Laporan Pendahuluan Dm-Gangren [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN MEDIKAL RUANG 29



PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS DAN KOMPLIKASI GANGREN



Oleh: TRISA PRADNJA PARAMITA 105070203131001



JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015



DIABETES MELITUS 1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan dengan adanya peningkatan jumlah glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang akan berakibat pada kerusakan terhadap sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes Association, 2003). Pada keadaan normal, sejumlah glukosa akan bersirkulasi dalam darah. Sumber utama dari glukosa tersebut adalah absorpsi makanan yang dicerna dalam traktus gastrointestinal dan pembentukan glukosa oleh hepar dari substansi makanan. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus akan ditandai dengan hiperglikemi puasa dan postpandrial, aterosklerosis, dan penyakit vaskular mikroangiopati, serta neuropati. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price & Wilson, 2006). 2. Klasifikasi Diabetes Melitus Terdapat beberapa jenis dari diabetes melitus yang berbeda, bergantung pada penyebab, tahap klinis, dan penatalaksanaannya. Namun, secara umum, klasifikasi dari diabetes melitus adalah (Medifocus, 2011): 1) Diabetes melitus tipe I, sebelumnya disebut dengan Insulin Dependent Diabetes Melitus. 2) Diabetes melitus tipe II, sebelumnya disebut dengan Non-Insulin Dependent 3) 4) 5) 3. 1)



Diabetes Melitus. Gestasional diabetes melitus. Diabetes melitus yang berhubungan dengan kondisi atau sindrom yang lain. Gangguan toleransi glukosa (IGT) atau prediabetes. Etiologi Diabetes Melitus Diabetes melitus tipe I Pada diabetes melitus tipe I, sistem imun yang pada keadaan normal memerangi bakteri maupun virus berbahaya, menyerang dan menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin di dalam pankreas. Hal ini akan menyebabkan sedikitnya insulin yang ada atau bahkan tidak ada insulin sama sekali. Dibanding tertransportasikan ke dalam sel, glukosa akan berakumulasi di aliran darah. Tipe I diduga disebabkan oleh kombinasi kerentanan genetik dan faktor lingkungan, meski



masih belum jelas faktor apa saja itu. 2) Diabetes melitus tipe II



Pada prediabetes yang dapat menjadi DM tipe II dan pada diabetes melitus tipe II, sel-sel tubuh akan menjadi resisten terhadap kerja insulin dan pankreas tidak akan mampu untuk memproduksi insulin yang cukup demi mengatasi resistensi tersebut. Karena tidak dapat masuk ke dalam sel, glukosa akan terakumulasi di aliran darah. Masih belum jelas mengapa hal ini dapat terjadi, meski seperti pada DM tipe I, diduga bahwa faktor genetik dan lingkungan ikut bermain peran dalam perkembangan DM tipe II. Memiliki berat badan berlebih juga sangat berhubungan kuat dengan perkembangan DM tipe II meski tidak semua orang dengan DM tipe II memiliki kelebihan berat badan. 3) Gestasional diabetes melitus Selama kehamilan, plasenta akan memproduksi hormon-hormon untuk menopang kehamilan. Hormon-hormon tersebut akan membuat sel-sel tubuh menjadi lebih resisten terhadap insulin. Ketika plasenta membesar pada trimester 2 dan 3, dia akan mensekresi lebih banyak hormon-hormon tersebut sehingga insulin akan semakin kesulitan untuk melakukan tugasnya. Pada keadaan normal, pankreas akan merespon dengan memproduksi ekstra insulin untuk mengatasi resistensi itu. Namun terkadang, pankreas juga tidak bisa mengikuti keadaan yang berubah. Jika hal itu terjadi, hanya sedikit glukosa yang masuk ke dalam sel, sisanya terakumulasi dalam aliran darah. Hal itulah yang disebut dengan gestasional diabetes. 4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus 1) Poliuri dan polidipsi. Karena glukosa terakumulasi dalam darah, maka cairan ditarik/diambil dari jaringan yang nantinya akan menyebabkan rasa haus. Akhirnya seseorang akan banyak minum dan banyak pula melakukan buang air kecil. 2) Poliphagia. Karena tidak cukupnya jumlah insulin yang mampu membawa glukosa masuk ke dalam sel, maka otot dan organ menjadi sangat kekurangan energi. Hal ini dapat merangsang rasa lapar yang luar biasa. 3) Penurunan berat badan. Meskipun makan akan lebih banyak dari biasanya untuk mengatasi rasa lapar, seseorang dengan diabetes melitus mungkin akan mengalami penurunan berat badan. Tidak adanya atau berkurangnya kemampuan untuk metabolisme glukosa, tubuh akan menggunakan cadangan energi yang disimpan pada lemak dan otot. Kalori hilang sama seperti kelebihan glukosa yang dibuang lewat urin. 4) Kelelahan. Jika sel tubuh kekurang glukosa, orang dengan diabetes melitus dapat menjadi lelah dan mudah marah. 5) Lamanya masa penyembuhan luka atau infeksi yang sering. Diabetes melitus tipe II akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengobati diri sendiri dan mencegah infeksi.



6) Area-area yang menggelap pada kulit. Beberapa orang dengan DM tipe II memiliki area-area yang menggelap pada lipatan maupan kerutan tubuh seperti ketiak. Kondisi ini disebut dengan acanthosis nigricans yang mungkin tanda dari resistensi insulin. 5. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus 1) Glycated Hemoglobin (A1C) Test. Merupakan pengujian darah yang mengindikasikan tingkat gula darah seseorang selama 2 hingga 3 bulan sebelumnya. Uji ini bekerja dengan mengukur presentase gula darah yang menempel pada hemoglobin, yang merupakan pengangkut oksigen pada eritrosit. Semakin tinggi tingkat gula darah seseorang, maka akan semakin banyak pula hemoglobin yang memiliki gula di dalamnya. 6,5% tingkat A1C atau lebih setiap dua tes yang terpisah mengindikasikan diabetes. Hasil di antara 5,7% hingga 6,4% dianggap prediabetes, yang mengindikasikan risiko tinggi lanjut menjadi diabetes. Nilai normalnya adalah di bawah 5,7%. 2) Pemeriksaan gula darah sewaktu. Sampel darah akan diambil pada waktu yang acak. Apapun dan kapanpun terakhir kali seseorang makan, nilai gula darah sesaat pada 200 mg/dL atau lebih mengindikasikan diabetes, terutama jika ada beberapa tanda dan gejala dari diabetes seperti sering BAK dan peningkatan rasa haus. Nilai di antara 140 mg/dL dan 199 mg/dL dianggap prediabetes, di bawah 140 mg/dL dianggap normal. 3) Pemeriksaan gula darah puasa, Sampel darah akan diambil setelah puasa satu malam. Gula darah puasa kurang dari 100 mg/dL adalah normal. Jika nilainya lebih dari 100 mg/dL hingga 125 mg/dL dianggap prediabetes dengan risiko tinggi berlanjut menjadi diabetes. Jika nilainya 126 mg/dL atau lebih pada 2 tes yang terpisah, maka dianggap diabetes. 4) Uji toleransi glukosa oral. Untuk tes yang satu ini, seseorang harus puasa di malam sebelumnya, kemudian gula darah puasa diukur. Setelahnya, orang tersebut mengonsumsi cairan manis dan tingkat gula darah akan diukur secara periodik selama beberapa jam. Jika hasilnya lebih dari 200 mg/dL setelah 2 jam, mengindikasikan diabetes. Di bawah 140 mg/dL adalah normal. Nilai antara 140 mg/dL hingga 199 mg/dL adalah prediabetes. 6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus 1) Monitor gula darah. Bergantung pada rencana pengobatan, seseorang dapat mengecek kadar gula darahnya 1 kali/hari atau beberapa kali dalam 1 minggu. Monitor kadar gula darah yang teratur adalah satu-satunya cara untuk memastikan kalau kadar gula darah berada dalam rentang nilai yang ditargetkan. 2) Makan makanan yang sehat. Tidak seperti persepsi populer yang ada, justru tidak ada diet untuk diabetes. Yang adam seseorang akan membutuhkan buah-buahan,



sayuran, dan biji-bijian. Semua makanan itu tinggi nutrisi dan rendah lemak-kalori. Perlu juga memakan sedikit produk hewani dan yang manis-manis. 3) Aktivitas fisik. Semua orang membutuhkan latihan fisik secara reguler, termasuk orang dengan diabetes melitus. Yang terpenting adalah menjadikan latihan fisik sebagai aktivitas sehari-hari. 4) Medikasi diabetes dan terapi insulin. Beberapa orang dengan DM tipe II dapat mengatur gula darahnya dengan diet yang baik dan olahraga teratur, namun mungkin membutuhkan medikasi diabetes atau terapi insulin. Beberapa penelitian menyatakan bahwa intervensi dini dengan medikasi sebelum A1C terelevasi secara signifikan dapat mengontrol gula darah dengan baik seiring berjalannya waktu. a. Medikasi diabetes. Sering kali orang yang baru pertama kali didiagnosis DM akan diberi metformin, obat yang menurunkan produksi glukosa di hepar. Ada pula obat yang merangsang pankreas untuk memproduksi dan mensekresi lebih banyak insulin seperti glipizide, glyburide, dan glimepiride. Ada obat yang memblok kerja enzim pemecah karbohidrat atau membuat jaringan semakin sensitif terhadap insulin seperti pliogitazone. b. Terapi insulin. Beberapa orang dengan DM tipe II akan membutuhkan terapi insulin juga. Karena sistem pencernaan yang normal sering mengganggu insulin yang diberikan secara oral, maka insulin harus diinjeksikan.



GANGREN 1. Definisi Gangren Gangren adalah suatu kondisi ketika jaringan tubuh mati yang disebabkan oleh suplai aliran darah yang tidak mencukupi akibat penyakit yang mendasari, cedera, atau/dengan infeksi (Misnadiarly, 2006). Pada penderita gangren diabetik, semua luka atau radang yang terjadi pada daerah di bawah mata kaki harus segera diobati, dan bila perlu segera dirawat di rumah sakit. Bila terlambat, mudah timbul gangren diabetik (luka kehitaman karena sebagian jaringannya mati dan berbau busuk) dan tidak jarang pada akhirnya kaki harus diamputasi. 2. Etiologi dan Klasifikasi Gangren



Darah berperan penting dalam kesehatan. Tidak hanya mentransportasikan oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh untuk memberi makan pada sel, tetapi juga mengantarkan antibodi yang melawan penyakit untuk melindungi tubuh dari infeksi. Ketika darah tidak dapat berpindah secara bebas ke seluruh tubuh, sel-sel tubuh tidak dapat bertahan hidup, infeksi akan berkembang, dan jaringan tubuh dapat mati karena gangren. Berikut ini adalah kondisi yang mempengaruhi pembuluh darah: 1) Diabetes: kondisi di mana tingkat gula darah seseorang menjadi terlalu tinggi, di mana dapat menyebabkan kerusakan pada saraf dan pembuluh darah. 2) Atherosklerosis: di mana arteri menjadi tipis dan tersumbat oleh substansi lemak yang disebut dengan plak. 3) Penyaki arteri perifer: di mana ketika tumpukan lemak terjadi di arteri dan mencegah aliran darah ke area kaki. 4) Raynaud’s phenomenon: di mana ketika pembuluh darah di area tertentu di tubuh, biasanya jari tangan atau jari kaki, bereaksi abnormal pada temperatur yang dingin. Klasifikasi gangren: 1) Gangren kering Gangren kering terjadi sebagian besar pada penderita diabetes dan penyakit autoimun, di mana biasanya mempengaruhi area tangan dan kaki. Berkembang ketika aliran darah ke area yang terpengaruhi menjadi terganggu, biasanya karena sirkulasi yang buruk. Pada jenis ini, jaringan akan mengering dan mungkin akan berwarna kecokelatan hingga biru-keunguan sampai kehitaman dan sering kali terkelupas. Tidak seperti gangren yang lainnya, biasanya infeksi tidak muncul pada gangren ini. Namun, gangren kering dapat menjadi gangren basah apabila terinfeksi. 2) Gangren basah Tidak seperti gangren kering, gangren basah hampir selalu berhubungan dengan infeksi. Cedera dari luka bakar atau trauma di mana bagian tubuh menjadi rusak atau tertekan dapat secara cepat memutus suplai aliran darah ke area yang terpengaruh, menyebabkan kematian jaringan dan meningkatkan risiko infeksi. Jaringan yang membengkak dan melepuh disebut basah karena adanya pus. Infeksi dari gangren basah dapat menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh, membuat gangren basah menjadi sangat serius dan kondisi yang mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan cepat. 3) Gangren gas Gangren gas jarang terjadi namun berbahaya. Terjadi ketika infeksi berkembang di dalam tubuh, seperti otot atau organ, yang merupakan hasil dari trauma. Bakteri yang menyebabkan gangren gas disebut clostridia, melepaskan toksin atau racun



berbahaya yang dapat menyebabkan malapetaka ke seluruh tubuh, bersamaan dengan gas yang terperangkap dalam jaringan tubuh. Ketika kondisi ini berlanjut, warna kulit dapat menjadi pucat dan keabuan, membuat bunyi crackling ketika ditekan, akibat gas di dalam jaringan. Gangren gas membutuhkan penatalaksanaan medis dengan segera. Tanpa pertolongan, kematian dapat terjadi dalam 48 jam. 4) Gangren internal Jika gangren terjadi di dalam tubuh akibat tersumbatnya aliran darah ke organ internal, maka disebut sebagai gangren internal. Biasanya berhubungan dengan infeksi pada organ dalam seperti apendiks dan kolon. 5) Fournier’s Gangren Merupakan kondisi yang juga jarang terjadi, yang biasanya disebabkan oleh infeksi di area genital. Laki-laki lebih sering terkena jika dibandingkan dengan perempuan. Jika infeksi mencapai aliran darah, kondisi yang disebut sepsis, dapat mengancam nyawa.



3. Patofisiologi Gangren Diabetik 4. Autoimun



Resistensi insulin



5.



Sel-sel kelaparan



6.



Jumlah insulin < Glikogenolisis



7. 8.



Glukoneogenesis( as. Amino, as. Lemak)



Penyerapan glukosa darah




Glukosa di atas ambang batas tubulus renal 200 mg/dL



Hiperglikemia



11. 12. Suhu >



Dehidrasi



Air berpindah dari ICF ke ECF



Hilangnya air dan elektrolit >



Osmotik diuresis



Glukosuria



13. 14.Hipertermi



Kekurangan volume cairan



Hipovolemia



15. 16. 17. 18.



Metabolik anaerob



Produksi as. laktat



Spasme otot



Nyeri akut



Nekrosis sel



Gangren



Kerusakan integritas



Risiko infeksi



Hipoksia



19. Manifestasi Klinis Gangren 20. Pada gangren kering: 1) Kulit yang kering dan mengkerut yang berubah warna dari biru menjadi hitam dan pada akhirnya mengelupas. 2) Kulit yang teraba dingin dan mati rasa. 3) Nyeri mungkin muncul mungkin tidak. 21. Pada gangren basah: 1) 2) 3) 4) 5)



Bengkak dan nyeri pada area infeksi. Perubahan warna kulit dari kemerahan menjadi cokelat lalu hitam. Melepuh dan nyeri yang memproduksi keluaran yang berbau busuk (pus). Demam dan perasaan tidak sehat. Suara crackling yang datang dari area yang terpengaruh ketika ditekan.



22. Gangren internal biasanya nyeri pada area gangren. Sebagai contoh, seseorang dengan gangren di apendiks atau kolon akan memiliki nyeri abdomen yang parah sebagai hasil dari gangrennya. 23. Kegawatan gangren 24. Jika infeksi dari gangren masuk ke dalam darah, maka seseorang dapat mengalami sepsis dan menjadi syok sepsis. Hal ini dapat mengancam nyawa jika tidak segera ditangani. Gejala dari sepsis dapat berupa: 1) Tekanan darah rendah 2) Nadi yang meningkat 3) Napas yang pendek 4) Perubahan pada temperatur tubuh 5) Merasa berkunang-kunang 6) Nyeri pada tubuh dan kemerahan 7) Konfusi 8) Kulit yang teraba dingin, pucat, dan berkeringat 25. Pemeriksaan Diagnostik Gangren 1) Pemeriksaan darah untuk memeriksa adanya infeksi. 2) Kultur jaringan atau cairan, di mana sampel kecil dari jaringan atau cairan yang berasal dari area yang terpengaruh diuji untuk mencari tahu bakteri yang bertanggung jawab atas kondisi tersebut dan untuk menentukan antibiotik yang tepat untuk menanganinya. 3) Kultur darah, di mana sampel darah di ambil dan diberikan ke tempat kultur khusus dan diletakkan di lingkungan yang terinkubasi untuk mendukung pertumbuhan bakteri sehingga dapat diperiksa lebih lanjut. 4) Pencitraan, serangkaian uji pencitraan seperti x-rays, MRI, atau CT Scan dapat digunakan untuk mengkonfirmasi adanya dan perluasan gangren. Uji ini dapat juga digunakan untuk mengetahui sumbatan pada pembuluh darah.



5) Pembedahan, pemeriksaan pembedahan di bawah anastesi mungkin dibutuhkan untuk mengkonfirmasi diagnosis gangren yang lebih dalam pada tubuh. 26. Penatalaksanaan Gangren 27. Penatalaksanaan gangren termasuk membuang jaringan yang mati, mengobati dan mencegah perluasan infeksi, dan mengobati kondisi yang menyebabkan gangren berkembang. Semakin cepat penanganannya, maka semakin baik kesempatan untuk pulih. Bergantung pada tipe gangrennya, penatalaksanaannya termasuk: 1) Pembedahan. Disebut juga debridement, jaringan yang mati diangkat secara pembedahan untuk mencegah perluasan infeksi. Dalam beberapa kondisi, amputasi (pemotongan ekstremitas yang terpengaruh atau jari-jari) mungkin dibutuhkan. 2) Terapi belatung. Percaya atau tidak, belatung masih memiliki peran dalam kedokteran modern. Belatung menyediakan cara non-bedah untuk membuang jaringan yang mati. Ketika digunakan untuk menangani gangren, belatung dari larva lalat (yang secara khusus dibiakkan di laboratorium sehingga steril) ditempatkan pada luka, di mana mereka akan mengonsumsi jaringan yang mati dan terinfeksi tanpa melukai jaringan yang sehat. Mereka juga membantu melawan infeksi dan mempercepat penyembuhan dengan melepaskan substansi yang membunuh bakteri. 3) Antibiotik. Antibiotik biasa digunakan untuk menangani dan mencegah infeksi. Biasanya diberikan secara injeksi intravena ke pembuluh darah. 4) Terapi oksigen. Terapi oksigen hiperbarik mungkin digunakan pada kasus gangren basah atau ulkus yang berhubungan dengan diabetes atau penyakit arteri perifer. Selama penatalaksanaa, pasien ditempatkan di ruangan khusus yang berisi oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari oksigen yang ditemukan di alam. Teorinya adalah saturasi oksigen yang tinggi ini mensaturasikan darah dan mendukung penyembuhan dari jaringan yang sekarat. Terapi oksigen juga dapat mengurangi pertumbuhan bakteri yang tidak dapat bertahan hidup pada lingkungan yang kata oksigen. 28.



Untuk mencegah gangren terjadi lagi, penyebab sumbatan aliran



darah harus ditemukan sehingga kondisi yang mendasari dapat diatasi. Seringkali pembedahan vaskuler, seperti pembedahan bypass atau angioplasti dibutuhkan untuk mengembalikan aliran darah. Obat-obatan untuk mencegah penggumpalan darah mungkin juga dibutuhkan pada beberapa kasus. 29. Asuhan Keperawatan Gangren Diabetik 1) Pengkajian:



30. Biodata 31. Biodata klien : nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian. 32. Biodata penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, gama dan hubungannya dengan klien. 33. 34. Riwayat Kesehatan: 35. 1. Keluhan utama 36. Biasanya pada klien ganggren akibat diabetes mellitus yaitu nyeri pada daerah luka gangren, sering BAK, selalu lapar dan haus 37. 2. Riwayat kesehatan sekarang 38. Merupakan lanjutan dari keluhan utama biasanya tergantung dari ganas/tidaknya. Rasa sakit akan bertambah bila klien banyak aktifitas, bila klien istirahat maka rasa nyeri akan berkurang 39. 3. Riwayat kesehatan dahulu 40. Merupakan faktor pencetus menuju predisposisi dari penyakit klien yang sekarang sedang diderita oleh klien 41. 4. Riwayat kesehatan keluarga 42. Dalam keluarga biasanya ada yang menderita penyakit yang sama. 43. 44. Pemeriksaan fisik 45. 1. Keadaan umum 46. Dari keadaan ini kita dapat mgetahui keadaan klien secara umum, apabila klien sakit ringan, sedang, berat. 47. 2. Tanda-tanda vital 48. Dapat ditemukan peningkatan denyut nadi dan suhu. 49. 3. Sistem kardiovaskuler 50. Pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan. 51. 4. Sistem respirasi 52. Pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan. 53. 5. Sistem penglihatan 54. Biasanya penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi kronik. 55. 6. Sistem integumen 56. Pada pasien diabetes mellitus biasanya terdapat luka-luka basah 57. 7. Sistem neurosensor 58. Kadang didapatkan insomnia, konjungtiva merah. 59. 8. Sistem muskuloskeletal 60. Biasanya karena luka sudah menyebar maka dilakukan amputasi.



61. 62. Kebutuhan aktifitas sehari-hari 63. Klien biasanya mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas sehri-hari karena adanya kelemahan. 64. 65. Data Psikologis 66. Klien biasanya merasa cemas karena takut akan bertambah besar dan takut tidak akan disembuhkan. 67. 68. Data sosial 69. Adanya perubahan peran fungsi klien dan keluarga maupun lingkungan. 70. 2) Diagnosis yang mungkin muncul a. Kerusakan integritas jaringan b. Nyeri akut c. Risiko ketidakstabilan glukosa darah d. Risiko infeksi 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. DAFTAR PUSTAKA 83.



Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus: Gangren, Ulser, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.



84.



Poretsky, L. 2002. Principles of Diabetes Mellitus. USA: Kluwer Academy Publishers Group.



85.



Price, A; Wilson, L. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta: EGC.



86.



Smeltzer, C; Bare, B. 2003. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 10th Ed. Philadelphia: Lippincott.



87.