Laporan PBL 3 Suppositoria Bisakodil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PBL 3 SEDIAAN BISACODIL SUPPOSITORIA



Disusun oleh : ALAM MUZDALIFAH 70100 118 014 KELAS C



JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN 2020 SKENARIO Perusahaan UINAM Farma akan memproduksi sediaan yang mengandung zat aktif Bisakodil. Anda dan tim dipercayakan untuk menyusun formula, membuat, dan mengevaluasi sediaan tersebut sehingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan siap untuk dipasarkan. Berdasarkan hasil studi preformulasi, Anda memutuskan untuk membuat zat aktif tersebut dalam bentuk suppositoria.



STEP 1-ISTILAH ASING 1. Bisakodil adalah obat yang digunakan untuk mengatasi konstipasi dengan cara merangsang otot-otot usus besar untuk mengeluarkan kotoran 2. Studi preformulasi adalah langkah awal ketika akan memformulasikan suatu obat. 3. Suppositoria adalah sediaan obat yang penggunaannya melalui rektum atau vaginal Pembenaran istilah asing 1. Bisacodyl adalah pencahar ester derivatif stimulan derivatif pyridinylmethylenediacetate, Bisacodyl bertindak dengan efek parasimpatis langsung pada saraf sensor mukosa, meningkatkan kontraksi peristaltik. Ini digunakan untuk sembelit sesekali, dalam perawatan pra dan pasca operasi, dan dalam kondisi yang membutuhkan fasilitasi buang air besar. (NCI04) 2. Studi predormulasi adalah langkah awal dalam memformulasi, yang mengkaji dan mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang sifat kimia-fisika dari zat aktif bila dikombinasikan dengan bahan tambahan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi yang stabil, efektif dan aman. Studi ini mengharuskan seorang formulator harus mengetahui apakah zat aktif tersebut cocok atau tidak incomp (ketidakbercampuran) dengan zat aktif. 3. Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaianya dengan cara memasukan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik. (Nur Afiqoh, 2017) STEP 2-MENETAPKAN PERMASALAHAN 1. Bagaimana proses penyusunan formula bisakodil suppositoria? 2. Bagaimana proses evaluasi sediaan suppositoria? STEP 3-BRAINSTORMING 1. Proses penyusunan formula A. Studi Preformulasi: 1. Zat Aktif



a) Studi Farmakologi b) Studi Farmakokinetik c) Studi Sifat Fisikakimia 2. Alasan Pemilihan Zat Aktif 3. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan 4. Bahan Tambahan a) Alasan Pemilihan Bahan b) Uraian Bahan



B. Formulasi 1. Rancangan Formula 2. Master formula 3. Perhitungan Bahan 4. Cara Kerja 5. Evaluasi Sediaan 6. Daftar Pustaka 7. Brosur 8. Etiket



2. Proses evaluasi sediaan suppositoria  Appearance Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi ketidakadaan: Celah, Lubang, Eksudasi, Pengembangan lemak, Migrasi senyawa aktif (Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552) 



Keragaman Bobot



Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot ratarata lebih dari % deviasi, yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).



(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999) 



Waktu Hancur / Disintegrasi



Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah. Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat, kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu 36-37 oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai ketika suppo : 



Terlarut sempurna



Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut (komponenmudah larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap tekanan dari pengaduk kaca. Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088) 



Ketegaran / Kehancuran Suppositoria



Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massa atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol. Alat dipanaskan sampai suhunya 25 oC. Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian ujung menghadap ke atas. Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1 menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang sama sampai sediaan hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan sediaan dihitung berdasarkan massa yang dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan (termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal yang perlu diperhatikan: Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan. Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g. Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.



Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu sediaan sebelum setiap pengukuran. (BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587) Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria 



Kisaran Leleh



Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air dengan temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon Lachman, 1990, hal. 586) 



Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal



Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37 oC disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah pipa kempis dan separuh bagian atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada level tertentu (lihat gambar pada buku) dan waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)







Keseragaman Kandungan



Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%. Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang 85,0%115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000) 



Uji Kerapuhan



Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang



datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.



STEP 4-ANALISIS MASALAH 1. Proses formulasi bisakodil suppositoria 2. Proses evaluasi sediaan suppositoria STEP 5-TUJUAN PEMBELAJARAN Mengetahui studi preformulasi, formulasi dan evaluasi sediaan suppositoria dengan memperhatikan aspek mutu, efektifitas, keamanan, dan stabilitas. STEP 6 – BELAJAR MANDIRI ✅ STEP 7 – PELAPORAN



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring



dengan



semakin



berkembangnya



sains



dan



tekhnologi,



perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri. Farmasi merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan, dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam arti yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat terhadap hewan dan manusia. Pengetahuan ilmu farmasi yang jangkauannya sangat luas, namun dari semua cabang ilmu profesi kefarmasian bertujuan untuk menciptakan racikan obat yang rasional, baik dan cocok bagi masyarakat untuk digunakan atau dikonsumsi, yang memberikan efek teraupetik. Salah satu bentuk sediaan yang jarang dijumpai dipasaran yaitu sediaan suppositoria. Kebanyakan orang lebih memilih obat yang dikonsumsi secara



oral karena difikir lebih aman dan praktis dibandingkan sediaan suppositoria yang penggunaannya tidak melalui organ pencernaan. Namun suppositoria memiliki beberapa fungsi yang tidak dimiliki oleh sediaan oral pada umumnya, seperti suppositoria tidak dapat dirusak oleh enzim pada sistem pencernaan



karena



suppositoria



tidak



melewati



sistem



pencernaan,



suppositoria juga dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai zat pembawa terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik.



1.2 Tujuan Praktikum 1



Mengetahui bentuk sediaan suppositoria



2



Mengetahui bahan dasar suppositoria



3



Mengtahui dan memahami cara pembuatan suppositoria



4



Mengetahui persyaratan suppositoria



5



Mengetahui mengevaluasi suppositoria.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Suppositoria Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh. Suppositoria adalah sediaan padat, melunak, melumer, dan larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rectum berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya, umumnya berbentuk torpedo. Jadi, suppositoria adalah suatu sediaan padat yang berbentuk torpedo yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui lubang di area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan cepat.



2.2 Macam-macam suppositoria a. Suppositoria untuk rectum (rectal) Suppositoria untuk rectum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rectum panjangnya ±32 mm(1,5 inch) dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rectum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung pada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Menurut USP berarnya sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao. b. Suppositoria untuk vagina (vaginal) Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut. Beratnya sekitar 5 g bila basis yang digunaka oleum cacao. c. Suppositoria untuk saluran urin (uretra) Suppositoria untuk saluran urin disebut juga bougie, bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 36 mm dengan panjang ±140 mm. walaupun ukuran ini masih bervariasi anatara satu dengan yang lain. Apabila basisnya oleum cacao beratnya ±4 g. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ±70 mm dan beratnya 2 g ini berlaku jika basis yang digunakan oleum cacao. d. Suppositoria untuk hidung dan telinga Suppositoria untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil. Biasanya 2 mm, suppositoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga jarang digunakan.



2.3 Pengujian zat aktif suppositoria a. Titik lebur Titik lebur adalah suhu dimana zat yang akan diuji pertama kali melebur atau meleleh seluruhnya yang ditunjukkan pada saat fase padat cepat hilang. Dalam analisa farmasi, titik lebur untuk menetapkan karakteristik senyawa dan identifikasi adanya pengotor. Untuk uji titik lebur dibutuhkan alat pengukuran titik lebur yaitu, Melting Point Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau mengukur besarnya titik lebur suatu zat. b. Bobot jenis Bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu 25° terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot jenis dengan bobot air dalam piknometer. Lalu dinyatakan lain dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25°. Bobot jenis dapat digunakan untuk :  Mengetahui kepekaan suatu zat.  Mengetahui kemurnian suatu zat.  Mengetahui jenis zat. Piknometer untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat padat berbeda dengan zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga sehingga berat jenis tidak dapat terdefinisi dengan jelas, berat jenis sejati merupakan berat jenis yang dihitung tanpapori atau rongga ruang. Sedangkan beat jens nyata merupakan berat jenis yang dihitung sekaligus dengan porinya.



2.4 Evaluasi sediaan suppositoria a. Uji homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat terca,pur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara uji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah) masing-masing diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan mebguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.



b. Bentuk Bentuk suppositoria juga perlu diperhatika karena jika bentuknya tidak seperti sediaan pada umumnya, maka sesorang yang tidak tahun akan mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itum bentuk juga sangat mendukung karena akan memeberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaan tersebut merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo. c. Uji waktu hancur Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan kedalam air yang diset sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Air digunakan sebagai media dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan. d. Keseragaman bobot Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain akan ikut tercampur.caranya dengan timbang seksama 10 suppositoria satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar yang diperoleh dalam masing-masing monografi hitung jumlah zar aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama. e. Uji titik lebur Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan suppositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°c. Kemudian dimasukkan suppositoria kedalam air dan diamati waktu lenurnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya , adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit. f. Kerapuhan



Suppositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastilitas. Suppositoria dipotong horizontal kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudain diberi beban seberat 20N (2 kg) dengan cara menggerakan jari atau batang yang dimasukkan kedalam tabung.



BAB III METODOLOGI 3.1. Nama Sediaan Suppositoria



Nama sediaan



: Bisakodil



Kekuatan sediaan



: Tiap tablet mengandung Bisakodil 10 mg/supositoria 4 gram.



3.2. Prinsip percobaan



Pembuatan sediaan obat Bisacodyl dalam bentuk supositoria yang bekerja deengan cara meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Dengan menggunakan basis oleum cacao yang dilarutkan diatas penangas air dengan suhu maksimum 37℃. 3.3. Preformulasi zat aktif



Bisakodil (Martindale The Complete Drug Reference 35th editiondanAHFS Drug Information 2006 & FI.IV hal.245-246)



Nama dan struktur kimia



: 4,4'-(2-Pyridylmethylene)di(phenyl acetate). (C22H19NO4)



Sifat fisika kimia



:



Bisakodil



adalah



laksatif



stimulan



difenilmetan. USP 29:serbuk kristalin putih



turunan sampai



hampir putih. Praktis tidak larut dalam air, larut dalam



benzena, larut dalam alkohol (1 bagian dalam 210 bagian), dalam kloroform (1 bagian dalam 2,5 bagian), dan dalam eter (1 bagian dalam 275 bagian), agak sukar larut dalam metil alkohol Pemerian



: Serbuk hablur,putih atau hampir putih tidak berbau dan tidak berasa



Kelarutan



: Praktis tidak larut dalam air,larut dalam 100 bagian etanol (95%) P. Dalam 35 bagian kloroform P dan dalam 170 bagian eter P.



Golongan / kelas terapi



: Obat Untuk Saluran Cerna



Indikasi



:



Laksativa



stimulan,



Persiapan



sigmoidoskopi,



proktoskopi, radiologi, atau pembedahan. Kontra indikasi



: Pasien dengan sakit perut akut, mual,munta. Pasien dengan obstruksiusus, dan gejala lain.



Interaksi obat



: Dengan obat lain efektifitas berkurang bila di beri bersamaan dengan antisida.



Stabilitas



: Pada penyimpanan supositoria harus disimpan pada suhu kurang dari 300C.



Efek samping



: Rasa tidak nyaman pada perut, mual dan kram ringan.



Dosis



: -



oral: untuk konstipasi, 5-10 mg malam hari; kadang-kadang perlu dinaikkan menjadi 15-20 mg; anak-anak (lihat juga di bawah 10 tahun 5 mg.



-



Rektum: dalam supositoria untuk konstipasi, 10 mg pada pagi hari; anakanak (lihat 1.6) di bawah 10 tahun 5 mg. Sebelum prosedur radiologi dan bedah, 10 mg oral sebelum tidur



malam selama 2 hari sebelum



pemeriksaan dan jika perlu supositoria 10 mg jam sebelum pemeriksaan; anak-anak setengah dosis dewasa. 3.4. Preformulasi zat tambahan



a. Oleum cacao (FI III,1979: 453) (HOPE,2009:725)



Pemerian



: lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatis, rasa khas lemah, agak rapuh.



Kelarutan



: sukar larut dalam etanol (95%) mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P.



Stabilitas



: memanaskan oleum cacao diatas 36°selama preparasi akan mengakibatkan titik memadat menjadi bentuk meta stabil yang mengakibatkan kesulitan dalam membuat suppositoria.



OTT



: terjadi reaksi kimia antara basis lemak suppositoria dan jarang pada obat yang sama tetapi beberapa potensial, untuk beberapa indikasi. Reaksi besarnya pada mulai basis hdirofil.



Konsentrasi



: 40 – 96 %



Kegunaan



: basis suppossitoria



Penyimpanan



: dalam wadah tertutup rapat.



Inkompatibilitas : aminofilin dengan gliserida membentuk diamida etilen diamina juga kandungannya dapat berkurang.



b. Cera flava ( FI IV, ; Excipient, 781) Nama resmi



: Cera flava



Nama lain



: Malam kuning



RM/BM



: C 19 H 50 O 2 /430,72



Rumus struktur



:-



Pemerian



: padatan berwarna kuning sampai cokelat keabuan, berbau enak seperti madu. Agak rapuh bila dingin dan bila patah membentuk granul, patahan non hablur menjadi lunak oleh suhu tangan. Bobot jenis lebih kurang 0,95



Kelarutan



: tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan sebagian dari mirisin, yang merupakan kandungan malam kuning. Larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri. Larut sebagian dalam benzene dan



karbon disulfide dingin, pada suhu lebih kurang 30 C larut sempurna dalam benzene dan karbon disulfida Stabilitas



: ketika lilin dipanaskan di atas 150 C, esterifikasi terjadi dengan akibat penurunan nilai asam dan elevasi titik lebur. Lilin kuning stabil bila disimpan dalam wadah yang tertutup, terlindung dari cahaya



Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan oksidator Kegunaan



: Sebagai bahan pengeras



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Konsentrasi : 5-20%  3.5.



Preformulasi wadah kemasan Suppositoria adalah bentuk sediaan farmasi yang mudah meleleh. Sehingga diperlukan kemasan yang bersifat kedap udara dan cahaya. Suppositoria merupakan sediaan yang dibuat dalam bentuk single dose sehingga kemasan primernya harus yang bersifat lentur mudah dibentuk. Kemasan yang digunakan juga tidak boleh toksis ataupun bereaksi dengan zat zat yang terdapat dalam sediaan. Jenis kemasan yang cocok dengan kriteria tersebut adalah alumunium foil.



3.6.



Perhitungan bahan a. Rancangan formula Tiap 2 gram tablet suppositoria mengandung : Bisacodil 10 mg Cera flava 20% Oleum cacao 80% b. Perhitungan - Berdasarkan dosis Bisacodil 10 mg - Berdasarkan tablet Bisacodil 10 mg = 0,01 g Sisa bobot untuk Zat tambahan



= 2 – 0,01 g = 1,99 g



Cera flava



=



20 x 1,99 g=0,398 g=0,4 g 100



Oleum cacao



=



80 x 1,99=1,592 g=1,6 g 100



-



Berdasarkan Batch Bisacodil = 10 mg x 20 = 200 mg = 0,2 g Cera flava = 0,4 g x 20 = 8 g Oleum cacao



= 1,6 g x 20 = 32 g



3.7. Prosedur Kerja 



Alat  Alat-alat gelas  Anak timbangan 500 g; 200 g; 100 g  Cawan porselein  Cetakan supositoria  Disintegration tester  Lempeng kaca  Stopwacth  Timbangan digital  Dan waterbath







Bahan  Zat aktif Bisakodil  Cera Flava  Oleum Cacao  Aquadest







Cara kerja



  



Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti yang tertera diatas. ditimbang bahan sesuai dengan perhitungan bahan. disiapkan cetakan supositoria ( bila perlu, oleskan pelicin pada permukaan bagian cetakan lalu letakkan secara terbalik diatas kain memungkinkan kelebihan pelicin keluar).  Dilebur basis supositoria menggunakan waterbath ( disini basisnya yang digunakan ialah oleum cacao).  Ditambahkan bahan aktif dan bahan tambahan lainnya secara perlahan dan aduk hingga homogen.  setelah bahan homogen, diangkat campuran dan tuang campuran tersebut ke daalam cetakan dan biarkan ± 15 menit dalam suhu ruang, lalu simpan ke dalam lemari es suhu 40 C selama ±45 menit atau hingga memadat.  Dihilangkan kelebihan masa supositoria.  Dibuka cetakan tersebut dan supositorianya lalu di masukkan ke dalam kemasan dan jangan lupa diberi etiket biru dan tulisan “TIDAK DITELAN”. 3.8. Hasil Pengamatan dan Evaluasi Suppositoria 1. Uji Organoleptik Warna



: kuning kecoklatan



Bentuk



: peluru



Bau



: khas aromatic



2. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan cara menimbang berat masing-masing suppositoria sebanyak 20 buah dengan timbangan analitik, kemudian dicatat hasilnya. Stellah itu dicari bobot rata-ratanya. Setelah didapatkan bobot rata-rata, selanjutnya dihitung % penyimpangan bobot tiap suppositoria.



Syarat untuk lulus uji keseragaman bobot untuk bobot >300 mg yaitu, tidak boleh lebih dari 2 tablet/suppositoria menyimpang lebih dari 5% dan tidak boleh satupun tablet/suppositoria menyimpang lebih dari 10%. Berdasarkan uji keseragaman bobot, didapatkan hasil 2 suppositoria yang penyimpangan bobotnya lebih dari 5%, yaitu pada bobot 3.48 gram dengan penyimpangan bobot 6,243%. Pada uji keseragaman bobot tidak didapatkan satupun penyimpangan lebih dari 10%. Sehingga berdasarkan hasil uji keseragaman bobot suppositoria bisakodil diatas dapat disimpulkan bahwa suppositoria bisakodil yang dibuat Memenuhi syarat uji keseragaman bobot.



(alat penimbang : timbangan analitik)



3. Uji Waktu Leleh Cara evaluasi : dilakukan terhadap 3 sediaan, siapkan termometer dan stopwach. Masukan 3 sediaan uji kecawan penguap (secara bersamaan) diatas penangkas air, kemudian hitung suhu dan waktu meleleh sediaan (sampai meleleh sempurna). Suhu awal leleh           = 30°C Suhu akhir leleh          = 45° C Waktu leleh ialah 2 menit 25 detik. Mulai meleleh pada detik ke 17 4. Uji Kekerasan Uji kekerasan dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan supositoria. Supositoria dengan bentuk-bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur yang berbeda pula (Coben dan Lieberman, 1994). Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masingmasing bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan  pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien. Pencatat waktu dihentikan bila suppositoria sudah hancur (beban telah sampai pada batas yang ditentukan). Percobaan tersebut dilakukan untuk masing-masing suppositoria sebanyak 3 kali. Waktu dan beban yang diperlukan dicatat seehingga masing-masing suppositoria hancur.



(alat uji kekeraan : Hardnes tester)



5. Uji Titik Lebur



(alat uji titik lebur)



Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37oC. kemudian dimasukkan suppositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.



Video pembuatan SUPPOSITORIA https://youtu.be/A2Sg2g1EA3A Cara penggunaan SUPPOSITORIA https://youtu.be/7oQ_IJSq8fQ