Laporan Pendahuluan Abses Skrotum Ayu Fixs [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN ABSES SCROTUM



Disusun oleh: AYU NOVITA SARI PO.62.20.1.17.320



POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA D-IV KEPERAWATAN REGULER 4 TAHUN 2019



A. Pengertian Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telahmati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisinanah. (Siregar, 2004) Abses Skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinya Fournier’s gangrene. Abses Srotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara tunika vaginalis parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi Testis, Abses skrotum,terjadi apabila terjadi infeksi bakteri dalam skrotum (burner et all, 2013) abses skrotum adalah terbentuknya kantong berisi nanah pada jaringan kutis dan subkutis akibat infeksi kulit skrotum yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya benda asing. B. Etiologi Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara : a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses. Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika : a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang c) Terdapat gangguan sistem kekebalan Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus C. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis) Dalam kasus ini abses yang terjadi adalah pada skrotum, tanda dan gejala abses biasanya Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut. Hingga terjadi nekrosis pada jaringan permukaan skrotum. Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa: a) Nyeri b) Nyeri tekan c) Teraba hangat d) Pembengkakan e) Kemerahan f) Demam



D. Patofisiologi



Terjadinya abses dikarenakan masuknya bakteri melalui luka atau infeksi di bagian tubuh lain maupun bakteri dalam tubuh yang tidak menimbulkan gangguan, lama kelamaan bagian yang terkena terjadi infeksi. Infeksi ini menyebabkan sebagian sel mati dan hancur sehingga bagian tersebut berongga berisi bakteri, sedangkan sebagian sel darah putih melakukan perlawanan dan akhirnya mati, karena jumlah sel tersebut sedikit. Sel tersebut menjadi pus dan akhirnya terdorong seperti benjolan yang disebut abses lalu terjadi peradangan yang menimbulkan nyeri, membuat tidak nafsu makan. Peradangan tersebut akhirnya pecah terjadi perdarahan sehingga menimbulkan kecemasan. E. Komplikasi Apabila abses skrotum tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan Fournier’s gangrene,yaitu: nekrosis pada kulit skrotum, dan merupakan kasus kegawatdaruratan Fournier gangren (necrotizing fasciitis) dapat menyebabkan kehilangan jaringan yang signifikan memerlukan pencangkokan kulit berikutnya untuk skrotum,serta hilangnya kulit perut dan perineum. Individu mungkin memerlukan penempatan tabung suprapubik untuk pengalihan cara berkemih serta kolostomi. F. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium a. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah putih(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinnya inflamasi atau infeksi pada skrotum. b. Selain itu dapat dilakukan Kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui kuman penyebab infeksi. c. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak d. Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae. e. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita 2. Ultrasonografi Pada pemeriksaan Ultrasonografi pyocele akan memberikan gambaran yang lebih parah, Hal itu membedakan dari hidrocele. Septa atau lokulasi, level cairan menggambarkan permukaan dari hidrocele /pyocele,dan gas pada pembentukan organisme. Pemeriksaan USG biasanya menunjukankan akumulasi cairan ringan dengan gambaran internal atau lesi hypoechoic yang diserai dengan isi skrotum normal atau bengkak.USG skrotum sangat membantu dalam mendiagnosis abses intraskrotal terutama jika ada massa inflamasi. USG skrotum dapat menggambarkan perluasan abses ke dinding skrotum, epididimis, dan atau testis. USG skrotum adalah tambahan yang berguna untuk mendiagnosis dan pemeriksaan fisik dalam penilaian abses skrotum. Hal ini memungkinkan untuk lokalisasi abses skrotum serta evaluasi vaskularisasi dari epididimis dan testis, yang mungkin terlibat. 3. CT-Scan CT Scan juga dapat digunakan untuk melihat adanya penyebaran abses. Pemeriksaan Real-time ultrasound harus dilakukan jika terjadi fraktur,dan harus ditangani dengan eksplorasi skrotal. Testis yang mengalami kontusio biasanya memberikan respon yang baik terhadap istirahat dan analgesia. G. Penatalaksanaan



Manajemen abses intrascrotal, terlepas dari penyebabnya, memerlukan drainase bedah dimana rongga abses harus dibuka dan dikeringkan, termasuk testis jika terlibat. Rongga harus dibiarkan terbuka. Fournier gangren (necrotizing fasciitis) membutuhkan resusitasi cepat dan eksplorasi bedah dan debridemen serta antibiotik yang agresif. Abses Superficial juga memerlukan insisi dan drainase.[3] Untuk mengobati abses skrotum, diagnosis yang tepat dari penyebab infeksi diperlukan untuk menentukan pengobatan yang cocok. Dapat dilakukan drainase dan pertimbangan untuk orkidoctomy yang diikuti dengan pemberian agen antimicrobial untuk abses intratestikular. Abses skrotum yang terjadi superficial dapat ditangani dengan insisi dan drainase. Tidak ada kontraindikasi terhadap drainase abses intrascrotal,selain pada pasien yang terlalu sakit untuk menahan operasi. Pasien dengan gangren Fournier (necrotizing fasciitis) membutuhkan penanganan yang cepat. Abses skrotum Superfisial, yang terbatas pada dinding skrotum, sering dapat diobati dengan infiltrasi kulit sekitar abses dan kemudian menggores diatas abses dengan pisau sampai rongga dibuka dan dikeringkan. Rongga tersebut kemudian dibiarkan untuk tetap terbuka dan dikeringkan. Sayatan dan drainase abses intrascrotal biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Kulit yang, melapisi area fluktuasi



massa.Pada Jaringan subkutan digunakan



elektrokauter sampai ditemui tunika vagina. Jaringan devitalized, termasuk epididimis dan testis dilakukan debridement. Luka skrotum dibiarkan terbuka dan dikeringkan untuk mencegah berulangnya abses.



H. Pathway Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)



Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase



merusak jembatan antar sel



transpor nutrisi antar sel terganggu



Jaringan rusak/mati/nekrosis Media bakteri yang baik



Jaringan terinfeksi Peradangan Sel darah putih mati Demam Jaringan menjadi abses & berisi PUS



Pembedahan



Gangguan Thermoregulator



Pecah



(Pre Operasi)



Reaksi Peradangan (Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea) Luka Insisi Nyeri (Pre Operasi)



Resiko Penyebaran Infeksi (Pre dan Post Operasi)



Nyeri (Post Operasi)



I. Pengobatan dan implikasi keperawatan Pilihan pengobatan untuk pembengkakan skrotum tergantung penyebabnya. Bila infeksi yang menyebabkan bengkak, dokter akan meresepkan antibiotik untuk melawan infeksi. Jika ini tidak cukup meredakan bengkak, dokter juga akan memberikan obat anti radang. Obat-obatan yang tepat akan diberikan untuk meredakan gejala dan pembengkakan yang terkait dengan penyakit lain. Namun, operasi juga penting untuk memperbaiki kondisi jika penyebabnya adalah varicocele, hernia, atau hydrococele. Kanker testis mempunyai beberapa pilihan pengobatan. Pilihannya tergantung pada keparahan kanker, apakah telah menyebar, dan berapa lama tidak terdeteksi. Pilihan pengobatan biasanya terdiri dari kemoterapi, terapi radiasi dan operasi (untuk membuang jaringan dan tumor kanker dari dalam kantong skrotum).



Pengobatan di rumah: Selain pengobatan dari dokter, pilihan perawatan di rumah termasuk: Kompres skrotum dengan es batu untuk mengurangi bengkak: metode ini biasanya digunakan pada 24 jam pertama setelah adanya pembengkakan b. Gunakan penghilang rasa sakit tanpa resep: beritahu dokter sesegera mungkin jika rasa sakit bertambah parah a.



c.



Berendam dalam air hangat untuk mengurangi bengkak



d.



Hindari aktivitas yang melelahkan Gaya hidup dan pengobatan rumahan di bawah ini mungkin dapat membantu mengatasi pembengkakan skrotum:



a. b.



Pakai penyangga atletik saat bermain olahraga yang berbahaya Tetap melakukan seks yang sehat dan aman;



c.



Kompres skrotum dengan es batu untuk meredakan bengkak



d.



Berendam di air hangat untuk mengurangi bengkak



e.



Hindari aktivitas berbahaya



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1.



Pengkajian a.



Identitas Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.



b.



Riwayat Kesehatan 1.



Keluhan utama Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.



2.



Riwayat kesehatan sekarang a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan. b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru, dll. c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.



3.



Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.



c.



Pemeriksaan fisik 1. KEPALA Biasanya Konjungtiva : Anemis (-) Sklera : Ikterus (-) Bibir : Sianosis (-) 2. LEHER Biasanya Massa tumor (-) Nyeri tekan (-) Deviasi trakea (-) Pembesaran Kelenjar getah bening (-) 3. THORAKS Biasanya Inspeksi : Simetris kiri = kanan, sikatriks (-) Palpasi : Massa (-), NT (-), vocal fremitus normal Perkusi : Sonor; Batas paru-hepar setinggi ICS VI Auskultasi : BP: vesikuler BT: Rh -/- Wh -/- JANTUNG Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal Auskultasi : Bunyi jantung I/II, murni, reguler 4. ABDOMEN Biasanya Inspeksi : cembung, ikut gerak napas Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal Perkusi : timpani Palpasi : Massa (-), NT (-), defans muskular (-) 5. GENITALIA Biasanya Inspeksi : abses (+), eritema (+), ulkus(+), pus(+), darah (+), jaringan nekrotik (+) Palpasi : NT (+) Ukuran ulkus 10 x 5 cm, berongga 6. EKSTREMITAS Biasanya Edema (-) Akral teraba hangat (+|+)



2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit c. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan. d. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka 3. Intervensi keperawatan 1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan Tujuan



: Setelah dilakukan



tindakan keperawatan diharapkan



gangguan rasa nyaman nyeri teratasi. Kriteria Hasil



: Klien



mengungkapkan



secara



verbal



rasa nyeri



berkurang, klien dapat rileks, klien mampu mendemonstrasikan keterampilan



relaksasi



dan



aktivitas



sesuai



dengan



kemampuannya, TTV dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit. Intervensi



Rasional



1) Observasi TTV 2) Kaji skala, lokasi, dan karakteristik nyeri. 3) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. 4) Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi. 5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai indikasi.



1) Sebagai data awal untuk melihat keadaan umum klien 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat nyeri yang dirasakan klien sehingga mempermudah intervensi selanjutnya 3) Reaksi non verba menandakan nyeri yang dirasakan klien hebat 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan klien dengan non farmakologis 5) Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri



2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit Tujuan



: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hipertermi dapat teratasi.



Kriteria hasil



: Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).



Intervensi



Rasional



1) Observasi TTV, terutama suhu tubuh klien. 2) Anjurkan klien untuk banyak minum, minimal 8 gelas / hari. 3) Lakukan kompres hangat. 4) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.



1) Untuk data awal dan memudahkan intervensi 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan tubuh dari demam 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah sehingga mempercepat hilangnya demam 4) Mempercepat penurunan demam



3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan Tujuan



: Dapat tercapainya proses penyembuhan luka tepat waktu.



Kriteria hasil



: Luka bersih, tidak bau, tidak ada pus/sekret, odema disekitar luka berkurang.



Intervensi



Rasional



1)



1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses



2)



Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rawat luka dengan baik dan benar dengan teknik aseptik



2)



penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat



3)



Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti biotik.



menjaga kontaminasi luka.



3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan jaringan.



4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka Tujuan



: Penyebaran infeksi tidak terjadi



Kriteria hasil



: Klien bebas tanda dan gejala penyebaran infeksi



Intervensi



Rasional



1) Observasi tanda-tanda infeksi 2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik 3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik



1) 2) 3)



Deteksi dini terhadap infeksi Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan jaringan.



Daftar Pustaka



Burner.david,Ellie L Ventura,Jhon J Devlin. Scrotal Pyocele:Uncommon Urologic Emergency. [online Apr-Jun 2012].[cited 2013 February 09th]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391854 Siregar,



R,S. Atlas Berwarna Jakarta:EGC,2004.



Saripati



Kulit.



Editor



Huriawati



Hartanta.



Edisi



2.



Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.



NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier. Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby.