dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali



pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui



perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan.



3.3



Output Berdasarkan data yang terdaftar pada Puskesmas Donggala pada tahun 2017, didapatkan cakupan penderita baru adalah 87 orang dengan target 100 orang sehingga pencapaian sebesar 87%



2017



Target



Cakupan



Pencapaian



100



87



87%



Dalam mencapai target cakupan program penanggulangan tuberculosis paru di Puskesmas Donggala terdapat beberapa kendala, antara lain : a) Faktor pengetahuan masyarakat, antara lain : 1) Pengetahuan



masyarakat



masih



rendah



mengenai



penyakit



tuberculosis sehingga kesadaran untuk melakukan pengobatan masih rendah.



14



2) Pengetahuan mengenai pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat serta penularan tuberkulosis juga masih rendah. 3) Penyuluhan secara berkala oleh petugas kesehatan untuk memberi pengetahuan mengenai pentingnya hidup bersih dan sehat serta mengenai penyakit tuberculosis kepada masyarakat. b) Efek samping obat yang membuat penderita TB tidak mau melanjutkan pengobatannya. c) Pasien TB mengalami kesulitan pada saat mengeluarkan dahak. d) Ada beberapa pasien yang malu saat diketahui memiliki penyakit menular e) Sebagian anggota keluarga menolak untuk diperiksa disebabkan tidak ada gejala. f)



Kepatuhan pasien untuk teratur meminum obat sesuai dengan dosis. Hal ini



diatasi



dengan



mengedukasi



pasien



mengenai



pentingnya



pengobatan tuberculosis serta cara penularan tuberculosis sejak awal pasien didiagnosis menderita tuberculosis dan juga memberitahu keluarga pasien atau pun tokoh masyarakat disekitar rumah pasien yang disegani untuk selalu mengingatkan pasien untuk teratur meminum obat. g) Kendala lainnya yaitu kurangnya staf di Puskesmas Donggala yang membantu pelaksanaan program penanggulangan TB Paru. Dimana pemegang program TB paru yang bekerja juga menjalankan program lainnya untuk penanggulangan penyakit-penyakit menular lainnya, seperti malaria dan kusta serta bekerja sebagai analisis di laboratorium Puskesmas Donggala. Serta belum ada jadwal yang dibuat untuk melakukan penyuluhan tentang TB paru secara berkala.



15



BAB IV PENUTUP



4.1



KESIMPULAN 1. Masalah yang ditemui pada manajemen program P2 TB paru yaitu kurangnya SDM sehingga pelaksanaan program belum maksimal dikarenakan pemegang program juga merangkap sebagai analisis di laboratorium dan juga pemegang program kusta dan malaria. 2. Kurangnya penyuluhan mengenai TB paru sehingga pengetahuan masyarakat masih kurang mengenai TB paru sehingga masih timbul stigma dalam masyarakat terhadap penderita TB paru dan beberapa keluarga pasien TB paru menolak untuk dilakukan pemeriksaan sputum. 3. Penderita TB paru masih kurang patuh saat meminum obat dikarenakan efek samping obat.



4.2



SARAN 1. Aspek input Untuk kendala SDM, sebaiknya pihak puskesmas menambah staf pelaksana program TB paru sehingga pelaksanaan program TB paru dapat dilakukan semaksimal mungkin. 2. Aspek proses 1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga angka penemuan kasus bisa dideteksi lebih cepat. 2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru harus lebih ketat sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan lebih baik. 3. Aspek output Dari aspek output, melihat dari indikator keberhasilan, angka capaian penemuan kasus TB baru di antara suspek adalah 87% dari inkator keberhasilan yang seharusnya adalah 100%, hal ini dapat di



16



tingkatkan keberhasilanya jika dari aspek input dan prosesnya sudah berjalan dengan baik.



17



DAFTAR PUSTAKA



1.



World Health Organization. 2014. Global tuberculosis Report. Geneva : World Health Organization.



2.



World Health Organization. 2010. Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB). Global report on surveillance and response. Geneva: WHO.



3.



Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. 2007. Tuberculosis: From basic science to patient care 1st ed. Argentina. Bouciller Kamps.



4.



Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Interna Publishing.



5.



Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.



6.



Puskesmas Donggala. 2016. Profil Puskesmas Donggala. Donggala: Puskesmas Donggala.



7.



Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.



8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan tuberkulosis. Jakarta; Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2017.



18