Laporan Paraparesis Inferior (Ruang Dahlia) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG PARAPARESIS PADA Tn. T DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA YOGYAKARTA



Disusun Oleh : CHINDRA HERSIANA IRIANTI PN200885



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA 2021



LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG PARAPARESIS PADA Tn. T DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA YOGYAKARTA



Laporan Pendahuluan ini telah dibaca dan diperiksa pada Hari/tanggal: .................................................



Pembimbing Klinik



Mahasiswa Praktikan



(………………………………)



(Chindra Hersiana Irianti)



Mengetahui, Pembimbing Akademik



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN PARAPARESIS INFERIOR



I. KONSEP PENYAKIT A. DEFENISI Paraparesis merupakan hilangnya fungsi motorik kedua tungkai. Pada saat ini, istilah paraparesis umumnya dipakai untuk semua keadaan kelemahan kedua tungkai, baik yang parsial maupun komplit (Kowalak, 2017). Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi motorik dan sensorik pada segmen torakal, lumbal atau sacral medulla spinalis. Paraplegia adalah cedera saraf tulang belakang yang disebabkan karena kecelakaan yang merusak sensorik dan fungsi motorik di bagian tubuh. Paraplegia mengalami kelumpuhan pada kedua tungkai kaki dan mati rasa pada bagian perut hingga ujung kaki akibat cedera pada sumsum tulang belakang. Para penderita paraplegia juga memiiki masalah lain seperti impotensia, BAK, BAB, selain itu emosional, depresi, dan stres karena mereka tidak bisa berjalan lagi. Perbedaan kuadraplegi, paraplegia, tetraplegia, paralisis dan parese. (Kowalak, 2011). 1. Kuadriplegik mengacu pada kehilangan gerakan dan sensasi pada keempat ekstremitas dan badan yang dikaitkan dengan cedera pada medulla spinalis cervikalis. 2. Paraplegia



mengacu



pada



kehilangan



gerak



dan sensasi



ekstremitas bawah dan semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal, lumbal atau sacral. 3. Paralisis merupakan hilangnya kekuatan untuk memindahkan tubuh berhubungan dengan injury atau penyakit pada syaraf yang mengatur otot dalam melakukan perpindahan tubuh. 4. Plegia yaitu kehilangan kekuatan. 5. Paresis yaitu kelemahan yang berarti pada otot yang terkena. 6. Paraparese yaitu kelemahan tonus otot pada ekstremitas bawah. 7. Tetraparese yaitu kelemahan tonus otot yang melibatkan salah satu segmen servikal medulla spinalis dengan disfungsi kedua lengan dan kedua kaki.



B. ETIOLOGI Penyebab paraparesis menurut Smeltzer (2014) adalah sebagai berikut: Paraparesis merupakan suatu keadaan berupa kelemahan pada ekstremitas. Paraparesis merupakan suatu gejala yang disebabkan adanya kelainan patologis pada medulla spinalis. Kelainan – kelainan pada medulla



spinalis tersebut diantaranya adalah Multiple Sclerosis, suatu



penyakit inflamasi dan demielinasi yang



disebabkan oleh berbagai



macam hal, diantaranya adalah kelainan genetik, infeksi dari virus dan faktor lingkungan. Selain itu, Paraparese juga dapat disebabkan oleh tumor



yang



menekan medulla



sekunder. Juga dapat



spinalis,



baik



primer



maupun



disebabkan oleh kelainan vasculer pada



pembuluh darah medulla spinalis, yang bisa berujung pada stroke. Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya Paraparese inferior, yang apabila tidak segera ditangani akan memperburuk keadaan penderita. Sehingga, diagnosis dan penanganan yang tepat pada kelainan-kelainan



diatas



diharapkan



dapat



membantu



penderita



Paraparese untuk mewujudkan kondisi yang optimal. C. PATOFISIOLOGI Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, sampai transaksi lengkap medulla. Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur (Sudoyo, 2014). Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,edema, lesi, hemorargi. Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5 Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari bokong. Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha. Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah. Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.



Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki. (Sudoyo, 2014) Pathway Menurut Sudoyo (2014)



Trauma medulla spinalis, infeksi myelin, trauma medulla spinalis



Lesi mendesak medulla spinalis Merusak daerah jaras kortikospinalis lateral



Kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi



T2-T4: kelumpuhan anggota gerak bawah, hilangnya rasa pada kedua putting susu T5-T8: kelumpuhan pada anggota gerak bagian bawah dan kehilangan rasa pada daerah tulang dada T9-T11: Kelumpuhan pada kaki dan kehilangan rasa pada daerah umbilicus T12-L1: Kelumpuhan pada daerah dibawah paha L2-L5: kelumpuhan pada keldua kaki S1-S2: Kelumpuhan pada kedua kaki S3-S5: Kehilangan kontrol pada kandung kemih dan usus. Kehilangan sensasi pada daerah perineum



Hambatan mobilitas fisik Retensi urin Konstipasi Disfungsi seksual Kerusakan Integritas Kulit Ketidakefektifan koping (Sudoyo, 2014)



D. MANIFESTASI KLINIS Menurut Nurarif (2013) paraparesis memiliki gejala sendri yang spesifik, gejala utama adalah: 1. Sensitivitas kulit pada kaki berkurang. 2. Nyeri dibagian ekstremitas bawah. 3. Kesulitan membungkuk dan meluruskan kaki. 4. Ketidak mampuan untuk menginjak tumit. 5. Kesulitan berjalan. 6. Goyah/mudah



terjatuh.



E. KOMPLIKASI Menurut Mansjoer (2012) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat muncul akibat dari paraparese adalah : 1. Gangguan penghubung dari lokasi pusat hambatan yang lebih tinggi di otak. 2. Infeksi dan sepsis dari berbagai sumber meliputi saluran kemih, saluran pernapasan dan decubitus. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Mansjoer (2012) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab dari paraparese adalah: 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Hematologi 1) Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sum-sum tulang vertebra atau perdarahan. Peningkatan leukosit menandakan selain adanya infeksi juga karena kematian jaringan. 2) Kimia



klinik:



fungsi



pembekuan



darah



sebelum



terapi



antikoagulan. 3) Juga dapat terjadi gangguan elektrolit karena terjadi gangguan dalam fungsi perkemihan dan fungsi gastrointestinal. b. Radiognostik 1) CT Scan untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemia dan infark 2) MRI menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark hemoragik.



3) Rontgen menunjukkan daerah yang mengalami fraktur dan kelainan tulang. G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan fokus untuk mengurangi peradangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberi terapi imunomodulator seperti steroid, plasmapheresis, dan imunomodulator lain. Peran perawat terhadap pasien dengan paraparese inferior adalah sebagian pemberian asuhan keperawatan yang dibutuhkan melalui menggunakan proses keperawatan sehingga dapat di tentukan diagnose keperawatan agar bisa direncanakan dan di laksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dasar manusia. 1. Melakukan alih baring karena klien tidak bisa lagi menggerakan tungkainya, disamping untuk mengurangi resiko luka decubitus pada klien, disamping itu juga melakukan perawatan kulit dipunggung yang baik



dengan



memasase,memberikan



minyak



untuk



mengurangi



penekanan. 2. ROM dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi darah ke anggota gerak yang lumpuh. 3. Nyeri yang dirasakan dapat dilakukan dengan tekhik masase atau dengan distraksi. Mansjore (2012) II. PENGKAJIAN Data – data yang sering muncul saat dilakukannya pengkajian pada pasien dengan paraparese, anatara lain (Nurarif, 2013): A. Riwayat 1. Keluhan Utama Biasanya



didapatkan



laporan



kelemahan



dan



kelumpuhan



ekstremitas, inkontinensia defekasi dan berkemih 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat meliputi hilanya sensibilitas, paralisis, ileus paralitik, retensi urine, hilangnya refleks



3. Riwayat Penyakit Dahulu



Adanya riwayat infeksi, tumor, cedera tulang belakang, DM, jantung, anemia, obat antikoagulan, alkohol. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. 5. Aktifitas / Istirahat Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf). 6. Sirkulasi Hipotensi, Hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. 7. Eliminasi Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emesis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis. 8. Integritas Ego Takut, cemas, gelisah, menarik diri. 9. Makanan /cairan Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik) 10. Higiene Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari 11. Nyeri /kenyamanan Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral. 12. Pernapasan Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis. 13. Keamanan Suhu yang berfluktuasi, jatuh. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan paraparese antara lain (Nurarif, 2013): 1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan berjalan 2. Retensi Urin berhubungan dengan cedera medulla spinalis 3. Konstipasi berhubungan dengan gangguan neurologis



C. Intervensi Keperawatan NO DIAGNOSA 1 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan berjalan



TUJUAN Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien mampu melakukan mobilisasi secara bertahap dengan kriteria: Joint Movement: Pasien mampu melakukan ROM secara pasif atau aktif dengan melakukan gerakan fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi dalam, rotasi luar, gerakan memutar. Body Mechanics Perfomance: Mempertahankan kekuatan otot yang normal Mempertahankan fleksibilitas sendi yang normal



RENCANA KEPERAWATAN Lower Extremity Monitoring 1. Inspeksi hyiene kulit 2. Kaji adanya edema pada ekstremitas 3. Kaji kuku terhadap adanya penebalan jamur 4. Kaji warna kulit, suhu, hidrasi, tekstur 5. Kaji status mobility misalnya berjalan tanpa pendamping, atau menggunakan alat bantu atau tidak bisa berjalan atau menggunakan kursi roda. 6. Inspeksi adanya kelaiann pada tungkai 7. Kaji capilar refill time 8. Kaji reflex tendon Exercise Therapy: Joint Mobiltity 1. Kaji adanya keterbatasan pergerakan sendi dan kekuatan otot pasien 2. Jelaskan kepada pasien dan kelaurga tentang pentingnya latihan 3. Kaji dan pantau areaynag nyeri selama melakukan latihan ROM aktif 4. Lindungi pasien dari cedera selamaalatihan 5. Lakukan ROM paif atau aktif sesuai kemampuan pasien 6. Tentukan jadwal melakukan latihan ROM 7. Libatkan keluarga dalam latihan 8. Kaji respon pasie setelah melakukan latihan ROM 9. Beri pujian setiap tindakan yang dilakuakn pasien.



2



Retensi urin 1. setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan keprawatan salaam 3x24 jam gangguan diharapkan pasien dapat neuromuskular mengontrol pola berkemih dengan kriteria: Urinary Elimination Pola eliminasi urun kembali normal seperti semula.



Self care Assistence : Toileting 1. Sediakan alat bantu untuk berkemih (misal : kateter). 2. Monitor integritas kulit pasien terutama di daerah bokong. Urinary Catheterization (0580) 1. Jelaskan prosedur dan rasional dilakukan pemasangan kateter. 2. Siapkan alat alat pemasangan kateter. 3. Pertahankan teknik aseptic. 4. Gunakan kateter yang paling kecil. 5. Hubungkan kateter dengan drainase bag. 6. Amankan atau rekatkan kateter di kulit. 7. Monitor intake dan output. Tube Care : Urinary (1876) 1. Pertahankan system drainase kateter tertutup. 2. Bersihkan kulit disekitar area pemasangan kateter. 3. Bersihkan saluran kateter bagian luar disekitar meatus. 4. Atur posisi pasien dan saluran kateter untuk meningkatkan drainase urin. 5. Kosongkan urin bag bila penuh. 6. Monitor distensi bladder. 7. Buka kateter sesegara mungkin bila pasien sudah dapat berkemih dengan normal. Urinary Bladder Training 1. Tentukan interval pertama pasien untuk berkemih. 2. Tentukan jadwal untuk memulai dan mengakhiri proses berkemih. 3. Tentukan interval berkemih jika tidak dalam waktu 1 jam lebih baik jika kurang dari 2 jam. 4. Ingatkan pasien untuk berkemih sesuai dengan jadwal yang



ditentukan. 3



Konstipasi 2. Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam gangguan Bowel Elimination neuromuscular 1.Pola eliminasi teratur 2.Pasien mengontrol eliminasi bowel 3.konsistensi feces lemberk serta warna feces normal 4.Otot sfingter ani normal seperti semua



Bowel management 1. catat kapan terakhir BAB 2. Kaji pergerakan bowel seperti frekuensi,, konsistensi, volume, warna 3. berikan informasi tentang manfaat makan makanan yang banyak mengandung serat 4. Berikan retal suppositoria 5. Beriakn air hangat setelah makan 6. pastikan cairan yang diminum cukup sesuai kebutihan tubuh