Laporan PBL 1 - Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PBL 1 BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



KELOMPOK II: 1. JIAN E B E MANOBI



(20180811014006)



2. VEBY YOLA HAMADI



(20180811014011)



3. CHENNY F MABEL



(20180811014013)



4. FAUSTINA F M WIGU TUKAN



(20180811014023)



5. JULIO MICHEL MIRINO



(20180811014033)



6. ORGENES EDOWAI



(20180811014042)



7. TISYHA FAHJIRIN RAMIN



(20180811014054)



8. AMANDA V M UNEPUTTY



(20180811014033)



FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UMUM UNIVERSITAS CENDERAWASIH



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



i



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha kuasa, oleh karena berkat dan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini adalah laporan hasil kerja Problem Based Learning (PBL) skenario 1 pada blok sistem dermatomuskuloskeletal yang fokus pada permasalahan yang diberikan dalam skenario tersebut. Dalam pembuatan laporan ini, ada banyak pihak yang telah membantu kami sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih. Secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada dr. Nugroho Prasetyo yang telah menuntun kami saat melakukan Problem Based Learning sebagai tutor, serta memberikan masukan dalam penulisan laporan ini, terima kasih juga kami sampaikan kepada rekan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Angkatan 2018, serta pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah memberikan kami support dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta menambah wawasan kepada pembaca yang berkaitan dengan pembahasan dalam laporan ini namun kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun penyajian isi dari laporan ini sendiri. Oleh karena itu, kami memohon kritik dan saran kepada pembaca sebagai masukan kepada kami untuk menjadi tolak ukur kami pada penulisan laporan selanjutnya.



Jayapura, 28 September 2019



Kelompok II



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



ii



DAFTAR GAMBAR gambar 10 Mekanisme Kontraksi Otot Rangka ...................................................... 9 gambar 2 Sistem Tuas Otot, Tulang dan Sendi ..................................................... 14 gambar 3 Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi pada Otot.................................... 16 gambar 4 Ilustrasi kumpulan sendi manusia, siku, lutut, pinggul dan bahu. ........ 26 gambar 5 Anatomi Articulatio Humeri ................................................................. 27 gambar 6 Anatomi Articulatio Humeri - Sobotta Book ........................................ 27 gambar 7 Contoh Sendi Peluru ............................................................................. 29 gambar 8 Sendi Bujur Telur .................................................................................. 29 gambar 9 Sendi Engsel .......................................................................................... 30 gambar 10 Sendi Pelana ........................................................................................ 31



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



iii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv SKENARIO ............................................................................................................ 1 STEP I KLARIFIKASI TERMINOLOGI ............................................................. 2 STEP II MENDEFINISIKAN MASALAH ........................................................... 3 STEP III CURAH PENDAPAT KEMUNGKINAN HIPOTESIS ......................... 4 STEP IV ANALISA MASALAH ........................................................................... 5 STEP V MEMFORMULASIKAN TUJUAN BELAJAR ...................................... 6 STEP VI BELAJAR MANDIRI ............................................................................ 7 1.



Kontraksi Otot............................................................................................ 7



2.



Penyebab dan Mekanisme Hipertrofi Pada Otot .................................. 11



3.



Penyebab dan Mekanisme Atrofi ........................................................... 16



4.



Umur seseorang dapat mempengaruhi hipertrofi ................................ 19



5.



Spasme Otot .............................................................................................. 20



6.



Anatomi & Dislokasi Articulatio Humeri .............................................. 24



KESIMPULAN ..................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



iv



SKENARIO Dua orang laki-laki Tn. Hercules berusia 60 tahun dan Tn. Ade Roy berusia 28 tahun akan mengikuti kejuaraan cabang olahraga binaraga, setelah berlatih dan mengikuti program yang diberikan dalam kurun waktu tertentu maka keduanya mengalami hipertrofi pada otot seperti yang menjadi kriteria penilaian dalam kejuaraan tersebut. Ketika berlatih keduanya sering mengalami spasme otot yang menyebabkan nyeri dan juga pernah mengalami dislokasi pada articulatio humeri. Ketika saat bertanding Tn. Hercules dan Tn. Ade Roy dimasukkan dalam kelas yang berbeda karena perbedaan usia dan berat badan. Diketahui sebelumnya Tn. Hercules adalah seorang binaragawan sejak masa mudanya namun karena tidak ingin mengalami atrofi pada otot-ototnya sehingga sampai saat ini ia masih terus berlatih dan mengikuti pertandingan.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



1



STEP I KLARIFIKASI TERMINOLOGI 1. Hipertrofi merupakan pembesaran otot yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya garis tengah serat-serat glokolitik cepat yang diaktifkan selama kontraksi-kontraksi kuat. (Sherwood, 2013) 2. Spasme Otot merupakan kontraksi involunter mendadak satu kelompok otot atau lebih meliputi kram dan kontraktur. Spasme otot sering kali disebut sebagai kram otot atau bahkan nyeri otot. (Patricia D Novak, 2015) 3. Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang umumnya disebabkan oleh rangsangan yang kuat atau merusak. 4. Dislokasi merupakan cedera pada sendi yang terjadi ketika tulang bergeser dan keluar dari posisi normalnya. 5. Articulatio Humeri (sendi bahu) merupakan hubungan antara cingulum membri superior dengan lengan atas yang dibentuk oleh caput humeri dan cavitas glenodale scapulae. 6. Artrofi merupakan massa total suatu otot menurun. Jika sendi tidak digunakan, kandungan aktin dan miosinnya berkurang, seratnya menjadi lebih kecil. (Hall, 2016)



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



2



STEP II MENDEFINISIKAN MASALAH 1. Apa penyebab hipertrofi dan bagaimana mekanisme hipertrofi pada otot? 2. Apakah umur seseorang dapat mempengaruhi hipertrofi pada otot? 3. Mengapa spasme otot dapat menyebabkan nyeri? 4. Apa penyebab dari spasme otot? 5. Apa yang menyebabkan dislokasi pada articulatio humeri pada binaragawan? 6. Apa dislokasi hanya dapat terjadi pada articulatio humeri saja? 7. Apakah umur seseorang dapat mempengaruhi atrofi pada otot? 8. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi atrofi?



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



3



STEP III CURAH PENDAPAT KEMUNGKINAN HIPOTESIS 1. Penyebab terjadinya hipertrofi dari suatu peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serabut otot. 2. Iya bisa, karena setiap umur massa ototnya berbeda-beda. Jika ditambah dengan kegiatan atau aktifitas mengangkat beban berat akan mengakibatkan hipertrofi pada otot. 3. Karena spasme otot menyebabkan kaku, dan keadaan yang tidak bisa bergerak sementara. Sehingga nyeri dapat terjadi. 4. Karena otot berkontraksi secara berlebihan. 5. Tidak, karena pada orang lansia atau siapa saja dapat mengalami spasme otot. Misalnya pada lansia, sering terjadi spasme otot pada penyakit rematik. 6. Mungkin karena banyak mengangkat beban berat yang bertubi-tubi sehingga dipaksakan terus-menerus dan terjadi dislokasi pada articulatio humeri. 7. Dislokasi tidak hanya dapat terjadi pada articulatio humeri, bisa juga terjadi pada sendi-sendi yang lain. 8. Tidak, karena orang pada penyakit stroke atau pasien tirah baring dapat menyebabkan atrofi pada otot-otot mereka karena jarang untuk digerakkan. 9. Yang dapat mempengaruhi atrofi yaitu, kegiatan atau aktifitas dan pola makan.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



4



STEP IV ANALISA MASALAH



SKENARIO HIPERTROFI



SPASME OTOT



NYERI



DISLOKASI ARTICULATIO HUMERI



DEFINISI



DEFINISI



DEFINISI



DEFINISI



PENYEBAB



PENYEBAB



PENYEBAB



PENYEBAB



MEKANISME



MEKANISME



ARTICULATIO HUMERI LETAK ANATOMI



MEKANISME



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



5



STEP V MEMFORMULASIKAN TUJUAN BELAJAR



Mahasiswa mampu untuk memahami dan menjelaskan tentang: 1. Pengertian tentang hipertrofi dan atrofi 2. Faktor penyebab hipertrofi dan atrofi 3. Mekanisme terjadinya hipertrofi dan atrofi 4. Mekanisme terjadinya kontraksi otot 5. Anatomi dari Articulatio Humeri 6. Dislokasi dari Articulatio Humeri



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



6



STEP VI BELAJAR MANDIRI 1. Kontraksi Otot Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot Rangka: Potensial aksi / impuls yang dihantarkan sepanjang sarkolema, juga dihantarkan di sepanjang membran T tubules. Akibatnya, DHP reseptor yang terdapat di membran T tubules akan membuka, menyebabkan ion Ca+ masuk. Dengan terbukanya reseptor DHP akan merangsang terbukanya Ryanodine (RD) reseptor di membran cysternae sarcoplasmic reticulum menyebabkan semakin banyak ion Ca+ yang keluar dari cysternae sarcoplasmic reticulum



(karena cysternae sarcoplasmic reticulum



merupakan tempat depo ion Ca+). Dengan banyaknya ion Ca+ yang beredar dalam sitosol akan merangsang proses kontraksi – sliding antara aktin dan miosin. Tahapan perambatan impuls sampai dengan terjadinya kontraksi 1. Discharge impuls dari alpha motor neuron 2. Konduksi secara saltatory melalui saraf motorik Aα (alpha) 3. Impuls mencapai ujung akson (axon knob) di NMJ 4. Impuls menyebabkan terbukanya voltage-gated Ca channels 5. Influk ion Ca+ ke dalam sitosol axon knob merangsang terjadinya docking dan fusi vesikel, selanjutnya eksositosis neurotransmitter ke celah sinap. 6. Asetilkolin akan berikatan dengan reseptor kolinergik tipe nikotinik yang ada pada sarkolema di sinap. 7. Terangsangnya reseptor kolinergik tipe nikotinik menyebabkan terbukanya saluran ion Natrium sehingga ion Natrium influk dan timbul BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



7



EPSP. Apabila EPSP mencapai titik letup / nilai ambang (firing level) maka akan menimbulkan potensial aksi (impuls) di sarkolema (membran serabut otot). 8. Potensial aksi (impuls) yang terjadi akan dirambatkan ke semua arah (propagasi) di sepanjang sarkolema, juga masuk ke dalam sel otot melalui membran saluran sistem sarkotubuler (sarcoplasmic reticulum dan T tubules). 9. Impuls yang dihantarkan melalui sistem sarkotubuler akan mencapai TRIAD dan merangsang terbukanya DHP reseptor di ujung T tubules, ion Ca+ mudah masuk. 10. Ion Ca+ yang masuk ini akan merangsang pembukaan Ryanodine receptor pada cysrnae untuk membuka dan mengeluarkan cadangan ion Ca+ yang ada di dalam cysternae, sehingga jumlah ion Ca+ yang beredar dalam sitosol akan meningkat. 11. Ion Ca+ akan berikatan dengan Troponin C, menyebabkan active site pada aktin membuka, selanjutnya head (cross bridge) miosin akan menempel dan akan menarik filamen aktin untuk lebih mendekat ke arah filamen miosin. Proses inilah yang disebut sliding antara aktin dan miosin. Pada saat sliding, sarkomer akan memendek dan saat inilah yang disebut kontraksi. Makin banyak sarkomer yang aktif, berarti makin kuat kontraksi otot rangka yang terjadi. 12. Ion Ca+ secara proses transport aktif akan masuk kembali ke dalam sarcoplasmic reticulum, sehingga ion Ca+ akan terlepas dari Troponin



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



8



C, serta terlepasnya head miosin dari active site aktin, selanjutnya Troponin I akan menutupi active site aktin. Hal ini yang disebut proses relaksasi.



gambar 10 Mekanisme Kontraksi Otot Rangka



Proses kontraksi otot rangka membutuhkan : 1. Ion kalsium 2. Energy, berupa ATP 3. Sumber energi pembentukan ATP 4. Mioglobin, protein pengangkut oksigen 5. Mitokondria, struktur di dalam sel tempat produksi ATP Sumber energy untuk kontraksi otot rangka : 1. ATP, merupakan sumber energy yang siap pakai, tetapi jumlahnya sedikit.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



9



2. Phospokeratin 3. Glikolisis anaerobic 4. Glikolisis aerobic 5. Lipolisis Fenomena Kontraksi: Sumasi Kontraksi, ada 2 macam yaitu: 1. Sumasi Temporal Disebut juga sumasi gelombang karena bentuknya seperti gelombang. Sumasi temporal dapat terjadi dengan cara mengubah interval rangsangan (waktu antara rangsangan 1 dan 2 makin lama makin diperpendek, sehingga rangsangan ke 2 tepat pada saat kontraksi 1 akan relaksasi), akibatnya kontraksi 1 dan 2 bersatu menjadi satu kontraksi yang lebih besar (sumasi kontraksi). 2. Sumasi Spasial Disebut juga multiple motor unit summation oleh karena pertambahan besar/amplitudo kontraksi akibat pertambahan intensitas rangsangan. Dengan meningkatkan intensitas rangsangan maka makin bertambah banyak motor unit yang terangsang, akibatnya kontraksi makin besar. Ada macammacam rangsangan pada sumasi spasial yaitu: -



Rangsangan



Subliminal,



tidak



menimbulkan



kontraksi -



Rangsangan Liminal, rangsang terkecil yang mulai menimbulkan kontraksi



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



10



-



Rangsangan Maksimal, rangsangan terkecil yang menimbulkan kontraksi terbesar karena seluruh motor unit terangsang



-



Rangsangan Supramaksimal, rangsangan yang lebih besar daripada maksimal tetapi kontraksi yang terjadi sama besar dengan kontraksi maksimal



Tetani: Tetani merupakan kontraksi otot secara maksimal yang terjadi secara beruntun (multiple) yang tidak diselngi dengan relaksasi. Tetani lurus atau complete atau sempurna oleh karena kontraksu ke dua dan seterusnya terjadi pada saat kontraksi sebelumnya belum mengalami fase relaksasi. Tetani kontraksi pada dasarnya adalah kepanjangan dari suatu sumasi temporal agar terjadi suatu tetani lurus diperlukan frekuensi rangsangan yang lebih atau sama dengan frekuensi kritis. Frekuensi rangsangan kritis adalah rangsangan beruntun (multiple) dengan interval rangsangan sependek mungkin agar menjadi suatu tetani lurus. Fenomena tetani ini 2. Penyebab dan Mekanisme Hipertrofi Pada Otot Hipertrofi otot adalah peningkatan ukuran dari sel-sel otot. Ini berbeda dari hiperplasia otot, yang adalah pembentukan sel-sel otot baru. Hipertrofi adalah pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot. Semua hipertrofi adalah akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran masing-masing serat otot, yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal. Beberapa faktor biologis seperti umur dan nutrisi bisa mempengaruhi hipertrofi otot. Selama lelaki dalam pubertas, hipertrofi terjadi pada kecepatan yang meningkat. Hipertrofi alami normalnya berhenti pada pertumbuhan maksimal pada remaja akhir.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



11



Hipertrofi otot bisa ditingkatkan melalui latihan kekuatan dan latihan anaerobik yang berintensitas tinggi serta berdurasi pendek lainnya. Latihan anaerobik yang berdurasi panjang berintensitas rendah secara umum tidak menghasilkan hipertrfi jaringan efektif; malah, atlet daya tahan meningkatkan penyimpanan lemak dan karbohidrat dalam otot, seperti neovaskularisasi. Pada dasarnya perlu suplai asam amino yang cukup untuk menghasilkan hipertrofi otot. (Pratama, 2016) Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila otot-otot diberikan beban selama proses kontraksi. Untuk menghasilkan hipertrofi hampir maksimum dalam waktu 6 sampai 10 minggu, hanya dibutuhkan sedikit kontraksi kuat setiap harinya. Selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot berlangsung jauh lebih cepat, sehingga juga menghasilkan jumlah filamen aktin dan miosin yang bertambah banyak secara progresif di dalam miofibril, yang sering kali meningkat sampai 50 persen. Kemudian, telah diamati bahwa beberapa miofibril itu sendiri akan memecah di dalam otot yang mengalami hipertrofi untuk membentuik miofibril yang baru.bersama dengan peningkatan ukuran miofibril, sistem enzim yang menyediakan energi juga bertambah. Hal ini terutama terjadi pada enzim-enzim yang dipakai untuk glikolisis, yang memungkinkan terjadinya penyediaan energi yang cepat selama kontraksi otot yang kuat dan singkat. (Hall, 2016) Ukuran sebenarnya otot dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan resistensi anaerob berintensitas tinggi dan berdurasi singkat, misalnya angkat beban. Pembesaran otot yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya garis tengah serat-serat glikolitik cepat yang diaktifkan selama kontraksi-kontraksi kuat tersebut. Sebagian besar penebalan serat disebabkan oleh meningkatnya sintesis filamen aktin dan miosin, yang memungkinkan peningkatan kesempatan interaksi jembatan silang dan karenanya peningkatan kekuatan kontraktil otot. (Sherwood, 2013)



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



12



Macam-macam Hipertrofi: a) Hipertrofi Otot: Hipertrofi otot adalah satu bentuk paling umum dan paling jelas dari hipertrofi organ, muncul pada organ otot rangka sebagai respon atas latihan fisik atau latihan beban. Tergantung jenis latihannya, hipertropi otot dapat muncul melalui meningkatnya volume sarkoplasma atau meningkatnya protein kontraktil. b) Hipertrofi Ventrikular Hipertrofi ventrikular adalah membesarnya ukuran ventrikel jantung. Perubahan ini sangat baik untuk kesehatan jika merupakan respon atas latihan aerobik, akan tetapi hipertrofi ventrikular juga dapat muncul akibat penyakit seperti tekanan darah tinggi. c) Hipertrofi Payudara Gigantomastia adalah pertumbuhan ekstrim payudara, sebagai contoh



masing-masing



payudara



seberat



5kg



atau



lebih.



Gigantomastia dapat terjadi akibat komplikasi saat kehamilan atau seringkali gigantomastia anak saat pubertas. d) Hipertrofi Klitoris Klitoromegali adalah gejala interseksualitas, karena klitoris membesar sehingga menyerupai penis. Mekanisme Hipertrofi : 



Membentuk Sistem Tuas : Sebagian besar otot rangka melekat ke tulang melewati sendi, membentuk sistem tuas. Tuas adalah struktur kaku yang mampu bergerak mengelilingi suatu titik sumbu yang dikenal sebagai fulkrum. Di tubuh, tulang berfungsi sebagai tuas, sendi sebagai fulkrum, dan otot rangka menghasilkan gaya untuk menggerakan BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



13



tulang. Bagian tuas antara fulkrum dan titik tempat gaya ditimbulkan oleh otot disebut lengan daya; bagian antara fulkrum dan gaya yang ditimbulkan oleh beban disebut sebagai lengan beban. Kekurangan sistem tuas ini adalah bahwa di tempat insersi otot harus menghasilkan gaya tujuh kali lebih besar daripada beban. Agar beban tidak jatuh, hasil kali panjang lengan daya dan gaya ke atas yang diberikan harus sama dengan hasil kali panjang lengan beban dan gaya ke bawah yang ditimbulokan oleh beban. Hasil ini disebut sebagai momentum otot rangka biasanya pada keadaan yang kurang menguntungkan dari segi mekanis karena otot harus menghasilkan gaya yang jauh lebih besar daripada beban sebenarnya yang dipindahkan. Namun, penambahan kecepatan dan jarak yang dihasilkan oleh susunan tuas ini memungkinkan otot memindahkan beban lebih cepat dan lebih jauh daripada jika sistem tuas tersebut. Penguatan ini menghasilkan kecepatan dan kemampuan bermanuver yang bermakna. (Sherwood, 2013)



gambar 2 Sistem Tuas Otot, Tulang dan Sendi



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



14







Pengaruh Latihan Latihan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan, kelentukan, kelincahan dan kecepatan. Kalau latihan itu dikerjakan secara teratur dan sesuai dengan cara berlatih, maka diharapkan



adanya



perubahan-perubahan



yang



menunjang



tercapainya kekuatan-keuatan tersebut. Disamping itu perlu pula diketahui cara-cara mempertahankan perubahan-perubahan tersebut sehingga tidak perlu berlatih seperti awal. Disamping itu tentu ada pengaruh-pengaruh lain dalam tubuh. Terjadi perubahan pada otot meliputi: Perubahan otonom pada otot, yang telah melakukan latihan akan terlihat pembesaran pada otot (hipertrofi). Karena pada otot itu ada dua macam otot, yaitu lambat (slow twitch fiber) dan otot cepat (fast twitch fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi hipertrofi pada kedua macam otot tersebut. Hipertrofi itu tergantung dari macam latihannya : a. Perubahan kapasitas anaerobik yang meliputi, peningkatan kapasitas fosfasen (ATP-PC). Peningkatan ini disebabkan oleh lebih banyaknya persediaan. ATP-PC dan oleh lebih efektifnya sistem enzim yang diperlukan dalam sistem ATPPC.



Peningkatan



enzim-enzim



meliputi



peningkatan



penguraian ATP maupun pembentukan kembali ATP. Penguraian ATP dipercepat oleh enzim miokinase maupun keratin kinase. Peningkatan glikolisis anaerobik yaitu asam laktat, enzim yang paling penting dalam glikosis ini adalah PFK



(phosphofruktokinase).



Peningkatan



enzim



ini



meningkatkan glikogen menjadi asam laktat. b. Perubahan aerobik yang meliputi: Peningkatan mioglobin. Mioglobin adalah pigmen pengikat O2 dalam otot yang berfungsi sebagai penimbun O2. Peningkatan oksidasi karbohidrat, latihan meningkatkan kapasitas otot untuk



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



15



mengubah glikogen menjadi CO2 dan H2O serta ATP dengan pertolongan oksigen. Peningkatan ini disertai dengan peningkatan jumlah mitokondria, peningkatan diameter mitonkondria. Peningkatan oksigen lemak, energi yang tertimbun didalam lemak kira-kira sebesar 40 kali dibandingkan dengan



tertimbun



sebagai



karbohidrat.



Peningkatan kemampuan oksidasi lemak ini disebabkan karena lebih banyak lemak tertimbun di dalam otot, peningkatan pelepasan asam, peningkatan aktivitas enzim yang menyangkut lemak serta pemecahan lemak.



gambar 3 Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi pada Otot



3. Penyebab dan Mekanisme Atrofi Atrofi otot adalah pengurusan atau pengecilan otot. Ukuran masingmasing serat otot berkurang karena hilangnya miofibril secara progresif. Atrofi otot yang terjadi karena otot tidak digunakan disebut disuse atrpohy. Orang yang berbaring di tempat tidur dan orang yang digips mengalami disuse atrophy karena aliran impuls saraf (potensial aksi saraf) ke otot rangka tidak aktif sangat berkurang, tetapi kondisi ini bersifat reversibel. Jika persarafan ke otot terputus atau terpotong, otot mengalami atrofi denervasi. pada periode 6 bulan sampai 2 tahun, otot mengerut sampai



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



16



sekitar seperempat ukuran asalnya, dan serat otot secara ireversibel digantikan oleh jaringan ikat fibrosa. (Gerard J. Tortora, 2011) Penyebab dari atrofi yang lain yaitu mutasi (yang dapat merusak gen yang membangun organ), nutrisi yang buruk, sirkulasi yang buruk, hilangnya dukungan hormon, hilangnya pasokan saraf ke organ target, jumlah apoptosis sel yang berlebihan, dan kurangnya gerakan atau penyakit instrinsik pada jaringan itu sendiri. Mekanisme dari atrofi sendiri yaitu, jika otot jarang digunakan akan menimbulkan yang namanya kecepatan penghancuran protein pada otot, hal ini akan berlangsung lebih cepat daripada penggantinya, Jalur yang



muncul untuk menjelaskan sebagian besar degradasi protein pada otot yang mengalami atrofi adalah jalur ATP-dependent ubiquitinproteasome. Proteasome adalah kompleks protein besar yang mendegradasi protein rusak atau protein yang tidak dibutuhkan dengan cara proteolisis, reaksi kimia yang memecah ikatan peptida. Ubiquitin adalah protein pengatur yang pada dasarnya menandai sel mana yang akan menjadi target degradasi proteosomal sehingga membuat filamen aktin dan miosin akan berkurang dan serat otot akan menjadi kecil. (Hall, 2016). Karenanya, kandungan aktin dan miosinnya



berkurang, seratnya menjadi lebih kecil, dan menjadi atrofi (massanya berkurang) dan lebih lemah. Atrofi juga dapat terjadi melalui tiga cara : 



Atrofi Tak Digunakan (disuse atrophy) Terjadi ketika suatu otot tidak digunakan dalam waktu lama meskipun persarafannya utuh, seperti ketika seseorang harus memakai gips atau penyangga atau selama tirah baring jangka panjang.







Atrofi Denervasi BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



17



Terjadi ketika persarafan ke suatu otot terputus. Jika suatu otot di rangsang secara elektris sehingga persarafan pulih, seperti selama regenerasi saraf perifer yang putus, atrofi tidak dapat dikurangi tetapi tidak dapat dicegah secara total. Aktifitas kontraktil itu sendiri jelas berperan penting dalam mencegah atrofi, namun faktor-faktor yang belum jelas yang dibebaskan dari ujung saraf aktif, mungkin dikemas bersama dengan vesikel Ach (asetilkolin) tampaknya juga ikut berperan dalam integritas dan pertumbuhan jaringan otot. 



Atrofi terkait usia atau sarkopenia Terjadi secara alami seiring dengan bertambahnya usia atau penuaan. Hal ini dimulai pada sekitar usia 40 tahun, seseorang secara progresif kehilangan neuron motorik, terutama menyarafi serat tipe glikolitik cepat. Akibatnya, kehilangan bertahap massa, kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang terjadi pada individu yang menua. Penurunan laju sintesis protein dan penurunan kadar hormon (hormon pertumbuhan, testoteron dan faktor pertumbuhan mkirip insulin I) yang berperan dalam kehilangan massa otot ini. Meskipun otot terkait usia tidak dapat dihindari, olahraga resistensi dan diet yang tepat dapat memperlambat laju terjadinya sarkopenia (Sherwood, 2013)



Macam-macam atrofi antara lain: 



Atrofi Fisiologis Alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan kehidupan. Misalnya, pengecilan kelenjar tymus, ductus omphalomesentricus, ductus thyroglossus.







Atrofi Senilis Mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia lanjut (aging process)



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



18







Atrofi Inaktifitas (disuse atrophy) Atrofi yang terjadi akibat aktifitas otot-otot yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Misalnya, pada kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis (atrophy neurorofik)







Atrofi Endokrin Terjadi pada alat tubuh yang aktifitasnya bergantung pada rangsang hormon.







Atrofi Desakan (pressure atrophy) Yang terjadi karena desakan yang terus menerus atau desakan untuk waktu yang lama dan mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Misalnya, atrofi desakan fisiologis: pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh (pada anak-anak). Atrofi desakan patologis: pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal akibat sifilis. Akibat desakan yang tinggi dan terus-menerus mengakibatkan sternum menipis.



4. Umur seseorang dapat mempengaruhi hipertrofi Beberapa faktor biologis seperti umur dan nutrisi mempengaruhi hipertrofi otot. Saat lelaki dalam pubertas, hipertrofi terjadi pada kecepatan yang meningkat. Hipertrofi alami normalnya berhenti pada pertumbuhan maksimal pada remaja akhir. Hipertrofi otot bisa ditingkatkan melalui latihan kekuatan dan latihan anaerobik yang berintensitas tinggi serta berdurasi pendek lainnya. Latihan anaerobik yang berdurasi panjang, berintensitas rendah secara umum tidak menghasilkan hipertrofi jaringan yang efektif; malah, atlet daya tahan meningkatkan penyimpanan lemak dan karbohidrat dalam otot, seperti neovaskularisasi. Pada dasarnya suplai asam amino yang cukup sangat diperlukan untuk menghasilkan hipertrofi otot. Beberapa rangsangan tertentu bisa meningkatkan volume sel-sel otot. Perubahan ini terjadi sebagai respon



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



19



adapatif yang berfungsi meningkatkan kemampuan untuk membangkitkan tenaga atau menahan kelelahan dalam kondisi anaerobik. (Sherwood, 2013)



5. Spasme Otot Spasme otot juga merupakan penyebab umum nyeri, dan merupakan dasar banyak sindrom nyeri klinis. Nyeri ini mungkin sebagian disebabkan secara langsung oleh spasme otot yang merangsang reseptor nyeri yang bersifat mekanosensitif, namun mungin juga nyeri ini secara tidak langsung disebabkan oleh pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Spasme otot ini juga meningkatkan kecepatan metabolisme dalam jaringan otot, sehingga relatif memperberat keadaan iskemia, menyebabkan kondisi yang ideal untuk pelepasan bahan kimiawi pemicu timbulnya nyeri. Spasme otot hampir selalu terjadi pada area-area otot yang terpengaruh pada sisi tubuh yang berlawanan (karena lintasan motorik akan menyilang ke sisi yang berlawanan). (Hall, 2016) Kram atau spasme otot dapat terjadi pada keadaan tertentu, pada umumnya terjadi saat otot melakukan kontraksi kuat atau maksimal. Selanjutnya, otot tersebut tetap kontraksi tanpa diikuti fase relaksasi. Keadaan tersebut terjadi akibat kekurangan dalam penyediaan ATP, padahal ATP berperan penting dalam proses pemompaan ion Ca+ masuk ke dalam sarcoplasmic reticulum. Apabila ion Ca+ tetap menumpuk dalam sitosol dalam jumlah besar, akan menghalangi proses relaksasi otot, yaitu lepasnya head miosin yang menempel pada filamen aktin. Adapun jenis-jenis spasme, antara lain spasme otot akibat patah tulang, dan spasme otot abdomen pada peritonitis. Masih ada jenis spasme lokal lain, yakni kram otot. Setiap faktor lokal yang menyebabkan iritasi, atau keadaan metabolisme abnormal pada otot, seperti saat kedinginan, kurangnya aliran darah, atau latihan yang berlebihan, dapat menimbulkan nyeri atau sinyal sensorik lainnya yang akan dihantarkan dari otot ke medulla spinalis, yang selanjutnya menimbulkan refleks umpan balik BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



20



kontraksi otot. Kontraksi ini dipercaya merangsang reseptor sensorik yang sama lebih hebat lagi, dan menyebabkan medulla spinalis meningkatkan intensitas kontaksinya. Jadi, timbul suatu mekanisme umpan balik positif, sehingga sedikit saja iritasi sudah dapat menimbulkan kontraksi yang terusmenerus sampai akhirnya timbul kram otot (spasme) yang menyeluruh. Penyebab Spasme Otot: a. Penumpukan Asam Laktat Terjadinya kelelahan otot yang disebabkan oleh penumpukan asam laktat. Penumpukan asam laktat pada intramuscular dengan menurunnya puncak tegangan (ukuran dari kelelahan apabila rasio asam laktat pada otot merah dan otot putih meningkat, puncak tegangan otot menurun). Jadi bisa diartikan bahwa besarnya kemampuan mereka untuk membentuk asam laktat. Bahwa penumpukan asam laktat menyertai didalam proses kelelahan selanjutnya diperkuat oleh fakta dimana dua mekanisme secara fisiologis yang karenanya asam laktat menghalang-halangi fungsi otot. Kedua mekanisme tergantung kepada efek asam laktat pada pH intraseluler



atau



konsentrasi



ion



hidrogen



(H).



Dengan



meningkatnya asam laktat konsentrasi H meningkat dan pH menurun. Di sisi lain, peningkatan konsentrasi ion H menghalangi proses rangkaian eksitasi oleh menurunnya sejumlah Ca yang dikeluarkan dari reticulum sarkoplasma dan gangguan kapasitas mengikat troponin. Peningkatan konsentrasi ion H juga menghambat kegiatan fosfofruktokinase, enzim kunci yang terlibat di dalam aerobic glikolisis. Lambatnya hambatan glikolisis, mengurangi penyediaan ATP untuk energi. b. Pengosongan penyimpanan ATP (adenosin triphosphat) dan PC (Phosphocreatin)



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



21



Karena ATP merupakan sumber energi secara langsung untuk kontraksi otot dan PC dipergunakan untuk resintesa ATP secepatnya, pengosongan fosfagen intraseluler mengakibatkan kelelahan. Bahwa kelelahan tidak berasal dari rendahnya fosfagen didalam otot. Penelitian terhadapm otak katak yang dipotong pada otot sartoriousnya. Sebagai contoh, telah diingatkan bahwa selama kegiatan kontraksi, konsentrasi ATP didaerah miofibril mungkin lebih berkurang dari pada didalam otot keseluruhan. Oleh karena itu, ATP menjadi terbatas didalam mekanisme kontraktil, walaupun hanya terjadi penurunan yang moderat dari jumlah total ATP di dalam otot. Kemungkinan yang lain adalah bahwa hasil energi didalam pemecahan ATP lebih sedikit dari jumlah ATP yang tersedia di dalam baas-batas untuk kontraksi otot. Alasan dari penurunan



ini



mungkin



dihubungkan



dengan



peningkatan



konsentrasi ion H dalam jumlah kecil sampai besar di dalam intraseluler dan merupakan penyabab utama dari penumpukan asam laktat. c. Pengosongan Simpanan Glikogen Otot Seperti halnya dengan asam laktat dan kelelahan, hubungan sebab akibat antara pengosongan glikogen otot dan kelelahan otot tidak dapat ditentukan dengan tegas. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kelelahan selama periode latihan yang lama. Rendahnya



tingkatan



level



glukosa



darah



menyebabkan



pengosongan cadangan glikogen hati. Kelelahan otot lokal disebankan karena pengosongan cadangan glikogen otot. Mekanisme Terjadinya Spasme pada Otot: Kontraksi merupakan hal terpenting dari otot. Hal ini berkaitan dengan penggunaan adenosin triposphate (ATP) sebagai energi kontraksi. Mekanisme kontraksi otot berlangsung melalui daur reaksi yang kompleks. Hal ini dapat dijelaskan melalui teori pergeseran filamen (sliding filament BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



22



theory). Keseluruhan proses membutuhkan energi yang diperoleh dari ATP yang disimpan dalam kepala miosin. Tahapan kontraksi otot hingga relaksasi. Pada neuromuscular junction, asetilkolin dilepaskan dari synaptic terminal menuju reseptor dalam sarkoma. Hasil perubahan potensial transmembran dari serabut otot akan menghasilkan pontensial aksi yang menyebar melintasi seluruh permukaan dan sepanjang tubulus T. Retikulum sarkoplasma melepaskan cadangan ion kalsium, sehingga meningkatkan konsentrasi kalsium di sarkoplasma dan sekitar sarkomer. Ion Kalsium berikatan dengan troponin dan menghasilkan perubahan orientasi kompleks troponin-tropomiosin yang terlihat pada bagian yang aktif dari aktin, meosin cross bridge terbentuk pada saat kepala miosin berikatan dengan bagian yang aktif. Kontraksi otot dimulai sebagai siklus yang berulang dari meosin cross bridge. Siklus ini terjadi dengan adanya hidrolisa ATP. Proses ini menimbulkan pergeseran filamen dan pemendekan serabut otot. Pontensial aksi



dibangkitkan



dengan



adanya



pemecahan



asetikolin



oleh



asitilkolinesterase. Retikulum sarkoplasma akan menyerap kembali ion kalsium sehingga konsentrasi ion kalsium menurun. Saat mendekati fase istirahat, kompleks troponin-tropomiosin akan kembali ke posisi awal. Sehingga mencegah interaksi cross bridge lebih lanjut. Tanpa interaksi cross bridge lebih lanjut maka pergeseran filamen tidak akan timbul dan kontraksi akan berhenti. Relaksasi otot akan terjadi dan otot akan kembali secara pasif pada resting lenght. Selama ATP tersedia daur tersebut dapat terus berlangsung. Pada keaadan kontraksi, ATP yang tersedia didalam otot akan habis terpakai 1 detik. Oleh karena itu ada jalur metabolisme produktif yang menghasilkan ATP. ATP dengan bantuan kretin kinase akan segera menjadi kretin pospat. Persediaan kretin pospan ini hanya cukup untuk beberapa detik, selanjutnya ATP diperoleh dari posforilasi oksidatif. Apabila oksigen tidak cukup maka asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat, yang apabila menumbuk akan terjadi kelelahan otot. Selama latihan berat banyak oksigen dibawah kedalam otot, tetapi oksigen yang mencapai sel otot tidak cukup. Asam laktat akan menumbuk BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



23



dan berdifusi ke dalam cairan jaringan dan darah. Keberadaan asam laktat di dalam darah akan merangsang pusat pernafasan sehingga frekuensi dan kedalaman napas pun meningkat. Hal ini berlangsung terus-menerus, bahkan setelah kontraksi itu selesai sampai jumlah oksigen cukup untuk memungkinkan sel otot dan hati mengoksidasi asam laktat dengan sempurna menjadi glikogen. Mekanisme spasme otot yaitu diawali dengan kontraksi otot yang berlebihan tanpa adanya suatu relaksasi atau istirahat. Ketika otot berkontraksi maka terjadilah suatu metabolisme glikogenensis yang mengubah glikogen pada otot untuk dijadikan asam piruvat dan menjadi bahan dasar ATP, namun apabila kontraksi dilakukan terus menerus otomatis glikogen yang akan dirombak mengalami penurunan sehingga dalam tubuh terjadi homeostatis yang mengatur sebuah energi untuk otot walaupun kadar glikogen menipis dengan cara mengubah glikogen menjadi asam laktat,untuk kadar rendah asam laktat yang dihasilkan dalam proses mempertahankan gerakan otot ini diperlukan, namun apabila otot terus berkontraksi ketika sudah terbentuk asam laktat maka pembentukan asam laktat ini terus dilakukan dan hingga terjadi penempukan. Dalam hal penumpukan inilah asam laktat mampu mengiritasi serabut serabut saraf otot sehingga terjadilah sebuah rasa nyeri ketika sudah timbul rasa nyeri namun otot dipaksa untuk terus bekerja maka otot akan mengalami spasme atau kejang otot, sehingga otot-otot tersebut mengalami ketegangan yang berlebih dan berhenti secara mendadak. (Yunanilah, 2014)



6. Anatomi & Dislokasi Articulatio Humeri Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Misalnya pada seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya dikarenakan sendi rahanya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain sendi rahangnya telah mengalami



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



24



dislokasi. Sendi bahu menjadi kasus dislokasi yang paling sering terjadi dengan angka 45% dari seluruh kasus dislokasi, sering dijumpai sendi panggul dan bahu. Macam-macam dislokasi antara lain: 



Dislokasi Congenital, yang dimana dislokasi terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. Paling sering terlihat pada pinggul.







Dislokasi patologik, akibat penyakit sendi atau jaringan sekitar sendi. Misalnya; tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang mulai berkurang seiring bertambahnya usia.







Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat dari anoksia) dan akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Hal ini terjadi karena adanya trauma kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, saraf dan sistem vaskular. (Brunner, 2015)



Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 



Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada sendi siku, bahu dan pinggul. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.







Dislokasi Berulang Jika suatu trauma dislokas pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang atau fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



25



yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. (Brunner, 2015)



gambar 4 Ilustrasi kumpulan sendi manusia, siku, lutut, pinggul dan bahu.



           



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



26







Articulatio Humeri :



gambar 5 Anatomi Articulatio Humeri



gambar 6 Anatomi Articulatio Humeri - Sobotta Book



Articulatio humeri merupakan sendi yang dibentuk oleh caput humeri dengan cavitas glenoidalis scapulae. Sendi ini memperoleh penguatan dari beberapa jaringan ikat (ligamentum) yaitu:



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



27



1. Ligamentum coracohumerale adalah jaringan ikat yang terbentang dari processus coracideus ke kedua tubercula humeri (tuberculum majus dan tuberculum minus). 2. Ligamentum glenohumerale, adalah jaringan ikat yang terbentang daritepai cavitas glenoidalis ke colum antomicum. ada tiga buah yaitu: a) Superius, yang terdapat di sebelah cranial sendi. b) Medius, yang terdapat di sebelah ventral sendi. c) Inferius, yang terdapat di sebelah candal sendi



Meskipun jarigan ikat tersebut memperkuat sendi, tetapi penguatan terbesar diperoleh dari 4 otot di sekitarnya, yaitu: a) M. supraspinatus, dari sebelah belakang sendi b) M. infraspinatus, dari sebelah belakang sendi c) M. teres minor, dari sebelah belakang sendi d) M. subscapularis, dari sebelah depan sendi







Dislokasi Articulatio Humeri: Keluarnya kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.Dislokasi sendi bahu anterior sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma lansung, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari caput humeri atau fossa glenoidalis. (Muttaqin, 2012) Terdapat 6 jenis sendi diarthrosis yang dapat bergerak bebas yaitu:







Sendi peluru atau art. Globaidea (ball dan socket). Sendi ini memberikan gerakan yang terbesar. Kepala sendi yang agak bulat dari tulang panjang masuk ke dalam rongga yang sesuai berbentuk cekung memungkinkan



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



28



gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi, dan gerak panduan atau sirkumduksi. Jenis sendi ini digolongkan ke dalam sendi bersumbu tiga. Contoh sendi ini adalah art humeri dan art coxae.



gambar 7 Contoh Sendi Peluru







Sendi bujur telur atau art. Ellipsoidea (ellipsoid). Sendi ini merupakan modifikasi dari sendi peluru. Gerakan sedikit terbatas dan tergolong ke dalam sendi bersumbu dua. Meskipun dapat fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi,



namun



tidak



rotasi.



Sebagai



contoh



sendisendi



metacarpophalangea dan jari-cari tangan.



gambar 8 Sendi Bujur Telur







Sendi geser (gliding, atrhrodial, plane). Permukaan-permukaan sendi berbentuk tak beraturan, biasanya datar atau sedikit lengkung. Satu-satunya gerakan yang dapat dilakukan adalah menggeser, karenanya disebut



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



29



nonaxial. Contoh-contoh terdapat dalam tulang-tulang tarsal dan carpal, dan juga processus articularis dari verterbrae. 



Sendi putar atau art. Trocoidea (trocoid). Gerakan pada sendi jenis ini terjadi di dalam bidang transversal dengan longitudinal. Contoh-contoh dari sendi ini ialah art, radioulnar dan art. Atlanto epistrophica pada rotasi kepala.







Sendi engsel atau art. Throchlearis (ginglysum). Gerakan pada sendi ini ada di dalam bidang sagital dengan sumbu transversal. Fleksi dan ekstensi terjadi pada siku, pergelangan kaki dan sendi interphalangea.



gambar 9 Sendi Engsel







Sendi pelana atau art. Sellaris (sellar). Sendi ini berbentuk seperti pelana. Sendi bersumbu dua yang dapat bergerak fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi. Satu-satunya sendi pelana yang asli ialah art. Carpometacarpaldari ibu jari.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



30



gambar 10 Sendi Pelana



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



31



KESIMPULAN Pada skenario tersebut disimpulkan bahwa Tn. Hercules dan Tn. Ade Roy merupakan atlet binaragawan yang selalu melakukan latihan untuk membentuk ototnya hal tersebut akan membuat otot-otot mereka menjadi besar atau yang biasa disebut dengan hipertrofi. Hipertrofi sendiri adalah keadaan dimana bertambah besarnya suatu ukuran sel yang disebabkan karena latihan yang terus menerus dan membuat terjadinya penumpukan protein yang menyebabkan banyaknya mikrofilamen aktin dan miosin pada otot sehingga terjadinya hipertrofi. Namun jika atlet tersebut tidak melakukan latihan setiap hari akan menyebabkan terjadinya atrofi. Atrofi adalah kebalikan dari hipertrofi yaitu mengecilnya ukuran sel yang disebabkan oleh kurangnya latihan sehingga protein mikrofilamen aktin dan miosin menjadi berkurang. Atrofi juga bisa terjadi karena faktor usia seperti yang telah dijelaskan dan hal tersebut terjadi pada Tn. Hercules. Dalam proses latihan pun, atlet binaragawan dapat mengalami dislokasi articulatio humeri dan spasme otot yang dapat menyebabkan nyeri. Dislokasi articulatio humeri sendiri terjadi karena beban yang diangkat berlebihan, dan adanya kontraksi yang berlebihan pada otot. Begitupun dengan spasme otot dapat terjadi karena kontraksi yang terus-menerus sehingga dapat menyebabkan otot menjadi lelah dan terjadilah spasme otot.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



32



DAFTAR PUSTAKA Brunner, S., 2015. KMB. KLASIFIKASI DISLOKASI BERDASARKAN PENYEBABNYA, 3(8), p. 2356. Gerard J. Tortora, B. D., 2011. DASAR ANATOMI DAN FISIOLOGI. 13 penyunt. JAKARTA: EGC. Hall, G. a., 2016. Fisiologi Kedokteran. 12 penyunt. Jakarta: ELSEVIER. Muttaqin, A., 2012. Gangguan Muskuloskletal Aplikasi pada Praktek Klinik Keperawatan. JAKARTA: PENERBIT BUKU KEDOKTERAN - EGC. Patricia D Novak, P. D., 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 29 penyunt. Singapore: ELSEVIER. Pratama, A. E., 2016. Pengaruh Latihan Compound Set Terhadap Hypertrophy Otot. Journal Student Universitas Negeri Yogyakarta, Volume II. Sherwood, L., 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 8 penyunt. Jakarta: EGC. Sherwood, L., 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 8 penyunt. Jakarta: EGC. Yunanilah, Y., 2014. Atrophy & Atrophy, Sentul-Bogor: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh.



BLOK SISTEM DERMATOMUSKULOSKELETAL



33