LAPORAN PENDAHULUAN COSTA Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PENATALAKSANAAN OPERASI ORIF COSTAE A/I FRAKTUR COSTAE



DISUSUN OLEH: MITA KURNIAWATI



DIKLAT BEDAH RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2020



LAPORAN PENDAHULUAN PENATALAKSANAAN OPERASI ORIF COSTAE A/I FRAKTUR COSTAE



A. Pengertian Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Muttaqin, 2012). Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh tulang/bahkan tulang rawan (Pusponegoro, 2010). Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus



brakhialis,



subklavia), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.



B. Etiologi Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari kedua belas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile.



Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok : 1. Disebabkan trauma a. Trauma tumpul Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: Kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. b. Trauma Tembus Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa : Luka tusuk dan luka tembak. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, subklavia), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula. 2. Disebabkan bukan trauma Yang dapat mengakibatkan fraktur costa, terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.



C. Klasifikasi Fraktur Klasifikasi fraktur yang dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, jenis, klinis dan radiologis (Price, 2011) : 1. Klasifikasi etiologis : a. Fraktur traumatik : disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur. 2.



b. Fraktur patologis : disebabkan kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang yang tlah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang sering dari fraktur patologis adalah tumor, baik primer maupun metastasis. 3. c. Fraktur stres : disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu. 2. Klasifikasi jenis fraktur : a. Fraktur terbuka b. Fraktur tertutup c. Fraktur kompresi d. Fraktur stress e. Fraktur avulsi f. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedangkan sisi lainnya bengkok) g. Fraktur transversal. h. Fraktru komunikatif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen) i. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen lainnya) 3. Klasifikasi klinis : a. Fraktur tertutup (closed fracture) : fraktur yang keadaan kulitnya tidak tembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan luar. b. Fraktur terbuka (open fracture) : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam (from within) atau dari luar (from without). c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, serta infeksi tulang. 4. Klasifikasi radiologis : a. Fraktur tranversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di



reposisi Tu di reduksi kembali ketempatnya semula, maka segmen-segmen akan stabil, dan biasanya dikontrol dengan bidai gips. b. Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen. c. Fraktur komunikatif : serpihan-serpihan atau putusnya keutuhan jaringan yang terdapat lebih dari dua fragmen tulang. d. Fraktur oblik : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki. e. Fraktur segmental : dua fraktur berdekatan pada tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit untuk ditangani dan biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh mungkin memerlukan pengobatan secara bedah. f. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi : terjadi apabila dua tulang menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture). g. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosa dengan radiogram. Pandangan lateral dari tilang punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra. h. Fraktur spiral : timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur-fraktur ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah 5. Klasifikasi Fraktur Iga a. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula 1) Akibat dari tenaga yang besar 2) Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar 3) Mortalitas sampai 35% b. Fraktur Costae tengah (4-9) 1) Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan. 2) MRS jika pada observasi



a) Penderita dispneu b) Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan c) Penderita berusia tua d) Memiliki preexisting lung function yang buruk c. Fraktur Costae bawah (10-12) Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma yang diintubasi pada adanya fraktur kostae. Associated injuries sering terlewatkan meliputi :kontusio kardiak, rupture diafragmatik dan injury esophageal.



D. Manifestasi Klinis 1. Tamponade jantung yaitu trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung. a. Gelisah b. Pucat, keringat dingin c. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis) d. Pekak jantung melebar e. Bunyi jantung melemah f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure g. ECG terdapat low voltage seluruh lead h. Perikardiosentesis keluar darah 2. Hematotoraks a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD b. Gangguan pernapasan 3. Pneumothoraks a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas b. Gagal pernapasan dengan sianosis c. Kolaps sirkulasi



d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2012). e. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal.



E. Pemeriksaan Diagnostik 1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. 2. ST Scans atau MRI Scans. 3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler. 4. CCT kalau banyak kerusakan otot. 5. Pemeriksaan Darah Lengkap Lekosit meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.



F. Patofisiologi Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.



Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.



G. Komplikasi Fraktur 1. Surgical Emfisema Subcutis Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru. Tandatanda khas : pembengkakan kaki, krepitasi. 2. Cedera Vaskuler Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung. 3. Pleura Effusion Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda- tanda : a. Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea. b. Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas. c. Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang. d. Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal). 4. Fail Chest Keadaan dua iga saling berdekatan atau mengalami fraktur pada dua tempat atau lebih.



5. Hematothorax Kondisi yang terjadi ketika adadarah di rongga pleura, yang terletak di antara dinding dada dan paru.



H. Penatalaksanaan Medis 1. Prinsip-prinsip penatalaksanaan trauma dada antara lain: a. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey) b. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency. c. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa. d. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma. e. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support). f. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.



I. Persiapan Alat Dan Bahan 1. Persiapan Alat a. Alat tidak Steril 1) Gunting Verban/ bandage scissors 2) Lampu operasi 3) Mesin diathermi



4) Mesin suction 5) Meja operasi 6) Meja instrumen 7) Standar infus 8) Tempat sampah (tempat sampah infeksius, non infeksi, linen, flabot, safety box) b. Alat-alat steril 1) Instrumen a) Instrumen Basic -



Handle mess (Knifehandle) no. 4



:1



-



Pincet Chirurgie



:2



-



Pincet Anatomie



:2



-



Gunting Benang (Ligature Scissors)



:1



-



Arteri klem bengkok



:1



-



Nald Voerder



:2



b) Instrumen Pendukung -



Doek klem



:5



-



Kocher klem



:2



-



Sponge holder forceps



:1



-



Kanul suction



:1



-



Langenback



:2



-



Hak scapula



:2



-



Cutter wire



:1



-



Nald Voerder wire



:1



2) Linen pack 3) Kom besar 4) Kom cuci kulit 5) Bengkok 6) Kassa 7) Bor



\



c. Bahan penunjang operasi / bahan habis pakai 1)



Sarung tangan sesuai ukuran



2)



Desinfektan : alkohol 70%, providone iodine , NS 0,9%



3)



Mess no. 20



4)



Selang suction



5)



Benang safil 2/0 (Multifilament, absorbable)



6)



Benang Safil 1 (Multifilament, absorbabale)



7)



Benang Silk 1 (Monofilament, non absorbable)



8)



Benang Monosyn 3/0 (Monofilament, absorbable)



9)



Supratul



10)



Underpad



11)



NGT no 18



12)



DC set no 16



13)



K wire 1,2



14)



K wire 1,4



15)



Chest tube dengan trocar no 28



16)



Handpiece couter



17)



Negative plat



18)



Box suction dissposible



19)



Hypafix



2. Persiapan pasien a. Persetujuan operasi. b. Alat-alat dan obat-obatan c. Puasa



J. Prosedur Tindakan Pembedahan 1. Pasien di posisi miring ke kiri 2. Perawat instrumen cuci tangan 3. Perawat memakai baju operasi steril dan sarung tangan steril 4. Operator dan asisten cuci tangan



5. Perawat instrument memakai baju steril dan sarung tangan 6. Beri dan pakaikan baju operasi, sarung tangan pada asisten dan operator. 7. Atur instrumen di meja mayo sesuai kebutuhan. 8. Berikan sponge holder forceps dan deper desinfektan untuk desinfeksi lapangan operasi dengan alkohol dan providone iodine 9. Siapkan duk besar 1 biji, duk kecil 3 biji, duk klem 4 buah untuk draping dan duk lobang besar 1 10. Pasang dan atur selang suction, kabel diathermi, dan bor kemudian fiksasi dengan duk klem 11. Lakukan time out 12. Berikan pincet chirurgies, hand mess beserta mess no. 20 pada operator untuk incisi, arteri klem, kasa dan handpiece couter untuk control perdarahan 13. Berikan dua langen beck untuk memperlebar medan operasi 14. Setelah ketemu fraktur costae direposisi, berikan bor yang diisi k wire untuk fiksasi costae 15. Pasang chest tube dengan trocar no 28 di sebelah sisi insisi 16. Berikan hetting set untuk fiksasi menggunakan Silk no 1 (monofilament, non absorbable) 17. Berikan cairan NaCl 0,9% untuk mencuci bagian operasi 18. Berikan suction untuk menyedot sisa-sisa darah 19. Hitung alat instrument dan kasa 20. Lakukan sign out 21. Berikan hetting set untuk menjahit lapis demi lapisan otot dan fasia dengan safil no 1, kulit dengan monosyn 3.0 22. Berikan kassa basah kepala asisten untuk membersihkan darah dan sisa antiseptik 23. Tutup luka operasi dengan sufratule,kasa hypafix plester 24. Rapikan alat dan tempat



K. Evaluasi 1.



Kelengkapan instrument



2.



Proses operasi



3.



Bahan pemeriksaan



DAFTAR PUSTAKA



Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien. Jakarta: Salemba Medika Ovedoff, D. 2012. Kapita selekta kedokteran 2/editor ed.Revisi 2. Jakarta, Binarupa Aksara.Pusponegoro, D Aryono. 2010. Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life Support, Jakarta : Diklat Ambulance AGD 118 Price, Sylvia A. Wilson. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC