Laporan Pendahuluan Hiv & Aids [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIV/AIDS



Di Susun Oleh : FAUZIAH Nim : 891211004



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK 2021



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIV/AIDS



A. Pengertian Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia dan membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit sembuh dari berbagai penyakit infeksi oportunistik dan bisa menyebabkan kematian (Dirjen P2PL RI, 2012), sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV (Depkes RI, 2012). Infeksi human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurang sistem imun yang disebabkan oleh retro virus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2 (Copstead dan banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekbalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa) (Bararah dan jauhar, 2013). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia dan lorraine, 2012). Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Penderita memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke stadium AIDS, sedangkan pendertita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya (Infodatin HIV & AIDS, 2020)



B. Penyebab dan faktor predisposisi AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat



terhadap limfosit T. Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015). Melemahnya sistem imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS. HIV tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat Acid (RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki antigen permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu kemudian virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya selanjutnya akan menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan tubuh yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini akan menyebabkan seseorang mengalami keganasan dan infeksi oportunistik (Suliso, 2006 dalam Fauzan 2015). Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu : a. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam aliran darah (Nursalam 2007). b. Ibu pada bayinya Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (inutero). Berdasarkan CDC Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai dengan 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI , 1995 dalam Nursalam 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. (Nursalam 2007). Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI dari Ibu yang positif sekitar 10%.



c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh. d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lainnya yang menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menularkan HIV. e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba (Injekting Drug User - IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik para pengguna IDU secara bersam- sama menggunakan tempat penyampur, pengaduk dan gelsa pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV. HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah dengan pederita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubunga sosial yang lainnya



C. Patofisiologi Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik dipahami dengan menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap akhir. Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yang khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70% dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai dengan gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa, demam, ruam, dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan prooduksi virus dalam jumlah besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai dengtan berkurangnya sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun segera setelah hali itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi (biasanya dalam rentang waktu 3 hingg 17 minggu setelah pejanan) dan munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia meredah, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun berkurangnya virus dalam



plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam magkrofak dan sel T CD4+ jaringan. Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap penahanan relatif virus. Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukan gejala ataupn limfadenopati persisten, dsan banyak penderita yang mengalami infeksi oportunistik ”ringan” seperti sariawan (candida) atau herpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dengan jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan mulai berkkurang, jumlah CD4+ mulai menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Linfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan onset adanya dekompesasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan onset fase “kritis”. Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna penjamu yang sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit kinis. Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari satu bulan,mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubahubah, para pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi neurologis (disebut kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yanng digunakan saat ini menentukan bahwa seseorang teerinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sma dengan 200/μL sebagai pengidap AIDS.



D. Pathway keperawatan HIV/AIDS



E. Manifestasi Klinik Menurut Zmeltser (2013) manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksai HIV dan AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh, pembahasan berikut ini dibatasinpada manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV berat yang paling sering ditemukan. a. Respiratori Pneumonia pneumocytis carini. Gejalah napas yang pendek, sesak napas (dipneu), batukbatuk, nyeri dad dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunistik seperti yang disebabkan oleh mycobacterium avium intracelulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan legionella. Walaupun begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah pneumonia pneumocyti carini (PPC) yang merupakan penyakit oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS. Penderita AIDS pada mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk nonproduktif, napas pendek, dispneu dan kadang-kadang nyeri dada. Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan pada akhirnya kegagalan pernapasan. Penyakit kompleks kompleks mycobacteriium avium (MAC; mycobakterium avium complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam, biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatik dan sumsum tulang. Sebagian pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis ditegakan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Berbeda dengan infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkolosis cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosa AIDS. b. Gastrointestinal Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan, mual, muntah, vomitus, kandidiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis. Bagi pasien AIDS, diare dapat membawah akibat yang serius sehubungan dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat badan), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,



ekskoriasis



kulit



perinatal,



kelemahan



dan



ketidakmampuan



nmelaksanakan kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.



untuk



c. Kanker Sarkoma kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotel pembuluh darah dan limfe. Kaposi yang berhubungan dengan AIDS memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar mulai dari lesi kutaneus stempat hingga kelainan yang menyebar dan mengenai lebih dari satu organ. Lesi kutaneus yang dapat timbul pada setiap tubuh biasanya berwarna merah mudah kecoklatan hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh eksimosis (bercak-bercak perdarahan) serta edema. Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat menurunkan statis aliran vena, limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulseri akan merusak integrias kulit dan meninggalkan ketidaknyamanan pasien serta kerentanan terhadap infeksi. Limfoma sel- B merupakan malignasi paling sering kedua yang terjadi diantara pasien-pasien AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan AIDS cenderung berkembang diluar kelenjar limfe; limfoma ini paling sering dijumpai pada otak, sumsum tulang dan gastrointestinal. d. Neurologik Enselopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. HIV ditemukan denhan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak yang teronfeksi HIV didominasi oleh sel-sl CD4+ yang berasal dari monosit/magkrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksinatau limfokin yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu fungsi neurotransmiter keetimbang menyebabkan kerusakan seluler. Keadaan ini berupa syndrome klinis yang disertai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda-tanda dan gejala yang samar-samar serta sulit dibedakan dan kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignasi. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global kelambatan dalam respon



verbal,



gangguan



paraperesis



spastik,



psikologis,



halusinasi,



termor,



intenkontenensia, serangan kejang, mutisme dan kematian. Infeksi jamur criptococus neoformans merupakan infeksi oportunistik paling sering keempat yang terdapat diantara pasien AIDS dan penyebab paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan neurologik. Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti demam/panas, sakit kepala, keadaan



tidak enak badan (melaise), kaku kuduk, mual, vormitus, perubahan status mental, dan kejang-kejang. Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang berhubungan dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demilinisasi dengan disertai rasa nyeri serta mati ras pada ekstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi ortotastik dan impotensi. e. Struktur integumen Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta malignasi yang mendampinginya, infeksi oportunistik seperti herpes zoster dan herpes simplex akan disertai dengan pembentukan vasikel nyeri yang merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosium merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai denga kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti eksema atau proriasis. Hingga 60% penderita yang diobati dengan trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia pneumocytis carini akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan berupa preuritis yang disertai pembentukan papula serta makula berwarna merah mudah. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman dan menhadapi peningkata resiko untuk menderita infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.



F. Pemeriksaan penunjang Menurut Meliani (2013), terdapat 7 jenis tes HIV/AIDS, yaitu : 1) ELISA ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibody yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibody tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke-2, atau bahkan minggu ke-12 setelah terpapar virus HIV. Karena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke-12 sesudah melakukan aktivitas hubungan seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Bolt datau IFA, untuk mengonfirmasi



hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi, walaupun ELISA menunjukkan hasil positif , masih ada dua kemungkinan orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV. Jika diperoleh tes ELISA negatif maka kembali melakukan konseling untuk penataan perilaku seks yang lebih aman. Pemeriksaan diulang kembali dalam waktu 3-6 bulan. 2) Westen Bolt Sama halnya dengan etes ELISA, Western Bolt juga mendeteksi antibody terhadap HIV. Western bolt menjadi ters konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitive dan lebih spesifik, sehingga kasus yang tidak dapat disimpulkan sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya. 3) Rapid Tes Saat ini telah tersedia tes HIV cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur. 4) IFA (Indirect Fluorescent Antibody) IFA atau indirect fluorescent antibody juga merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. IFA juga mendeteksi antibody terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya yang mahal. 5) PCR Test PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapt dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika diuji antibody diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screeing test) darah atau organ yang akan didonorkan. 6) Tes CD4 Satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan tubub kita. HIV membunuh satu jenis sel darah putih yang disebut sel CD4. Sel ini bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan jika ada jumlahnya yang kurang, sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi. Jumlah sel CD4 dapat diukur melalui tes darah khusus. Jumlah normal pada orang sehat antara 500 sampai 1.500. setelah terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya turun terus. Jadi jumlah ini mencerminkan sistem kekebalan tubuh kita



: semakin rendah, semakin rusak sistem kekebalan. Jika jumlah CD4 turun dibawah 200, ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh cukup rusak sehingga infeksi oportunistik dapat menyerang tubuh. Ini berarti sudah sampai masa AIDS. 7) Tes TLC Karena sel CD4 adalah anggota golongan sel darah putih yang disebut limfosit, jumlah limfosit total juga dapat memberi gambaran tentang kesehatan sistem kekebalan tubuh. Tes ini yang disebut sebagai lymphocyte count atau TLC, adalah murah dan bisa dilaksanaan pada hampir semua laboratorium. Seperti jumlah CD4, semain rusak sistem kekebalan, semakin rndah TLC. Pada orang sehat, TLC normal adalah kurang lebih 2000. TLC 1.0001.250 biasanya serupa dengan CD4 kurang lebih 200.



G. Penatalaksanaan Menurut Brunner dan Suddarth (2013) upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignasi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melaluui penggunaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai berikut: a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV. Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula TMP-SMZ (bactrim, septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada psien-pasien dengan gastrointestinal yang normal tidak memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan TMPSMZ dapat mengalami efek yang merugikan dengan insidenm tinggi yang tidak lazim terjadi, sepeerti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan gangguan fungsi renal. Pentamidin, suatu obat anti protozoa, digunakan sebagai preparat alternatif untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas kesehatan dapat meromendasikan pentamidin. Meningitis, terapi untuk meningitis kriptokokus adalah amfoteisin B IV



dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol (diflukcan). Keadaan pasien harus dipantau untuk mendeteksi efek yang potensial merugikan dan seirus dari amfoterisin B yang mencakup reaksi anafiklasik, gangguan renal serta hepar,gangguan kesiembangan eletrolit, anemia, panas danb menggigil. Retinitis sitomegalovirus, retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus (CMV; cyto megalovirus) merupak penyebab utama kebutaan pada penderita penyakit AIDS. Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain yang digunakan mengobati retinitis CMV, disuntikan secara IV setiap 8 jam sekali selam 2 hingga 3 minggu. Reaksi merugikan yang lazim pada pemberiam foskarnet adalah nefrotoksisitas yang mencakup gagal ginjal akut dan gangguan keseimbangan elektrolit yang mencakup hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta hipomagnesemia. Semua keadaan ini dapat membawa kematian. Efek merugikan lainnya yang lazim dijumpai adalah serangan kejangkejang gangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri punggung bawah. b. Penatalaksanaan diare kronik Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sisntesis somatostatin, ternyata efektif untuk mengattasi diare yang berat dan kronik. Konsentraasi reseptor somaytosin yang tinggi ditemukan dalam traktus gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somatosytain akan mengahambat banayk fungsi fisiologis yang mencakup motalisis gastrointerstinal dan sekresi – interstinal air serta elekltrolit. c. Penalaksanaan sindrom pelisutan Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab yang mendasari infeksi oportunistik sistematis maupun gastrointerstinal. Mallnutirisi sendriri akan memperbesar resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan insiden infeksi oportunistik. Terapi nutrisi dapat dilakukan mulai dari diet oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan. d. Penanganan keganasan Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala dan sistem organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ



viseral. Hingga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa ABV (adriamisin, bleomisin, dan vinkristin). e. Terapi antiretrovirus Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin, dideoksisitidin dan stavudin. Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve trancriptase virus dan mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang dugunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang baru akan dihambat. f. Inhibitor protase Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerja enzim protase, yaitu enzim yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase. g. Perawatan Pendukung Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau mempersiapkan makanan. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunn asupan makanan, sindrom perlisutan, atau malabsorbsi saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan dalam pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi akibat mual, vomitus dan diare kerap kali memrlukan terapi pengganti yang berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan sarkoma caposi, ekskoriasi kulit perianal dan imobilisasi ditangani dengan perawatan kulit yang seksama dan rajin; Perawatan ini mencakup tindakan mengembalikan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan salab obat serta menutup lesi dengan kasah steril. h. Terapi nutrisi Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan,nebingkatkan fungsi sistim imun, meningkatkan



kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gisi. Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus diberi makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta cukup air.



H. Pengkajian fokus (pengkajian riwayat kesehatan, perubahan pola fungsi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terfokus pada kasus) Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Brunner dan suddarth, 2013). Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi: a. Identitas Klien Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR. b. Keluhan utama. Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. c. Riwayat kesehatan sekarang. Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori,



batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis. d. Riwayat kesehatan dahulu Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS. e. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial). f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi : Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat. Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat. Pola nutrisi Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB). Pola eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah Pola istrihat dan tidur Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit. Pola aktifitas dan latihan Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan



mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah. Pola prespsi dan kosep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi dan stres. Pola sensori kognitif Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi. Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah. Pola penanggulangan stres Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif. Pola reproduksi sekesual Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien. g. Pemeriksaan fisik Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah



Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma. Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukan frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB ; biasanya mengalami penurunan(bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap). Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks pupil terganggu Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur criptococus neofarmns) Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB napas pendek (cusmaul) Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral dingin



I.



Diagnose keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita HIV AIDS yaitu: 



Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis;







Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis, ansietas, nyeri, keletihan;







Diare berhubungan dengan infeksi;







Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif;







Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare;







Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, ketidakmampuam menelan;







Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis;







Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis;







Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme;







Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan, perubahan pigmentasi perubahan turgor kulit.



J.



Perencanaan keperawatan (prioritas diagnosa keperawatan, tujuan dan kriteria hasil dan rencana tindakan disertai rasional sesuai teori) Diagnosa dan Intervensi pada pasien dengan HIV AIDS No 1.



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Rencana Keperawatan



Keperawatan



(NOC)



( NIC)



Ketidakefektifan



Tindakan keperawatan



bersihan jalan nafas



diharapkan status pernafasan 1. Posisikan pasien untuk



Definisi : ketidak



tidak terganggu dengan



meminimalkan ventilasi;



mampuan untuk



kriteria hasil :



motivasi pasien untuk



membersikan sekresi







Deviasi ringan dari



bernafaas pelan- pelan dan



atau obstruksi dari



kisaran normal frekuensi



batuk;



saluran nafas untuk



pernafasan;



2. Auskultasi bunyi nafas, catat



mempertahankan







Manajemen jalan napas



Deviasi ringan dari



area yang ventilasinya



bersihan jalan nafas



kisaran normal auskultasi



menurun tidak dan adanya



Batasan



nafas;



suara napas tambahan



Deviasi ringan dari



fisioterapi dada



karakteristik :







Suara nafas tambahan;



kisaran normal kepatenan 3. Jelaskan tujuan dan prosedur



Perubahan frekuensi



jalan nafas; Tidak ada



fisioterapi dada kepada



pernafasan;



retraksi dinding dada



pasien;



Perubahan irama nafas;



4. Monitor status respirasi dan



penurunan



Kardiologi (misalnya



bunyi nafas;



denyut, irama, suara



Sputum dalam jumlah



kedalaman nafas);



berlebihan;



5. Monitor jumlah dan



Batuk tidak efektif



karakteristik sputum; 6. Ajarkan pasien melakukan relaksasi napas dalam



2.



3.



Ketidakefektifa n pola nafas Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat Faktor resiko: Perubahan kedalaman perbafasan;Bradipneu; Takipneu; Dispneu; Pernafasan cuping hidung Faktor yang berhubungan: Kerusakan neurologis: Imunitas neurologi Diare Definisi : feses yang lunak dan tidak berbentuk Batasan karakteristik ; nyeri abdomen; sedikitnya tiga kali defekasi per hari; bising usus hiperaktif.



Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan status pernafasan tidak terganggu dengan kriteria hasil : Frekuensi pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal; Irama pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal; Tidak ada retraksi dinding dada; Tidak ada suara nafas tambahan; Tidak ada pernafasan cuping hidung



Manajemen jalan nafas: 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi; lakukan fisioterapi dada, sebagai mana mestinya; 2. Buang secret dengan memotivasi klien untuk batuk efektif atau menyedot lendir; 3. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau ada dan tidaknya suara napas tambahan



Setelah dilakukan tindakan keeperawatan diharapkan pola eliminasi usus tidak terganggu dengan kriteria hasil : pola eliminasi tidak terganggu; suara bising usus tidak terganggu; diare tidak ada.



Manejemen saluran cerna : Monitor buang air besar termasuk frekuensi konsistensi, bentuk, volume dan warna; monitor bising usus Manajeman diare : 1. Identifikasi factor yang bisa menyebabkan diare (misalnya medikaasi, bakteri );



4.



Kekurangan volume cairan Definisi : penurunan cairan intravaskuler,interstinal, dan/atau intraseluler, ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saj tanpa perubahan pada natrium Batasan karakteristik: Penurunan tekanan darah; penurunan tekanan nadi; penurunan turgor kulit; kulit kering; kelemahan. Faktor yang berhubungan: Kehilangan cairanaktif;



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan tidak terganggu dengan kriteria hasil: Tekanan darah tidak terganggu; keseimbangan intake dan output dalam 24 jam tidak terganggu; turgor kulit tidak terganggu



2. amati turgor kulit secara berkala; 3. monitor kulit perinium terhadap adanya iritasi dan ulserasi; 4. konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejal diare menetap. Manajemen cairan: 1. Jaga intake dan output pasien; 2. monitor status hidrasi (misalnya membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat); 3. monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkatan kadar osmolitas); monitor tandatanda vital; berikan diuretic yang diresepkan. Monitor Cairan : 1. tentukan jumlah dan jenis asupan cairan serta kebiasaan eliminasi; 2. tentuka faktor-faktor yang menyebabkan ketidak seimbangan cairan; 3. periksa turgor kulit; 4. monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status pernafasan; 5. monitor membrane mukosa, turgor kulit, dan respon haus



DAFTAR PUSTAKA



Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan Perkembangan HIV AIDS triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta. Infodantin HIV&AIDS. 2020 Diakses dari https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download /pusdatin /infodatin/infodatin-2020-HIV.pdf. Pada tangggal 4 Oktober 2021 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Edisi 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia; 2012. Kumar,Cotran,Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi (Awal Prasetyo,Brahm U.Pandit, Toni Prilino, Penerjemah). Jakarta: EGC Nanda. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi & klasifikasi 2015-2017/-Edisi 10. - Jakarta : EGC Nursalam & Kurniawati. (2007). Asuhan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, N. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.