Laporan PBL 2 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PBL 2 BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSE SYSTEM (NSS) “MENGANTUK TERUS…”



Tutor : dr. Nasid Abdullah Kelompok 6 Anggia Puspitasari



G1A008058



Fickry Ardiansyah N.



G1A009008



Dannia Riski Ariani



G1A009027



Yulita Swandani A.



G1A009032



Windy Nofiatri R.



G1A009035



Wily Gustafianto



G1A009058



Andromeda



G1A009074



Fariza Zumala Laili



G1A009087



Nurtika



G1A009105



Egi Dwi Satria



G1A009122



Siti Maslikha



G1A008054



DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012



BAB I PENDAHULUAN Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Meningitis merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis. Di Inggris, dilaporkan bahwa 3000 orang terkena meningitis setiap tahunnya, baik dewasa maupun anak-anak. Dilaporkan juga bahwa satu dari sepuluh orang yang menderita meningitis akan meninggal, dan sisanya akan sembuh dengan meninggalkan kecacatan. Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus, bakteri, dan jamur (www.meningitis.org). Sebab lain adalah akibat trauma, kanker, dan obat-obatan tertentu (en.wikipedia.org). Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah satu meningitis yang disebabkan oleh bakteri, yakni meningitis tuberkulosis. Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat membantu untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis, mengingat bahwa insidensi kematian akibat meningitis masih cukup tinggi. Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)



yang



disebabkan



oleh



bakteri



Mycobacterium



tuberkulosis



(en.wikipedia.org). Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paruparu dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak Mycobacterium



tuberkulosis



merupakan



bakteri



berbentuk



batang



pleomorfik gram positif, berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup



selama



berminggu-minggu



dalam



keadaan



kering,



serta



lambat



bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain



Mycobacterium tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium. bovis, Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium microti Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati (Kliegman, et al. 2004). Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual.



BAB II PEMBAHASAN



Skenario Kasus 1 RPS Tn M. Usia 38 tahun datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu ketika sedang tiduran. Sebelumnya 6 jam sebelum masuk rumah sakit, pagi hari setelah bangun tidur pasien mengeluh sakit pada kepalanya yang semakin lama semakin hebat hingga pasien muntah, keluhan ini tidak hilang dengan mengonsumsi obat penghilang rasa sakit. Sehingga oleh keluarganya Tn.M dibawa ke rumah sakit, ditengah perjalanan Tn.M mengalami kejang selama ±10 menit. Sesampainya di IGD pasien mengalami kejang kembali selama ± 5 menit Seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa demam. Pasien mempunyai riwayat 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk, sering berkeringat pada malam hari dan pasien merasakan berat badannya turun sehingga dengan keluhan ini pasien berobat ke dokter. Oleh dokter, pasien dilakukan foto rontgen dan diketahui terdapat infeksi pada paru-parunya. Pasien diharuskan meminum obat yang tidak boleh putus sama sekali selama 6 bulan, akan tetapi karena keterbatasan biaya pasien tidak berobat kembali.



I. Klarifikasi Istilah 1. Penurunan Kesadaran Penurunan kedaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidka terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respon yang normal terhadap stimulus 2. Sakit Kepala Suatu kondisi dimana sakit yang terletak disekitar kepala, terkadang rasa sakit pada leher atau bagian atas leher.



3. Kejang Kejang mencerminkan gangguan system saraf yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal, mendadak, dan berlebihan 4. Muntah Muntah adalah pengeluaran isi lambung melalui mulut. penyebab mual dan muntah disebabkan oleh pengaktifan pusat muntah di otak. Muntah merupakan cara dramatis tubuh untuk mengeluarkan zat yang merugikan. Muntah dapat disebabkan karena makan atau menelan zat iritatif atau zat beracun atau makanan yang sudah rusak.



II. Batasan Masalah Identitas



: Tn M



Usia



: 38 tahun



Keluhan Utama



: penurunan kesadaran



RPS



: Onset Kronologis



: 1 jam yang lalu : 6 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pagi setelah bangun tidur mengeluh sakit kepala



Kualitas



:-



Kuantitas



:-



Memperberat : Memperingan: Keluhan lain : muntah, kejang (± 10 menit) dan kembali kejang ketika sampai IGD (± 5 menit) RPD



: Demam satu minggu yang lalu Batuk satu bulan yang lalu, keringat malam hari, berat badan turun ada infeksi paru pada gambaran foto rontgen



Info 2 RPD 1. Riwayat hipertensi disangkal 2. Riwayat DM disangkal 3. Riwayat penyakit jantung disangkal 4. Riwayat kejang sebelumnya disangkal 5. Riwayat trauma disangkal



Info 3 Pemeriksaan Fisik KU



: penurunan kesadaran



Kesadaran



: E2M3V2



Vital Sign



: TD



Orientasi



Kepala dan Leher



: 120/80 mmHg



Nadi



: 100x/menit



RR



: 24x/menit



Suhu



: 390C



: Waktu



: jelek



Orang



: jelek



Tempat



: jelek



: Kepala



: mesosephal, tanda trauma (jejas) (-)



Leher



: Kaku kuduk (+)



Mata



: dbn



Jantung



: dbn



Paru



: stidor (+)



Info 4 Status Neurologis 1. Pemeriksaan nervus kranialis a. N III



: ODS OS



: bentuk pupil bulat isokor diameter 3 mm : reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+) sedikit berkurang



b. N VI



: kesan parese N VI bilateral



c. N VII



: parese facial sinitra tipe sentral



2. Pemeriksaan Sensibilitas



: sulit dinilai



3. Pemeriksaan Neurologis



: Tes Kaku Kuduk



: (+)



Tes Brudzinski I-IV : (+) Tes Kernig



: (+)



4. Pemeriksaan Fisiologis



: (+) meningkat



5. Kekuatan Motorik



: sulit dinilai, kesan kelemahan pada keempat ekstremitas



6. Pemeriksaan Patologis



: Refleks Babinsky



: +/+



III. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana proses kesadarn normal? 2. Mengapa terjadi paru stridor? 3. apa sajakah yang menjadi penyebab perubahan tingkat kesadaran? 4. Bagaimanankah proses terjadinya penurunan kesadaran? 5. Bagaimanankah proses terjadinya kejang? 6. Bagaimanankah proses terjadinya kakukuduk? 7. Bagaimanankah proses terjadinya demam? 8. Bagaimanankah proses terjadinya muntah yang dikaitkan dengan SSP?



IV. Diagnosis Deferensial 1. Meningitis Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.Meningitis



dibagi



menjadi



dua



golongan



berdasarkan



perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan



oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi (mesranti, 2011). Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal (mesranti, 2011). Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung (mesranti, 2011). Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen (mesranti, 2011).



Stadium Meningitis (Mesranti, 2011) : Stadium 1 (stadium prodormal) a. Terjadi selama 2-3 minggu b. Gejala ringan, tampak seperti gejala infeksi biasa c. Pada anak-anak: 1) Permulaan penyakit bersifat subakut 2) Sering tanpa demam 3) Muntah 4) Nafsu makan berkurang 5) Murung 6) Berat badan turun 7) Mudah tersinggung 8) Opstipasi 9) Pola tidur terganggu 10) Apatis d. Pada dewasa: a) Panas hilang timbul b) Nyeri kepala c) Konstipasi d) Kurang nafsu makan e) Fotofobia f) Nyeri punggung g) Halusinasi h) Sangat gelisah Stadium 2 (stadium trasnsisi) 1. Berlangsung selama 1-3 minggu 2. Gejala menjadi lebih berat 3. Mengantuk 4. Kejang 5. Defisit neurologik lokal: hemiparesis, paresis nervus cranial (terutama N. III dan N.VII, gerakan involunter) 6. Hidrosefalus



7. Papil edema Stadium 3 (stadium terminal) 1. Penurunan kesadaran 2. Disfungsi batang otak, dekortifikasi, deserebrasi 3. Penderita dapat meninggal dalam waktu 3 minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya (Mesranti, 2011). Pada hasil pemeriksaan penunjang dapat ditemukan: 1. Hitung jenis darah 2. Elektrolit (hiponatremia) 3. Pemeriksaan koagulasi 4. Kultur darah dapat positif walaupun pada pengecatan LCS steril/tidak ada bakteri 5. Pemeriksaan radiografi dada dan cranium untuk mencari sumber infeksi



2. Meningitis Tb Karena pada pasien ini terjadi penurunan kesadaran,nyeri kepala hebat dan muntah. Pasien juga mengalami kejang dua kali. Sebelum masuk



RS



pasien



mengalami



demam,riwayat



1



bulan



sering



batuk,berkeringat di malam hari dan berat badan menurun dan riwayat pengobatan 6 bulan tetapi terputus dan hasil rontgen yang diduga terdapat infeksi pada paru-parunya. Pada hasil pemeriksaan penunjang dapat ditemukan: a. Pemeriksaan cairan otak 1) Tekanan : meningkat 2) Warna : jernih atau xantrokrom 3) Protein : meningkat 4) Glukosa : menurun 20-40 mg% 5) Klorida : menurun 6) Leukosit : meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuclear yang dominan. Bila didiamkan beberapa jam akan terbenruk pelikula yang berbentuk sarang laba-laba.npada pengecatan Ziehl



Nelsen dan biakan akan ditemukan kuman Mycobacterium tuberculosa. b. Pemeriksaan darah Jumlah leukosit meningkat sampai 20.000 dengan dominan limfosit, LED meningkat c. Foto thorak Terdapat proses spesifik d. Foto vertebrae Ada gambaran spondylitis e. CT-scan dan MRI Oedem serebri, infark serebri, hydrocephalus f. EEG Ada perlambatan



3. Epilepsi Epilepsi merupakan gangguan paroksismal dimana cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereopik. Sesuai pada info pertama didapatkan adanya penurunan kesadaran dan kejang pada pasien tersebut sehingga saya mengajukan diagnosis banding epilepsy (Ginsberg, L. 2007). Diagnosa terhadap epilepsi ditegakkan atas dasar: Pertama, adanya gejala atau tanda klinis dalam bentuk bangkitan kejang berulang. Beberapa langkah dalam menegakkan diagnosa epilepsi dimulai dengan Anamnesis yang melalui wawancara dengan penderita dan orang yang pernah melihat timbulnya bangkitan kejang. Informasi yang tepat dan cermat mengenai bangkitan sangat penting untuk memastikan apakah itu epilepsi atau bukan. Kedua, pemeriksaan fisik umum dan neurologi (saraf). Juga dilakukan



pemeriksaan



penunjang



berupa



pemeriksaan



rekaman



gelombang otak dengan EEG (Electroencephalogram), pemeriksaan pencitraan dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging), dan pemeriksaan laboratorium (Muttaqin, 2008).



Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan hasil yakni: a.



CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas.



b.



Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan.



c.



Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.



d.



mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah menilai fungsi hati dan ginjal



e.



menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).



f.



Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak (Muttaqin, 2008).



4. Encephalitis Tanda dan gejala yang terdapat pada kasus seperti tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien enchepalitis yakni demam, fotofobia, kaku kuduk, muntah. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan hasil positif pada pemeriksaan meningeal sign, pareisi nervus kranialis dan positif pada pemeriksaan gejala neurologis fokal. Enchepalitis terbagi virus dan salmonella, hasil laboratorium yang dapat ditemukan adalah sama yakni: a. Tekanan tinggi b. Warna jernih-keruh c. Sel 500/ Mo Po d. Protein 45 mg% e. Glukosa 60 % Gd f. Cl ±normal



A. Hipotesis Meningo-encephalitis Tuberculosa B. Diagnosis Topis



: meningens dan ensefalon



Klinis



: tetra paresis, tb milier, paresis nervus VI, paresis nervus VII



sinistra tipe sentral Etiologi



: meningoencefalitis tuberculosa



C. Tanda dan Gejala 1) Anamnesis Demam, menggigil, malaise (kelemahan umum), sakit kepala hebat, mual, muntah, kejang, perubahan mental, dan penurunan kesadaran sampai koma 2) Pemeriksaan Klinis a) Wajah : furunkel, selulitis b) THT : mastoiditis, otitismedia c) TB kutis (skrofuloderma) d) Abses gigi e) Pneumonia, TB paru f) Abses gigi g) Osteomielitis 3) Pemeriksaan Neurologis a) Penurunan kesadaran sampai koma b) Kejang c) Tanda rangsangan meningeal d) Paresis Nn Kranialis e) Gejala neurologis fokal 4) Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal Pada infeksi meningitis bakterial didapat CSS sebagai berikut : a) Peningkatan tekanan CSS b) Lekositosis polimorfik, ribuan sel per mikroliter atau>1000/mm kubik, 90% PMN c) Peningkatan konsentrasi protein (1g/mikro-liter atau 150 mg/ desiliter)



d) Konsentrasi gula CSS < 1/2 darah tepi, seringkali tak terdeteksi 30mg/dl) e) Hapusan CSS atau kultur untuk menentukan organisme kausatif 5) Pemeriksaan Tambahan a) Hitung jenis darah b) Elektrolit (hiponatremia) c) Pemeriksaan koagulasi. d) Kultur darah dapatn k positif walaupun CSS steril e) Pemeriksaan radiografi dada dan kranium untuk mencari sumber infeksi Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal Tes



Meningitis Bakterial



Meningitis Virus



Meningitis TBC



Tekanan



Meningkat



Biasanya normal



Bervariasi



LP



Keruh



Jernih



Xanthochromia



Warna



> 1000/ml



< 100/ml



Bervariasi



Jumlah



Predominan



Predominan MN



Predominan



sel



PMN



Normal/meningkat MN



Jenis sel



Sedikit



Biasanya normal



Protein



meningkat



Glukosa



Normal/menurun



Meningkat Rendah



D. Etiologi Meningitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh inflamasi pada selaput membrane pelindung otak atau meningens. Inflamasi biasanya terjadi oleh karena infeksi cairan otak dan medulla oblongata. Meningitis dapat berkembang karena beberapa penyebab, biasanya oleh karena bakteri atau virus, tapi meningitis juga dapat disebabkan oleh trauma fisik, keganasan, atau karena obat. Untuk meningoensefalitis tuberculosis, penyebabnya adalah bakteri mycobacterium tuberculosa.



E. Faktor Risiko 1) Umur, >50 tahun atau < 5tahun 2) immunosuppressed patient ex: infeksi HIV 3) contak dengan penderita infeksi ex: sinusitis 4) alcoholism dan serosis 5) dural defect 6) diabetes 7) intravenous drug abuse 8) tumor F. Jawaban identifikasi masalah 1. Proses Kesadaran Normal Ascending Reticular Activating System. Nuklei lain di formation reticularis, terutama di mesencephalon, berproyeksi ke pusat yang lebih tinggi, terutama melalui nuclei interlaminares talami, dan melalui subtalamus. Nuklei-nuklei ini menerima input kolateral dari berbagai traktus serabut ascendens (diantaranya adalah traktus spinothalamicus, traktus spinalis nervus trigeminus, traktus solitaries, dan serabut dari nucleus vestibularis dan nucleus kokhlearis; serta dari sistem visual dan olfaktorik); serabut ini menghantarkan impuls ke atas, melaui jaras polisinaptik, ke area korteks serebri yang luas, tempat tersebut menimbulkan fungsi aktivasi. Stimulasi eksperimental nuclei tersebut pada hewan menimbulkan “reaksi arousal”, yaitu hewan yang tidur menjadi terbangun. Penelitian perintis yang dilakukan oleh Moruzzi dan Magoun (1949), dan banyak penelitian selanjutnya yang dilakukan peneliti lain, telah memberikan bukti yang meyakinkan bahwa system ini berperan penting dalam pengaturan tingkat kesadaran pada manusia, serta penjagaan siklus tidur bangun, dengan demikian struktur ini disebut dengan Ascending Reticular Activating System (Baehr, 2010). 2. Penyebab Perubahan Tingkat Kesadaran Fungsi normal sistem aktivasi retikular dapat terganggu oleh adanya lesi struktural fokal di otak atau oleh proses yang lebih difus (Ginsberg, L. 2007) :



a. Struktural 1) Infratentorial



(secara



langsung



melibatkan



batanguntuk



metabolisme normal otak) (misalnya trauma, infark, perdarahan, tumor, demielinisasi) 2) Supratentorial (menekan batang otak) 3) Penyebab patologis serupa, terutama yang mengenai hemisfer serebri kanan. b. Difus 1) Penurunan ketersediaan substansi yang dibutuhkan otak (hipoksia, hipoglikemia). 2) Penyakit metabolik lainnya (misalnya gagal ginjal, gagal hati, hipotermia, defisiensi vitamin). 3) Epilepsi (mempengaruhi aktivitas listrik normal batang otak). 4) Inflamasi otak atau selaput otak ( ensefalitis, meningitis). c. Obat-obatan dan toksin (opiat, antidepresan, hipnotik, alkohol) (Ginsberg, L. 2007)



3. Paru Stridor Volume udara normal masuk ↓ Melewati trakea yang sempit (adanya obstruksi) ↓ Terjadi aliran turbulen ↓ Aliran udara yang lewat menggetarkan plica vocalis dan arytenoepiglottic folds ↓ stridor



4. Kejang Infeksi pada meningens ↓



Menimbulkan demam ↓ Reaksi oksidasi lebih cepat (metabolisme meningkat) ↓ Hipoksia ↓ Gangguan pompa Na K, re-uptake glutamat di sel glia ↓ Peningkatan glutamat ekstrasel, dan peningkatan permeabilitas membran Na ↓ Depolarisasi Na dan Inhibisi GABA ergik karena demam ↓ Kejang ( Mcphee, 2010 ).



5. Kaku Kuduk Adanya lesi di bagian meningens ↓ Dilatasi pembuluh darah dan nosiseptor mengirim impuls ke N. V ↓ Merangsang substansi P dan PACAP ( substansi rasa nyeri ) ↓ Sampai ke batang otak dan dilanjutkan ke somatosensorik ↓ Melewati jaras piramidal dan ekstrapiramidal impuls motorik akan disampaikan ke segmen C3-C4 untuk disinapskan ke m. Levator scapulae ↓ Kaku kuduk (Mcphee, 2010).



6. Penurunan Kesadaran Focus rich Kapsulasi Tebal/tipis Jika tipis dapat rupture; jika tebal terbentuk tuberkuloma Tuberkuloma Tekan korteks serebri Kontinuitas hubungan ARAS terganggu Kesadaran menurun 7. Sakit Kepala Pada meningitis dapat terjadi nyeri kepala yang hebat di seluruh kepala dan tengkuk. Hal ini berkaitan dengan dura mater yang menerima persarafan dari saraf sensorik dari nervus trigeminus dan tida nervus servikal bagian atas. Dura mater di atas tentorium dipersarafi oleh nervus trigeminus, dan nyeri kepala dialihkan ke dahi dan wajah. Dura mater di bawah tentorium dipersarafi oleh saraf-saraf cervicalis, dan nyeri dialihkan ke tengkuk dan leher (Snell, 2007) 8. Demam Pirogen eksogen masuk ke dalam tubuh ↓ Terjadi reaksi inflamasi ↓ Pengeluaran leukosit, limfosit, makrofag untuk fagositosis ↓ Makrofag mengeluarkan mediator inflamasi: IL1, IL6, INF ↓ Merangsang sel-sel endotel hipotalamus ↓ Sekresi asam arakhidonat ↓ enzim COX



Prostaglandin (PGE2) ↓ Mempengaruhi kerja termostat hipotalamus ↓ Meningkatkan set poin suhu tubuh ↓ Demam 9. Muntah Liang telinga Impuls protopatik Gang.jugulare Faring + laring + esophagus + organ dalam sekitar toaks dan abdomen Impuls aferen Gang. Nodosum



Nucleus aferen n. vagus



Serabut dari epiglotis



Nucleus spinalis n. trigeminus



Impuls pengecapan



Jaras trigeminotalamik us



Trac.solitarius TIK



VPM dan VPL



Penciuman



Proyeksi kortikal (daerah operkulum)



Stimulus penglihatan



Pusat muntah (medulla oblongata; antara tractus solitarius dan oliva)



Peregangan /inflamasi lambung



Pada waktu terjadi muntah



Rotasi/ vestibular



diafragma difiksasi pada posisi inspirasi dan



kehamilan



glottis tertutup



Obatobatan, toksin



Otot dinding abdomen berkontraksi dan meningkatkan tekanan intra abdominal Duodenum kontraksi; bersamaan dengan itu kardiak relaksasi isi lambung keluar ke dalam esophagus spinchter esophageal relaksasi palatum mole terangkat makanan keluar/muntah



Nyeri, radiasi



g. Tatalaksana a. Farmakologi Dilakukan pemberian antibiotic, untuk terapi empiris yakni sefalosporin +/vancomisin, rimfampisin. Apabila pasien TB maka diberikan ripamfisin, isoniazid dan sefalosporin. Pemberian antikonvulsan yakni, diazepam, phenytoin, Phenobarbital Pemberian antipieritik Untuk penanganan suportif diberikan cairan intravena, oksigen konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%, apabila syok diberika cairan kristaloid b. Non Farmakologi Untuk penanganan non-farmakologis yakni: 1. Kejang a.



Longgarkan pakaian



b.



Hisap lender



c.



Kosongkan lambung



d.



Hindarkan dari rudapaksa



2. Tidak sadar lama a.



Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik



b.



Beri makanan menggunakan sonde



c.



Cegah kekeringan kornea dengan bootwater



3. Inkontinensia urin, lakukan pemakaian kateter 4. Inkontinensia alvi, lakukan pemakaian lavement 5. Pantau: 1.



Tanda vital



2.



Cairan, dilihat dari jumlah air kemih



3.



Kesadaran



4.



Nutrisi



h. Komplikasi Meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang,



ventrikulitis. meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik. · Cairan subdural· Edema otak· Abses otak· Renjatan septik· Pnemonia (karena aspirasi)· Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC) (casualh, 2010).



i. Prognosis Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau meninggal, hal tergantung dari : 1. Umur penderita 2. Jenis kuman penyebab 3. Berat ringan infeksi 4. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan 5. Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan 6. Adanya dan penanganan penyulit (yuliana, 2009).



BAB III KESIMPULAN Dari hasil diskusi kelompok kami didapatkan diagnosis Meningo-encephalitis Tuberculosa dan diagnosis klinisnya tetra paresis, tb milier, paresis nervus VI, paresis nervus VII sinistra tipe sentral diagnosis etiologinya meningoencefalitis tuberculosa.Faktor resikonya Umur, >50 tahun atau < 5tahun immunosuppressed patient ex: infeksi HIV contak dengan penderita infeksi ex: sinusitis alcoholism dan serosis dural defect Diabetes intravenous drug abuse tumor.kemudian untuk pengobatanya Dilakukan pemberian antibiotic, untuk terapi empiris yakni sefalosporin +/vancomisin, rimfampisin. Apabila pasien TB maka diberikan ripamfisin, isoniazid dan sefalosporin. Pemberian antikonvulsan yakni, diazepam, phenytoin, Phenobarbital Pemberian antipieritik Untuk penanganan suportif diberikan cairan intravena, oksigen konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%, apabila syok diberika cairan kristaloid.



DAFTAR PUSTAKA



Baehr M, Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC, hal.195 Balentine, J. Encephalitis www.emedicine.com



and



Meningitis.



2010.



Available



in



:



Ginsberg, L. 2007. Lecture Note Neurologi Eight Edition. Erlangga Medical Series Jason Mc phee and William F. Ganong. Patofisiologi penyakit pengantar kedokteran klinis. EGC. 2010. Jakarta . Hal 162-165. Mesranti. 2011. Meningitis.sumatra utara.universitas Sumatra utara.



Mesranti, Maria. 2011. Tinjauan Pustaka Meningitis Tuberkulosis. Repository USU available at URL: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/.../Chapter%20II.pdf (21 Maret 2012) Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan keperawatn klien dengan gangguan system persyarafan. Jakarta: Salemba Medika SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair, 2006. Pedoman Diagnosis & Terapi. Surabaya: Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo. Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 5. Jakarta : EGC Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001