Laporan Observasi Tuna Grahita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara harafiah kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar. Kurangnya kemampuan belajar dan adaptasi sosialberada di bawah rata-rata (Mulyono Abdulrachman, 1994 : 19). Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan cara pelayanan pendidikan yang berbeda dengan anak normal dan harus disesuaikan dengan taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam Mumpuniarti (2007 : 13) mengatakan klasifikasi tunagrahita adalah tunagrahita ringan dengan IQ berkisar 50-70, tunagrahita sedang dengan IQ berkisar 30-50 dan tunagrahita berat dan sangat berat dengan IQ berkisar < 30. Dari ketiga jenis taraf ketunagrahitaan tersebut, yang diungkap dalamp enelitian ini adalah kelompok tunagrahita ringan. Anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan dalam berbagai aspek, diantaranya dalam kemampuan mental, bahasa, motorik, emosi dan social. Menurut Edgar Dole dalam Moh Efendi (2006 : 89) mengatakan bahwa sesorang dikatakan tunagrahita jika (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental di bawah anak normal sebayanya, (3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda dan (4) kematangannya terhambat. Layanan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak. Layanan tersebut dapat dilaksanakan di sekolah berupa rancangan program pembelajaran yang diberikan dalam bentuk mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus. Mata pelajaran umum seperti pelejaran Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Pendidikan Kewaraganegaraan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sedangka untuk mata pelajaran khusus adalah Pembelajaran Bina Diri. Program pembelajaran ini diharapkan dapat membantu anak tunagrahita ringan agar mampu menuju kemandirian dan kedewasaan seoptimal mungkin. Pembelajaran Bina Diri meliputi kemampuan merawat diri, bisa juga disebut menolong diri sendiri atau mengurus diri sendiri. Kemampuan merawat diri didapatkan tidak langsung diwariskan dari orangtua. Anak tunagrahita ringan kemampuan berpikirnya sangat terbatas, dan mereka mengalami kesulitan dalam mempelajari merawat dirinya. Apa yang oleh anak normal pada umumnya dapat dipelajari secara incidental atau melalui pengamatan, maka untuk anak tunagrahita ringan harus melalui proses pembelajaran dan dengan usaha yang keras. Pembelajaran tersebut dimulai dengan program yang mudah atau ringan, sederhana, sistematis, khusus dan dalam taraf yang selalu diulang- ulang. Kemampuan merawat diri mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan anak sehari- hari antara lain; makan dan minum, kebersihan dan kerapian diri yang meliputi kebersihan badan, berpakaian, berhias diri, keselamatan diri dan adaptasi social atau lingkungan. Dengan pembelajaran merawat diri sendiri atau bina diri diharapkan anak tunagrahita ringan



tersebutdapat mengurus dirinya atau merawat dirinya tanpa bergantung pada orang lain. Sesuai dengan keadaan dan kondisi anak tunagrahita ringan maka tujuan pembelajaran merawat diri adalah: 1. Agar anak dapat memiliki keterampilan merawat diri sendiri. 2. Agar anak dapat menjaga kebersihan badan dan kesehatan dirinya. 3. Agar anak dapat tumbuh rasa percaya dirinya karena telah mampu mengurus dirinya sendiri. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, anak tunagrahita ringan kelas II SDLB di SLB Bhakti Pertiwi Prambanan Sleman banyak yang belum dapat merawat dirinya sendiri. Kenyataan yang peneliti temui di lapangan, setiap pagi sewaktu masuk sekolah ada anak yang badannya sudah bau seperti belum mandi. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan, karena akan mengganggu aktifitasnya sehari- hari, mengganggu orang lain dan yang jelas akan mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan dan langkah- langkah pembelajaran diri untuk mengatasi masalah tersebut. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk mengangkat masalah ini guna dilakukan penelitian, dengan harapan anak tunagrahita ringan dapat dipersiapkan untuk mampu merawat diri sendiri baik. Langkah yang ditempuh dalam pembelajaran merawat diri tentang mandidengan metode pembiasaan yang diterapkan pada anak dan selalu diulangulang.Media juga dapat digunakan dengan berbagai variasi yang dapat merangsang ketertarikan anak untuk mau mengikuti pembelajaran.



2. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4.



Apa yang dimaksud dengan tunagrahita? Apa saja karakteristik tugarahita? Mengapa anak bisa mengalami tunagrahita? Bagaimana cara mengurangi gangguan tunagrahita pada anak?



B. LANDASAN TEORI 1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Menurut Sutjihati Somantri (2006:106-108) anak tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Selain itu anak tunagrahita ringan



mampu dididik menjadi tenaga kerja semi skilled seperti pada bidang laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, dan pekerja pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak tunagrahita tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan. Anak tunagrahita ringan menurut AAMR (dalam Mumpuniarti, 2001:5) bahwa anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan (Intellegence Quotient/IQ) berkisar 55-70, dan sebagian dari mereka mencapai usia kecerdasan/mental (Mental Age/MA) yang sama dengan anak normal usia 12 tahun ketika mencapai usia kronologis (Chronological Age/CA) dewasa. Jadi MA tunagrahita ringan berkembang tidak sejalan dengan bertambahnya CA nya, hal inilah yang dianggap keterbelakangan mental anak. Mereka mengalami ketertinggalan 2 atau 5 tingkatan di bidang kognitif dibanding anak normal yang seusianya. Anak hambatan mental ringan semakin bertambah usia semakin jauh ketertinggalan dibanding dengan anak normal karena perkembangan kognitifnya terbatas pada tahap operasional konkret. Anak tunagrahita ringan menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) tingkat kecerdasan anak tunagrahita ringan berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial atau bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil. Anak tunagrahita mampu didik (debil) menurut Mohammad Efendi (2006:90) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: a) Membaca, menulis, mengeja, berhitung. b) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. c) Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis tegaskan bahwa yang dimaksud anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata dibandingkan anak normal, memiliki IQ 50-70, kemampuan yang dapat dikembangkan yaitu dengandiberi pelajaran berhitung



sederhana, membaca dan menulis dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal di lingkungan masyarakat serta beberapa keterampilan/skill.



b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Menurut T. Sutjihati Somantri (2006:105) ada beberapa karakteristik umum tunagrahita, yaitu: 1) Keterbatasan Inteligensi Anak tunagrahita ringan memiliki kekurangan dalam kemampuan untuk mempelajari informasi, keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, menilai secara kritis, menghindari kesalahankesalahan, mengatasi kesulitankesulitan, dan merencanakan masa depan. Kapasitas belajar anak tunagrahita ringan terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo. 2) Keterbatasan sosial Anak tunagrahita ringan cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orangtua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. 3) Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya Anak



tunagrahita



ringan



memerlukan



waktu



lebih



lama



untuk



menyelesaikan reaksi pada sesuatu yang baru dikenalnya. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita ringan memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang.



Anak tunagrahita ringan juga kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita ringan tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan. Karakteristik khusus anak tunagrahita ringan berdasarkan tingkat ketunagrahitaannya menurut IGAK Wardani (2007:6.21) adalah meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan. Perbendaharaan katanya terbatas, mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun. Menurut Astati (dalam Mumpuniarti, 2007:15) mengemukakan bahwa karakteristik fisik keterampilan motoriknya lebih rendah dari anak normal. Karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan anak normal ini yang menyebabkan tidak terdeteksi sejak awal sebelum masuk sekolah. Anak baru terdeteksi ketika mulai masuk sekolah baik di sekolah tingkat prasekolah atau sekolah dasar. Terdeteksi ini dengan menampakkan ciri ketidakmampuan baik di bidang akademik maupun kemampuan pelajaran di sekolah yang membutuhkan keterampilan motorik. Menurut Hallahan dan Kauffman (dalam Mumpuniarti, 2007:16- 17) mengemukakan bahwa karakterstik anak tunagrahita ringan dalam belajar sebagai berikut:” The most obvious characteristic of retardation is a reduced ability to learn. There are a number ways in which cognitive problems are manifested. Research has documented that retarded students are likely difficulties in at least four areas related to cognition, attention, memory, language, and academic.” Maksud pernyataan tersebut bahwa ternyata kebanyakan karakteristik hambatan mental memiliki kemampuan berkurang pada terkait untuk belajar. Kemampuan ini merupakan berbagai cara dari manifestasi problem kognitif. Anak hambatan



mental kesulitan kurang lebih empat bidang yang berhubungan dengan kognitif. Empat bidang itu meliputi perhatian, ingatan, bahasa, dan akademik. Pernyataan Hallahan dan Kauffman tersebut dalam Mumpuniarti menekankan kesulitan hambatan mental di bidang perhatian, ingatan, bahasa, dan akademik. Untuk itu karakteristik hambatan mental ringan yang menonjol kesulitan bidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, serta perhatian dan ingatannya lemah. Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita ringan adalah sebagai berikut: 1) Keterampilan motoriknya lebih rendah dibandingkan anak normal. 2) Kemampuan belajar anak lebih rendah dibandingkan anak normal. 3) Kesulitan dalam bidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, perhatian dan ingatannya lemah. 4) Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan melihat karakteristik anak tunagrahita ringan di atas maka guru akan dapat mengorganisasikan materi pelajaran sedemikian rupa, menentukan media yang lebih tepat, sehingga akan terjadi proses belajamengajar secara optimal. Hal ini akan menantang guru selalu kreatif dalam rangka menciptkan kegiatan bervariasi. Selain itu juga akan bermanfaat bagi guru untuk memberikan motivasi dan bimbingan bagi setiap siswa ke arah keberhasilan belajar siswa.



c. Faktor Penyebab Mengenai faktor penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha membaginya menjadi beberapa kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus, yaitu indogen dan eksogen. Ada juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya penyebab, disusun secara kronologis sebagai berikut faktorfaktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan faktor-faktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal).



Di bawah ini akan dikemukakan beberapa faktor penyebab ketunagrahitaan, baik yang berasal dari faktor keturunan maupun yang berasal dari faktor lingkungan. 1. Faktor keturunan Ketika terjadi fertilisasi dan terjadi manusia baru, maka ia akan memperoleh faktor-faktor yang diturunkan, baik dari ayah maupun dari ibu yang disebut genotif. Aktualisasi genotif dihasilkan atas kerjasama dengan lingkungan. Sebagai pembawa sikat keturunan, gene antara lain menentukan warna kulit, bentuk tubuh, raut wajah, dan kecerdasan.



2. Gangguan metabolisme dan gizi Metabolisme dan gizi merupakan dua hal yang sangat penting bagi perkembangan individu, terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan dalam metabolisme dan pemenuhan gizi akan mengakibatkan terjadinya gangguan pisik dan mental pada individu.



3. Infeksi dan keracunan a. Rubella



Wanita hamil yang terjangkit penyakit rubella akan mengakibatkan janin yang dikandungnya menderita tunagrahita, tunarungu, penyakit jantung, dan lain-lain. b. Syphilis Bayi dalam kandungan ibunya yang terjangkit syphilis akan lahir mengalami kelainan, seperti tunagrahita.



4. Masalah pada kelahiran Ketunagrahitaan juga dapat disebabkan akibat sulitnya proses kelahiran, sehingga bayi dikeluarkan dengan menggunakan tank yang dapat merusak otak



5. Faktor lingkungan (sosial-budaya) Banyak peneliti yang melaporkan bahwa lingkungan dapat berpengaruh terhadap fungsi intelek anak. Anak tunagrahita banyak ditemukan : a. Di daerah yang taraf ekonominya lemah b. Dalam keluarga yang kurang menyadari pentingnya pendidikan dini bagi anak, kurang kasih sayang, dan kurangnya kontak pribadi dengan anak.



d. Usaha Pencegahan



Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut : 1. Diagnostik prenatal Yaitu suatu usaha memeriksakan kehamilan untuk menemukan kemungkinan kelainan-kelainan pada janin.



2. Imunisasi Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil dan balita agar terhindar dari penyakitpenyakit yang dapat mengganggu perkembangan anak.



3. Tes darah Ini dilakukan terhadap pasangan calon suami istri untuk menghidari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan,



4. Pemeliharaan kesehatan Ibu hamil hendaknya memeriksakan kesehatan secara rutin. Juga menyediakan makanan bergizi yang cukup, menghindari radiasi, dan sebagainya.



5. Program KB Ini diperlukan untuk mengatur kehamilan dan membina keluarga yang sejahtera.



C. METODE PENELITIAN 1. Definisi operasional Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104).Metode observasi sering kali diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada subyek penelitian. Teknik observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek. Adapun kriteria yang hendak diperhatikan oleh observeser antara lain: ● Memliki pengetahuan yang cukup terhadap obyek yang hendak diteliti. ● ● ● ● ●



Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang dilaksanakannya. Penentuan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data. Penentuan kategori pendapatan gejala yang diamati. Pengamatan dan pencatatan harus dilaksanakan secara cermat dan kritis. Pencatatan setiap gejala harus dilaksanakan secara terpisah agar tidak saling mempengaruhi.



● Pemilikan pengetahuan dan keterampilan terhadap alat dan cara mencatat hasil observasi. Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena–fenomena social yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana observaser untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. (Margono, 2007:159).



2. Aspek yang diungkap Karakteristik anak tunagrahita dapat meliputi aspek-aspek (Moh. Amin, 1995: 3437) :  



Kecerdasan (kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal abstrak); Sosial (tidak dapat mengurus,memelihara dan memimpin diri, serta sulit bersosialisasi);



  



Fungsi-fungsi mental (sukar berkonsentrasi, pelupa, kurang mampu membuat asosiasi dan berkreasi, menghindari tugas-tugas yang menuntut berpikir); Dorongan emosinya lemah, dan Struktur maupun fungsi organismenya kurang dari anak normal.



3. Jenis observasi Dalam observasi ini, menggunakan jenis observasi nonpartisipan. Observasi nonpartisipan adalah jenis observasi dimana observer tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan. Jadi observer berlaku sebagai penonton. Alasan pemilihan observasi nonpartisipan: Karena masalah yang diobservasi adalah perilaku anak tunagrahita saat menjalani terapi, sehingga observer tidak bisa berperan dalam proses terapi.



4. Teknik Pencatatan Data Metode pencatatan data yang digunakan adalah : ●mechanical device, metode pencatatan data dengam cara ini adalah dengan menggunakan alat pencatat mesin yaitu kamera video untuk mencatat tingkah laku subjek. Alasan memilih metode ini adalah agar memungkinkan perilaku yang ingin diamati dapat dianalisa dengan teliti karena hasil rekaman dapat diputar lambat-lambat atau diputar kembali setiap saat diperlukan. ●Anekdotal, metode pencatatan data dengan cara ini adalah dengan mencatat halhal yang penting atau perilaku yang istimewa. Alasan memilih metode ini adalah agar tingkah laku yang istimewa dapat dicatat sesegera mungkin untuk melengkapi tingkah laku yang tidak tampak pada metode pencatatan mechanical device. 5. Alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam proses observasi ini adalah : ●Kamera video pada handphone, berfungsi untuk merekam tingkah laku subjek selama proses observasi berlangsung. ●Kertas dan pulpen, berfungsi untuk mencatat tingkah laku istimewa atau penting selama proses observasi berlangsung. 6. Langkah Observasi Langkah-langkah selama proses observasi ini adalah : ●Meminta surat izin untuk melaksanakan observasi ke bagian perlengkapan



program studi. ●Menemui ketua yayasan bina autis untuk meminta izin melaksanakan observasi dan menyerahkan surat izin tersebut. ●Dua hari kemudian melaksanakan observasi pada anak tunagrahita saat menjalani terapi. ●Wawancara singkat kepada terapis. ●Melaporkan kepada ketua yayasan bahwa observasi telah selesai dilaksanakan. 7. Subjek Observasi ●Karakteristik dari subjek adalan anak berusia 4 – 8 tahun ●Jumlah subjek yang dipilih dalam observasi ini adalah satu orang, karena anak dengan kriteria tunagrahita pada yayasan bina autis yang dapat diobservasi hanya berjumlah satu orang. ●Cara memilih subjek berdasarkan subjek yang akan menjalani terapi pada yayasan bina autis saat observasi akan dilaksanakan. 8. Observer Jumlah observer yang terlibat dalam proses observasi ini berjumlah tiga orang, dengan peran masing-masing yaitu satu observer untuk memdokumentasikan kegiatan selama observasi berlangsung, satu observer yang mencatat hal-hal penting selama berjalannya proses observasi, dan satu observer yang melakukan wawancara singkat pada terapis saat subjek telah selesai diterapi. 9. Waktu dan tempat pelaksanaan Observer melakukan observasi bertempat di “ BINA AUTIS INDONESIA” Taman Pendidikan Islami Al Madani Jalan Raya Guntung Manggis RT.18/III Kelurahan Guntung Payung, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan pada hari Senin,5 Mei 2014, dimulai pada pukul 11.10 wita dan berakhir pukul 11.35, observasi dilakukan selama 25 menit di ruang terapi yang telah disediakan.



D. HASIL OBSERVASI 1. Identitas Subjek Nama /Inisial



: IS



Jenis kelamin



: Perempuan



Tanggal lahir



: 12 Juni 2007



Umur



: 6 Tahun



Agama



: Islam



Jenis gangguan



: Tunagrahita Ringan



2. Deskripsi data observasi Observasi dilakukan pada hari Senin, tanggal 5 Mei 2014 pada pukul 11.10 sampai 11.35 yang bertempat di Yayasan Bina Autis Indonesia. Subjek yang kami observasi ialah salah satu klien yang sedang menjalani terapi di tempat itu. Maka dari itu kami melakukan observasi di dalam ruangan terapi. Ruang terapi memiliki dinding yang dilapisi kain flanel berwarna kuning dan terdapat bantalan yang berwarna ungu yang juga melapisi bagian bawah sampai tengah dinding ruangan. Dalam ruangan terdapat sebuah AC. Ada dua lemari sorong yang berwarna abu-abu. Dalam ruangan tersebut terdapat 2 meja yang berbeda ukuran. Selain meja, juga terdapat sebuah kursi. Di ruangan terdapat 2 jendela dan pada pintu masuk terdapat 1 kaca. Di bagian sudut ruangan, terdapat sebuah cermin dan dibelakangnya terdapat 1 papan terbalik. Di sekitar tempat duduk subjek IS, terdapat 2 botol minuman. 1 botol kosong dan 1 botol yang lain berisi manik-manik. Selain itu ada terdapat tissue, 1 gelas, 1 mangkok plastik, 2 sedotan, 1 piring, dan beberapa jepitan jemuran. Di luar ruang terapi, terdapat kursi berwarna merah. Selain itu juga ada sebuah trampolin. Terdapat 5 buah mainan kendaraan berbahan karet, berlantaikan keramik bewarna putih. Ada sebuah dispenser yang berdempet di dinding ruangan tunggu dan juga terdapat sofa yang mana ada orang tua dari subjek yang sedang mengutak-atik handphonenya dan membaca majalah. Di sudut ruangan terdapat bantalan bewarna merah,kuning,hijau biru berbahan karet, serta bola karet di sebelahnya, sedangkan di sudut ruangan yang berlawanan terdapat sebuah meja



dengan tumpukan piring serta sebuah botol air mineral. Di halaman bangunan tersebut terhampar lapangan berumput dan berdekatan dengan sekolah madrasah tsanawiyah Pada saat subjek IS diterapi, IS mengenakan baju bergaris-garis warna biru, putih, jingga, dan hitam. Di baju subjek terdapat resleting dan pita. Selain itu, subjek IS juga mengenakan celana sepaha berwarna biru muda. Subjek IS berambut sebahu dan berponi sealis. Subjek IS berkulit sawo matang. Subjek IS sesekali menangis saat diterapi. IS selalu ingin memasukkan tangannya ke mulut dan sealu dilarang oleh terapisnya. Subjek IS hanya bisa mengucapkan kata “A”. Setiap kali mengucapkan kata “A” dengan waktu sekita kurang lebih 7 detik. Pandangan IS bisa fokus ke terapisnya namun subjek IS selalu melihat-lihat ke arah sekelilingnya. Subjek IS diajarkan meniup air sabun dan meniup tissue. IS juga diajarkan melepas jepitan dari piring dan memasukkan manik ke dalam botol. Subjek IS melamun dan setelah itu mengedipkan matanya sebanyak 11 kali sebelum ditegur oleh terapisnya. Subjek IS selalu melihat ke arah terapisnya selama kurang lebih 10 detik sebelum mengalihkan pandangannya ke sekitar. Subjek IS hanya bisa berbicara “Ah”, dan “Mah” pada saat diterapi. Subjek IS juga selalu membuka mulutnya setiap kali inya ingin memasukkan tangannya ke mulut. Namun terapisnya selalu menunjukkan jari seperti hendak mencubit ke subjek IS dan menyembunyikan tangan IS ke belakang subjek. Selain subjek IS, di dalam ruangan juga terdapat 2 orang wanita yang berperan sebagai terapis untuk IS. Kedua terapis tersebut memakai baju berwarna putih dan dilapisi manset. Selain itu, kedua terapis tersebut juga mengenakan kerudung yang berwarna abu-abu. Di jari kedua terapis tersebut juga ada cincin di telunjuk masing-masing. 3. Analisa data Di dalam ruangan terapi, dindingnya dilapisi kain flanel dan bantalan dengan warna yang berbeda. Juga terdapat sebuah AC yang dinyalakan saat terapi. Juga ada 2 jendela yang bisa memberikan cahaya untuk ruang terapinya. Terapis



menggunakan beberapa bahan untuk terapi. Seperti manik-manik, botol, piring dan jepitan, tisu, dan cairan sabun dan sedotan. Subjek IS selalu ingin memasukkan tangannya ke mulutnya. Beberapa kali IS mencoba memasukkan tangannya tersebut ke mulutnya namun selalu ditahan oleh terapisnya. Terapis menunjukkan jari seperti ingin mencubit kepada subjek IS sehinggan IS urung memasukkan tangannya ke mulut. Tangan subjek diletakkan oleh terapis di belakang tubuh subjek IS agar subjek tidak memasukkannya ke mulut. Namun tetap saja beberapa kali IS mencoba melakukannya lagi. Selain suka memasukkan tangannya ke mulut, subjek IS juga sering menangis. Ini bisa disebut ia suka menangis. Sedikit saja terapisnya menegur subjek IS, ia langsung menangis, namun menangisnya tidak lama. Subjek juga diterapi dengan cara memegang beberapa benda, yaitu jepitan dan manik-manik. Subjek terlihat cepat bosan dengan benda yang dipegangnya. Ketika belajar melepas jepitan dari piring, awalnya subjek mau namun setelah kurang lebih 5 menit subjek sudah tidak mau lagi dan ia terlihat bosan. Begitu pula dengan memasukkanmanik ke dalam botol. Namun, walaupun subjek IS termasuk anak yang mudah bosan ketika mmegang benda, namun pada saat observasi subjek IS terlihat bisa duduk diam. Subjek IS dalam hal verbal masih sangat kurang. Subjek hanya bisa menyebutkan huruf “A” dan mengucapkan 2 kata saja yaitu “Ah” dan “MAh”. 4. Kesimpulan hasil observasi Untuk kesimpulannya, subjek IS adalah anak dengan gangguan tunagrahita ringan. Subjek IS diterapi di sebuah yayasan bina autis. Dalm terapinya, subjek dilatih motoriknya dan juga verbalnya. Untuk motoriknya, subjek IS sudah mampu memegang beberapa benda dengan tangannya. Hanya saja subjek muda bosan saat memegang benda-benda tersebut. Dalam hal verbal, subjek IS masih sangat kurang. IS hanya mampu mengucapkan huruf A dan mengucapkan dua kata saja yaitu “ah” dan “mah”. Dalam hal kebiasaan, subjek IS memiliki kebiasaan yang tidak baik. Kebiasaan itu ialaha memasukkan tangan ke mulutnya. Maka dari itu, terapi selalu



memberikan bentuk punishment ke subjek IS yaitu berupa ancaman mencubit agar subjek IS tidak memasukkan tangannya ke mulut. Selain itu, kebiasaan yang lain dari subjek IS ialah menangis. Subjek selalu menangis jika ditegur oleh terapisnya. Namun, walaupun subjek IS adalah anak yang suka menangis, pada saat diobservasi subjek tidak menunjukkan sikap berontak pada terapisnya. Subjek bisa duduk dengan tenang selama terapi.



5. Dinamika psikologis Subjek IS memiliki perilaku yang mudah bosan terhadap apa yang sedang ia pegang. Perilaku subjek yang mudah bosan tersebut dikarenakan subjek tidak bisa memiliki fokus yang baik terhadap apa yang sedang ia pegang. Subjek IS memiliki kebiasaan yaitu memasukkan tangan kemulutnya dan suka menangis saat ditegur. Sebab dari perilaku subjek tersebut ialah karena subjek merasa nyaman ketika memasukkan tangannya ke mulut dan dengan menangis ketika ia ditegur itu karena subjek merasa ia disalahkan dan mencari perhatian dengan menangis.



5. Pembahasan Dilihat dari beberapa karakteristik subjek IS, kami menyyimpulkan bahwa subjek IS memiliki gangguan yaitu tunagrahita ringan. Ini dilihat dari beberapa karakteristik tunagrahita ringa yang sebagai berikut : 1) Keterampilan motoriknya lebih rendah dibandingkan anak normal. Dalam kemampuan motorik, subjek memiliki keterbatasan. Ia bisa memegang benda, namun tidak bisa dalam keadaan yang lama. Dalam memegangpun subjek masih belum bisa dengan baik memegangnya. 2) Kemampuan belajar anak lebih rendah dibandingkan anak normal. Dalam hal kemampuan belajar, subjek memiliki keterbatasan yaitu mudah bosan. Subjek diajarkan untuk meniup, mengambil, danmemasukkan beda. Awalnya memang subjek bisa melakukan hal tersebut, namun tidak bertahan dalam waktu yang lama. 3) Kesulitan dalam bidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, perhatian dan ingatannya lemah



Subjek IS tidak memiliki perbendaharaan kata yang banyak. Dlihat dari hasil observasi, subjek hanya mampu mengucapkan huruf A dan mengucapkan dua kata yang sangat pendek yaitu “Ah” dan “Mah”.



E. PENUTUP 1. Kesimpulan Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Untuk klasifikasi tunagrahita ringan dengan IQ berkisar 50-70. Sesorang dikatakan tunagrahita jika (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental di bawah anak normal sebayanya, (3) Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda dan (4) kematangannya terhambat. Berdasarkan waktu terjadinya penyebab, disusun secara kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan faktor-faktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal). Meliputi faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan (sosial-budaya). Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketunagrahitaan adalah diagnostik prenatal,imunisasi, tes darah ,pemeliharaan



kesehatan,dan program KB.



Sedangkan untuk mengurangi gangguan tunagrahita ialah dengan melakukan terapi klinis berupa terapi motorik dan terapi wicara. Perkembangan fisik: mengenai kemampuan gerakan motorik halus IS kurang baik.



Perkembangan



fungsi



mental:



daya



ingatan



dan



kemampuan



konsentrasinya lumayan baik,fokus pandangan baik. .Perkembangan emosi: Emosi IS tidak stabil, suka menangis apabila bertemu dan melihat orang baru di lingkungan. Perkembangan sosial dan kemampuan pengendalian diri IS adaptif dan masih mampu berkomunikasi walau tidak optimal.



2. Hambatan



Hambatan yang di temui pada saat observasi adalah : 



Jarak yang diperkirakan dalam rancangan cukup jauh, fakta ketika pelaksanaan observasi jarak yang di tempuh lumayan jauh dan tempat observasi sulit dicari karena berada dibelakang mesjid







Waktu yang diperkirakan dalam rancangan selama dua hari yaitu pada hari sabtu dan senin, fakta ketika pelaksanaan observasi waktu yang digunakan hanya satu hari karena subjek tidak bisa hadir.







Saat



pelaksanaan



observasi



ada



kesulitan



untuk



mengumpulkan anggota kelompok karena jadwal kuliah yang berbeda-beda 



Saat pelaksanaan observasi ditemui hambatan dalam memilih kriteria subjek yang sama lebih dari satu karena pada tempat observasi memiliki keterbatasan subjek



3. Saran Sebaiknya pada saat akan melaksanakan penelitian selanjutnya terlebih dahulu melakukan observasi tempat jauh-jauh hari sebelumnya agar mendapat pemahaman dengan baik tentang tempat yang akan di observasi sehingga tujuan observasi dan kriteria subjek dapat ditentukan dengan tepat. Peneliti hendaknya mengetahui data lengkap dari subjek yang bisa didapatkan kepada tugas administrasi setempat. Agar identitas subjek dan latar belakangnya diketahui secara jelas. Waktu pelaksanaannya sebaiknya dilakukan saat pagi hari agar observasi yang dilakukan dapat optimal dan terfokus, karena apabila dilakukan pada siang hari, suhu dalam ruangan cukup panas dan menganggu jalannya terapi dan berpengaruh terhadap hasil observasi.



F. DAFTAR PUSTAKA Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ridwan. 2004.Metode Riset. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.



G. LAMPIRAN



LAPORAN HASIL OBSERVASI PSIKODIAGNOSTIK II Dosen Pengampu : M. S. Hidayatullah, M.Psi



Oleh : KELOMPOK V Fajar Bayu Raynadi (I1C112230) Tiara Karliani (I1C112068) Helena Yolanda Anjaryana (I1C112074) Eka Yulianti Septia (I1C112048) Ni Luh Intan Cahya Dewantini (I1C112236) Wira Permadi Azhar (I1C112078) Khairur Rahman (I1C112218)



PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2014