Laporan PBL CC FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN DI APOTEK MENTARI FARMA



Disusun Oleh



HANI SOFIANI AZIZAH



I1C015035



INTENAS DASIH



I1C015036



NADIYAH SYAFIRA



I1C016018



FARIDAH LAELI SYARIFAH



I1C015037



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2019



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN DI APOTEK MENTARI FARMA



OLEH HANI SOFIANI AZIZAH



I1C015035



INTENAS DASIH



I1C015036



NADIYAH SYAFIRA



I1C016018



FARIDAH LAELI SYARIFAH



I1C015037



Purwokerto, Disetujui oleh



Sumiyati, S.Farm., Apt Pembimbing Apotek Mentari Farma



Hening Pratiwi, M.Sc., Apt Pembimbing Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman



ii



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. PBL ini dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang berlaku di Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman. Praktek Belajar Lapangan ini berlangsung selama kurang lebih 18 hari yang dimulai pada tanggal 21 Januari 2019 - 9 Februari 2019 bertempat di Apotek Mentari Farma. Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis mengalami banyak kesulitan, khususnya diakibatkan kurangnya ilmu pengetahuan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya, kepada: 1. Ibu Dr. Tuti Sri Suhesti, M.Sc., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman. 2. Ibu Hening Pratiwi, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing PBL. 3. Ibu Sumiyati, S.Farm., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek Mentari Farma 4. Karyawan Apotek Mentari Farma. 5. Semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan satu persatu, yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan kegiatan Praktek Belajar Lapangan jurusan farmasi di Apotek Mentari Farma. Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari bahwa laporan praktek belajar ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar laporan ini bisa menjadi lebih baik. Penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.



Purwokerto, 13 Februari 2019



Penulis



iii



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.



Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan ................................................... 1



2.



Tujuan Praktek Belajar Lapangan ................................................................ 2



3.



Manfaat Praktek Belajar Lapangan .............................................................. 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 A. Bidang Manajemen Apotek.......................................................................... 3 B. Bidang Administrasi Apotek ...................................................................... 11 C. Bidang Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................ 13 BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN . 21 A. Bidang Manajemen Apotek........................................................................ 21 B. Bidang Administrasi................................................................................... 31 C. Bidang Pelayanan ....................................................................................... 36 BAB IV ............................................................................................................... 126 PENUTUP ........................................................................................................... 126 Daftar Pustaka ..................................................................................................... 128 LAMPIRAN LAMPIRAN .................................................................................. 134



iv



DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Surat Pesanan Reguler.......................................................................... 23 Gambar 2 Surat Pesanan Psikotropika.................................................................. 23 Gambar 3 Surat Pesanan Prekursor....................................................................... 23 Gambar 4 Surat Pesanan Narkotika...................................................................... 23 Gambar 5 Surat Pesanan Obat – Obat tertentu.................................................................................................. 22 Gambar 6 Buku defecta......................................................................................... 22 Gambar 7 Buku Pembelian................................................................................... 24 Gambar 8 Faktur................................................................................................. 24 Gambar 9 Penyimpanan Obat bebas dan Obat Bebas Terbatas serta Kosmetika..................................................................... 26 Gambar 10 Penyimpanan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Sediaan Cair............................................................... 26 Gambar 11 Penyimpanan Obat Keras.................................................................. 26 Gambar 12 Penyimpanan Obat Termolabil.......................................................... 26 Gambar 13 Tempat Penyimpanan Sementara....................................................... 27 Gambar 14 Tempat Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika................................................................................. 27 Gambar 15 Kartu Stok.......................................................................................... 28 Gambar 16 Buku Pencatatan Swamedikasi.......................................................... 29 Gambar 17 Laporan Prekursor.............................................................................. 29 Gambar 18 Laporan Pelayanan Kefarmasian....................................................... 30 Gambar 19 Contoh Resep..................................................................................... 33 Gambar 20 Contoh Etiket..................................................................................... 34 Gambar 21 Contoh Copy Resep............................................................................ 35 Gambar 22 Format Pelayanan Swamedikasi........................................................ 37 Gambar 23 Pelayanan Informasi Obat................................................................. 38



v



vi



BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh apoteker dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, serta pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian tersebut harus dilakukan dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien dan terjangkau bagi seluruh masyarakat (Kemenkes RI, 2016). Pelayanan kefarmasian pada era globalisasi ini telah bergeser orientasinya dari obat (drug oriented) ke pasien (patient oriented). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsekuensi perubahan orientasi tersebut terjadi terutama pada bidang klinik dan komunitas, tenaga kefarmasian dituntut untuk meningkatkan profesionalisme yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian (Kemenkes RI, 2009). Pendidikan dan pelatihan sejak dini bagi mahasiswa farmasi melalui Praktek Belajar Lapangan (PBL) merupakan salah satu upaya agar kelak mahasiswa Farmasi dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik. Sebagai calon apoteker, mahasiswa perlu memahami dan mengenal bagaimana peranan apoteker di apotek, sehingga memperoleh gambaran mengenai praktek farmasi klinik dan komunitas yang ada di lapangan. Praktek Belajar Lapangan (PBL) ini dilakukan di Apotek Mentari Farma yang dilaksanakan tanggal 21 Januari - 09 Februari 2019.



1



2. Tujuan Praktek Belajar Lapangan a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa sebagai calon tenaga kefarmasian khususnya di bidang farmasi klinik dan komunitas. b. Meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam



masalah-



masalah yang terjadi pada praktek farmasi klinik dan komunitas. c. Meningkatkan interaksi mahasiswa dengan praktisi farmasi klinik dan komunitas.



3. Manfaat Praktek Belajar Lapangan Memahami pekerjaan kefarmasian khususnya di Apotek dalam bidang manajemen, administrasi, dan pelayanan kepada pasien.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Bidang Manajemen Apotek Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan ( Kemenkes RI, 2016). 1. Perencanaan Obat Berdasarkan Permenkes No. 73 tahun 2016, perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan: 1. anggaran yang tersedia 2. penetapan prioritas 3. sisa persediaan 4. data pemakaian periode yang lalu 5. waktu tunggu pemesanan 6. rencana pengembangan (Kermenkes RI, 2016). a) Metode Konsumsi Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang



3



dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1. Pengumpulan dan pengolahan data 2. Analisa data untuk informasi 3. Perhitungan perkiraan kebutuhan 4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana (Noviani, 2018). Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 1 (satu) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi diantaranya daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak/kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata/pergerakan obat, waktu tunggu resmi sesuai ketentuan peraturan/ perundang-undangan (Noviani, 2018). b) Metode Epidemiologi Metode epidemiologi merupakan metode pengadaan dengan perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman (Noviani, 2018). 2. Pengadaan Obat Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian (Kemenkes, 2009). Menurut Permenkes No. 73 tahun 2016 pengadaan dilakukan untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan pengadaan dipengaruhi oleh ketersediaan obat dan total biaya kesehatan. Tujuan dari pengadaan barang adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin, tepat waktu, serta proses berjalan lancar dengan tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan (Bogadenta, 2012).



4



Menurut Permenkes No. 9 tahun 2017 Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA. Surat Pesanan tersebut harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA. Apotek memperoleh obat dan perbekalan farmasi harus bersumber dari pabrik farmasi. Obat yang dipesan harus memenuhi dalam ketentuan daftar obat dan dipesan melalui Surat Pesanan (SP) obat dan perbekalan kesehatan (Hartono, 2003). Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan melalui Surat pesanan. Surat pesanan yang terdapat di Apotek terdiri dari 4 macam yaitu: a. Surat Pesanan Umum Surat pesanan ini digunakan untuk pemesanan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, alat kesehatan, kosmetik dll. b. Surat Pesanan Prekursor Surat pesanan prekursor terdiri dari 2 atau 3 rangkap, satu SP bisa lebih dari 1 item obat. Contoh obat prekursor yaitu tremenza, demakolin, alpara, dextral dll. 5 c. Surat Pesanan Narkotika Surat pesanan narkotika terdiri dari 4 rangkap, surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika. Contoh obat narkotika adalah morfin, kodein dll. d. Surat Pesanan Psikotropika Surat pesanan psikotropika terdiri dari 2 atau 3 rangkap, satu SP bisa lebih dari 1 item obat. Contoh obat psikotropika adalah diazepam, alprazolam, luminal, metaneuron, dll.



Surat pemesanan meliputi identitas Apotek dan Apoteker Pengelola Apotek, nama obat, jumlah dan keterangan serta tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat khususnya obat-obat narkotik dan psikotropik harus ditandatangani oleh APA, atau jika berhalangan dapat diwakili oleh apoteker pendamping atau apoteker pengganti dengan menyebutkan nama dan SIPA nya (Syamsuni, 2006).



5



Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi : a. Pemesanan barang dilakukan oleh asisten apoteker berdasarkan catatan yang ada dalam buku defecta b. Cara pemesanan barang dilakukan dengan menuliskan Surat Pesanan (SP) c. Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan melalui Pedagang Besar Farmasi



(PBF)



Kimia



Farma.



Pesanan



narkotika



bagi



apotek



ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek d. Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap dua dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika e. Mengatasi kekosongan obat akibat waktu antara pemesanan dan kedatangan barang yang lama f. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara COD (Cash on delivery) atau kredit (Depkes RI, 2004). 3. Penerimaan Obat Menurut Permenkes No. 73 tahun 2016 penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Barang yang datang dicocokkan dengan faktur dan SP (Surat Pesanan). Faktur tersebut rangkap 4-5 lembar, dimana untuk apotek diberikan 1 lembar sebagai arsip, sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF yang akan digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut berisikan nama obat, jumlah obat, harga obat, bonus atau potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal jatuh tempo. Faktur ini



6



dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai transaksi penjualan (Hartini dan Sulasmono, 2007). Surat Pesanan digunakan untuk mencocokkan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim. Selain itu di cek apakah barang dalam keadaan utuh, jumlah sama dengan permintaan dan sesuai pada faktur tanggal kadaluarsa sesuai dengan faktur atau tidak. Setelah sesuai dengan pesanan, APA atau AA yang menerima dan menandatangani faktur, memberi cap dan nama terang serta nomor SIPA apoteker sebagai bukti penerimaan barang. Barang yang telah diterima kemudian dimasukkan ke gudang dan dicatat dalam kartu stok (Hartini dan Sulasmono, 2007). Standar prosedur operasional dari penerimaan menurut pedoman praktek apoteker tahun 2013 meliputi : - Dicocokkan antara SP dan faktur meliputi nama PBF, jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dipesan, jumlah yang dipesan dan harga, bila tidak sesuai segera konfirmasi dengan PBF. - Dicocokkan antara isi faktur sediaan farmasi dan alat kesehatan yang datang meliputi jumlah sediaan, jenis sediaan dan nomor batch. Apabila jumlah dan jenis yang diminta tidak sama, maka segera dikonfirmasi pada petugas PBF. - Diperiksa kondisi fisiknya meliputi wadah, tanggal kadaluarsa dan sediaan rusak atau tidak. Bila pemeriksaan sudah selesai, faktur ditandatangani oleh pihak apotek, yang asli diberikan kepada PBF dan faktur copy disimpan sebagai arsip. 4. Penataan dan penyimpanan Obat Penataan dan penyimpanan obat harus diperhatikan dan diatur sebaik-baiknya, bertujuan untuk memudahkan bagian gudang atau tempat penyimpanan dalam pengendalian dan pengawasan. Sediaan farmasi disimpan dalam tempat yang aman tidak terkena sinar matahari langsung, bersih dan tidak lembab, disusun sistematis berdasarkan bentuk sediaan, khusus antibiotik disusun tersendiri. Penataan perbekalan farmasi di apotek dapat digolongkan berdasarkan



7



a. Alphabetis, obat-obat yang tersedia disusun berdasarkan alphabet dari huruf A sampai Z b. Kriteria antara barang reguler dan askes. Barang regular dan barang askes penempatannya dipisah untuk memudahkan dalam pengambilan obat sehingga tidak terjadi kesalahan pengambilan antara barang reguler dan askes c. Golongan obat. Obat bebas dan obat bebas terbatas biasanya disimpan di etalase bagian depan. Golongan narkotika dan psikotropika disimpan pada lemari khusus dan terkunci sesuai dengan ketentuan yang berlaku d. Prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Prinsip FIFO yaitu obat-obat yang pertama masuk atau datang yang akan pertama dikeluarkan, sedangkan prinsip FEFO, yaitu obat-obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih cepat yang akan pertama dikeluarkan e. Efek farmakologis. Penataan obat didasarkan pada efek atau khasiat yang sama dari obat. Hal ini dapat memudahkan untuk pencarian obat yang apabila salah satu obat dengan khasiat tertentu kosong, akan digantikan dengan obat merek lain yang memiliki khasiat sama f. Bentuk sediaan - Sediaan Padat - Sediaan Suppositoria - Sediaan Cair - Sediaan Tetes - Sediaan Salep - Sediaan Injeksi (Oscar dan Jauhar, 2016).



Menurut Peraturan BPOM No. 4 tahun 2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, penyimpanan narkotik, psikotropik dan prekursor farmasi harus mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Dikemas dalam wadah asli dari produsen



8



b. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal diperlukan pemindahan dari wadah asli nya untuk pelayanan resep, obat dapat disimpan di dalam wadah baru yang dapat menjamin keamanan, mutu, dan ketertelusuran obat dengan dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama obat dan zat aktifnya, bentuk dan kekuatan sediaan, nama produsen, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa c. Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang memproduksi obat sebagaimana tertera pada kemasan dan/atau label obat sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.terpisah dari produk lain dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain; sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur; dan tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai d. Dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis e. Memperhatikan kemiripan penampilan dan penamaan obat (LASA, Look Alike Sound Alike) dengan tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat f. Memperhatikan sistem First Expired First Out (FEFO) dan/atau sistem First In First Out (FIFO) Penyimpanan narkotik harus disimpan pada lemari khusus narkotik, sedangkan psikotropik disimpan pada lemari khusus psikotropik dan prekursor farmasi harus disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko berupa pembatasan akses personil, diletakkan dalam satu area dan tempat



penyimpanan



mudah



diawasi



secara



langsung



oleh



penanggungjawab (BPOM, 2018). Lemari khusus penyimpanan Narkotika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu kunci lainnya dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan. Lemari khusus penyimpanan Psikotropika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab



9



dan satu kunci lainnya dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan. Apabila Apoteker Penanggung Jawab berhalangan hadir dapat menguasakan kunci kepada pegawai lain (BPOM, 2018). 5. Pemusnahan Obat Pemusnahan obat harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan. Resep yang mencapai jangka waktu penyimpanan 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan 2. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurangkurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep 3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM 5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri (Permenkes No.73 tahun 2016). 6. Pengendalian Obat Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan



10



atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurangkurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan. 7. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pencatatan keuangan meliputi administrasi untuk uang masuk, uang keluar, buku harian penjualan.Catatan mengenai uang masuk meliputi laporan penjualan harian sedangkan uang yang keluar tercatat dalam buku pengeluaran apotek. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika, dan pelaporan lainnya (Kemenkes, 2014).



B. Bidang Administrasi Apotek 1. Kelengkapan Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2017, menyebutkan bahwa resep harus ditulis dengan lengkap dan jelas, adapun tujuannya adalah untuk menghindari adanya salah persepsi antara dokter dan apoteker dalam mengartikan sebuah resep. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau tidak tepat,



11



Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep. Resep yang lengkap harus memuat aspek sebagai berikut: a. Nama, alamat dan nomor izin praktek, hari dan jam praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan b. Tanggal penulisan resep (inscriptio) c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio) d. Nama setiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordonatio) Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura) e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (subscription) Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. f. Tanda seru dan/atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya. Dokter dapat menghendaki pengulangan resep dengan cara menuliskan kata iter/iteratie beserta jumlah pengulangannya. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika tidak boleh ada tulisan iter yang berarti diulang, mihi ipsi yang berarti untuk dipakai sendiri, atau usus cognitus yang berarti pemakaiannya diketahui. Apabila dokter menghendaki resep ditangani segera, maka dapat diberikan tanda cito (segera), statim (penting), urgent (sangat penting), atau periculum in mora (berbahaya jika ditunda) (Syamsuni, 2006). 2. Penyimpanan Resep Resep disimpan dan ditata menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep. Resep-resep yang mengandung narkotik dan psikotropik harus disimpan terpisah dari resep-resep yang lain dan disimpan di Apotek ± 5 tahun. Resep yang telah disimpan melebihi ± 5 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara lain yang memadai oleh APA dan sekurang-kurangnya 1 petugas Apotek yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Kemenkes RI, 2016).



12



3. Pembuatan Copy Resep Copy resep merupakan salinan resep yang dibuat Apoteker. Pasien berhak meminta salinan Resep. Salinan Resep harus disahkan oleh Apoteker dan harus sesuai dengan resep aslinya (Kemenkes RI, 2016).



Selain



memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli harus memuat pula: a. Nama dan alamat Apotek b. Nama, APA dan nomer SIA c. Tanggal dan nomer urut pembuatan d. Tanda det/detur untuk obat yang sudah diserahkan atau ne det/ ne detur umtuk obat yang belum diserahkan e. Tuliskan p.c.c (pro copy conform) menandakan bahwa salinan resep telah di tulis sesuai dengan aslinya. 4. Pembuatan Etiket Resep Penyerahan obat berdasarkan resep maupun obat bebas dan obat bebas terbatas tanpa resep harus disertai dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam atau ditelan dan etiket berwarna biru untuk obat luar. Etiket merupakan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan resep yang ditulis dokter untuk diinformasikan kepada pasien (Anief, 2012). Etiket harus mencantumkan: a. Nama dan alamat apotek b. Nama dan nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek (APA) c. Nomor dan tanggal pembuatan d. Nama pasien e. Aturan pemakaian



f. Tanda lain yang diperlukan, seperti kocok dahulu (Syamsuni, 2006). C. Bidang Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai



13



dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi: 1. Pengkajian dan pelayanan Resep; 2. Dispensing; 3. Pelayanan Informasi Obat (PIO); 4. Konseling; 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care); 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (Kemenkes RI, 2016) 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. 1) Kajian administratif meliputi: a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; b. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan c. tanggal penulisan Resep 2) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: a. bentuk dan kekuatan sediaan; b. stabilitas; dan c. kompatibilitas (ketercampuran Obat) 3) Pertimbangan klinis meliputi: a. ketepatan indikasi dan dosis Obat; b. aturan, cara dan lama penggunaan Obat; c. duplikasi dan/atau polifarmasi; d. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); e. kontra indikasi; dan f. interaksi obat (Kemenkes RI, 2016)



14



Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal (Kemenkes RI, 2016). 2. Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut: a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:  menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;  mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat. b. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi 



warna putih untuk Obat dalam/oral;







warna biru untuk Obat luar dan suntik;







menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.



d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah (Kemenkes RI, 2016) Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan



15



serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep) b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan) i. Menyimpan Resep pada tempatnya j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai (Kemenkes RI, 2016) 3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,



16



interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain (Kemenkes RI, 2016). Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan b. membuat



dan



menyebarkan



buletin/brosur/leaflet,



pemberdayaan



masyarakat (penyuluhan) c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien d. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi e. melakukan penelitian penggunaan Obat f. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah g. melakukan program jaminan mutu. Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat (Kemenkes RI, 2016) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat: 1. Topik Pertanyaan; 2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan; 3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon); 4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat



alergi,



apakah



pasien



sedang



hamil/menyusui,



data



laboratorium); 5. Uraian pertanyaan; 6. Jawaban pertanyaan; 7. Referensi; 8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat (Kemenkes RI, 2016) 4. Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran



17



dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan Three Prime Questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui) b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi) c. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off) d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin) e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah (Kemenkes RI, 2016) Tahap kegiatan konseling: 1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien 2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: - Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? - Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? -



Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?



3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat



18



4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat 5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling (Kemenkes RI, 2016).



5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi: a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan b. Identifikasi kepatuhan pasien c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Kemenkes RI, 2016).



6. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien yang perlu dilakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO), antara lain: a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis



19



c. Adanya multidiagnosis d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan (Kemenkes RI, 2016).



7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan MESO meliputi: a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat. b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional (Kemenkes RI, 2016). Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat (Kemenkes RI, 2016).



20



BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN



A. Bidang Manajemen Apotek 1. Perencanaan Obat Perencanaan obat di Apotek Mentari



Farma menggunakan



kombinasi pola konsumsi dengan epidemiologi. Perencanaan dilakukan dengan melihat buku defecta. Pencatatan di buku defecta dilakukan dengan pengecekan secara langsung maupun dengan melihat kartu stok obat. Dengan adanya pencatatan ini mempermudah untuk melihat barang-barang atau obat mana saja yang harus dipesan agar tidak terjadi kekosongan di Apotek Mentari Farma. Menurut Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, perencanaan obat yang dilakukan oleh Apotek Mentari Farma sudah sesuai karena perencanaan obat dapat dilakukan dengan pola konsumsi, pola penyakit, budaya dan kemampuan masyarakat. 2. Pengadaan Pengadaan obat di Apotek Mentari Farma berasal langsung dari PBF. Obat yang disediakan di Apotek Mentari Farma meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan prekursor. Pengadaan dilakukan berdasarkan obat yang tercatat di buku defecta. Selanjutnya obat yang akan diadakan ditulis pada Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani Apoteker Pengelola Apotek (APA) ke PBF yang dituju. Surat Pesanan untuk obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras menggunakan SP yang sama, obat yang mengandung prekursor atau obat prekursor tunggal menggunakan SP khusus prekursor dan obat yang termasuk dalam obat-obat tertentu menggunakan SP khusus untuk obat-obat tertentu. Apotek Mentari Farma menyediakan obat – obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat – obatan yang mengandung prekursor, dan obat – obat tertentu sehingga SP yang tersedia di Apotek Mentari Farma terdiri dari SP reguler, SP prekursor, dan SP OOT (Obat-obat Tertentu). Apotek Mentari Farma tidak



21



menyediakan narkotika dan psikotropika namunn menyediakan SP narkotika dan psikotropika. Komponen yang harus dicantumkan dalam SP umum adalah tanggal, nomor pesanan, nama barang, satuan barang, jumlah barang dan tanda tangan APA. Komponen yang dicantumkan dalam SP prekursor adalah identitas APA, nama PBF yang dituju, alamat PBF, tanggal, nomor pesanan, nama obat yang mengandung prekursor, nama zat aktif prekursor farmasi, bentuk dan kekuatan sediaan, satuan barang, jumlah barang, keterangan tambahan, alamat Apotek, dan tanda-tangan APA. Komponen yang dicantumkan dalam SP obat-obat tertentu adalah identitas APA, nama PBF yang dituju, alamat PBF, tanggal, nomor pesanan, nama obat yang mengandung obat-obat tertentu, nama zat aktif obat-obat tertentu, bentuk dan kekuatan sediaan, satuan barang, jumlah barang, keterangan tambahan, alamat Apotek, dan tanda-tangan APA. SP akan diambil oleh karyawan dari masing-masing PBF. Menurut Permenkes No. 73 tahun 2016 untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Sehingga pengadaan yang dilakukan oleh Apotek Mentari Farma sudah sesuai dengan peraturan karena pengadaan dilakukan secara langsung pada PBF. Lokasi Apotek Mentari Farma yang jauh dari rumah sakit, jarang menerima resep atau copy resep, tidak bekerja sama dengan praktik dokter dan terletak di lingkungan masyarakat menjadikan tidak dilakukan pengadaan narkotik dan psikotropik. Pengadaan narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan di Kimia Farma. SP narkotika dan psikotropik terdiri dari 4 rangkap yang diperoleh khusus dari Kimia Farma.



22



Adapun SOP pemesanan sediaan farmasi di Apotek Mentari Farma, antara lain: 1.



Mengontrol stok sediaan farmasi yang akan habis dan mencatat pada buku defecta



2.



Membuat perencanaan pembelian sediaan farmasi berdasarkan catatan buku defecta yang memuat data obat yang akan habis atau masuk pada stok minimal. Metode yang digunakan yaitu metode konsumsi atau metode kombinasi



3.



Memilih PBF yang dapat memberikan pelayanan cepat, harga lebih murah, obat selalu ada, dan kelonggaran dalam pembayaran



4.



Mengelompokkan obat yang akan dipesan kepada PBF



5.



Menulis obat yang akan dipesan pada surat pesanan (SP) disertai tindasan dan memberi nomor surat pesanan



6.



Menandatangani surat pesanan



7.



Apabila APA berhalangan maka penandatanganan surat pesanan dapat dilakukan oleh Apoteker Pendamping



8.



Menghubungi PBF (Apotek Mitra Kerja) yang dipilih dengan SMS atau telepon



9.



Memantau pemesanan obat tersebut, apabila terjadi kekosongan stok maka segera pindah ke PBF lainnya



10. Apabila barang datang maka dilakukan pemeriksaan antara fraktur barang PBF dengan surat pesanan 11. Apabila barang tidak sesuai dengan surat pesanan maka dilakukan retur obat



12. 13.



Gambar 1



Gambar 2



23 Surat Pesanan Psikotropika Surat Pesanan Reguler



Gambar 4 Surat Pesanan Narkotika



Gambar 3 Surat Pesanan Prekursor



Gambar 5 Surat Pesanan Obat – obat Tertentu



Gambar 6 Buku defecta



3. Penerimaan Obat yang dipesan oleh Apoteker, akan diantarkan oleh karyawan dari PBF resmi. Proses penerimaan obat di Apotek Mentari Farma dilakukan oleh Apoteker langsung atau Tenaga Administrasi yang mengikuti Standar Operasional Prosedur di Apotek. Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan oleh Apotek Mentari Farma untuk penerimaan faktur barang datang sebagai berikut: 1. Menandatangani



faktur



barang



dengan



mencantumkan



tanggal



penerimaan, nama petugas penerima, nomor SIK, serta membubuhkan stampel. 2. Menyimpan salinan faktur sebagai arsip 3. Memasukkan data ke dalam buku pencatatan pembelian yang meliputi tanggal terima faktur, nomor faktur, nama distributor, tanggal faktur,nama barang datang, batch, tanggal kadaluarsa, jumlah barang,



24



harga netto, jumlah harga, diskon, total harga, jatuh tempo, dan keterangan. 4. Membubuhkan tanggal penerimaan barang dan asal PBF pada kemasan luar barang 5. Menyimpan di tempat yang sesuai dengan kondisi persyaratan penyimpanan untuk masing - masing perbekalan farmasi Selanjutnya untuk barang - barang yang datang akan dilakukan pengecekan untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan pesanan dengan mutu yang baik. Standar Operasional Prosedur (SOP) penerimaan barang datang di Apotek Mentari Farma sebagai berikut : 1. Memeriksa barang datang dengan cara mencocokkan antara barang, faktur, dan surat pesanan 2. Memeriksa nomor batch, kadaluarsa, performa barang, jumlah, dan harga barang 3. Menandatangani faktur barang disertai dengan nama lengkap, SIK, dan tanggal penerimaan barang. Apabila pemeriksaan dibantu oleh tenaga umum maka penandatanganan faktur dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian 4. Menyimpan copy faktur sebagai arsip barang datang 5. Mencatat penerimaan barang datang pada buku pembelian 6. Menghitung harga jual 7. Melakukan pengecekan harga jual Kegiatan penerimaan di Apotek Mentari Farma sudah sesuai dengan Permenkes No. 73 tahun 2016 yang menyatakan bahwa penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.



25



Gambar 8 Faktur



Gambar 7 Buku Pembelian



4. Penyimpanan dan Penataan Sistem Penataan di Apotek Mentari Farma menggunakan sistem kombinasi FIFO (First in First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sehingga untuk obat - obatan fast moving maka barang yang datang pertama akan dikeluarkan terlebih dahulu sedangkan untuk obat - obatan yang peredarannya lama maka barang - barang yang sudah mendekati tanggal kadaluarsa akan dikeluarkan terlebih dahulu. Penataan obat di Apotek Mentari Farma untuk obat bebas dan obat bebas terbatas ditata berdasarkan efek farmakologis obat, sedangkan untuk obat - obat keras ditata secara alphabetis. Tujuan dari penataan obat dilakukan untuk memudahkan proses pencarian obat. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi yang ada di Apotek Mentari Farma disimpan di rak yang tidak langsung menyentuh lantai atau dinding, disimpan pada suhu yang tidak lembab serta bebas dari hewan pengerat. Obat disimpan sesuai alfabetis, efek farmakologis, dan bentuk sediaan. Selain itu, penyimpanan obat di Apotek Mentari Farma juga sesuai dengan kondisi obat dan sesuai wadah aslinya. Penyimpanan obat di gudang dilengkapi dengan kartu stok. Apotek Mentari Farma memiliki beberapa tempat penyimpanan obat, alat- alat kesehatan, dan kosmetika meliputi etalase bagian depan, etalase bagian tengah, etalase bagian belakang, dan gudang penyimpanan. Tata letak penyimpanan didasarkan pada bentuk sediaan dan penggolongan obat tersebut. Penyimpanan obat bebas, obat bebas terbatas, dan kosmetika



26



disimpan di etalase bagian depan, sedangkan untuk obat- obat bebas dan obat bebas terbatas dalam bentuk sediaan sirup disimpan di etalase bagian tengah, dan untuk obat - obat keras disimpan di bagian etalase bagian belakang. Obat- obatan yang disimpan di etalase bagian depan dan tengah ditata berdasarkan efek farmakologis obat tersebut, sedangkan untuk obat obatan yang disimpan di bagian etalase belakang ditata secara alphabetis menggunakan sistem kombinasi FIFO dan FEFO. Penyimpanan obat termolabil disimpan menurut stabilitasnya terhadap pengaruh suhu dan udara seperti suppositoria dan obat - obatan yang harus disimpan dalam suhu dingin maka diletakkan pada lemari pendingin. Sediaan ini tidak stabil dalam suhu ruangan. Sediaan jenis ini harus disimpan dengan suhu diantara 2-8͒ C, sehingga harus disimpan di dalam lemari pendingin. Apotek Mentari Farma memiliki tempat penyimpanan khusus untuk narkotik dan psikotropik yang sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam Peraturan BPOM No. 4 tahun 2018 tentang pengawasan pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian walaupun Apotek tidak menyediakan narkotik dan psikotropik. Sedangkan untuk penyimpanan prekursor belum disediakan tempat secara khusus. Standar Operasional Prosedur (SOP) penyimpanan barang di tempat pelayanan Apotek Mentari Farma sebagai berikut : 1. Menyimpan barang sesuai dengan pengelompokkan sediaan dan kriteria distribusi obat 2. Menyusun penataan obat sesuai dengan farmakoterapi, FEFO, FIFO, dan urut abjad 3. Dalam keadaan keterbatasan tempat dapat dilakukan urut abjad dan FEFO 4. Jika sediaan obat tablet yang lebih dari satu box maka sisa obat box yang lama diikat dalam box yang baru 5. Membersihkan lokasi penyimpanan dan barangnya 6. Melaksanakan supervisi penyimpanan



27



Sistem penyimpanan yang dilakukan di Apotek Mentari Farma sudah sesuai dengan Permenkes No 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek bahwa dalam penyimpanan obat perlu memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi.



Gambar 9 Penyimpanan obat bebas dan obat bebas terbatas serta kosmetika



Gambar 10 Penyimpanan obat bebas dan bebas terbatas sediaan cair serta alat – alat kesehatan



Gambar 12 Penyimpanan obat termolabil



Gambar 11 Penyimpanan obat keras



Gambar 13 Tempat penyimpanan sementara



Gambar 14 Tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika



5. Pemusnahan dan Penarikan Obat yang memasuki ED kurang lebih sekitar 6 bulan dilakukan penempelan tanda pengingat dan apabila sudah mendekati tanggal ED, obat



28



disimpan terpisah. Obat tersebut dapat dilakukan retur apabila PBF menerima atau dilakukan pemusnahan apabila tidak diterima oleh pihak PBF atau obat telah rusak. Pemusnahan di Apotek Mentari Farma dilakukan dengan mengumpulkan obat yang telah kadaluarsa dalam 1 tempat dan dilakukan pemusnahan bersama-sama di dinas kesehatan. Pemusnahan di dinas kesehatan wajib disaksikan oleh 2 karyawan apotek terdiri dari Apoteker Penanggungjawab Apotek dan seorang karyawan apotek yang memiliki surat izin kerja (SIK). Resep dapat dilakukan pemusnahan ketika sudah dilakukan penyimpanan minimal selama 5 tahun. Pemusnahan dilakukan oleh petugas apotek yang terdiri dari Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Pemusnahan resep di Apotek Mentari Farma dilakukan dengan mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan yaitu: a. Mengumpulkan dan mengeluarkan resep kefarmasian yang sudah disimpan lebih dari 5 tahun dalam suatu wadah khusus dan diberi label pemusnahan resep kefarmasian b. Membuat laporan kepada organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) tembusan Dinas Kesehatan kab. Banyumas bahwa akan melaksanakan pemusnahan resep kefarmasian yang sudah disimpan lebih dari 3 tahun c. Melaksanakan pemusnahan apabila sudah ada disposisi dari organisasi Profesi dan Dinas Kesehatan, dengan cara dibakar kemudian dibuang melalui pengolahan limbah atau dengan cara lain yang sesuai dengan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan dan saksi lain yang ditunjuk d. Membuat berita acara pemusnahan e. Menandatangani berita acara pemusnahan bagi petugas dan saksi yang ditunjuk. Berkaitan dengan berdirinya Apotek Mentari Farma di tahun 2016, maka apotek belum pernah melakukan pemusnahan baik obat maupun resep. Namun, Apotek Mentari Farma telah melakukan proses retur obat kepada PBF.



29



6. Pengendalian Pengendalian di Apotek Mentari Farma dilakukan menggunakan kartu stok yang bertujuan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, dan kadaluwarsa.



Gambar 15 Kartu Stok



7. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan di Apotek Mentari Farma dilakukan dalam setiap kegiatan baik pengelolaan maupun pelayanan kefarmasian. Kegiatan pengelolaan meliputi pengadaan (surat pesanan, fraktur, dan buku pembelian), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pelayanan Over The Counter (OTC) (buku penjualan). Kegiatan pelayanan meliputi pencatatan swamedikasi, resep, pelayanan kefarmasian. Pelaporan di Apotek Mentari Farma terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal meliputi pelaporan keuangan dan barang. Pelaporan eksternal meliputi pelaporan narkotika dan psikotropika melalui



website



sipnap.kemenkes.go.id,



prekursor



dan



pelayanan



kefarmasian. Pencatatan dan pelaporan narkotik dan psikotropik melalui sipnap dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No. 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi, pelaporan prekursor dikirimkan kepada Badan POM, dalam hal ini adalah Direktorat Pengawasan Napza dengan tembusan ke Balai POM (BPOM, 2013). Pelaporan prekursor hanya dilakukan terhadap obat prekursor tunggal. Apotek Mentari Farma menyediakan prekursor tunggal berupa Permanganat Kali (PK) sehingga diperlukan adanya pelaporan secara rutin setiap



30



bulannya. Pencatatan dan Pelaporan yang dilakukan oleh Apotek Mentari Farma sudah sesuai dengan Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.



Gambar 17 Laporan Prekursor



Gambar 16 Buku Pencatatan Swamedikasi



Gambar 18 Laporan Pelayanan Kefarmasian



B. Bidang Administrasi 1. Kelengkapan Resep Resep yang terdapat di Apotek Mentari Farma merupakan resep umum dikarenakan Apotek Mentari Farma tidak menerima resep BPJS. Resep yang datang di Apotek Mentari Farma akan dilakukan skrining resep dan menginput informasi dalam buku resep. Kemudian obat dan etiket disiapkan sesuai dengan resep. Sebelum obat diberikan ke pasien, Apoteker memeriksa kembali kesesuaian etiket dan obat dengan resep. Setelah sesuai, Apoteker memberikan obat tersebut dan memberikan informasi seperti



31



aturan pemakaian, hal-hal yang harus dihindari selama pemakaian obat tersebut, dan kemungkinan efek samping yang akan timbul. Selanjutnya apoteker meminta pasien untuk menandatangani resep. Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan resep di Apotek Mentari Farma sebagai berikut : 1.



Menerima Resep yang dibawa pasien



2.



Memberikan nomor urut resep



3.



Memeriksa kelengkapan resep yaitu: nama pasien, alamat pasien, umur pasien, serta berat badan pasien



4.



Melakukan skrining resep dan menyelesaikan problem yang ada di resep



5.



Melakukan validasi/entry resep pada buku resep



6.



Mengkonfirmasi harga obat pada pasien, dan apabila pasien menyetujui harga tersebut maka ditulis di resep



7.



Pasien melakukan pembayaran di kasir Apotek



8.



Mengisi obat (dispensing) sesuai dengan jenis sediaan ke dalam wadah obat/ plastik, untuk obat non racikan



9.



Meracik obat sesuai dengan dosis yang diperhitungkan untuk obat racikan



10. Menimbang bahan obat yang berbentuk serbuk sesuai dalam jumlah yang diminta dalam resep racikan 11. Menyerahkan racikan tersebut kepada reseptir untuk dilakukan pencampuran obat 12. Mencampur



obat



racikan



sesuai



dengan



jumlah



dosis



yang



diperhitungkan menjadi sediaan yang diminta dalam resep (puyer, kapsul, sirup, salep, dan lain - lain) 13. Memasukkan obat ke dalam wadah obat/ plastik yang telah disediakan 14. Melakukan pemeriksaan kesesuaian obat yang telah di dispensing dengan permintaan dalam resep, yaitu : -



Identitas pasien



-



Nama obat



-



Jenis sediaan obat



32



-



Jumlah obat



-



Aturan pakai obat dalam etiket



15. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara resep dan obat yang telah didispensing, maka dikembalikan ke proses dispensing obat 16. Memanggil pasien/keluarganya serta memastikan identitas pasien sudah benar 17. Menyerahkan obat yang telah diperiksa kepada pasien/keluarganya 18. Memberikan informasi yang tepat dan secukupnya 19. Apabila diperlukan, melakukan konseling obat Resep yang datang di Apotek Mentari Farma sebagian sudah sesuai dengan Permenkes No. 73 tahun 2016, sehingga Apoteker dapat langsung memberikan obat pada pasien. Namun ada beberapa resep yang belum lengkap seperti tidak adanya data pasien atau data dokter yang lengkap. Apabila data pasien tidak lengkap, maka apoteker akan memastikan atau menanyakan data pasien kepada pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan. Apabila dalam suatu resep terdapat kejanggalan atau kecurigaan, seperti tidak adanya informasi lengkap terkait identitas dokter, meliputi nama, nomor SIP, alamat, nomor telepon, serta paraf dan/atau obatobatan dalam resep meliputi narkotika dan psikotropika dalam jumlah banyak, maka apoteker tidak akan melayani resep tersebut. Apabila dalam suatu resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker menanyakan kepada dokter penulis resep dan jika tidak dapat dihubungi penyerahan obat dapat ditunda.



Gambar 19 Contoh Resep



33



2. Penyimpanan Resep Pengelolaan resep yang telah dikerjakan yaitu resep yang telah dibuat, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep. Resep yang mengandung narkotik harus dipisahkan dari resep lainnya, tandai dengan garis merah dibawah nama obatnya. Resep yang telah disimpan melebihi tiga tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai (Anief, 2010). Penyimpanan resep di Apotek Mentari Farma yang sudah diberikan disimpan oleh Apoteker di dalam suatu wadah yang disatukan dengan lembar swamedikasi. Resep tersebut disimpan berdasarkan tanggal resep yang disatukan setiap bulannya. Tujuan dari penyimpanan resep yaitu untuk memudahkan penelusuran resep kembali jika sewaktu-waktu dibutuhkan. 3. Copy Resep dan Etiket Apotek Mentari Farma akan memberikan copy resep apabila resep tersebut membutuhkan copy resep/butuh pengulangan atau terdapat obat yang belum diserahkan kepada pasien tersebut, serta apabila pasien meminta dibuatkan copy resep. Copy resep umumnya harus memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli , selain itu copy resep juga harus memuat (Anief, 2012): a. Nama dan alamat apotek b. Nama dan nomer S.I.K. apoteker pengelola apotek c. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek d. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan tanda nedet (nedetur) untuk obat yang belum diserahkan e. Nomor resep dan tanggal pembuatan f. Cap apotek pembuat copy resep



Copy Resep yang terdapat pada Apotek Mentari Farma sudah lengkap sesuai dengan literatur yang disebutkan diatas. Proses penyerahan obat atas dasar resep maupun penyerahan obat bebas dan obat bebas terbatas tanpa resep harus disertai dengan etiket. Etiket merupakan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan resep yang ditulis dokter untuk



34



diinformasikan kepada pasien. (Anief, 2010). Apotek Mentari Farma memiliki dua jenis etiket yaitu etiket berwarna putih untuk obat yang melewati saluran cerna dan etiket berwarna biru untuk obat yang tidak melalui saluran cerna. Menurut Syamsuni (2006) Etiket terdiri dari nama dan alamat apotek, nama dan nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek, nomor dan tanggal pembuatan, nama pasien, aturan pemakaian dan tanda lain yang diperlukan, misalnya : kocok dahulu, tidak boleh diulang tanpa resep baru dari dokter. Etiket yang terdapat di Apotek Mentari Farma belum sesuai dengan literatur, dimana belum terdapat nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek. Penulisan etiket di Apotek Mentari Farma dilakukan dengan cara menulis nomor resep, tanggal dan nama pasien, kemudian menulis aturan pakai obat dan informasi lain yang diperlukan.



Gambar 20 Contoh Etiket



Gambar 21 Contoh Copy Resep



35



C. Bidang Pelayanan Pelayanan kefarmasian yang disediakan di Apotek Mentari Farma meliputi pelayanan obat secara langsung, pelayanan swamedikasi, dispensing, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), dan Pelayanan Informasi Obat (PIO). 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep Apotek Mentari Farma tidak bekerja sama dengan praktik dokter, dan letaknya jauh dari Rumah Sakit sehingga resep yang masuk berjumlah sedikit, rata-rata 3-4 resep per bulan. Setiap resep yang masuk di Apotek Mentari Farma dicatat dalam buku pencatatan resep. Pelayanan resep di Apotek Mentari Farma sesuai dengan SOP pelayanan resep. Hal pertama yang dilakukan setelah menerima Resep yang dibawa pasien yaitu memberikan nomor urut resep dan melakukan skrining resep baik itu administratif, farmasetis, dan farmakologis. Apabila obat yang diressepkan tidak terdapat di Apotek Mentari Farma, maka obat akan diganti dengan kandungan atau indikasi yang sama, namun telah mendapat persetujuan pasien. Setelah itu, obat akan disiapkan sesuai dengan yang diresepkan baik itu resep racikan atau resep non - racikan. Selanjutnya obat akan dimasukkan ke dalam wadah obat/ plastik yang telah disediakan dan melakukan pemeriksaan kesesuaian obat yang telah di dispensing dengan permintaan dalam resep meliputi identitas pasien, nama obat, jenis sediaan obat, jumlah obat, dan aturan pakai obat dalam etiket. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara resep dan obat yang telah di-dispensing, maka dikembalikan



ke



proses



dispensing



obat



yaitu



memanggil



pasien/keluarganya serta memastikan identitas pasien sudah benar. setelah itu dijelaskan mengenai informasi obat kepada pasien dan dilakukan konseling apabila diperlukan. 2. Dispensing Kegiatan dispensing selama masa Praktik Belajar Lapangan (PBL) di Apotek Mentari Farma dilakukan pada pelayanan swamedikasi dan Over The Counter (OTC) karena selama PBL tidak terdapat resep yang masuk. Kegiatan dispensing pelayanan swamedikasi dilakukan dengan tahapan berupa 36



a. Menyiapkan obat sesuai dengan swamedikasi meliputi pengambilan obat yang dibutuhkan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. b. Melakukan peracikan obat apabila diperlukan. c. Memberikan etiket putih untuk obat dalam, etiket biru untuk obat luar dan menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan suspensi. d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai



Setelah penyiapan obat dilakukan maka dilakukan kegiatan berikut: a. Sebelum menyerahkan obat kepada pasien maka dilakukan pemeriksaan ulang meliputi penulisan nama pasien pada etiket, jumlah obat dan cara penggunaan. b. Menyerahkan obat disertai dengan pemberian informasi melalui konseling. c. Pemberian informasi kepada pasien meliputi cara penggunaan obat, kegunaan obat, terapi nonfarmakologi, dan penyimpanan obat d. Menyimpan lembar swamedikasi pada tempatnya Kegiatan dispensing terhadap pelayanan swamedikasi dan OTC yang dilakukan di Apotek Mentari Farma sudah sesuai dengan tatacara yang terdapat pada Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.



Gambar 22 Format Pelayanan Swamedikasi



37



3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat di Apotek Mentari Farma dilakukan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Informasi yang diberikan di Apotek Mentari Farma belum mencakup semua Pelayanan Informasi Obat di Permenkes No. 73 tahun 2016. Pelayanan Informasi Obat yang dilakukan di Apotek Mentari Farma hanya mencakup dosis, bentuk sediaan, rute pemberian, efek terapeutik, alternatif, penyimpanan dan harga. Pelaksanaan PIO di Apotek Mentari Farma dilakukan untuk obat - obatan dengan penanganan khusus seperti suppositoria, suspensi, dan lain-lain. Standar Operasional Prosedur di Apotek Mentari Farma sebagai berikut : 1. Menjelaskan tentang jenis dan jumlah obat khusus 2. Memberikan informasi tentang khasiat dari obat khusus dan apabila diperlukan disertai penjelasan tentang kemungkinan efek samping yang membahayakan pasien 3. Obat - obat khusus seperti sediaan suppositoria, produk inhalasi, dan obat lain yang tidak stabil pada suhu diatas 8͒ C 4. Memberikan informasi tata cara penyimpanan obat khusus kepada pasien, keluarga, atau penerima obat khusus 5. Penjelasan dilakukan dengan bahasa yang mudah diterima dan mudah dimengerti oleh pasien/keluarga/penerima obat 6. Apabila belum jelas, pasien/keluarga/penerima obat khusus dirujuk ke ruang konseling obat



Gambar 23 Pelayanan Informasi Obat



38



4. Konseling Apotek Mentari Farma rutin melakukan kegiatan konseling, terutama untuk kasus swamedikasi. Kegiatan konseling di Apotek Mentari Farma dilakukan pada penyerahan obat di kegiatan swamedikasi yang dilaksanakan dengan mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP pelayanan swamedikasi adalah sebagai berikut a. Menyambut kedatangan pasien dengan salam dan senyuman b. Mengucapkan “bapak/ibu/mas/mba… ada yang perlu saya bantu…” c. Mendengar keinginan pasien dengan aktif d. Apabila pasien ingin menyerahkan pemilihan obat kepada kita dengan adanya problem obat dan kesehatan maka harus diserahkan serta dilayani oleh apoteker e. Mencatat identitas pasien pada formulir swamedikasi meliputi nama, umur, alamat lengkap dan nomor telepon f. Mencatat karakteristik pasien meliputi berat badan, pekerjaan, riwayat sakit penyerta, riwayat alergi obat, status keuangan (M=mampu,TM = tidak mampu) g. Melaksanakan amnesa, menanyakan data laboratorium klinik dan mencatatnya h. Memilih obat berdasarkan amnesa dan data penunjang medik yang sudah dimiliki i. Menyiapkan obat dengan etiket obat j. Memberikan informasi penggunaan obat, resiko penggunaan obat dengan cara yang bijak k. Mengamati respon pasien atas informasi yang diberikan oleh petugas l. Menawarkan biaya swamedikasi m. Mencari titik temu antara pasien dengan petugas n. Jikalau pasien memerlukan monitoring penggunaan obat maka kita harus meminta izin pasien untuk menelpon di hari berikutnya o. Mencatat pada buku swamedikasi



39



Adapun SOP kegiatan konseling di Apotek Mentari Farma adalah sebagai berikut : a. Membuka komunikasi dengan pasien b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime question yaitu: apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?; apa yang dijelaskan oleh dokter tentang pemakaian obat anda?; apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang telah diharapkan setelah anda mendapatkan terapi obat tersebut? dan apabila tingkat kepatuhan pasien dianggap rendah perlu dilanjutkan dengan metode health belief model c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien f. Mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pada “Nota Informed Consent”



sebagai bukti bahwa pasien telah memahami



konseling yang diberikan 5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) Kegiatan Home pharmacy care di Apotek Mentari Farma belum dilakukan, karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang dan Apotek Mentari Farma belum lama berdiri sekitar 2 tahun sehingga masih fokus kepada kegiatan internal. 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat di Apotek Mentari Farma belum dilakukan dikarenakan belum terdapat pasien yang menerima obat lebih dari 5 jenis dan juga belum adanya pelaporan mengenai reaksi obat yang merugikan. 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di Apotek Mentari Farma belum dilaksanakan masyarakat terkait hal tersebut.



40



karena tidak adanya keluhan



A. Analisis Kasus Swamedikasi  Kasus Swamedikasi 1 Kasus : Bapak Doyo datang ke Apotek Mentari Farma dengan keluhan rasa nyeri pada ulu hati dan mual A. Assesment Subjektif nyeri pada ulu hati dan mual



Objektif -



Assesment Berdasarkan data subjektif pasien mengalami dyspepsia



Rekomendasi Apoteker Apoteker memberikan Gasela dan Trianta suspensi



B. Plan 1. Tujuan Terapi Menurunkan kadar HCl pada lambung 2. Terapi Non Farmakologi -



Perbaiki pola hidup Menurunkan berat badan Hindari merokok Mengurangi kopi, alkohol, dan coklat Hindari asupan makanan berlemak Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi Makan malam dengan baik 2 jam sebelum tidur (National Insitute for Health and Care Excellence, 2014)



3. Terapi Farmakologi a) Tepat Indikasi



41



(National Institute for Health and Care Excellence, 2014). Dispepsia merupakan suatu gejala yang di tandai dengan nyeri ulu hati, rasa mual dan kembung (Sukarmin, 2011). Memberikan terapi pertama golongan antasida/alginat untuk terapi pertama. Apabila pasien tidak merespons dengan pemberian antasida maka dipilih obat golongan PPI atau H2RA. PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA, tetapi dalam banyak kasus pasien dapat merespons pemberian H2RA. Penggunaan PPI juga lebih mahal dibandingkan dengan H2RA. Terapi kombinasi H2RA dengan Antasida dipilih karena dapat meningkatkan efek terapi yang signifikan (National Institute for Health and Care Excellence, 2014). b) Tepat Obat Dipilih kombinasi terapi Ranitidine dengan Alumunium Hidroksida dan Magnesium Hidroksida karena memiliki efektivitas yang tinggi dalam menurunkan kadar asam pada lambung (National Institute for Health and Care Excellence,2014). Aluminium hidroksida adalah antasid yang bekerja lambat yang mengikat fosfat dalam saluran pencernaan untuk membentuk kompleks yang tidak larut dan mengurangi penyerapan fosfat. Bertindak sebagai zat dan dapat menyebabkan diare, sedangkan Magnesium hidroksida adalah antasid



42



yang bekerja cepat yang menangkal efek sembelit dari aluminium hidroksida (MIMS,2016) c) Tepat Pasien Tepat diberikan kepada pasien karena pasien tidak mengalami gangguan ginjal, nyeri perut hebat, obstruksi usus dan tidak sedang mengonsumsi



obat







obatan



ciprofloxacin,



chlorpromazine,



ketoconazole, levothyroxine, rifampicin, rosuvastatin, tetracyclines (MIMS,2016) d) Tepat Dosis Ranitidine diberikan 150 mg 2x sehari bersamaan makanan atau tanpa makanan, sedangkan Alumunium Hidroksida 200 mg dan Magnesium Hidroksida 200 mg diminum 15mL 4xsehari dalam keadaan perut kosong atau sebelum tidur (MIMS,2016) e) Waspada Efek Samping Ranitidine memiliki efek samping yaitu takikardi, agitasi, gangguan penglihatan, alopesia, nefritis interstisial. Magnesium hydroxide bisa mengganggu penyerapan asam folat dan zat besi (PIONAS,2019).



C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Pasien Nama Obat Gasela tablet



Trianta Suspensi



Monitoring Keberhasilan Efek Samping Kadar asam takikardi, agitasi, lambung gangguan kembali normal penglihatan, alopesia, nefritis interstisial (PIONAS). mengganggu penyerapan asam folat dan zat besi (PIONAS).



43



KIE - Mematuhi penggunaan obat dengan tepat untuk memberikan efektivitas maksimal. - Menghindari makanan dan minuman yang dapat meningkatkan asam lambung, makanan pedas, asam, kopi, soda, dan alkohol. Serta - mengurangi konsumsi makanan yang mengandung garam berlebih. - Memperbaiki posisi tidur.



D. Kesimpulan Apotek Mentari Farma memberikan obat kombinasi H2RA dengan antasida dengan merk dagang gasela tablet dengan dosis



dengan Trianta suspensi



pemberian gasela 2xsehari setelah makan dan trianta



suspensi 3-4xsehari 15Ml, hal tersebut telah sesuai dengan literatur.



 Kasus Swamedikasi 2 Kasus: Fani (17 tahun) dengan keluhan batuk berdahak , gejala flu dan merasakan pusing A. Assesment Subjektif batuk berdahak, gejala flu dan merasakan pusing



Objektif -



Assesment



Rekomendasi Apoteker Berdasarkan data Apoteker subjektif dan memberikan dextral objektif pasien dan sistenol mengalami Common cold



B. Plan 1. Tujuan Terapi - Mengencerkan sputum - mengurangi frekuensi batuk - Menghilangkan pusing 2. Terapi Non - Farmakologi - Penggunaan madu - Memperbanyak minum air putih - Istirahat cukup (Driel et al., 2018)



44



3. Terapi Farmakologi a) Tepat Indikasi



(Song et al., 2018) Pasien dengan keluhan batuk yang memimiliki dahak dapat di obati dengan agen mukolitik yang bersifat antioksidan dan antiinflamasi (Tse & Tseng, 2014). Untuk mengatasi alergi yang kemungkinan terjadi pada pasien dapat diberikan agen antihistamin dan juga dapat diberikan antitusif untuk mengurangi frekuensi batuk pasien (Paul et al.,2016).



Diberikan golongan dekongestan untuk



mengatasi hidung tersumbat pada pasien dewasa (Ragab et al.,2018). b) Tepat Obat : Golongan obat mukolitik yang digunakan adalah n-asetyl sistein karena memiliki efek pengaturan mukus yang dapat menghambat hiperplasia sekresi sel mukus dan meningkatkan ekspresi dari gen MUC5AC serta mampu menurunkan



viskositas mukus karena



mengandung gugus tiol bebas yang mampu merusak ikatan disulfida pada monumer mukus (Tse & Tseng, 2014).



Pemberian



dextromethorphan memiliki efikasi tinggi dalam mengurangi sputum sehingga mengurangi frekuensi batuk pasien, dextromethorphan juga memiliki profil keamanan yang dapat ditoleransi (Song et al.,2018). Untuk mengatasi alergi pada pasien dipilih Chlorpeniramine Maleate yang memiliki efek antihistamin dan juga memiliki aktivitas sebagai



45



antimuskarinik.



Phenylpropanolamine HCl digunakan sebai obat



simpatomimetik yang memiliki efek langsung pada reseptor adrenergik



yang



memproses



aktivitas



alphaadrenergic



tanpa



menstimulasi efek SSP pada dosis biasa, obat ini dimaksudkan untuk digunakan dalam meredakan gejala batuk dan pilek (Ragab et al.,2018). c) Tepat Pasien : N-asetyl sistein dapat digunakan pada pasien untuk mengobati batuk dan tidak ada interaksi dengan obat lain maupun kontraindikasi pada obat tersebut (Tse & Tseng, 2014). Dextral dapat digunakan pasien untuk mengatasi gejala flu dan meredakan batuk dengan kontraindikasi terhadap asma,bronkitis, hipersensitivitas terhadap obat tersebut sehingga pasien aman diberikan obat ini karena pasien tidak mengalami hal tersebut (MIMS,2016) d) Tepat Dosis : Dosis sistenol yang mengandung n-asetyl sistein yang digunakan adalah 1200mg 1 x sehari selama 12 minggu (Tse & Tseng, 2014).



Dosis



pemakaian



Dextral



yang



mengandung



Dextromethorphan HBr 10 mg, Phenylpropanolamine HCl 12,5 mg, Chlorpheniramine



Maleate



1mg diminum



3xsehari



1



kaplet



(MIMS,2016). e) Waspada ESO : Efek samping dalam penggunaan n-asetyl sistein adalah gangguan Gastrointestinal dan diare ringan (Tse & Tseng, 2014). Efek samping penggunaan dextral yaitu mengantuk, gangguan pencernaan dan psikomotor, mulut kering, dan retensi urin (MIMS,2016).



46



C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Pasien Nama Obat Sistenol



Dextral



Monitoring KIE Keberhasilan Efek Samping Mengencerkan Gangguan 1. Mematuhi mukus Gastrointestinal dan penggunaan obat diare ringan (Tse & dengan tepat untuk Tseng, 2014). memberikan efektivitas maksimal. Mengurangi mengantuk, 2. Memperbanyak frekuensi batuk, gangguan minum air putih mengatasi hidung pencernaan dan pola tersumbat, psikomotor, mulut 3. Memperbaiki tidur. menghilangkan kering, dan retensi rasa pusing urin (MIMS,2016).



D. Kesimpulan Dari keluhan pasien tersebut, apotek Mentari Farma memberikan obat dextral dan sistenol. Kedua obat tersebut tepat diberikan pasien dimana sistenol mengandung n-acetyl sistein sebagai agen mukolitik dan dextral mengandung Dextromethorphan HBr, Phenylpropanolamine HCl, Chlorpheniramine Maleate yang digunakan sebagai anti alergi pasien dan mencegah terjadinya flu. Pasien tidak mengalami demam sehingga tidak perlu diberikan antipiretik, pusing dari pasien disebabkan adanya gejala flu tersebut (Tse & Tseng, 2014; Ragab et al., 2018).  Kasus swamedikasi 3 Kasus: Seorang ibu bernama Ibu Darsen berusia 50 tahun datang ke apotek mengeluhkan sakit dibagian pundak bagian kanan kurang lebih 3 hari. Ibu tersebut memiliki pekerjaan sebagai penjual pecel dan menjual dagangannya dengan digendong berkeliling. Sebelum datang ke apotek, ibu tersebut belum mengkonsumsi obat apapun. A. Assesment Subjektif Nyeri dibagian pundak sebelah kanan kurang lebih 3 hari



Objektif -



Rekomendasi Apoteker Berdasarkan subjektif dan objektif Meloxicam dan menunjukkan ibu Darsen menderita Nutralix nyeri nosiseptif dalam akut tingkat keparahan moderat Assesment



47



B. Plan 1. Tujuan Terapi - Intervensi awal dengan penyesuaian cepat dalam rejimen untuk rasa sakit yang tidak terkontrol -



Pengurangan rasa sakit ke tingkat yang dapat diterima



-



Memfasilitasi pemulihan dari penyakit atau cedera yang mendasarinya (HCANJ, 2017).



2. Terapi Non-farmakologi  Istirahat yang cukup  Kompres dengan es selama 15-20 detik (NHS, 2016). 3. Terapi Farmakologi a) Tepat Indikasi Ibu Darsen mengeluhkan nyeri dibagian pundak atas bagian kanan kurang lebih selama 3 hari. Ibu Darsen sendiri merupakan penjual pencel yang menjual dagangannya keliling. Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan tersebut (HCANJ, 2017). Menurut Yam et al., (2018) nyeri dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Berdasarkan keluhan yang dialami oleh Ibu Darsen dapat diketahui bahwa nyeri yang diderita adalah nyeri nosiseptif. Berdasarkan karakteristik nyeri nosiseptif yang dinyatakan oleh NPC (2012) maka nyeri nosiseptif yang diderita termasuk dalam nyeri nosiseptif dalam akut tingkat moderat yang terjadi akibat adanya luka.



48



(NPC, 2012) Tatalaksana nyeri menurut HCANJ (2017) adalah mengikuti “Ladder” yang ditetapkan oleh WHO. Tatalaksana terapi tersebut yaitu



(HCANJ, 2017) Berdasarkan Ladder tersebut terapi untuk nyeri tingkat moderat dimulai dengan pemberian nonopioid dan bisa ditambahkan dengan adjuvant. Nonopiod yang dapat diberikan adalah paracetamol/NSAID /COX-2 selektif. Menurut Crofford (2013), NSAID efektif sebagai sebagai agen analgesik untuk mengatasi nyeri. Sehingga terapi yang direkomendasikan untuk Ibu Darsen adalah menggunakan NSAID dan ditambah



suplemen



sebagai



adjuvant



untuk



meningkatkan



kesembuhan. b) Tepat Obat NSAID sebagai agen analgesik dan antiinflamasi efektif mengatasi nyeri. Menurut Kuritzky & Samraj (2012), ada berbagai jenis NSAID



49



yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri. NSAID tersebut meliputi,



Berdasarkan



tabel



diatas



dapat



diketahui



bahwa



meloxicam



merupakan NSAID yang memiliki selektifitas terhadap penghambatan COX-2, sehingga akan menurunkan resiko terjadinya efek samping berupa perdarahan pada saluran gastrointestinal. Sehingga NSAID yang direkomendasikan untuk Ibu Darsem adalah meloxicam. Menurut Gazoni et al., (2016) vitamin b komplek memiliki efek analgesik dan baik untuk dikombinasikan pada obat analgesik sebagai adjuvan. c) Tepat Pasien Pemberian NSAID berupa meloxicam yang memiliki selektifitas dalam penghambatan COX-2 memberikan manfaat untuk mencegah untuk risiko terjadinya masalah pada saluran pencernaan berupa pendarahan, selain itu memiliki t1/2 yang panjang sehingga pemberiannya lebih jarang yang memberikan keuntungan bagi pasien yang seorang penjual pecel keliling. Meloxicam lebih dipilih dibandingkan dengan obat COX-2 selektif karena berkaitan dengan kondisi pasien yang memiliki pekerjaan sebagai penjual pencel yang kurang memungkinkan apabila harus diberi COX-2 selektif yang memiliki harga yang lebih mahal (Crofford 2013). Penambahan



50



adjuvant dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesembuhan dan vit b12 mampu melindungi syaraf untuk mencegah teradinya luka lebih lanjut (Gazoni et al., 2016) d) Tepat dosis Menurut Kuritzky & Samraj (2012) dosis meloxicam yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah 15 mg 1 kali sehari selama. Sedangkan Vitamin B komplek dengan dosis thiamin (100mg),



piridoksin



(100mg)



and



cyanocobalamin



(5000μg)



direkomendasikan untuk mengatasi nyeri pada otot (Gazoni et al., 2016). e) Waspada Efek Samping Obat Meloxicam: sakit kepala, muntah diare dan sakit perut (MIMS, 2019)



C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Monitoring Keberhasilan Efek Samping Meloxicam Nyeri yang dialami akit kepala, muntah oleh pasien dapat diare dan sakit teratasi ditandai perut (MIMS, dengan tidak adanya 2019) kekakuan dan pasien dapat bebas bergerak (dapat menggendong dagangan dan mengulek dengan leluasa) Vitamin B Sebagai adjuvant komplek terapi analgesik yang dapat meningkatkan kesembuhan dan melindungi syaraf D. Kesimpulan Nama Obat



KIE Memberikan informasi mengenai jadwal pemakaian obat



Berdasarkan analisis terapi rasional menggunakan prinsip 4T+1W terapi yang direkomdasikan untuk ibu Darsem adalah meloxicam dan vitamin b kompek, sehingga terapi yang direkomendasikan oleh apoteker berupa meloxicam dan Nutralix (thiamine hcl, pyridoxin hcl dan cyanocobalamin) sudah sesuai.



51



 Kasus swamedikasi 4 Kasus: Ny. Nia berusia 20 tahun beralamat di Wlahar Kulon Rt 8 Rw 2 datang ke apotek dengan keluhan panas dingin (menggigil), kepala senut dan tidak nafsu makan kurang lebih selama 2 hari. Ny. Nia belum mengkonsumsi obat apapun. A. Assesment Subjektif



Plan/ Rekomendasi Apoteker Berdasarkan Neuropyron, subjektif dan Curcuma dan objektif Renovit menunjukkan Ny. Nia menderita tention type headache



Objektif



Assesment



Panas dingin (menggigil), kepala senut dan tidak nafsu makan kurang lebih 2 hari



B. Plan 1. Tujuan Terapi Tujuan yang dicapai meliputi pengurangan frekuensi sakit kepala, penurunan intensitas sakit kepal, menurunkan durasi sakit kepala, peningkatan respon terhadap terapi yang gagal, dan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan (Lenaert, 2009). 2. Terapi Non-farmakologi Menurut



Bendtsen



et



al.,



(2010)



terapi



nonfarmakologi



yang



direkomendasikan untuk tention-type headache adalah terapi perubahan kognitif dan relaksasi. 3. Terapi Farmakologi a) Tepat Indikasi Sakit kepala adalah gejala klinis yang sangat sering terjadi, yang mungkin didasarkan pada berbagai penyakit atau hanya menjadi ekspresi ketegangan dan kelelahan. Menurut NICE (2015), sakit kepala dikalsifikan dalam tiga kategori yaitu tention-type headache, migrain (with or without aura) dan cluster headache. Bersakan gejala yang dikeluhkan oleh Ny. Nia berupa kepala senut maka dapat diketahui bahwa sakit yang kepala yang diderita termasuk dalam



52



tension-type headache. Lenaert (2009) melaporkan bahwa tidak ada terapi abortif spesifik untuk mengatasi tention-type headache (TTH) sehingga NSAID dan analgesik direkomedasikan untuk terapi. Untuk meningkatkan tingkat kesembuhan dan melindungi syaraf dapat diberikan suplementasi. Menurut Bendtsen et al., (2010) TTH seringkali diikuti dengan munculnya anorexia yang ditandai dengan hilangnya nafsu makan. Untuk mengembalikan nafsu makan perlu diberikan suplemen.



(NICE, 2015) b) Tepat obat Analgesik dan NSAID direkomendasikan untuk mengatasi TTH dan telah dilakukan penelitian randomaized control trial yang menunjukkan kemanjuran. Metampiron merupakan salah satu agen yang umum digunakan untuk terapi TTH selama 20 tahun, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metampiron efektif dan



53



aman dibandingkan dengan obat NSAID lainnya. Efek yang lebih tersebut dikarenakan adanya onset terapi yang cepat (Lenaert 2009; Kotter et al., 2015). Sehingga terapi yang direkomendasikan untuk Ny. Nia adalah metampiron. Vitamin b kompleks memiliki efek analgesik dan memiliki efektifitas yang baik apabila digunakan sebagai adjuvant terapi analgesik (Gazoni et al., 2016). Curcumin sebagai salah satu suplemen yang dapat meningkatkan nafsu makan. Salah satu curcumin yang tersedia di pasaran adalah curcumin yang diproduksi oleh SOHO Global Health. c) Tepat Pasien Metampiron direkomendasikan karena memiliki onset yang cepat sehingga sakit kepala yang dialami oleh pasien dapat tertangani dengan cepat (Lenaert, 2009). Curcumin dipilih karena mengadung Curcuma xanthorriza sudah terbukti dapat meningkatkan nafsu makan (SOHO Global Health, 2019). Vitamin b kompleks dipilih untuk menjaga syaraf dan mempercepat kesembuhan (Gazoni et al., 2016). d) Tepat dosis Metampiron: dosis yang direkomendasikan adalah 500 mg 3 kali sehari (Lenaert, 2009). Curcumin : dosis yang direkomendasikan adalah 1-2 tablet setiap hari (SOHO Global Health, 2019) Vitamin b komplek : dosis thiamin (100mg), piridoksin (100mg) and cyanocobalamin (5000μg) direkomendasikan untuk mengatasi nyeri pada otot (Gazoni et al., 2016). e) Waspada efek samping Metampiron : Hipotensi, leukopenia dan nyeri dada (MIMS, 2019) C. Monitoring Efek Samping (ESO) dan KIE Nama Obat Metampiron



Monitoring Keberhasilan Efek Samping Keluhan Ny. Nia Hipotensi, berupa kepala leukopenia dan senut dapat teratsi nyeri dada (MIMS, 2019)



54



KIE Memberikan informasi mengenai jadwal pemakaian obat



Curcuma



Meningkatkan nafsu makan



Vitamin kompleks



Iritasi lambung dan mual (SOHO Global Health, 2019)



b Vit b bermanfaat untuk melindungi syaraf



D. Kesimpulan Berdasarkan analisis terapi rasional menggunakan prinsip 4T+1W terapi yang direkomendasikan untuk Ny. Nia adalah Metampiron, Curcuma dan Vitamin B kompek, sehingga terapi yang direkomendasikan oleh apoteker berupa Neuropyron v (Methampyron, vitamin b1, b6 dan b12), Curcuma dan Renofit (mengandung vitamin dan mineral yang lengkap) sudah sesuai.



 Kasus Swamedikasi 5 Kasus : Seorang pasien bernama Tn. Samsi berusia 53 tahun datang ke Apotek Mentari Farma dengan keluhan nyeri didaerah persendiran seperti lutut dan jarijari kaki yang sering muncul ketika pagi hari. Sebelumnya pasien terdiagnosis asam urat dan dan melalukan pengecekan asam urat dan diperoleh hasil 10,1 ml/dL. Pasien sebelumnya hanya mendapatkan obat allopurinol. Pasien meminta obat untuk mengatasi asam uratnya dan pegal-pegal yang dialaminya. A. Assessment Subjektif Nyeri



didaerah



Objektif



Plan /Rekomendasi



Assessment



Apoteker



Kadar asam Berdasarkan



data



persendian



urat



dan terapi



seperti lutut dan



ml/dL



jari-jari



kaki,



muncul



pada



10,1 subjektif objektif,



pasien



menderita asam urat.



pagi hari.



55



Apoteker



Flasicox



memberikan



Alofar



100



mg,



7,5



mg



dan



Neurosanbe



B. Plan 1. Tujuan Terapi -



Mencegah adanya komplikasi



-



Mengatasi serangan akut



-



Mengurangi rasa nyeri



-



Mempertahankan fungsi sendi



2. Terapi NonFarmakologi -



Istirahat yang cukup



-



Melakukan kompres dingin



-



Modifikasi diet



-



Mengurangi berat badan (Kanna, et al., 2012)



3. Terapi Farmakologi a. Tepat indikasi Tn. Samsi mengeluhkan nyeri dibagian persendian seperti lutut dan jati-jari kaki dan sering muncul ketika pagi hari. Nyeri tersebut didefinisikan sebagai gejala asam urat yang diperketat dengan tingginya kadar asam urat yaitu 10 ,1 ml/dL dengan nilai normal 4-8,3 ml/ dL (Sari M. 2010). Asam urat merupakan penyakit yang terjadi akibat tingginya kadar asam urat (lebih dari 7,0 mg/dL untuk pria dan 6,0 mg/dL untuk perempuan) di dalam cairan tubuh sehingga membentuk kristal monosodium urat (MSU) pada sendi, tulang, maupun jaringan lunak yang menimbulkan adanya rasa nyeri (Becker, 2016).



56



Algoritma Terapi Gout (Kanna, et al., 2012)



Algoritma Terapi Gout (Kanna, et al., 2012)



57



Penatalaksanaan first line therapy untuk mengurangi pembentukan asam urat dalam tubuh menurut Kanna, et al. tahun 2012 yaitu golongan xantin oksidase inhibitor seperti allopurinol dan Febuxostat. Jika kontraindikasi terhadap XOI atau intoleran maka diberikan terapi alternative yaitu Probenesid. Obat golongan xantin oksidase inhibitor yang menjadi pilihan yaitu allopurinol.



Penatalaksanaan terapi



nyeri mild-moderete untuk gout



berdasarkan algoritma yaitu monoterapi NSAID, kolkisin, atau kortikosteroid. Penggunaan kolkisin dapat menyebabkan diare akut dan tidak dianjurkan pada penderita yang onset serangannya telah lebih dari 36 jam. Sehingga kurang efektif dan digunakan sebagai alternatif pilihan terakhir (Kanna, et al., 2012). NSAID lebih dipilih karena efikasi serta resiko potensial NSAID biasanya lebih dapat ditolerir dibanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi (Kanna, et al., 2012). Menurut guedline, NSAID yang digunakan sebagai terapi nyeri pada gout seperti naproksen, indometasin, dan sulindak. b. Tepat Obat



Terapi yang diberikan untuk menurunkan kadar asam urat didalam tubuh adalah Allopurinol yang merupakan obat golongan XOI



dengan



mekanisme



kerja



menghambat



pembentukan



hiposantin menjadi xantin dan xantin menjadi asm urat. Terapi nyeri pada asam urat menggunakan obat golongan NSAID. Apoteker meberikan terapi meloxicam, Menurut Kuritzky & Samraj (2012), ada berbagai jenis NSAID yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri. NSAID tersebut meliputi,



58



Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa meloxicam merupakan



NSAID



penghambatan terjadinya



yang



COX-2,



memiliki



sehingga



efek samping berupa



akan



selektifitas menurunkan



perdarahan pada



terhadap resiko saluran



gastrointestinal. Apoteker memberikan obat tambahan berupa Vitamin B Complex yang berisi vitamin B1, B6 dan B12. Menurut



Gazoni et al., (2016) Vitamin B komplek memiliki efek analgesik dan baik untuk dikombinasikan pada obat analgesik sebagai adjuvan. c. Tepat Pasien



Pemberian XOI berupa Allopurinol yang memiliki selektifitas dalam menghambat pembentukan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam utar dan dengan cepat dapat dimetabolisme menjadi metabolisme aktifnya yaitu oxypurinol (Dalbeth et al., 2016). Allopurinol dipilih untuk meneruskan terapi yang telah diberikan pasien sebelumnya.Pemberian NSAID berupa meloxicam yang memiliki selektifitas dalam penghambatan COX-2 memberikan manfaat untuk mencegah untuk risiko terjadinya masalah pada saluran pencernaan berupa pendarahan, selain itu memiliki t1/2 yang panjang sehingga pemberiannya lebih jarang yang memberikan keuntungan bagi pasien (Crofford 2013).



59



Penambahan adjuvant



(vitamin B Complex) dapat bermanfaat



untuk meningkatkan kesembuhan dan mampu mencegah teradinya luka lebih lanjut (Gazoni et al., 2016) d. Tepat Dosis -



Flasicox (meloxicam) 7,5 mg diminum 2 x sehari/ tablet sesudah makan pada pagi dan malam hari (Medscape, 2019).



-



Dosis awal Allopurinol yang diberikan sebaiknya tidak lebih dari 100 mg perhari (Kanna, et al., 2012). Apoteker memberikan Allopurinol merk dagang yaitu Alopar 100 mg diminum 1 x sehari/ tablet sesudah makan pada pagi hari.



-



Vitamin B Complex ( vitamin B1 (100 mg), B6 (200 mg) dan B12 (200 mcg)) diminum 1 x sehari/ tablet sesudah makan pada pagi hari (Medscape, 2019).



e. Wapada Efek Samping -



Flasicox (meloxicam) : Gangguan pencernaan, pusing, mual, muntah, nyeri abdomen



-



Alopar (allopurinol) : Ruam kulit, mual, muntah dan memburuknya fungsi ginjal.



-



Vitamin B Complex : Reaksi alergi, ruam, diare, mual (Medscape, 2018)



C. Monitoring Efek Samping (ESO) dan KIE Nama Obat



Monitoring Keberhasilan



Alopar



Menormalkan



(allopurinol)



kadar asam urat muntah



100 mg



(4-8,5 ml/dL)



Ruam



kulit,



mual, dan



memburuknya fungsi ginjal.



Flasicox



Nyeri



(meloxicam)



teratasi



7,5 mg



Vitamin



B Membantu



KIE



Efek Samping Obat



pasien



melakukan



pola



untuk hidup



sehat 2. Edukasi pasien untuk patuh minum obat



sendi Gangguan pencernaan,



1. Eduksi



pusing,



3. Edukasi pasien bagaimana



mual, muntah, nyeri



cara



mengontrol



abdomen



asam



urat



Reaksi alergi, ruam,



normal (4-8,3 ml/dL)



60



agar



kadar ditaraf



Complex



perbaikan



diare, mual



4. Edukasi pasien jika dalam



penyakit



3 hari tidak ada perbaikan maka



disarankan



untuk



periksa ke dokter untuk pengobatan lebih lanjut



D. Kesimpulan Berdasarkan analisis terapi rasional menggunakan prinsip 4T+1W terapi yang direkomendasikan untuk Tn. Samsi adalah Alopar (allopurinol), Flasicox (meloxicam) dan Vitamin B kompek, sehingga terapi yang direkomendasikan oleh apoteker sudah sesuai.  Kasus Swamedikasi 6 Keluhan : Datang seorang pasien bernama Ny. Desi berusia 24 tahun ke Apotek Mentari Farma dengan gejala sakit gigi, berlubang, timbulnya rasa cenat-cenut ± sudah 2 hari, sedang menyusui bayinya berusia 4 bulan. Belum mengkonsumsi obat sebelumnya, hanya diberikan koyo. A. Assessment Subjektif



Objektif



Gigi berlubang,



-



Assessment



Rekomendari



Berdasarkan data Apoteker



cenut-cenut ±2



subjektif, pasien memberikan terapi



hari, dan sedang



menderita



menusui



gigi berlubang



sakit ibufrofen



tablet,



dexaharsen



yang



bayinya berusia



mengandung



4 bulan.



dexamethasone serta vitalong-C



B. Plan 1. Tujuan Terapi -



Menghilangkan nyeri



-



Mengatasi Inflamasi



61



2. Terapi Nonfarmakologi -



Menghindari atau membatasi makanan yang mengandung gula dan pemanis buatan



-



Meghindari minuman yang panas disertai minum air dingin secara beruntun



-



Periksa gigi secara teratur minimal 6 bulan sekali



-



Berkumur menggunakan air panas atau dingin



-



Kompres menggunakan es batu



3. Terapi Farmakologi a. Tepat indikasi Sakit gigi atau nyeri odontogenik merupakan penyakit yang biasanya menyerang jaringan pulpa atau struktur periodontal (Afif, 2015). Sakit gigi merupakan indikator kesehatan mulut. Sakit gigi dapat disebabkan oleh aktivitas rangsangan terhadap gigi, kimia dan rangsangan termal, atau dapat muncul secara spontan sehingga dapat menyebabkan peradangan parah pada pulpa gigi (Machado et al. 2014). Nyeri yang timbul ketika sakit gigi merupakan reaksi fisiologis yang timbul oleh rangsangan yang mencapai nilai ambang rasa nyeri pada reseptor nyeri . Mekanisme nyeri gigi berawal dari ransangan berbahaya yang diubah impuls nyeri sampai persepsi nyeri gigi. Rangsangan di terima oleh email, di sampaikan ke reseptor di dentin. Kemudian ransang di ubah menjadi impuls yang kemudian di sampaikan ke pulpa. Dan akhirnya sampai di pusat nyeri, tempat nyeri di persepsi (Machado et al. 2014).



(Tatalaksana nyeri menurut Guideliene (2017) adalah mengikuti “Ladder” yang ditetapkan oleh WHO)



62



Berdasarkan Ladder tersebut terapi untuk nyeri tingkat mild dimulai dengan pemberian nonopioid dan bisa ditambahkan dengan adjuvant. Nonoipid yang dapat diberikan adalah paracetamol dan ibuprofen. Menurut Crofford (2013), NSAID efektif sebagai sebagai agen analgesik untuk mengatasi nyeri. Sehingga terapi yang direkomendasikan untuk Ny. Desi adalah menggunakan NSAID dan ditambah suplemen sebagai adjuvant untuk meningkatkan kesembuhan. b. Tepat Obat NSAID efektif sebagai sebagai agen analgesik untuk mengatasi nyeri. Ny. Desi mengalami sakit gigi berlubang dan sedang menyusui bayinya yang berusia 4 bulan, sehingga NSAID yang tepat untuk ibu menyusui adalah ibuprofen. Menurut Depkes RI (2006), ibuprofrn masuk masuk dalam kategori L1 (aman) digunakan untuk terapi nyeri akibat sakit gigi .



Pedoman Untuk Pengobatan dan Pemberian ASI (Depkes RI, 2006)



Apoteker memberikan terapi tambahan berupa Vitalog-C yang mengandung Vitamin C 500 mg. Menurut penelitian Andries S C (2016), Vitamin C memiliki hubungan dengan kesehatan jaringan periodontal



dan memiliki berbagai fungsi



untuk jaringan



periodontal. Vitamin C merupakan antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal bebas dari hasil metabolisme sel di dalam tubuh, sebagai kofaktor dalam proses pembentukan prolin dan lisin 63



yang



merupakan



asam



amino



pembentuk



kolagen,



serta



merangsang peningkatan aktivitas sel-sel pertahanan tubuh. Sehingga Vitamin C baik digunakan sebagai adjuvant. c. Tepat Pasien Pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap obat tersebut dan penyakit tertentu (Medscape, 2019). d. Tepat Dosis -



Ibuprofen 400 mg diminum 2 x sehari/tablet sesudah makan pada pagi dan siang hari.



-



Vitalog-C 500 mg diminum 1 x sehari/tablet sesudah makan pada pagi hari. (Medscape, 2019)



e. Waspada Efek Samping Obat -



Ibuprofen : pusing, nyeri uluhati, konstipasi, ruam, dan mual (PIONAS, 2019).



-



Vitalog-C : nyeri panggul, sakit kepala, diare, dyspepsia, mual, muntah (Medscape, 2019).



C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Monitoring Nama Obat



KIE Keberhasilan



Efek Samping



Ibuprofren



Tidak terjadi pusing, nyeri uluhati,



400 mg



inflamasi



konstipasi, ruam, dan mual



(PIONAS,



2019).



patuh dalam minum obat 2. Edukasi pasien untuk menyikat gigi minimal 2



Vitalog-C



nyeri panggul, sakit



500 mg



kepala,



diare,



dyspepsia,



mual,



muntah



1. Edukasi pasien agar



(Medscape,



kali sehari pada pagi dan sebelum tidur 3. Edukasi pasien untuk berkumur-kumur menggunakan obat



2019).



kumur setelah menyikat



64



gigi agar makanan yang tersisa di dalam gigi berlubang terangkat dan terhindar dari kuman 4. Edukasi pasien agar memberbanyak makan makanan yang banyak mengandung Vitamin C 5. Edukasi pasien jika 3 hari tidak ada perbaikan maka disaran untuk periksa ke dokter gigi untuk pengobatan lebih lanjut.



D. Kesimpulan Berdasarkan analisis terapi rasional menggunakan prinsip 4T+1W terapi yang direkomendasikan untuk Ny. Desi adalah ibuprofen dan Vitalog C (Vitamin C), sehingga terapi yang direkomendasikan oleh apoteker sudah sesuai.  Kasus swamedikasi 7 Kasus : Ibu Sumini datang ke Apotek Mentari Farma dengan keluhan perut mulas dan diare sejak 2 hari yang lalu. A. Assesment Subjektif



Objektif



Assesment



Rekomendasi Apoteker



Mules, diare ± 2 hari, -



Berdasarkan



konsistensi feses cair,



subjektif,



frekuensi BAB ± 3 kali



mengalami diare



dalam



sehari,



tidak



disertai demam



65



data Oralit, Loperamid, pasien Spasminal



B. Plan 1. Tujuan terapi - Mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit - Mencegah dehidrasi 2. Terapi Non Farmakologi - Perbanyak mengkonsumsi Air putih - Cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda dan 3 sendok makan gula per liter air (Dipiro et al, 2009). 3. Terapi Farmakologi a. Tepat indikasi Pasien merasa mulas dan mengalami diare lebih dari 2 hari tanpa disertai demam. Sehingga dapat disimpulkan pasien menderita diare akut, karena berlangsung kurang dari 2 minggu. Diare didefinisikan sebagai buang air besar (BAB) dengan feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Gejala penyerta dapat berupa mulas, demam, mual, muntah (Amin, 2015). Hal yang yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan terapi diare adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut (Amin, 2015). Sehingga pasien perlu diberikan rehidrasi oral. Pasien diberikan terapi untuk mengatasi diare, berupa Loperamide HCl. Loperamide HCl merupakan agen golongan Opiat yang memiliki efek penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare (Amin, 2015). Pada saat diare, biasanya terjadi pergerakan motilitas saluran cerna yang terjadi lebih cepat dari biasanya (Amin, 2015). Sehingga pasien diberikan obat Spasminal sebagai relaksan otot, supaya pergerakan motilitas saluran cerna kembali normal. b. Tepat Obat Pasien diberikan Pharolit sebagai terapi rehidrasi oral, Loperamide HCl. Obat yang dipilih telah sesuai dengan algoritma terapi diare menurut



66



Riddle (2016), berdasarkan data subjektif pasien. Sedangkan Spasminal diberikan sebagai terapi penunjang.



Algoritma terapi diare (Riddle, 2016)



c. Tepat Dosis Loperamide diberikan mula-mula 2 tablet (4 mg), kemudian 2 mg setiap keluar fases yang tidak berbentuk (cair), dosis yang diberikan tidak boleh lebih dari 16 mg/hari. Loperamide diberikan selama ≤ 5 hari (Regnard et al, 2011). hal ini sesuai dengan dosis dan aturan pakai yang diberikan oleh Apoteker. d. Tepat Pasien Kontraindikasi dari loperamid adalah pasien diare yang disertai demam (>38,5°C) atau terdapat darah pada feses, konstipasi. Pasien pada kasus ini tidak mengalami kondisi dikotraindikasikan tersebut, sehingga Loperamid aman digunakan pada pasien ini (Hill, 2008). e. Waspada Efek Samping Obat Efek samping dari Oralit relatif tidak ada (Guandalini, 2017). sedangkan



operamide



memiliki



efek



samping



berupa



kembung,



konstipasi,nafsu makan berkurang mual, muntah, nyeri abdomen dan reaksi



67



hipersentif, tetapi efek samping ini jarang terjadi (IAI, 2016). Efek samping Spasminal antara lain sedasi, pusing, konstipasi (Drugs, 2019).



C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Nama Obat Oralit



Loperamid



Monitoring Keberhasilan Efek Samping Tidak terjadi dehidrasi



KIE - Memberikan informasi mengenai jadwal pemakaian obat



Perut kembung, - Memberitahu pasien mual, sembelit, supaya menjaga higienitas kantuk, pusing (MIMS, 2019_ lingkungan dan



membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum Spasminal



Berkurangnya dan sesudah makan frekuensi defekasi sedasi, pusing, (mencret) < dari 3x konstipasi sehari, konsistensi (Drugs, 2019) - Memberikan edukasi feses normal, tidak mengenai pola hidup yang encer harus dijalani (diet rendah lemak dan istirahat yang cukup (Kemenkes RI, 2011)



D. Kesimpulan Pasien mengalami diare > 2 hari tanpa disertai demam, feses tidak berdarah, konsistensi feses cair, dan frekuensi BAB ± 3 kali dalam sehari, Kondisi tersebut mengakibatkan aktivitasnya sedikit terganggu. Terapi yang diberikan pada pasien, yaitu Oralit, tablet salut selaput Loperamide 2mg dengan aturan pemakaian pertama 4mg/hari dan diteruskan 2mg/hari, serta Spasminal dengan aturan pakai 1x sehari 1 tablet. Terapi tersebut sudah sesuai dengan prinsip 4T+1W.



68



 Kasus swamedikasi 8 Kasus : Bapak Slamet datang ke Apotek Mentari Farma dengan keluhan muncul kutu air disertai rasa gatal di sela-sela jari kaki, kulit menebal, mengeras, dan kasar di bagian sisi kaki. Keluhan pasien muncul sejak seminggu yang lalu dan belum mendapatkan pengobatan sama sekali. Pasien sering pergi ke kebun tanpa memakai alas kaki A. Assesment Subjektif



Objektif



Assesment



Rekomendasi Apoteker



Muncul kutu air di sela-sela jari -



Berdasarkan



data Krim



kaki, kulit menebal, mengeras,



subjektif,



pasien klotrimazol 1%



dan kasar di bagian sisi kaki.



mengalami



gejala



Keluhan pasien muncul sejak



tinea pedis



seminggu yang lalu dan belum mendapatkan pengobatan sama sekali. Pasien sering pergi ke kebun tanpa memakai alas kaki



B. Plan 1. Tujuan terapi Mencapai penyembuhan sesegera mungkin dan meminimalkan kekambuhan. 2. Terapi Non Farmakologi -Mengeringkan kaki dan jari kaki dengan teliti setelah mandi - Menggunakan serbuk kaki yang kering sekali atau dua kali sehari - Memakai alas kaki setiap keluar rumah - Membersihkan lantai kamar mandi menggunakan produk yang mengandung pemutih



69



3. Terapi Farmakologi a. Tepat indikasi Pasien merasakan gatal di sela-sela kaki dan terdapat kutu air, kulit di bagian sisi kaki menebal, mengeras, dan kasar. Pasien memiliki kebiasaan pergi keluar rumah tanpa memakai alas kaki. Berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami tinea pedis. Lesi yang muncul di kaki pasien tergolong minimal, sehingga rekomendasi terapi yang dianjurkan adalah terapi topikal. Terapi yang diberikan pada pasien berupa krim topikal klotrimazol. b. Tepat Obat Firstline therapy untuk tinea pedis adalah topikal imidazole (Dipiro, 2009). Pasien menerima krim klotrimazol 1%. Klotrimazol merupakan golongan imidazole, sehingga terapi yang diberikan sudah tepat. c. Tepat Dosis Berdasarkan Dipiro (2009), obat topikal untuk penderita tinea pedis adalah krim klotrimazol 1% 20 mg dengan aturan pakai dioleskan tipis-tipis 2-3x sehari selama 1 bulan. Hal ini sesuai dengan aturan pakai yang diberikan Apoteker kepada pasien d. Tepat Pasien Obat yang diberikan merupakan sediaan topikal, sehingga sesuai untuk pasien geriatri karena tidak akan menimbulkan permasalahan terhadap penyerapan obat. e. Waspada Efek Samping Obat Efek samping dari krim klotrimazol 1% adalah reaksi hipersentifitas (MIMS, 2019)



70



C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Nama Obat Krim klotrimazol 1%



Monitoring KIE Keberhasilan Efek Samping - Memberikan informasi Lesi dan rasa Reaksi hipersensitifit mengenai jadwal pemakaian obat gatal di kaki as (MIMS, - Memakai alas kaki yang benar2019). menghilang benar kering saat keluar rumah - Mengeringkan kaki dan jari kaki dengan teliti setelah mandi - Menggunakan serbuk kaki yang kering sekali atau dua kali sehari - Membersihkan lantai kamar mandi menggunakan produk yang mengandung pemutih



D. Kesimpulan Pasien mengalami gejala tinea pedis berupa munculnya kutu air di sela-sela jari kaki, kulit menebal, mengeras, dan kasar di bagian sisi kaki. Terapi yang diberikan pada pasien adalah krim klotrimazol 1% dengan aturan pakai dioleskan tipis-tipis pada bagian yang gatal 2-3x sehari. Terapi tersebut sudah sesuai dengan prinsip 4T+1W.



71



B. Analisis Resep  Resep 1



Skrining Resep 1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep) Pada Resep No



Uraian Ada



Inscription 1



Identitas dokter, meliputi : 



Nama dokter SIP dokter Nomor telepon 2



Tanggal penulisan resep







3



Tanda resep diawal penulisan resep







Prescriptio 4



Nama Obat







5



Jumlah Obat







72



Tidak



Signatura 6



Nama pasien







7



Umur pasien







8



Alamat pasien



9



Aturan pakai obat



 



Subscriptio 10







Tanda Tangan/paraf dokter



Kesimpulan Resep tersebut belum lengkap dikarenakan kurangnya data pasien berupa alamat pasien



2. Skrining Farmasetis No



Kriteria



Permasalahan



Pengatasan



1



Bentuk Sediaan



-



Sesuai



2



Stabilitas Obat



-



Sesuai



3



Inkompatibilitas



-



Sesuai



4



Cara Pemberian



-



Sesuai



5



Jumlah Pakai



dan



Aturan Kalsium laktat Kalsium direkomendasikan untuk diminum diminum sebelum makan makan



laktat sebelum



3. Pertimbangan Klinis No 1



Nama Obat Nifedipin



Indikasi dan Dosis literatur



Indikasi dan Dosis Resep



Nifedipin merupakan obat golongan calcium canal bloker (CCB) dihidropiridin yang memiliki indikasi untuk murunkan tekanan darah melalui mekanisme penghambatan kanal kalsium (Dipiro,



Obat pada resep ini ditujukkan untuk mengontrol tekanan darah. Dosis pemberian 10 mg 1xsehari 1 tablet.



73



Kontraindikasi



Keterangan



Syaok kardiogenik, akut angina unstable (MIMS, 2019)



Terdapat Drug Related Problem (DRP) berupa interaksi moderat antara nifedipin dan Kalk (kalsium laktat) yang dapat menurunkan efektifitas



2015). Menurut JNC 8 (2014) dosis yang direkomendasikan adalah 10 mg. 2



Kalk (kalsium laktat)



Kalk (kalsium laktat) merupakan suplemen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati defisiensi kalsium. Dosis yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah 325-625 mg oral diminum 2-3 kali sehari sebelum makan (drug.com).



Obat pada resep ini ditujukkan untuk mengobati defisiensi kalsium. Dosis pemberian 500 mg 2x sehari 1 tablet.



Kondisi hiperkalsemia dan hiperkalsiuria (MIMS, 2019)



nifedipin dengan adanya saturasi kanal kalsium (drug.com)



A. Assesment Problem Medik Hipertensi



Assesment



Plan Penatalaksaan DRP



DRP : interaksi obat



Monitoring efektifitas nifedipin dan



Terdapat interaksi moderat Defisiensi Kalsium



antara nifedipin dan Kalk (kalsium laktat) yang dapat menurunkan



efektifitas



nifedipin



dengan



saturasi



kanal



mengatur



jadwal



minum



nifedipin diminum sesudah makan dan kalk diminum sebelum makan (drug.com)



adanya kalsium



(drug.com)



B. Plan 1. Tujuan Terapi Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah : 



Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target



74



obat



(misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal) 



Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko. (Depkes RI, 2006).



1. Terapi Non – Farmakologi Menerapkan gaya hidup sehat dengan modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obesitas atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; dan aktifitas fisik (Depkes RI, 2006). 2. Terapi Farmakologi 



Hipertensi Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang



beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui. Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Apabila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasienpasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Depkes RI, 2006).



75



Menurut JNC 8 (2014) tatalaksana hipertensi adalah :



(JNC 8, 2014) Berdasarkan resep dapat diketahui bahwa pasien bernama Ny. Mukti berusia 24 tahun, sehingga menurut JNC 8 (2014) rekomendasi terapi untuk mengontrol tekanan darah pada pasien berusia kurang dari 60 tahun nonblack adalah dengan menggunakan diuretik/ACEI/ARB/CCB tunggal maupun kombinasi. Wu et al., (2014) dalam penelitian meta analisis membandingkan efektifitas CCB dan ARB pada pasien hipertensi. Melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan apabila dilihat dari angka kematian, namun CCB lebih efektif dalam mencegah terjadinya stroke dan kejadian infark miokardial. Hasil meta analisis tersebut merekomendasikan terapi awal menggunakan CCB lebih superior dibandingkan dengan ARB untuk mencegah terjadinya stroke dan infark miokardium. Nguyen et al., (2009) dalam penelitian meta analisis mengenai efek CCB monotherapi pada ras black dan nonblack melaporkan bahwa CCB memiliki efektifitas yang sama dalam menurunkan tekanan pada kedua ras. CCB terdiri dari 2 jenis yaitu dihidropiridin



dan



nondihidropirin.



CCB



dihidropiridin



memiliki



efek



penghambatan kanal kasium di perifer. Nefedipin merupakan salah satu CCB dihidropiridin yang tersedia dalam sediaan sustain release dan long acting 76



sehingga hanya perlu digunakan 1 atau 2 kali sehari yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Kepatuhan pasien sangat diperlukan dalam terapi hipertensi karena obat hipertensi perlu digunakan secara teratur setiap hari untuk mengontrol tekanan darah. Tekanan darah yang terkontrol akan mencegah terjadinya penyakit lain yang dapat menurunakn kualitas hidup pasien. Dosis yang direkomendasikan untuk nifedipin adalah 10 mg yang diminum 1 kali sehari (JNC 8, 2014; Dipiro, 2015). Berdasarkan resep yang diterima oleh pasien berupa nifedipin dan kalk (kalsium laktat), menurut drug interaction checker (2019) terdapat interaksi moderat diantara kedua obat yang dapat menurunkan efektifitas nifedipin. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya monitoring, selain itu dapat pula dengan mengatur jadal minum obat. Menurut drug.com (2019), suplemen kalk (kalsium laktat) sebaiknya diminum sebelum makan. Sehingga dengan adanya perbedaan jadwal minum akan menurunkan resiko terjadinya interaksi.  Defisiensi kalsium Defisiensi kalsium merupakan keadaan. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian suplementasi kalsium berupa kalk (kalsium laktat) dengan dosis 325625 mg diberikan 2-3 kali sehari dan direkomedasikan untuk diminum sebelum makan (drug.com) C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Monitoring Obat



KIE Keberhasilan



Nifedipine



Tekanan



Efek Samping Sakit



kepala, Memahami



terkontrol dengan hipotensi,



takikardi, pakai



obat



aturan agar



target < 140/90 muntah daan migran tujuan terapi dapat (JNC 8, 2014)



(MIMS, 2019)



Kalk



Kebutuhan



Mual,



(kalsium



kalsium



laktat)



terpenuhi



muntah



pasien konstipasi 2019)



77



tercapai dan



(MIMS,



 Resep 2 dr. Siti Farida Setyaningrum R/ Gabapentin 300 mg no xiv S1dd1



det xiii



R/ Meloxicam 7,5 mg no xxx S1dd1



det vii



R/ Ranitidin no xxx S2dd1



det xiv



R/ Diazepam 2 mg no xxx S2dd1



det xiv



Nama pasien : Munanja Kimun



Skrining Resep 1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep) Pada Resep No



Uraian Ada



Tidak



Inscription 1



Identitas dokter, meliputi : Nama dokter







SIP dokter Nomor telepon 



2



Tanggal penulisan resep



3



Tanda resep diawal penulisan 



resep Prescriptio



78



4



Nama Obat







5



Jumlah Obat







Signatura 



6



Nama pasien



7



Umur pasien







8



Alamat pasien







9



Aturan pakai obat







Subscriptio 10







Tanda Tangan/paraf dokter



Kesimpulan Resep tersebut belum lengkap kurangnya data dokter dan pasien 2. Skrining Farmasetis No



Kriteria



Permasalahan



Pengatasan



1



Bentuk Sediaan



-



Sesuai



2



Stabilitas Obat



-



Sesuai



3



Inkompatibilitas



-



Sesuai



4



Cara Pemberian



-



Sesuai



5



Jumlah



Aturan -



Sesuai



dan



Pakai



79



3. Pertimbangan Klinis



No



1



Nama Obat



Gabapentin



Indikasi



Indikasi dan Dosis



dan Dosis



literatur



Berdasarka



merupakan



obat n



antiepilepsi



atau gabapentin



Hipersensitivitas,



Terdapat Drug



resep, pankreatitis akut, Related galaktosemia dan Problem (DRP)



sebagai diberikan



antikonvulsan. Dosis



Keterangan



Resep



Gabapentin



disebut



Kontraindikasi



kurang



untuk



untuk



gabapentin mengatasi



efektif berupa



terapi



mengatasi kurang



efektif



epilepsy



tipe dari



yang



epilepi.



kejang generalisir Menurut NICE



direkomendasikan



Dosis



primer



adalah 300 mg/ hari pemberian



(Pionas, (2014)



2015)



Meloxicam



PPI



berupa



2015)



sehari



Lansoprazol



Meloxicam



golongan



1



lebih



Berdasarka obat n



Hipersensitif



resep, terhadap



NSID meloxicam



meloxicam,



yang memiliki efek diberikan



riwayat asma dan



analgesik



urtikaria (MIMS,



dan untuk



antiinflamasi yang mengatasi



2019)



bermanfaat



untuk nyeri. Dosis



mengatasi



nyeri. pemberian



Dosis



yang 7,5



direkomendasikan



1



hari (Dipiro, 2015). Ranitidin merupakan



Berdasarka obat n



80



dengan H2RA dalam mencegah dan mengatasi perdarahan saluran



pencernaan



mg



1xsehari



efektif



dibandingkan



pada



adalah 7,5-15 mg/ tablet



Ranitidin



golongan



300 mg 1x



merupakan



3



obat



(Koda-kimbel,



tablet 2



ranitidin.



Hipersensitif



resep, terhadap ranitidin



golongan



H2RA ranitidin



(Pionas, 2015)



yang



bermanfaat diberikan



untuk



mengatasi sebagai



tukak



lambung. mencegah



Dosis



yang terjadinya



direkomendasikan adalah



150



perdarahan



mg gastrointesti



diberikan 2x sehari nal (Dipiro, 2015).



akibat



pemberian NSID berupa meloxicam. Aturan pakai



2x



sehari



1



tablet 4



Daizepam



Diazepam merupakan



Berdasarka obat n



golongan psikotropik digunakan



resep, myasthenia gravis



diazepam



dan



yang digunakan



hepar



jangka untuk pada mengatasi



ansietas



atau kegelisah.



insomnia, tambahan Dosis pada putus alkohol pemberian status 2



epileptikus, kejang 2xsehari demam,



spasme tablet



otot (Pionas, 2015). Dosis



yang



dorekomendasikan



81



gangguan berat



(MIMS, 2019)



pendek



akut,



Glukoma,



mg 1



untuk



mengatasi



gelisah



pada



dewasa



adalah 2



mg



3x



sehari



(MIMS, 2019) A. Assesment Problem Medik



Assesment



Eplilepsi



DRP : tidak terdapat



Nyeri



Plan Penatalaksaan DRP



DRP : terapi kurang efektif Pemberian Ranitidin sebagai profilaksis perdarahan saluran gastrointestinal



akibat



penggunaan kurang



meloxicam



efektif.



Menurut



NICE (2014), obat golongan PPI



lebih



Ranitidin



sebagai



perdarahan saluran gastrointestinal diganti dengan obat golongan PPI. PPI



yang



digunakan



dibandingkan dengan obat golongan PPI lainnya (NICE, 2014).



efektif



DRP : tidak terdapat



B. Plan 1. Tujuan Terapi 



Mengontrol kejang







Mengatasi nyeri







Mengatasi kegelisahan



1. Terapi Non – Farmakologi Melakukan diet ketogenik untuk meningkatkan kesembuhan epilepsi dan menjaga agar tidak terjadi serangan. Untuk mengatasi kegelisahan dapat melakukan atur pernapasan dan yoga (NICE, 2018).



82



adalah



Lansoprazol, karena lebih efektif



dibandingkan dengan H2RA. Anxietas



profilaksis



2. Terapi Farmakologi 



Epilepsi Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat akibat pola



aktivitas listrik otak yang tidak normal, sehingga menimbulkan keluhan kejang, sensasi dan perilaku yang tidak biasa, hingga hilang kesadaran. Gangguan pada pola aktivitas listrik otak saraf dapat terjadi karena kelainan pada jaringan otak, ketidakseimbangan zat kimia di dalam otak, atau kombinasi dari beberapa faktor penyebab tersebut (Dipiro, 2015). Menurut NICE (2018), tatalakasana pasien epilepsi adalah



(NICE, 2018) Berdasarkan diagram diatas maka diperlukan adanya terapi farmakologi untuk pasien epilepsi. Pemilihan obat untuk terapi epilepsi didasarkan pada jenis kejang yang dialami oleh pasien (NICE, 2018). Berkaitan 83



dengan keterbatasan data maka pemilihan terapi menggunakan obat yang umum digunakan pada psaien epilepsi. Sebagai lini pertama terapi adalah menggunakan agen antikonvulsan. Apabila agen konvulsan lini pertama tidak efektif atau pasien tidak dapat menoleransi maka dapat diberikan terapi adhunctive untuk menggantikan agen antikonvulsan tersebut (NICE, 2018). Berdasarkan resep dapat diperkirakan bahwa pasien kurang mentolerasi agen antikonvulsan lini pertama sehingga dokter meresepkan agen adjunctive. Salah satu agen adjunctive yang direkomendasikan oleh NICE



(2018)



adalah



gabapentin.



Gabapentin



merupakan



agen



antikonvulsan yang termasuk dalam GABA mimetik, memiliki efektivitas yang baik dan mampu ditolerasi oleh pasien dengan baik (Honarman et al., 2011). Dosis yang direkomendasikan adalah 300 mg/ hari yang dapat dititrasi hingga 900-1800 mg/hari selama 1-2 minggu (Honarman et al., 2011). 



Nyeri Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan



emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan tersebut (HCANJ, 2017). Menurut Yam et al., (2018) nyeri dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik dapat disebabkan oleh beberapa hal salah satunya disebabkan oleh kejang yang terjadi padaa pasien epilepsi.



(Gierthmühlen & Baron, 2016) Berdasarkan WHO analgesik ladder, terapi untuk nyeri dengan tingkat keparahan mild-moderat menggunakan analgesik nonopioid, salah satunya adalah menggunakan NSAID. Meloksikam sebagai salah satu NSAID



84



memiliki efektifitas yang baik, selain itu dengan t1/2 yang panjang dan memiliki selektifitas terhadap COX-2 dapat menurunkan risiko terjadinya efek samping berupa perdarahan pada saluran gastrointestinal (Kuritzky & Samraj, 2012). Dosis yang direkomendasikan adalah 7,5-15 mg/hari (Dipiro, 2015). Walaupun memiliki selektifitas terhadap COX-2 namun meloxicam merupakan NSAID nonselektif yang bekerja dengan menghambat COX-1. Penghambatan tersebut dapat menyebabkan penghambatan sekresi prostaglandin. Sedangkan prostaglandin dibutuhkan untuk memproduksi mukus yang bertujuan untuk melindungi saluran gastrointestinal dari agen-agen yang berisfat iritatif salah satunya adalah NSAID. Untuk mencegah hal tersebut maka dapat diberikan agen yang daapat melindungi saluran gastrointestinal. Menurut NICE (2014) obat golongan PPI memiliki efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan obat golongan H2RA. Sedangkan dalam resep, obat yang digunakan adalah ranitidine yang merupakan obat golongan H2RA. Sehingga terdapat DRP berupa terapi kurang efektif. Untuk mengatasi DRP tersebut, ranitidin diganti dengan obat golongan PPI berupa lansoprazol. Menurut NICE



(2014),



dibandingkan



lansoprazol dengan



PPI



merupakan



PPI



lainnya.



Dosis



yang



paling



lansoprazole



efektif yang



direkomendasikan adalah 30 mg 2x sehari selama 4 minggu (Dipro, 2015). 



Gelisah (Anxietas)



Gelisah pada pasien epilepsi berkaitan kontrol kejang yang kurang baik, prevalensi kasus gelisah pada pasien epilepsipun tinggi (Thapar et al., 2009). Menurut Davidson (2009) agen yang digunakan untuk mengatasi gangguan gelisah adalah antidepresan, antianxietas dan antipsykotik. Salah satu obat antianxietas golongan benzodiazepin adalah diazepam. Dibandingkan dengan agen lain diazepam memiliki efektifitas yang baik dan memiliki efek antianxietas yang cepat. Efek antianxetas yang cepat ini diakibatkan lipofilisitas yang tinggi sehingga terabsorbsi dan terdistribusi cepat pada CNS dan memiliki t1/2 yang lama dibandingkan dengan obat golongan benzodiazepine lainnya. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi kegelisahan adalah 2-40 mg/hari (Dipiro, 2015).



85



(Dipiro, 2015) C. Monitoring Efek Samping Obat (ESO) dan KIE Monitoring Obat



KIE Keberhasilan



Gabapentin



Kenjang



dapat Angidema,



terkontrol



Meloxicam



Efek Samping



Mengatasi



demam 1. Memotifasi



dan jaundice (MIMS,



pasien



2019)



menggunakan



nyeri Dyspepsia,



sakit



yang diakibatkan kepala, muntah dan karena



diare (MIMS, 2019)



untuk



obat



secara



teratur



untuk



mengontrol kejang



kekambuhan



mencegah



kejang



kekambuhan Lansoprazol



Mencegahan



Mual, muntah dan



perdarahan



sakit perut (MIMS,



saluran



2019)



gastrointestinal Diazepam



Mengatasi



Sedasi, ataxia



dan



kegelisahan



kelemahan



oto



(MIMS, 2019)



86



kejang



dan



 Resep 3



Skrining Resep 1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep) No



Uraian



Pada Resep Ada Inscription



1



Identitas dokter, meliputi : 



Nama dokter SIP dokter Nomor telepon 2



Tanggal penulisan resep







3



Tanda resep diawal penulisan resep







Prescriptio 4



Nama Obat







5



Jumlah Obat







87



Tidak



Signatura 6



Nama pasien







7



Umur pasien







8



Alamat pasien







9



Aturan pakai obat



 Subscriptio



10







Tanda Tangan/paraf dokter Kesimpulan



Resep tersebut belum lengkap dikarenakan tidak terdapat data pasien dan paraf dokter 2. Skrining Farmasetis No



Kriteria



Permasalahan



Pengatasan



1



Bentuk Sediaan



-



Sesuai



2



Stabilitas Obat



-



Sesuai



3



Inkompatibilitas



-



Sesuai



4



Cara Pemberian



-



Sesuai



5



Jumlah



Aturan -



Sesuai



dan



Pakai 3. Pertimbangan Klinis No Nama Obat



Indikasi dan Dosis Indikasi literatur



dan



Kontraindikasi



Keterangan



Dosis



Resep 1



Metronida



Obat



ini Obat



zole



diindikasikan untuk resep trikomoniasis



pada Hipersensitivitas ini terhadap



ditujukkan



88



metronidazole



Terdapat interaksi minor antara



urogenital,



bakteri untuk



dan



Metronidazole



vaginosis,



penyakit infeksi pada nitroimidazole



dengan



radang



panggul, gigi. Dosis lainnya



ibuprofen



infeksi



bakteri, pemberian



parasit, amoeba yang 500 ditujukkan



mg



pada 3xsehari



mulut



(MIMS,2016)



9).



1



dan tablet.



tenggorokan (MIMS,2016). Dosis maksimal infeksi



untuk gigi



pada



dewasa sehari 2 gram (Stahlberg



et



al.,2015). 2



Ibuprofen



Nyeri ringan sampai Obat



pada Kehamilan



sedang antara lain resep



ini trimester



nyeri pada penyakit ditujukkan



pasien



nyeri



pasca dan



akhir, dengan



gigi atau pencabutan untuk nyeri ulkus gigi,



peptikum



(ulkus duodenum



bedah, sakit kepala, bengkak



dan



lambung),



gejala



artritis pada



reumatoid,



gejala Dosis



polip



osteoartritis,



gejala pemberian



hidung,



juvenile



artritis 400 mg 3x angioedema,



reumatoid,



sehari



gigi. hipersensitivitas, pada



1 asma, rinitis, serta



menurunkan demam tablet.



urtikaria



pada



menggunakan



anak



ketika



(PIONAS,2019).



asam



Dosis pemberian 400



asetilsalisilat atau



– 800 mg 3 – 4 x



AINS



sehari, dengan dosis



(MIMS,2016)



89



(Medscape,201



lainnya



maksimal 3,2 g per hari (MIMS,2016) A. Assesment Problem Medik Dental injuries



Assesment



Plan Penatalaksanaan DRP



DRP : Interaksi minor obat Pemantauan efek terapi ibuprofen Metronidazole



dengan



ibuprofen. Metronidazole akan menurunkan



efek



ibuprofen



dari dengan



mempengaruhi



metabolisme



enzim



CYP2C9/10



(Medscape,2019).



B. Plan 1. Tujuan Terapi -



Membunuh mikroba pada gigi



-



Menghilangkan rasa sakit pada gigi



-



Menghilangkan bengkak



2. Terapi Non – Farmakologi -



Kompres Es Batu



-



Kompres dengan air dingin atau hangat



-



Sikat gigi secara teratur



-



Penggunaan pasta gigi yang sesuai dengan kondisi gigi



-



Memijat gusi apabila terjadi pembengkakan



3. Terapi Farmakologi Dental Injuries merupakan cedera gigi yang biasanya diakibatkan setelah proses pencabutan gigi.



Dalam kasus ini, pencegahan kontaminasi bakteri



menjadi perhatian besar karena prognosisnya mungkin terpengaruh secara dramatis, terutama ketika bakteri dapat mengakses situs cedera. Komplikasi yang sering terjadi yaitu terjadinya inflamasi. (Egea et al.,2016)



90



(Egea et al.,2016) Metronidazole merupakan



antibiotik golongan nitroimidazole yang



memiliki aktivitas terhadap berbagai protozoa, bakteri Gram



positif dan



bakteri Gram negative anaerob . (Bennet, 2008). Obat ini diindikasikan untuk trikomoniasis urogenital, bakteri vaginosis, penyakit radang panggul, infeksi bakteri, parasit, amoeba yang ditujukkan pada mulut dan tenggorokan (MIMS,2016). Dosis pemberian metronidazole 400 mg setiap 8 jam (PIONAS,2019), dengan dosis maksimal untuk infeksi gigi pada dewasa sehari 2 gram (Stahlberg et al.,2015).



(HCANJ, 2006) Terapi pertama untuk nyeri ringan hingga sedang dipilih obat golongan nonopioid seperti Parasetamol dan Ibuprofen (HCANJ, 2016), dipilih obat Ibuprofen dikarenakan efeknya sebagai analgesik dan antiinflamasi, pada parasetamol hanya analgesik (MIMS,2016). Sehingga untuk nyeri dan bengkak dipilih Ibuprofen. Ibuprofen



merupakan obat antiinflamasi



91



nonsteroid yang



sering digunakan.Ibuprofen memiliki waktu paruh biologis yang pendek yaitu lebih kurang dua jam sehingga perlu digunakan berulangkali dalam sehari. Dalam bentuk tablet, pada umumnya digunakan dengan dosis 200 mg sampai 800 mg, tiga



sampai empat kali sehari (Hdisoewignyo dan Fudholi,2008). Obat ini



diindikasikan untuk nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid, menurunkan demam pada anak (PIONAS,2019). Dosis pemberian 400 – 800 mg 3 – 4 x sehari, dengan dosis maksimal 3,2 g per hari (MIMS, 2016). C. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan KIE Obat



Monitoring Keberhasilan



Metronidazole



Ibuprofen



KIE



Efek Samping



Mikroba



Pada umumnya yang - Mematuhi



penyebab



sering



terjadi



yaitu



penggunaan



obat



infeksi pada gigi pusing, sakit kepala,



dengan tepat untuk



terbunuh



dispepsia, diare, mual,



memberikan



muntah,



nyeri



efektivitas



abdomen, konstipasi,



maksimal,



hematemesis, melena,



metronidazole dan



perdarahan lambung,



ibuprofen



ruam (PIONAS,2019)



diminum 3x sehari



Bengkak nyeri hilang



dan Efek samping yang berpotensi



Fatal



diantaranya



stroke,



atau jarang,



hepatotoksisitas (mis. hepatitis



92



Obat



metronidazole harus dihabiskan. makan – makanan



gastrointestinal,



perdarahan;



tablet.



- Menghindari



ulserasi



perforasi,



1



yaitu



fulminan,



yang mengandung gula. - Rajin menggosok gigi minimal dua



nekrosis



atau



kegagalan



kali sehari.



hati),



sindrom



Stevens-



Johnson,



dermatitis



eksfoliatif, nekrolisis epidermal



toksik



(PIONAS, 2019)



 Resep 4



Skrining Resep 1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep) No



Uraian



Pada Resep Ada



Tidak



Inscription 1



Identitas dokter, meliputi : 



Nama dokter







SIP dokter Nomor telepon



93



2



Tanggal penulisan resep







3



Tanda resep diawal penulisan resep







Prescriptio 4



Nama Obat







5



Jumlah Obat



 Signatura



6



Nama pasien







7



Umur pasien







8



Alamat pasien







9



Aturan pakai obat







Subscriptio 10







Tanda Tangan/paraf dokter Kesimpulan



Resep tersebut belum lengkap dikarenakan tidak terdapat SIP dokter 2. Skrining Farmasetis No



Kriteria



Permasalahan



Pengatasan



1



Bentuk Sediaan



-



Sesuai



2



Stabilitas Obat



-



Sesuai



3



Inkompatibilitas



-



Sesuai



4



Cara Pemberian



-



Sesuai



5



Jumlah dan Aturan



-



Sesuai



Pakai



94



3. Pertimbangan Klinis No



1



Nama Obat



Metronidazole



Indikasi dan Dosis



Indikasi dan



literatur



Dosis Resep



Obat



ini Infeksi



Kontraindikasi



Hipersensitivitas



diindikasikan untuk mulut. Dosis terhadap trikomoniasis urogenital,



pemberian bakteri 500



vaginosis,



penyakit 3xsehari



radang



panggul, tablet.



infeksi



metronidazole mg dan 1 nitroimidazole lain



bakteri,



(MIMS,2016)



parasit, amoeba yang ditujukkan



pada



mulut



dan



tenggorokan (MIMS,2016). Dosis maksimal infeksi



untuk gigi



dewasa



pada



sehari



2



gram (Stahlberg et al.,2015). 2



Cefixime



Infeksi



yang Infeksi mulut Hipersensitivitas



dicurigai dari bakteri dan



terhadap



E.coli; H.influenzae; pembengkaka cefixime N.



dan



Gonorrhoeae;P. n pada mulut. sefalosporin



Mirabilis;



Dosis



lainnya



S.pneumoniae;



pemberian



(MIMS,2016)



S.pyogenes;Enteroba 200 mg 2x cteriaceae;



sehari



Salmonella



tablet.



sp;Shigella faringitis,



sp, dan



95



1



Keterangan



tonsilitis (Medscape,2019). Dosis



pemberian



cefixime



untuk



dewasa 200-400 mg tiap



12



jam



(MIMS,2016). 3



Asam



Nyeri dan Inflamasi Untuk



nyeri Hipersensitif



Mefenamat



Dosis pemberian 500 pada



gigi. terhadap



mg



3xsehari Dosis



(MIMS,2016).



pemberian 500 3xsehari.



asam



mefenamat, aspirin



atau



mg NSAID lainnya. Pasien



dengan



penyakit radang usus,



ulserasi



aktif atau radang kronis GI



saluran



atas



atau



bawah,



gagal



ginjal. Riwayat asma, urtikaria, reaksi



tipe



alergi. Pengobatan nyeri perioperatif dalam pengaturan operasi



CABG



(MIMS,2016).



96



A. Assesment Problem Medik



Assesment



Plan Penatalaksanaan Terapi



Periodonitis



DRP : tidak terdapat DRP dikarenakan



(Pembengkakan pada



indikasi dari ketiga obat tersebut sesuai



gusi)



dengan keluhan pasien, tidak terdapat



-



interaksi, dosis telah sesuai.



B. Plan 1. Tujuan Terapi -



Membunuh mikroba pada gigi



-



Menghilangkan rasa nyeri pada gigi



-



Menghilangkan bengkak



2. Terapi Non – Farmakologi -



Kompres Es Batu



-



Kompres dengan air dingin atau hangat



-



Sikat gigi secara teratur



-



Penggunaan pasta gigi yang sesuai dengan kondisi gigi



-



Memijat gusi apabila terjadi pembengkakan



3. Terapi Farmakologi Periodontitis atau peradangan pada gusi merupakan penyakit parah dengan gambaran klinis yang bermanifestasi pada peradangan gingiva, resesi gusi, pembentukan kantong periodontal dengan konten patologis yang sesuai dan penampilan kerutan subgingiva, gigi kendur dan migrasi gigi patologis. Periodontitis menyebabkan kehilangan gigi sebagai komplikasi utama penyakit. Terapi utama penyaki ini yaitu dengan pemberian antibiotik (Dukic et al.,2016). Dalam kasus ini dipilih kombinasi antibiotik dikarenakan. Kombinasi terapi antibiotik dapat mengurangi infeksi secara cepat terlebih kombinasi yang digungakan antara spektrum luas dan sempit (Tobin,2017). Metronidazole merupakan



antibiotik golongan nitroimidazole yang



memiliki spektrum aktivitas yang terbatas 97



meliputi berbagai protozoa,



bakteri Gram



positif dan bakteri Gram negative anaerob . (Bennet, 2008).



Obat ini diindikasikan untuk trikomoniasis urogenital, bakteri vaginosis, penyakit radang panggul, infeksi bakteri, parasit, amoeba yang ditujukkan pada mulut dan tenggorokan (MIMS,2016). Dosis pemberian metronidazole 400 mg setiap 8 jam (PIONAS,2019), dengan dosis maksimal untuk infeksi gigi pada dewasa sehari 2 gram (Stahlberg et al.,2015). Cefixime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga oral, mempunyai aktifitas antimikroba terhadap kuman Gram positif maupun negatif termasuk Enterobacteriacea. Pada pemberian secara oral, hampir 50% segera mencapai konsentrasi bakterisidal dan menembus jaringan dengan baik (Hadinegoro et al.,2011). Obat ini diindikasikan untuk infeksi yang dicurigai dari bakteri E.coli;



H.influenzae;



N.



Gonorrhoeae;P.



Mirabilis;



S.pneumoniae;



S.pyogenes;Enterobacteriaceae; Salmonella sp;Shigella sp, faringitis, dan tonsilitis (Medscape,2019). Dosis pemberian cefixime untuk dewasa 200-400 mg tiap 12 jam (MIMS,2016). Penyakit periodonitis membutuhkan terapi untuk menghilangkan rasa nyeri akibat adanya pembengkakan pada gusi. Sehingga diperlukan obat antiinflamasi yang dapat menghilangkan bengkak pada gusi (Dukic et al.,2016). Asam mefenamat adalah obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yang merupakan turunan antranilat. Asam



mefenamat merupakan obat



analgesik dan antiinflamasi. Analgesik merupakan obat



yang digunakan



untuk mengurangi rasa sakit dengan mekanisme meningkatkan ambang batas nyeri pada susunann syaraf pusat tanpa mempengaruhi keasadaran, sedangkan



antiinflamasi adalah obat yang digunakan untuk mengobati



inflamasi (Rusnaeni et al.,2016). Dosis pemberian asam mefenamat yaitu 500 mg 3 x sehari (MIMS,2016). C. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan KIE Obat



Monitoring Keberhasilan



Metronidazole



Mikroba



KIE



Efek Samping Pada umumnya yang - Mematuhi



98



penyebab



sering



terjadi



penggunaan



obat



infeksi pada gigi pusing, sakit kepala,



dengan



tepat



terbunuh



dispepsia, diare, mual,



untuk memberikan



muntah,



nyeri



efektivitas



konstipasi,



maksimal,



abdomen,



yaitu



hematemesis, melena,



metronidazole dan



perdarahan



ibuprofen



lambung,



ruam (PIONAS, 2019) Cefixime



Mikroba



Efek samping yang



penyebab



berpotensi fatal yaitu



infeksi pada gigi diare dan kolitis yang terbunuh,



gusi berhubungan



tidak bernanah



yaitu



Clostridium



dengan difficile



(MIMS, 2016)



diminum 3x sehari 1



tablet.



Obat



metronidazole harus dihabiskan. - Menghindari makan – makanan yang mengandung gula.



Asam mefenamat



Bengkak



dan gangguan sistem darah - Rajin menggosok nyeri hilang dan limpatik berupa gigi minimal dua agranulositosis, kali sehari. anemia aplastika, anemia hemolitika autoimun, hipoplasia sumsum tulang, penurunan hematokrit, eosinofilia, leukopenia, pansitopenia, dan purpura trombositopenia. Dapat terjadi reaksi anafilaksis. Pada sistem syaraf dapat mengakibatkan



99



meningitis aseptik, pandangan kabur; konvulsi, mengantuk. Diare, ruam kulit (hentikan pengobatan), kejang pada overdosis (PIONAS, 2019).



 Resep 5



Skrining Resep 1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep) No Uraian



Pada Resep Ada



Tidak



Inscription 1



2 3



Identitas dokter, meliputi : Nama dokter SIP dokter Nomor telepon Tanggal penulisan resep Tanda resep diawal penulisan resep



4 5



Nama Obat Jumlah Obat



   Prescriptio   Signatura



6 7



 



Nama pasien Umur pasien



100



8 9







Alamat pasien Aturan pakai obat



Subscriptio Tanda Tangan/paraf dokter  Kesimpulan Resep tersebut belum lengkap dikarenakan tidak terdapat identitas dokter 2. Skrining Farmasetis 10



No Kriteria 1 Bentuk Sediaan



2 Stabilitas Obat 3 Inkompatibilitas 4 Cara Pemberian 5 Jumlah dan Aturan Pakai 3. Pertimbangan Klinis No 1



2



3.



Nama Obat



Permasalahan Pengatasan Pemberian amox tidak tepat Amoxicillin diberikan jika dicampur dengan obat dalam bentuk sediaan yang lain dalam bentuk sediaan terpisah pulveres Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai



Indikasi dan Dosis literatur Paracetamo Obat ini l syr diindikasikan untuk pereda nyeri dan penurun demam (PIONAS, 2019). Amoxicilli Obat ini n diindikasikan sebagai antibiotik untuk penyakit respirasi yang disebabkan bakteri, biasanya ditandai dengan demam > 3 hari CTM Obat ini (Chlorphen diindikasikan iramine untuk alergi, Maleat) bekerja sebagai antihistamin. Dosis lazim CTM untuk anak usia 1-6 tahun adalah 1 mg setiap 6 jam-12



Indikasi dan Dosis Resep Obat pada resep ini ditujukkan sebagai antipiretik untuk menurunkan demam anak



Kontraindikasi



Hipersensitif terhadap paracetamol, penderita gangguan hepar berat (MIMS, 2019). Obat pada resep ini Hipersensitif ditujukan untuk terhadap menurunkan amoxicillin dan demam turunan penicillin (MIMS, 2019).



Obat ini ditujukan untuk mengatasi gejala alergi, seperti batuk, pilek, dan hidung tersumbat. Dosis yang diberikan dalam sediaan pulveres untuk sekali minum



101



Hipersensitif terhadap CTM, penggunaan pada neonatus (MIMS, 2019).



Keterangan



Penggunaan antibiotik harus dilakukan secara tepat



4.



GG (Gliseril Guaicolat)



5.



Vitamin B kompleks



jam (BPOM, 2019). Obat ini diindikasikan untuk mengurangi gejala batuk, bekerja sebagai antitusif dan ekspektoran. Dosis lazim untuk anak 2-6 tahun adalah 50100 mg setiap 8 jam (Depkes, 2006). Obat ini diindikasikan sebagai suplemen. Dosis lazimnya adalah 2-1 tablet sehari (Drugs, 2019).



adalah 1 mg Obat ini ditujukan untuk mengatasi gejala batuk berdahak. Dosis yang diberikan adalah 60mg per bungkus pulveres



Hipersensitif terhadap GG (Drugs, 2019)



Obat ini ditujukan untuk memelihara kesehatan tubuh dan memenuhi kebutuhan vitamin B.



Hipersensitif terhadap kandungan vitamin B kompleks (MIMS, 2019).



A. Assesment Problem Medik Berdasarkan obat yang diterima pasien, pasien mengalami gejala selesma (common cold)



Assesment Rekomendasi DRP : terapi kurang tepat (Amoxicillin) Amoxicillin tidak Gejala common cold yang dialami pasien diberikan disebabkan oleh virus, sehingga pemberian antibiotik kurang tepat



B. Plan 1. Tujuan Terapi • Meredakan demam • Menghilangkan gejala batuk • Menghilangkan gejala pilek 2. Terapi Non – Farmakologi • Istirahat yang cukup • Meningkatkan gizi makanan dengan protein dan kalori tinggi, seperti ikan daging dan telur.



102



• Minum air yang banyak dan makan buah segar yang banyak mengandung vitamin, misalnya jeruk, anggur, dan melon. • Menghindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau berminyak), seperti gorengan, permen, es • Konsumsi madu dan pelega tenggorokan dapat meringankan iritasi tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk • Menghirup uap air panas (dari semangkung air panas) untuk mencairkan sekresi hidung yang kental supaya mudah dikeluarkan. • Kompres dengan air hangat untuk meringankan demam (Depkes RI, 2006) 3. Terapi Farmakologi  Problem medik: Selesma (Common cold)



Algoritma Penyakit Respirasi pada Anak dan Dewasa (ICSI, 2017)



103



Batuk pilek merupakan infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering menyerang anak maupun dewasa. Batuk pilek sebagian besar disebabkan oleh rhinovirus, adenovirus, virus influenza, enterovirus, RSV, dan coronavirus (Qdn, Edzdk and Penelitian, 2013). Penyebab lain infeksi pernapasan akut adalah bakteri. Gejala yang paling banyak muncul adalah batuk berdahak, hidung beriar, demam dan batuk kering (Qdn, Edzdk and Penelitian, 2013). Berdasarkan ICSI (2017), penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan karena virus perlu diterapi untuk mengatasi simptom dan tidak memberikan antibiotik. Terapi yang dapat diberikan kepada anak untuk mengatasi batuk pilek berupa terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi. Terkait terapi farmakologi yang dapat diberikan berupa : 1. Antihistamin untuk menghambat kerja histamin yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi 2. Dekongestan untuk efek mengurangi hidung tersumbat 3. Antitusif/ekspektoran untuk menurunkan frekuensi batuk dan mendorong pengeluaran dahak 4. Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh saat terjadi demam (Depkes RI, 2006).



Sedangkan terapi non farmakologi yang dapat diberikan untuk mengatasi batuk pilek disertai atau tidak disertai demam berupa peningkatan asupan gizi pada anak, istirahat yang cukup, menghindari makanan yang dapat merangsang tenggorokan, meningkatkan konsumsi air putih, kompres dengan air hangat untuk meringankan demam apabila timbul gejala berupa demam (Depkes RI, 2006). Pada kasus resep ini, pasien merupakan pasien anak bernama Nafrida A usia 5 tahun. Pasien datang ke apotek dengan membawa resep berisi paracetamol, amoxan, CTM, GG, dan vitamin B kompleks. Berdasarkan resep tersebut, pasien mengalami gejala selesma (common cold). Pada kasus ini pemberian paracetamol pada anak telah tepat yaitu untuk meredakan demam pasien. Paracetamol merupakan antipiretik (obat penurun panas) yang



104



ditujukan untuk menurunkan suhu tubuh anak. Kemudian pasien juga mendapatkan terapi CTM (Chlorpheniramine Maleat) yang bekerja sebagai antihistamin. Penggunaan antihistamin bertujuan untuk menghambat kerja histamin yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi, berupa hidung tersumbat, pilek, batuk. Selain itu, pasien juga mendapatkan GG (gliseril guaicolat) yang merupakan ekspektoran untuk mengatasi batuk yang dialami pasien. Menurut Depkes RI. (2006) dosis pemberian GG pada anak usia 2-6 tahun yaitu 50mg-100mg tiap 8 jam. Pasien menerima 3 tablet GG 200 mg yang dibuat menjadi 10 bungkus pulveres dengan aturan pakai 3xsehari 1 bungkus pulveres,, sehingga dosis GG yang didapatkan pasien per bungkus pulveres adalah 60 mg. Hal ini sesuai dengan dosis pemberian pada anak usia 2-6 tahun. Pasien mendapatkan terapi tambahan berupa vitamin B kompleks yang ditujukan untuk membantu memelihara kesehatan tubuh. Gejala selesma (common cold) yang dialami pasien disebabkan oleh virus, sehingga pemberian amoxan tidak diperlukan. C. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan KIE Obat Paracetam ol syrup



CTM



GG



Vitamin B



Monitoring KIE Keberhasilan Efek Samping Suhu tubuh Mual, muntah, - Memberikan informasi terkait aturan pakai anak normal konstipasi dan jadwal minum obat pada keluarga (36± 0,5oC) (MIMS, 2019). pasien karena pasien merupakan pasien anak. Gejala pilek Sedasi, pusing, - Memberikan saran untuk menambahkan reda atau pandangan madu atau sirup saat memberikan obat pada hilang kabur (MIMS, anak untuk menutupi rasa obat yang pahit, 2019). sehingga dapat menghindari ketidakpatuhan Gejala batuk Mual, muntah, pasien dalam minum obat. hilang diare, pusing, tapi jarang - Memberikan motivasi pada keluarga pasien terjadi untuk memberikan obat pada pasien anak (Drugs.com, 2019). - Memberikan konseling tentang apa yang Gejala harus dihindari dan dianjurkan saat anak common mengalami demam, batuk dan pilek, seperti cold yang menghindari makanan atau minuman yang diderita dapat merangsang tenggorokan (gorengan, pasien permen, es) reda/hilang



105



 Resep 6



Skrining Resep 1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep) No



Uraian



Pada Resep Ada



Tidak



Inscription 1



2 3



Identitas dokter, meliputi : Nama dokter SIP dokter Nomor telepon Tanggal penulisan resep Tanda resep diawal penulisan resep



4 5



Nama Obat Jumlah Obat



    Prescriptio   Signatura



6 7 8 9



   



Nama pasien Umur pasien Alamat pasien Aturan pakai obat Subscriptio



10



Tanda Tangan/paraf dokter  Kesimpulan Resep tersebut belum lengkap dikarenakan tidak terdapat SIP dokter



106



2. Skrining Farmasetis No Kriteria 1 Bentuk Sediaan 2 Stabilitas Obat 3 Inkompatibilitas 4 Cara Pemberian 5 Jumlah dan Aturan Pakai 3. Pertimbangan Klinis



Permasalahan -



No



Nama Obat



1.



Amoksan drop syrup



Indikasi dan Dosis Resep Obat ini ditujukan untuk menurunkan demam dan mengobati diare. Dosis yang diberikan adalah 1ml tiap 8 jam



Kontraindi kasi Hipersensi tif terhadap amoxicilli n dan turunan penicillin (MIMS, 2019).



Ketera ngan Pengg unaan antibio tik harus dilaku kan secara tepat



2.



Zinc syrup



Zinc diberikan untuk mengurangi durasi diare dan tingkat keparahan diare. Dosis yang diberikan adalah 2,5mg/ hari.



-



Pasien berum ur 3 bulan



3.



Lacto B



Lacto B diberikan untuk mengatasi diare pada anak. Aturan pakai yang diberikan adalah 2x sehari 1 sachet



-



Indikasi dan Dosis literatur Obat ini diindikasikan untuk disentri yang ditandai dengan feses berdarah. Dosis yang dianjurkan untuk anak