Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi (Fekal) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Dasar Dosen Koordinator: Natalia Devi Oktarina,S.Kep., Ns, M.Kep., Sp.Kep.



Disusun Oleh Nama : Shella Selina NIM : 011191014



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2019/2020



A. Konsep Anatomi dan Fisiologi



Pencernaan adalah pemecahan makanan secara mekanik dan kimiawi menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh sel tubuh kita. Organ gastrointestinal (saluran pencernaan) membentang dari mulut ke anus. Organ ini adalah mulut, faring, esofagus (kerongkongan), lambung, usus kecil, usus besar, dan lubang anus. Organ aksesori meliputi gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kantung empedu, dan pancreas. a. Mulut Pintu masuk pertama ke saluran pencernaan adalah melalui mulut atau rongga oral, makanan akan dihancurkan dengan dikunyah yang melibatkan seluruh organ dalam mulut, yaitu : 



Gigi Langkah pertama dalam proses pencernaan adalah mastikasi atau mengunyah. Motilitas



mulut



yang



melibatkan



pemotongan,



perobekan,



penggilingan,



dan



pencampuran makanan adalah oleh gigi. 



Lidah Lidah membentuk dasar rongga mulut, terdiri dari otot rangka yang dikontrol secara volunter,pergerakannya penting untuk memandu makanan didalam mulut sewaktu mengunyah dan menelan. Di lidah terdapat papil-papil pengecap (taste buds) yang juga tersebar di palatum mole, tenggorokan dandinding dalam pipi.







Kelenjar Saliva Kelenjar saliva utama yaitu kelenjar sublingual, submandibula, dan parotis yang terletak di luar ronggamulut dan menyalurkan air liur melalui duktud-duktus pendek ke



dalam mulut. Selain itu, terdapat kelenjar saliva minor yaitu kelenjar bukal di lapisan mukosa pipi. 



Palatum Palatum membentuk atap lengkung rongga mulut, memisahkan mulut dari saluran hidung. Keberadaannya



memungkinkan



bernapas



dan mengunyah



berlangsung



bersamaan. 



Uvula Uvula terletak di bagian belakang palatum dekat tenggorokan yaitu suatu tonjolan menggantung daripalatum mole (langit-langit lunak), yang berperan penting untuk menutup saluran hidung ketika menelan.



b. Faring dan Esofagus Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan secret mukoid yang berguna untuk perlindungan. Motilitas yang berkaitan dengan faring dan esofagus adalah menelan atau deglutition. Menelan dimulai ketika bolus didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di faring yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang terlibat dalam proses menelan. c. Lambung Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya peristaltic, yaitu gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian oleh otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam. d. Usus Halus Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Usus menerima makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrient, potassium, bikarbonat, dan enzim.



e. Usus Besar Kolon terdiri dari sekum yang berhubungan langsung dengan usus halus, kolon ascendent, transversum, descendent, sigmoid, dan rectum.Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan nutrien, proteksi dengan mensekresikan mucus yang akan melindungi dinding usus trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, dan menghantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan cara berkontraksi. f. Anus Anus berfungsi dalam proses eliminasi zat sisa. Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rectum. B. Pengertian Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu eliminasi urine dan eliminasi fekal. Eliminasi urine berkaitan dengan sistem perkemigan, sedangkan eliminasi fekal erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Eliminasi alvi atau inkontinensia alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. (Tarwoto dan Wartonah, 48 : 2004) Eliminasi alvi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguangangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar. C. Faktor Risiko dan Faktor yang Mempengaruhi 1. Faktor Risiko 



Usia



Penyakit ini paling banyak ditemukan pada lansia berumur 65 tahun ke atas. Orang-orang yang telah memasuki golongan usia tersebut memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami inkontinensia alvi. 



Pernah Melahirkan Jika seorang wanita yang pernah menjalani metode kelahiran normal lebih dari 2 kali, peluang Anda untuk mengalami kondisi ini jauh lebih besar.







Jarang Melakukan Kegiatan Fisik Apabila seseorang lebih banyak menghabiskan waktu duduk di kantor, bed rest, jarang berolahraga, atau beraktivitas fisik lainnya, Anda berpeluang besar untuk mengalami kondisi ini.







Memiliki Penyakit Tertentu Beberapa penyakit kronis dan masalah-masalah pada sistem saraf dapat mengganggu kinerja otot panggul dan otot sfingter dalam mengendalikan keinginan buang air besar.



2. Faktor yang Mempengaruhi 



Usia dan perkembangan Pada usia bayi control defekasi belum berkembang sedangkan pada usia manula control defekasi menurun.







Diet Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga mempercepat proses defekasi bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi.







Intake Cairan Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan meningkat. Pemasukan cairan normalnya 2000-3000 ml/hari. Asupan cairan yang kurang menyebabkan feses menjadi keras.







Aktifitas Fisik Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltic akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.







Fisiologis Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare.







Gaya Hidup Kebiasaan untuk melatih buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar.



D. Masalah yang Muncul 1. Diare Keluarnya feses cair dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya anyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air. 2. Konstipasi Gangguan eliminasi alvi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras melalaui usus besar. 3. Fecal Infaction Massa feses yang keras di lipatan rectum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. 4. Inkontinensia Alvi Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus 5. Flatulen Penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram 6. Hemoroid Vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan rektum E. Pemeriksaan Penunjang 1. Kultur tinja Yaitu prosedur pemeriksaan laboratorium melalui sampel tinja, untuk mendeteksi adanya infeksi penyebab diare dan inkontinensia. 2. Barium Enema Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan foto Rontgen dan cairan barium untuk memeriksa saluran pencernaan bagian bawah.



3. Elektromiografi (EMG) Untuk memeriksa fungsi dan koordinasi otot dan saraf di sekitar anus dan rektum. 4. Kolonoskopi Untuk memeriksa seluruh bagian usus menggunakan selang fleksibel berkamera yang dimasukkan melalui anus. 5. MRI Untuk memperoleh gambar detail kondisi sfingter anus dan otot anus. 6. Fraktografi Yaitu pemeriksaan untuk mengukur banyaknya kotoran yang dapat dikeluarkan tubuh dan mengukur kekuatan rektum dalam menahan kotoran agar tidak merembes. 7. USG Anorektal Yaitu pemeriksaan struktur sfingter anus dengan menggunakan instrumen menyerupai tongkat yang dimasukkan ke dalam anus dan rektum. F. Penatalaksanaan Medis 1. Diatetik Yaitu pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan 2. Pemberian cairan untuk mencegah pasien mengalami dehidrasi 3. Pemberian obat-obatan 



Obat anti sekresi







Obat anti spasmolitik







Obat antibiotic



G. Konsep MAP Asuhan Keperawatan KONSEP MAP



Diagnosa Keperawatan: Inkontinensia Fekal



Diagnosa Keperawatan: Diare Tanda dan Gejala Mayor: Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam, Feses lembek atau cair



Tanda dan Gejala Mayor: Tidak mampu mengontrol pengeluaran feses, Tidak mampu menunda defekasi, Feses keluar sedikit-sedikit dan sering



Masalah Kesehatan Utama: Diare Tindakan Keperawatan Utama: Identifikasi penyebab diare, Identifikasi riwayat pemberian makanan, Monitor jumlah pengeluaran diare, Berikan cairan intravena



Outcome:



Outcome:



     







Dispepsia 1-5 Nyeri abdomen 1-5 Frekuensi BAB 1-5 Konsistensi feses 1-5 Jumlah feses 1-5 Warna feses 1-5



Intervensi:      



Identifikasi penyebab diare Identifikasi riwayat pemberian makan Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja Monitor jumlah pengeluaran diare Berikan cairan intravena Kolaborasi pemberian obat pengeras feses



 



Pengontrolan pengeluaran feses 15 Defekasi 1-5 Frekuensi buang air besar 1-5



Intervensi:  



 







Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal Monitor buang air besar Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan peristaltic usus Kolaborasi pemberian obat supositoria anal jika perlu



KONSEP MAP Diagnosa Keperawatan: Konstipasi Tanda dan Gejala Mayor: Defekasi kurang dari 2 kali seminggu,Pengeluaran feses lama dan sulit, Feses keras, Peristaltik usus menurun



Diagnosa Keperawatan: Risiko Konstipasi Tanda dan Gejala Mayor: -



Outcome:    



Keluhan defekasi lama dan sulit 1-5 Mengejan saat defekasi 1-5 Konsistensi feses 2-5 Peristaltik usus 2-5



Outcome:  



Intervensi:      



Periksa tanda dan gejala konstipasi Periksa pergerakan usus dan karakteristik feses Identifikasi faktor risiko konstipasi Anjurkan diet tinggi serat Latih buang air besar secara teratur Kolaborasi dengan tim medis tentang penurunan atau peningkatan frekuensi suara usus



Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko 3-5 Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan 3-5



Intervensi:    



Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan Berikan kesempatan untuk bertanya



DAFTAR PUSTAKA



Fajri, N. I. (2016). Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi. Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi. Medik, D. A. (2010). Gangguan pola eliminasi fekal (diagnosa, penatalaksanaan keperawatan, dan penatalaksanaan medik). Gangguan pola eliminasi fekal (diagnosa, penatalaksanaan keperawatan, dan penatalaksanaan medik). Perry, P. (2005). Fundamental Keperawatan. Fundamental Keperawatan.



PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.