13 0 1 MB
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan yang sangat pesat dalam penggunaan motor dan mobil
menyebabkan munculnya kebutuhan baru, yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk merawat atau membersihkan mobil dan motor secara efektif dan efisien. Shampo yang menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan masyarakat dan diganti dengan shampo yang terbuat dari bahan detergen. Shampo motor atau mobil adalah suatu deterjen yang sekarang banyak digunakan oleh masyarakat. Membersihkan mobil atau motor tidaklah boleh memakai sabun sembarangan apa lagi menggunakan sabun colek, karena didalam pembuatan sabun colek terdapat soda api (NaOH) maupun bahan-bahan yang mengandung natrium (Na). Bahan kimia ini yang dapat merusak cat motor/mobil, cat akan terkikis menjadi pudar dan akhirnya menghilang, hal ini sering kita jumpai pada sepeda motor, untuk itu sebaiknya menggunakan shampo mobil atau motor saja. Bahan yang penting dalam pembuatan shampo mobil atau motor adalah surfaktan, yaitu LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonat) atau Linear Alkyl Benzene (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu SLS (Sodium Lauryl Sulfonat). Teknologi pembuatan produk shampo motor atau mobil ini termasuk salah satu teknologi tepat guna, karena dalam proses pembuatannya tidak memerlukan alat yang canggih dan proses yang rumit. Shampo yang terbuat dari bahan deterjen lebih banyak digunakan karena memiliki efektifitas pencucian yang lebih bagus. Hal ini dikarenakan kandungan surfaktan dalam deterjen memiliki kemampuan untuk mengikat dan membersihkan kotoran. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan nonpolar pada molekul yang sama (Hayyan, 2008).
1
1.2
Tujuan Praktikum
1.
Mempelajari cara pembuatan shampo motor atau mobil.
2.
Menentukan karakteristik shampo motor atau mobil
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Shampo Motor atau Mobil Shampo motor atau mobil adalah suatu detergen yang sekarang sudah banyak
digunakan oleh masyarakat. Shampo merupakan surfaktan yang dapat menghilangkan lemak dan kotoran dari bahan yang akan dibersihkan. Bahan yang penting dalam pembuatan shampo ini, yaitu LABS (Linier Alkyl Benzene Sulfonat) atau kadang disebut juga Linier Alkyl Benzene (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu SLS (Sodium Lauryl Sulfonat) (Atkins, 1994). 2.2
Surfaktan Surfaktan merupakan komponen yang paling penting dari sebuah deterjen
karena
memiliki
gugus
hidrofilik
dan
gugus
hidrofobik
sehingga
dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak atau lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika, produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Surfaktan ini dapat berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Nonionic (Nonyl Phenol polyethoxyle), Amphoterik (acyl ethylenediamines). Jika surfaktan dilarutkan dalam satu fase pada campuran minyak dan air, sebagian surfaktan akan berkonsentrasi pada permukaan antara
3
minyak-air, dan pada kesetimbangan energi bebas (disebut tegangan antar muka atau permukaan) akan lebih rendah dari tidak adanya surfaktan (Desai,1997). Surfaktan pada sabun memiliki struktur bipolar, terdiri dari baik hidrofobik (ekor) dan kelompok hidrofilik (kepala). Sebagai hasil dari struktur bifunctional, surfaktan memiliki banyak sifat fisik yang unik. Bagian hidrofilik preferentially solubilizes dalam fase polaritas kutub atau lebih tinggi, sedangkan hidrofobik bagian secara istimewa solubilizes dalam tahap polaritas nonpolar lebih rendah. Dengan demikian, surfaktan memfasilitasi stabilisasi bercampur, biasanya fase tidak bercampur, seperti minyak dalam air, dengan menurunkan energi yang diperlukan untuk mempertahankan besar interfacial wilayah yang terkait dengan pencampuran. Tanpa adanya surfaktan, suatu campuran minyak-air, biasa disebut sebagai suatu emulsi, cepat memisahkan ke dua lapisan yang berbeda untuk meminimalkan area permukaan atau kontak antara dua fase. Kemampuan surfaktan untuk menurunkan energi antarmuka antara minyak dan air memungkinkan untuk pembentukan dan stabilisasi tetesan minyak yang lebih kecil dan akan tersebar di seluruh air. Dalam hal ini, penurunan energi antarmuka mengakibatkan peningkatan permukaan total luas pada sistem (Bird, 1994). Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : 1. Menurut (Marrakchi, 2006) komposisi ekor berupa : a. Hidrokarbon rantai b. Alkil eter rantai c. Fluorocarbon rantai 2. Komposisi surfaktan menurut muatannya. a.
Ionik
b.
Kationik, berdasarkan
c.
Zwitterionic (amfoter)
d.
Nonionik
4
2.3
Klasifikasi Surfaktan Berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya, surfaktan dikelompokkan
menjadi 4 kelompok, yaitu surfaktan anionik, kationik, amfoterik dan nonionik (Matheson, 1996): 1.
Surfaktan Anionik Surfaktan anionik bermuatan negatif pada bagian hidrofiliknya. Aplikasi
utama dari surfaktan anionik yaitu untuk detergensi, pembusaan dan emulsifier pada produk-produk perawatan diri (personal care product), detergen dan sabun. Kelemahan surfaktan anionik adalah sensitif terhadap adanya mineral dan perubahan PH. Contoh surfaktan anionik, yaitu linear alkilbenzen sulfonat, alkohol sulfat, alkohol eter sulfat, metil ester sulfonal (MES), fatty alcohol eter phosphat. 2.
Surfaktan Kationik Surfaktan kationik bermuatan positif pada bagian hidrofiliknya. Surfaktan
kationik banyak digunakan sebagai bahan antikorosi, antistatik, flotation collector, pelunak kain, kondisioner, dan bakterisida. Kelemahan surfaktan jenis ini adalah tidak memiliki kemampuan detergensi bila diformulasikan ke dalam larutan alkali. Contoh surfaktan kationik, yaitu fatty amina, fatty amidoamina, fatty diamina, fatty amina oksida, tertiari amina etoksilat, dimetil alkil amina dan dialkil metil amina. 3.
Surfaktan Nonionik Surfaktan nonionik tidak memiliki muatan, tetapi mengandung grup yang
memiliki afinitas tinggi terhadap air yang disebabkan adanya interaksi kuat dipoldipol yang timbul akibat ikatan hidrogen. Aplikasi surfaktan nonionik umumnya pada detergen untuk suhu rendah dan sebagai emulsifier. Keunggulan surfaktan ini adalah tidak terpengaruh oleh adanya air sadah dan perubahan pH. Contoh surfaktan nonionik adalah dietanolamida, alkohol etoksilat, sukrosa ester, fatty alkohol poliglikol eter, gliserol monostearat, sukrosa distearat, sorbitan monostearat, sorbitan monooleat, gliserol monooleat dan propilen glikol monostearat. 4.
Surfaktan Amfoterik Surfaktan amfoterik memiliki gugus positif dan negatif pada molekul yang
sama sehingga rantai hidrofobik diikat oleh bagian hidrofilik yang mengandung
5
gugus positif dan negatif. Surfaktan amfoterik sangat dipengaruhi oleh perubahan pH, dimana pada pH rendah berubah menjadi surfaktan kationik dan pada pH tinggi akan berubah menjadi surfaktan anionik. Surfaktan jenis ini umumnya diaplikasikan pada produk
shampo
dan
kosmetik.
Contohnya
adalah
fosfatidilkolin
(PC),
fosfatidiletanolamina (PE), lesitin, asam aminokarboksilat dan alkil betain. Menurut Matheson (1996), berdasarkan kelarutannya, surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. 1.
Surfaktan yang larut dalam minyak Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai
panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon. 2.
Surfaktan yang larut dalam pelarut air Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat
pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya. 2.4 1.
Contoh-contoh Surfaktan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LABS) Rumus bangun LABS (Linear Alkylbenzene Sulfonate) dapat dilihat pada
gambar 1.1.
Gambar 1.1 Rumus Bangun LABS (Kent, 2007)
6
Alkylbenzene
merupakan
bahan
baku
dasar
untuk
membuat linear
alkylbenzene sulfonate. Linear alkylbenzene sulfonate disebut juga dengan nama acid slurry. Acid slurry merupakan bahan baku dalam pembuatan serbuk detergen sintetik dan detergen cair. Bahan baku utama untuk membuat acid slurry adalah dodecyl benzene, linear alkylbenzene. Nama kimia acid slurry DDBS adalah Dodecyl Benzene Sulphonate dan Linear Alkylbenzene Sulphonate (LABS) (Marrakchi, 2006). Sifat-sifat fisika LABS dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Sifat-sifat Fisika LABS Rumus molekul
C12H25C6H5
Berat molekul
246,435 Kg/kmol
Titik didih
327,61oC
Titik leleh
2,78 oC
Densitas
855,065 Kg/m3
Wujud
Cair
Energi panas pembentukan
1787,0 kJ/mol
Kapasitas panas
750,6 Kkal/kmol oC
Viskositas
750,6 Kkal/kmol oC (Sumber : Kent, 2007)
2.
Sodium Lauril Sulfat (SLS) Natrium lauril sulfat (SLS) atau sodium deodecil sulfat (NaDS atau
C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionoik yang digunakan dalam membersihkan lemak dan pada produk-produk untuk kebersihan. Molekul ini memiliki 12 atom karbon, yang melekat pada gugus sulfat dan memberikan sifat amphiphilic yang dibutuhkan detergen.Rumus bangun SLS dapat dilihat pada gambar 1.2.
7
Gambar 1.2 Rumus Bangun SLS (Kent, 2007) SLS
adalah
surfaktan
yang
sangat
efektif
dan
digunakan
untuk
menghilangkan noda berminyak dan residu. SLS disintesis dengan mereaksikan lauril alkohol dengan asam sulfat untuk menghasilkan hidrogen lauril sulfat yang kemudian dinetralisir melalui penambahan natrium karbonat. Penelitian menunjukkan bahwa SLS tidak karsinogenik jikaterkontaminasi langsung pada kulit ataupun dikonsumsi. Penggunaan SLS dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada pembuatan pasta gigi dan shampo rambut. Sodium lauril sulfat merupakan komponen penting dalam formulasi untuk efek penebalan busa dan kemampuannya untuk menciptakan busa. (Day, 1981). Sifat-sifat umum SLS dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Sifat-sifat Umum SLS No. Sifat-sifat umum SLS 1
Merupakan surfaktan anionik sebesar 68%-73%
2
Memiliki pH sebesar 7,0-9,0
3
Mengandung sodium sulfat sebesar 1 %
4
Mengandung sodium klorida sebesar 0,1 %
5
Mengandung dioksan sebesar 30 ppm
6
Merupakan pasta berwarna kuning transparan
7
Dibuat dari fatty alcohol 8 Biasanya digunakan sebagai surfaktan pada pembersih dalam bahan
8
alkohol (Sumber: Kent, 2007) 3.
Metil Ester Sulfonat Metil ester sulfonat merupakan surfaktan anionik yaitu surfaktan yang
bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface active). Rumus bangun MES dapat dilihat pada gambar 1.3.
8
Gambar 1.3 Rumus Bangun MES (Desai, 1997) Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai atau tallow. Metil ester sulfonat dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty diswashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon C16-C18 dan tallow biasa digunakan untuk detergen bubuk dan detergen cair (liquid laundry detergent) (Kent, 2007). Karakteristik metil ester sulfonat dapat dilihat pada tabel 1.3. Tabel 1.3 Karakteristik Metil Ester Sulfonat Spesifikasi
MES (C16-C18)
Metil ester sulfonat, (% b/b) a
83,0
Disodium karboksi sulfonat (di-salt), (% b/b) a
3,5
Air, (% b/b) a
2,3
Nilai pH a
5,3
Warna Klett, 5% aktif (MES + di-salt) a
45
Tegangan permukaan (mN/m) b
39,0-40,2
Tegangan antar muka (mN/m) b
8,4-9,7 (Sumber : Marrakchi, 2006)
2.5
Densitas Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volum benda, semakin
tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumnya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumnya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volum yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki
9
massa jenis lebih rendah (misalnya air). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Massa jenis dapat ditentukan menggunakan alat piknometer.
Gambar 1.4 Piknometer Rumus untuk menentukan massa jenis adalah : Keterangan :
Ο=
m
Ο = densitas (kg/ml)
v
m = massa zat (kg) v = volume zat (ml)
Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa maupun volum zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang sejenis selalu mempunyai masssa jenis yang sama. Massa jenis zat dapat dihitung dengan membandingkan massa zat (benda) dengan volumnya. Massa jenis merupakan salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volum yang sama, semakin rapat zatnya, semakin besar massanya. Sebaliknya makin renggang, makin kecil massa suatu benda. Pada massa yang sama, semakin rapat zatnya, semakin kecil volumnya. Sebaliknya, semakin renggang kerapatannya semakin besar volumnya (Tim penyusun, 2017).
10
2.6
Viskositas Menurut Bird (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas adalah:
1.
Besar dan Bentuk Molekul Molekul-molekul yang mudah berasosiasi mempunyai viskositas yang besar,
seperti air dan etanol. Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan ikatan hidrogen. Makin besar berat molekul, makin besar pula viskositas. 2.
Suhu Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu. Menurut
teori lubang terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi pengaktifan yang harus mempunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke dalam kekosongan. 3.
Tekanan Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini disebabkan
jumlah lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar untuk bergerak keliling satu terhadap yang lain. 4.
Konsentrasi Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi,
sebaliknya larutan yang viskositasnya rendah, konsentrasinya juga rendah. Alat untuk mengukur viskositas disebut viscometer. Kebanyakan viskometer mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), apabila cairan mengalir cepat maka viskositas cairan tersebut rendah (misalnya air) dan apabila cairan itu mengalir lambat maka dikatakan viskositas cairan tersebut tinggi (misalnya madu). Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder (Desai, 1997).
11
Gambar 1.5 Viskometer Ostwald (Bailey, 1996). Rumus untuk menentukan viskositas adalah :
π=
π‘. π πΛ³ π‘Λ³. πΛ³
Keterangan : π = Viskositas T
= Waktu sampel
to
= Waktu air
πΛ³
= Viskositas air pada suhu tertentu.
π
= Densitas sampel
πΛ³
= Densitas air pada suhu tertentu.
12
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1
Alat-alat yang digunakan
1.
Wadah plastik
2.
Timbangan
3.
Pengaduk plastik
4.
Botol plastik
5.
Gelas ukur
6.
Viscometer Oswald
7.
Gelas piala
8.
Corong
9.
Pipet tetes
10. Piknometer 11. Labu takar 250 ml 12. Kaca arloji 3.2
Bahan-bahan yang digunakan
1.
LABS (Linear Alkyl Benzene Sulphonat)
2.
Pewangi
3.
SLS (Sodium Lauryl Sulphonat)
4.
Pewarna
5.
NaOH 1 N
6.
KIT shampo motor / mobil
7.
Aquades
3.3
Prosedur Percobaan
3.3.1
Pembuatan larutan NaOH 1 N
1. Dihitung berat NaOH yang dibutuhkan untuk konsentrasi 1 N yaitu 10 gram 2. 10 gram kristal NaOH ditimbang ke dalam kaca arloji.
13
3. 250 ml aquades dimasukkan ke dalam gelas ukur. 4. NaOH Kristal dilarutkan didalam labu takar 250 ml dengan aquades sampai tanda batas. 5. Larutan NaOH dibolak-balik hingga homogen. 3.3.2
Pembuatan Larutan LABSNa
1. Larutan LABS disiapkan. 2. 40 ml LABS diambil dan LABS dimasukkan kedalam wadah kemudian ditimbang. 3. 60 ml larutan NaOH dimasukkan kedalam gelas ukur lalu secara perlahan ditambahkan kedalam wadah yang berisi LABS. 4. Larutan LABSNa diaduk hingga homogen. 3.3.3
Pembuatan Larutan SLS
1. 10 gram SLS ditimbang kedalam kaca arloji. 2. 60 ml aquades dimasukkan kedalam gelas ukur. 3. SLS dimasukkan ke dalam wadah, lalu aquades dimasukkan secara perlahan ke dalam wadah. 4. Larutan SLS diaduk hingga homogen. 5. Parfum dan pewarna dicampurkan kedalam larutan SLS dan diaduk hingga homogen. 3.3.4
Pembuatan Shampo
1. Larutan SLS dimasukkan secara perlahan ke dalam larutan LABSNa. 2. Larutan diaduk hingga homogen. 3. Shampo hasil percobaan dimasukkan kedalam botol. 3.3.5
Uji Viskositas
1. Shampo sebagai hasil percobaan diambil dan dimasukkan ke dalam viskometer oswald. 2. Cairan dihisap hingga melewati garis batas atas. 3. Waktu yang diperlukan shampo untuk melewati garis batas sampai garis batas bawah pada viskometer dihitung. 14
4. Untuk pengujian viskositas KIT, dilakukan prosedur yang sama. 5. Viskositas
kinematis
cairan
dapat
ditentukan
dengan
menggunakan
persamaan:
π=
π‘. π πΛ³ π‘Λ³. πΛ³
Keterangan :
3.3.6
π
= Viskositas shampo
T
= Waktu shampo
to
= Waktu air
πΛ³
= Viskositas air pada suhu tertentu.
π
= Densitas shampo.
πΛ³
= Densitas air pada suhu tertentu.
Uji Densitas
1. Piknometer dalam keadaan kosong dan bersih ditimbang dan dicatat beratnya. 2. Aquadest dimasukkan kedalam piknometer sampai penuh lalu ditimbang. 3. Setelah itu dibuang aquadest didalam piknometer dan dibersihkan kembali sampai kering. 4. Shampo hasil percobaan dimasukkan ke dalam piknometer. 5. Piknometer yang berisi shampo di timbang dan dicatat massanya, kemudian catat volume piknometer yang sudah tertera di piknometer. 6. Densitas shampo dihitung dengan cara : berat piknometer dan shampo yang telah ditimbang lalu dikurangi dengan berat piknometer kosong lalu dibagi dengan volume shampo. 7. Untuk pengujian densitas KIT, dilakukan prosedur yang sama. 8. Densitas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
15
π=
πΊπ β πΊπΛ³ πΛ³
Keterangan : Ο = Densitas Gr = Berat piknometer berisi sampel GrΛ³ = Berat piknometer kosong VΛ³ = Volume piknometer
3.3.7
Uji daya busa
1. Disediakan 2 buah botol yang ukurannya sama (botol A dan botol B). 2. Botol A diisi 2 ml shampo hasil praktikum dan botol B diisi dengan shampo komersial lainnya. 3. Kemudian ditambahkan kedalam masing-masing botol sebanyak 3 ml aquadest. 4. Botol A dan B dikocok bersamaan, sehingga menghasilkan busa. 5. Botol A dan B didiamkan distandar yang sama. 6. Diamati dan dicatat waktu busa sampai habis, bandingkan waktu ketahanan busa shampo hasil praktikum dengan shampo komersial lainnya. 3.3.8
Stabilitas Emulsi
1. Siapkan tabung reaksi 2 buah (tabung reaksi A dan B) 2. Ambil 3 ml aquadest dan 2 ml larutan xilen kedalam tabung reaksi A dan B. 3. Tambahkan 0,5 ml shampo komersial kedalam tabung reaksi A dan shampo hasil praktikum di tabung reaksi B. 4. Campuran tersebut dikocok selama 10 menit dan didiamkan dalam rak tabung reaksi selama 5 jam. 5. Amati yang terjadi pada tabung reaksi A dan B. 6. Catat volume pemisah yang berada diatas dan dihitung stabilitas emulsi dengan rumus : % ππ‘ππππππ‘ππ =
ππππ’ππ πππ πππ’ππ’βππβ ππππ’ππ πππππ πβππ π£πππ’ππ πππ πππ’ππ’βππ
x100%
16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Percobaan Data hasil pengamatan pembuatan shampo motor disajikan dalam bentuk
Tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Data pengamatan pembuatan shampo motor No.
Prosedur
Pengamatan
1.
10 gr NaOH + aquades (250 ml) 40 ml LABS dimasukkan ke wadah yang berisi 60 ml larutan NaOH 1 N
Larutan berwarna bening
2.
3.
4.
5.
10 gram SLS dimasukkan ke wadah yang berisi 60 ml aquades Parfum dan pewarna ditambahkan ke dalam larutan SLS Larutan SLS yang sudah dibuat dimasukan ke wadah berisi larutan LABSNa
Tercampur menjadi campuran yang homogen dan campuran berwarna coklat kental dan sedikit berbuih Warna larutan bening dengan sedikit buih Warna larutan biru kehitaman dan berbau harum Tercampur menjadi campuran yang homogen, kental, dan dihasilkan shampo berwana biru kehitaman.
4.2 Reaksi pembuatan shampo motor Reaksi yang terjadi dalam pembuatan shampo motor antara lain : a.
Pembuatan Larutan NaOH 1 N NaOH(s) + H2O ο NaOH(aq)
b.
Pembuatan Larutan LABSNa C12H25OSO3H +NaOH LABS
C12H25OSO3Na + H2O LABSNa
17
c.
Pembuatan Larutan SLS RCH2OSO3Na (s) + H2O
4.3
Pembahasan
4.3.1
Pembuatan larutan NaOH 1 N
RCH2OSO3Na (aq)
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan shampo adalah membuat larutan NaOH 1 N. NaOH digunakan dalam pembuatan shampoo sebagai penetralisir dari LABS. Cara kerjanya yaitu NaOH ditimbang sebanyak 10 gram dan dilarutkan didalam gelas kimia dengan menggunakan aquades lalu diencerkan ke dalam labu ukur. Saat NaOH dilarutkan didalam gelas kimia, larutan NaOH menjadi panas, ini disebabkan karena pada reaksi pembuatan larutan NaOH, terjadi reaksi eksoterm dimana
panas
yang
dihasilkan
dari
proses
didalam
sistem
dipindahkan
kelingkungannya. Jumlah aquades yang terlalu banyak akan menyebabkan shampo motor yang dibuat menjadi sangat encer sedangkan jika NaOH yang terlalu banyak akan menyebabkan larutan menjadi jenuh sehingga pada proses reaksi akan banyak NaOH yang tidak habis bereaksi. Dampak yang terjadi jika terlalu banyak NaOH yang tidak habis bereaksi maka akan menaikkan harga pH menjadi terlalu basa. NaOH sebagai penyumbang kation untuk LABS yang bermuatan negatif. LABSNa lebih stabil dibandingkan LABS. 4.3.2
Pembuatan LABSNa LABSNa merupakan campuran LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonat) dan
NaOH. LABS merupakan salah satu jenis surfaktan yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Dalam percobaan ini, LABS dicampurkan kedalam larutan NaOH dengan perbandingan 40 ml : 60 ml. Pada reaksi pembuatan LABSNa yang menjadi reaktan pembatas (limited reactant) ialah LABS sehingga jumlah LABS dibuat lebih sedikit dibanding NaOH. LABS berupa zat cair yang sangat kental berwarna coklat gelap dan ketika ditambahkan dengan NaOH, kekentalannya sedikit berkurang. Pengadukan pada proses pembuatan LABSNa juga harus dilakukan dengan teliti. Jika pengadukan terlalu cepat maka akan menimbulkan busa dan dapat menyebabkan gagalnya percobaan.
18
4.3.3 Pembuatan larutan SLS SLS (Sodium Lauryl Sulfonat) merupakan surfaktan penunjang yang berfungsi untuk meningkatkan daya busa dan mengontrol busa dari shampo. Larutan SLS dibuat dengan melarutkan SLS padatan 10 gr dalam aquades 60 ml. Jika satuan massa SLS dikonversikan kedalam milliliter maka 10 gr dibagi 0,01 (massa jenis SLS) menjadi 9,9 ml (10 ml) sehingga perbandingan SLS dan aquades yang dipakai pada percobaan ini ialah 10 ml : 60 ml. SLS tidak langsung larut dalam air, sehingga pengadukan diperlukan dalam proses homogensi. Pengadukan yang dilakukan terlalu cepat akan menyebabkan timbulnya busa pada larutan. Adanya busa akan membuat larutan tidak tercampur sempurna karena ada partikel yang terdispersi dan terjebak dalam busa. Selain itu pewarna dan pewangi juga ditambahkan secukupnya pada proses ini. Pengadukan dihentikan ketika larutan telah bercampur sempurna. 4.3.4
Pembuatan Shampo Tahap selanjutnya dalam pembuatan shampo yaitu SLS dicampurkan dengan
larutan LABSNa. Pengadukan untuk mempercepat reaksi dan proses homogensi. Pencampuran SLS menyebabkan warna larutan menjadi coklat terang dan berwujud zat cair kental. Larutan shampo yang terbentuk adalah berwarna biru tua. 4.3.5
Uji densitas Densitas adalah suatu besaran kerapatan massa benda yang dinyatakan dalam
berat benda per satuan volume benda tersebut. Berdasarkan uji karakteristik shampo motor memiliki nilai berat jenis yang lebih besar dibandingkan KIT (shampo komersial), hal ini dipengaruhi oleh kekentalan dari shampo hasil percobaan yang lebih besar daripada shampo KIT. Shampo motor hasil percobaan memiliki berat jenis 1,028 gr/ml sedangkan shampo motor komersial (KIT) memiliki berat jenis 1,009 gr/ml. Dari hasil diatas dapat diketahui berdasarkan karakteristik berat jenis shampo motor yang dibuat dapat memenuhi standar komersial shampo. Berikut dapat dilihat grafik perbandingan densitas shampo yang telah dibuat dengan KIT komersil pada gambar 4.1.
19
Uji Densitas 1.03
Densitas (gr/ml)
1.025 1.02 1.015 1.01
Shampo hasil percobaan
1.005
Shampo komersil (KIT)
1 0.995 Shampo hasil percobaan
Shampo komersil (KIT)
Jenis Shampo
Gambar 4.1 Uji Densitas pada shampo buatan dan shampo komersil. 4.3.6
Uji viskositas Viskositas adalah pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan
tekanan maupun tegangan. Pada pembuatan shampoo, viskositas digunakan untuk menguji kekentalan pada shampo yang dibuat. Shampo yang dibuat memiliki viskositas sebesar 21,35 cP, sedangkan KIT memiliki viskositas sebesar 2,05 cP . Viskositas menyatakan resistensi dari suatu zat cair atas perubahan bentuk ketika mengalir atau bergerak akibat dari gaya tarik molekul. Perbedaan viskositas yang jauh ini disebabkan oleh gaya tarik antara molekul LABSNa lebih besar dibandingkan gaya tarik molekul pada KIT. Gaya tarik molekul akan menyebabkan gaya gesekan antara larutan dan dinding atau pembatas menjadi besar dan gaya gesek antar molekul juga semakin besar. Perbedaan yang cukup jauh antara nilai viskositas tersebut menunjukkan untuk uji viskositas shampoo yang dibuat tidak memenuhi standar komersial. Berikut dapat dilihat grafik perbandingan viskositas shampo yang telah dibuat dengan KIT komersil pada gambar 4.2.
20
Uji Viskositas Viskositas (Cp)
25 20 15
10
Shampo hasil percobaan Shampo Komersil (KIT)
5 0 Shampo hasil percobaan
Shampo Komersil (KIT)
Jenis Shampo
Gambar 4.2 Uji Viskositas pada Shampo buatan dan shampoo komersil 4.3.7
Uji Daya Busa Uji daya busa dari shampo motor dilakukan dengan tujuan mengetahui
seberapa banyak busa yang dapat dibuat oleh shampo dengan membandingkannya dengan shampo komersil (KIT). Dari hasil daya busa dapat diketahui bahwa perbedaan antara shampo motor yang dibuat dengan KIT tidak berbeda jauh. Berdasarkan tingkat busa antara shampo motor dengan KIT memiliki tingkat busa yang sama banyak. Sedangkan untuk uji tekstur, KIT memiliki tekstur yang lebih licin dibandingkan shampo motor hasil percobaan. Hal ini menunjukkan untuk uji aplikasi shampo motor hasil praktikum memenuhi standar daya busa. 4.3.8
Uji Stabilitas Emulsi Emulsi merupakan penyatuan dari dua atau lebih jenis larutan yang tidak
saling larut, salah satu cairan terdispersi kedalam cairan yang lain. Namun, karena perbedaan berat molekul ataupun karena pengaruh gaya kohesi maka larutan tersebut secara perlahan akan terpisah lagi. Pada pengujian stabilitas emulsi ini, shampo buatan dan shampo KIT dimasukkan sebanyak 0,5 ml kedalam larutan air dan xylene didalam tabung reaksi dimana perbandingan air dan xylene yaitu 3 ml : 2 ml. Kemudian tabung reaksi diaduk atau dikocok selama 10 menit, lalu didiamkan hingga 5 jam. Pengadukan atau pengocokan tersebut bertujuan agar terbentuknya pemisah
21
pada larutan shampo. Dan setelah 5 jam, terdapat pemisah yang berwarna putih dipermukaan shampo sehingga terbentuk dua lapisan pada kedua larutan shampo. Setelah itu, pemisah yang terdapat di permukaan larutan shampo diukur volumenya dan dibandingkan dengan shampo komersil. Kestabilitasan emulsi dipengaruhi oleh gugus hidrofobik dan hidrofilik yang dimiliki oleh LABS dan SLS pada shampo. Pada pengujian ini digunakan air sebagai bahan polar dan xylene sebagai bahan non polar. Lalu ditambahkan shampo untuk membentuk emulsi antara air dan xylene. Pada pengujian ini didapatkan hasil volume pemisah pada shampo buatan dan shampo komersil (KIT) adalah sama yaitu 2,5 ml dengan stabilitas emulsi 54% sehingga stabilitas emulsi pada shampoo buatan memenuhi standar shampo komersil. Berikut dapat dilihat perbandingan stabilitas emulsi shampo buatan dan shampo komersil (KIT) pada gambar 4.3.
Uji Stabilitas Emulsi Stabilitas Emulsi (%)
60% 50% 40% 30% Shampo hasil percobaan
20% 10%
shampo komersil (KIT)
0% Shampo hasil percobaan
shampo komersil (KIT)
Jenis Shampo
Gambar 4.3 Uji stabilitas emulsi pada shampoo buatan dan shampoo komersil
22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Shampo dibuat dengan mencampurkan larutan SLS dan LABSNa. Yang berfungsi sebagai bahan pembersih utama yang mampu menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat mengangat dan membuang kotoran. 2. Karakteristik sebuah shampo motor adalah kekentalan (viskositas), berat jenis, daya busa, dan stabilitas emulsi. Berdasarkan hasil percobaan, nilai densitas, viskositas, daya busa, dan stabilitas emulsi pada shampo hasil percobaan berturut-turut adalah 1,028 gr/ml, 21,35 cP, 5 jam, dan 54%. Sedangkan densitas, viskositas, daya busa, dan stabilitas emulsi pada shampo komersil (KIT) berturut-turut adalah 1,009 gr/ml, 2,05 cP, 5 jam, dan 54% 5.2
Saran
1. Pada proses pengadukan, sebaiknya praktikkan melakukannya dengan cara ditekan dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan busa. 2. Pada penuangan bahan satu ke bahan lainnya, sebaiknya praktikkan melakukannya dengan pelan-pelan agar tidak menimbulkan busa.
DAFTAR PUSTAKA
23
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga. Bird, T. 1994. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: Erlangga. Desai. 1997. Teori Tentang Sampo. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Day.R.A dan Underwood.1981. Analisis Kimia Kualitatif. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga. Hayyan, Ibnu. 2008. Surfaktan. Jakarta : Universitas Indonesia. Kent and Riegels, 2007. Paper Recycling, Vol. 14, No. 1, November 2007, USA. Marrakchi, Maibach H.I. 2006. Sodium Lauryl Sulfate-Induced Irritation in the Human Face: regional and age-related differences. New Delhi : Press Inc. Rosen,
M.J. dan Kunjappu J.T. 2012. Surfactants and Interfacial Phenomena. Hoboken. New Jersey: John Wiley & Sons Tim Penyusun. 2019. Penuntun Praktikum Teknologi Tepat Guna. Pekanbaru: Program Studi DIII Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
LAMPIRAN A
24
LAPORAN SEMENTARA Judul Praktikum
: Pembuatan Shampo Motor
Dosen Pembimbing
: Drs. Irdoni HS., MS
Hari/Tanggal Praktikum
: Selasa, 5 Maret 2019
Asisten Laboratorium
: Rio Eristiyo
Nama Kelompok
: 1. Anggrelika Puspita Sari 2. Frisitira Megana Manurung 3. Rosita Ezlin
A. Pembuatan NaOH 1 N No.
Perlakuan
Pengamatan
1
NaOH ditimbang menggunakan gelas piala
NaOH berbentuk padatan
sebanyak 10 gr
Kristal dan mudah mencair
NaOH dilarutkan dengan aquades dan
Larutan bening dan
diencerkan dalam labu ukur 250 ml
permukaan dinding gelas
2
piala panas
B. Pembuatan LABSNa No.
Perlakuan
Pengamatan
1
LABS dimasukkan sebanyak 40 ml kedalam
LABS berwarna coklat
gelas ukur
pekat dan kental
NaOH yang sudah dibuat dimasukkan
LABS belum terlarut
kedalam wadah plastik sebanyak 60 ml dan
dengan NaOH
2
ditambahkan LABS yang sudah disiapkan (40 ml) dengan menuangkannya secara pelan-pelan. 3
Kedua bahan diaduk sampai homogen
Terbentuk LABSNa yang
dengan cara ditekan-tekan secara perlahan
homogen dan kental, serta terdapat sedikit busa
25
C. Pembuatan SLS No.
Perlakuan
Pengamatan
1
Zat SLS ditimbang sebanyak 10 gr lalu
SLS berwarna putih
dimasukkan kedalam gelas piala 2
Aquades sebanyak 60 ml ditambahkan lalu
Larutan bening dan sedikit
diaduk
keruh
No.
Perlakuan
Pengamatan
1
Larutan SLS dicampurkan kedalam larutan
Campuran homogen, kental,
LABSNa
dan berwarna biru tua
D. Pembuatan Shampo
E. Uji Viskositas Sampel No.
1
Sampel
Aquades
Waktu
Rata-Rata Waktu
(detik)
(detik)
0,6
0,6
0,5 0,7 2
Shampo Buatan
14,4
14,3
13,77 14,8 3
Shampo Komersil (KIT)
1,6
1,4
1,45 1,15
F. Uji Densitas Sampel
26
Berat Piknometer Kosong
Berat Piknometer +
+ tutup (gram)
sampel + tutup (gram)
Aquades
15,753
25,628
Shampo Buatan
15,753
26,037
15,753
25,840
No
Sampel
1 2 3
Shampo Komersil (KIT)
G. Uji Daya Busa No
Sampel
Waktu Busa (jam)
1
Shampo Buatan
5
2
Shampo Komersil (KIT)
5
H. Uji Stabilitas Emulsi No
Sampel
Volume Seluruhnya (ml)
Volume Pemisah (ml)
1
Shampo Buatan
5,5
2,5
2
Shampo Komersil (KIT)
2,5
5,5
Pekanbaru, 08 Maret 2019 Mewakili
Mengetahui
Asisten,
Praktikan,
Rio Eristiyo
Rosita Ezlin
LAMPIRAN B
27
PERHITUNGAN 1. Perhitungan pembuatan larutan NaOH 1 N Diketahui : Mr NAOH
= 40
Volume aquades = 250 ml Normalitas = 1N =
πΊπππ
1000
Mr
ππππ’ππ
πΊπππ 1000 40
250 ππ
Gram = 10 gram
2. Perhitungan Densitas a. Densitas aquades Diketahui : Massa picnometer kosong Volume picnometer
= 15,753 gram = 10 ml
Massa aquades + picnometer = 25,628 gram berat jenis = =
(Berat picno + aquades) β (Berat picno kosong) volume ππππππππ‘ππ
(25,628β15,753)ππ 10 ππ
= 0,987 gr/ml b. Densitas shampo komersil (KIT) Diketahui : Massa picnometer kosong Volume picnometer
= 15,753 gram = 10 ml
Massa shampo komersil + picnometer = 25,840 gram berat jenis = =
(Berat picno + shampo komersil) β (Berat picno kosong) volume ππππππππ‘ππ (25,840β15,753)ππ 10 ππ
= 1,009 gr/ml
c. Densitas shampo buatan 28
Diketahui : Massa picnometer kosong
= 15,753 gram
Volume picnometer
= 10 ml
Massa shampo + picnometer = 26,037 gram berat jenis = =
(Berat picno + shampo ) β (Berat picno kosong) volume ππππππππ‘ππ
(26,027β15,753)ππ 10 ππ
= 1,028 gr/ml 3. Perhitungan Viskositas a. Viskositas Shampoo Diketahui :
Waktu (t) = 14,3 sekon Waktu air (tΒ°) = 0,6 sekon Densitas air (πΒ°) = 0,987 gr/ml Densitas shampoo (π) = 1,028 gr/ml Viskositas air (π»Β°) = 0,86 cP
π―π’π¬π€π¨π¬π’πππ¬ =
πΓπ ππ, π π Γ π, πππ ππ/ππ Γ π΅Β° = Γ π, ππ ππ· = ππ, ππ ππ· πΒ° Γ πΒ° π, π π Γ π, πππ ππ/ππ
b. Viskositas shampoo komersil (KIT) Diketahui :
Waktu (t) = 1,4 sekon Waktu air (tΒ°) = 0,6 sekon Densitas air (πΒ°) = 0,987 gr/ml Densitas shampoo komersil (KIT) (π) = 1,009 gr/ml Viskositas air (π»Β°) = 0,86 cP
ππ π, π π Γ π, πππ πΓπ ππ π―π’π¬π€π¨π¬π’πππ¬ = Γ π΅Β° = ππ Γ π, ππ ππ· = π, ππ ππ· πΒ° Γ πΒ° π, π π Γ π, πππ ππ
4. Perhitungan stabilitas emulsi a. Stabilitas emulsi shampo komersil (KIT) Diketahui : Volume keseluruhan = 5,5 ml Volume pemisahan = 2,5 ml 29
% SE = % SE =
volume keseluruhanβ volume pemisahan volume keseluruhan 5,5 ml β 2,5 ml 5,5 ml
x 100%
x 100%
% Stabilitas Emulsi = 54 %
b. Stabilitas emulsi shampo buatan Diketahui : Volume keseluruhan = 5,5 ml Volume pemisahan = 2,5 ml % SE = % SE =
volume keseluruhanβ volume pemisahan volume keseluruhan 5,5 ml β 2,5 ml 5,5 ml
x 100%
x 100%
% Stabilitas Emulsi = 54 %
LAMPIRAN C
30
DOKUMENTASI
a. Pembuatan NaOH 1 N
Gambar C.1 Kristal NaOH
Gambar C.2 Larutan NaOH 1 N
b. Pembuatan LABSNa
Gambar C.3 LABS
Gambar C.4 LABSNa
c. Pembuatan SLS
31
Gambar C.5 SLS
Gambar C.6 Larutan SLS
d. Pembuatan Shampo Motor Atau Mobil
Gambar C.7 Shampo Motor Dan Mobil
e. Uji karakterisik sampel
32
Gambar C.8 Uji Densitas
Gambar C.10 Uji Daya Busa
Gambar C.9 Uji Viskositas
Gambar C.11 Uji Stabilitas Emulsi
33