Laporan Penyuluhan Hiv/aids [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KEGIATAN UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR PENYULUHAN “HIV/AIDS”



OLEH: dr. MAULAN SAPUTRA PENDAMPING: dr. H. SARTONO, MM



PROGRAM DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS PEMARON 2015



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR (F.5) PENYULUHAN “HIV/AIDS”



Brebes, Januari 2015



Peserta Program Internship



dr. Maulan Saputra



Pendamping Program Internship



dr. H. Sartono, MM



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi pada tahun 1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia Pneumocystis carinii dan sarcoma Kaposi pada laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika Serikat. Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1987, yaitu pada seorang warga Negara Belanda yang sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya sebelum itu, yaitu pada tahun 1985 telah ditemukan kasus yang gejalanya sangat sesuai dengan HIV/AIDS dan hasil tes ELISA tiga kali diulang dinyatakan positif. Tetapi tes Western Blot hasilnya negative, sehinga tidak dilaporkan. Kasus kedua ditemukan pada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia. (Djoerban Z dkk, 2006). Di Indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir pada tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah mencapai 22.664 orang. (Depkes RI, 2008). Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan Negara dengan pertunbuhan epidemic tercepat di Asia. Pada tahun 2007 menempati urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala penyakit dan stigmata social masyarakat, hanya 5-10 % yang terdiagnosa dan dilakukan pengobatan.(UNAIDS, 2010). Tingkat pertumbuhan penderita AIDS di Indonesia cukup tinggi. Departemen Kesehatan (DEPKES) memprediksi pada tahun 2010 HIV/AIDS di Indonesia akan menjadi pandemi. Peningkatan infeksi HIV pada penyalahguna narkoba terjadi secara signifikan. Pada tahun 1999, peningkatannya mencapai 15%, tahun 2000 membengkak menjadi 40%, dan dua tahun kemudian, tepatnya 2002, telah mengembung menjadi 47,9%. Sementara itu, infeksi HIV pada donor darah secara nasional memperlihatkan besaranya kurang dari dua setiap per 10.000 kantong darah di awal 2001. Pada tiga tahun terakhir antara 1997-2000 infeksi HIV pada donor darah di Indonesia meningkat hingga sepuluh kali lipat. Pada awal mula penyakit ini berkembang di Indonesia, kelompok pengidap penyakit ini adalah orang-orang yang memiliki perilaku berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks. Kebanyakan penderita AIDS adalah mereka yang melakukan perilaku seks tidak sehat, yang dalam hal ini melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Kemudian, AIDS juga banyak diderita oleh pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik karena adanya kebiasaan menggunakan jarum suntik secara bergantian. Kenyataan ini menimbulkan stigma pada masyarakat yang menyebutkan bahwa HIV/AIDS muncul sebagai akibat penyimpangan perilaku seks dari nilai, norma, dan agama, penyakit pergaulan bebas, atau



penyakit kaum perempuan nakal. Bahkan lebih parah lagi adanya stigma bahwa HIV/AIDS merupakan kutukan Tuhan karena perbuatan-perbuatan menyimpang itu. Adanya stigma dalam masyarakat ini menimbulkan masalah psikosial yang rumit bagi penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang membuat penderita AIDS tidak mendapatkan hak-hak asasinya. Begitu luasnya masalah sosial yang berkaitan dengan stigma ini, karena diskriminasi terjadi di berbagai pelayanan masyarakat bahkan tidak jarang dalam pelayanan kesehatan sendiri. B. PERMASALAHAN Dari uraian diatas, permasalahan yang ada adalah bagaimana cara untuk mencegah penyebaran, penanggulangan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit hiv aids serta bagaimana menyikapi seseorang yang telah terinfeksi hiv aids agar tidak timbul stigma dan diskriminasi pada penderita hiv/aids supaya tidak menimbulkan masalah psikososial pada penderita tersebut. C. TUJUAN 1. Tujuan Umum - Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan tenaga medis terhadap cara pencegahan, prinsip etika, stigma dan diskriminasi, masalah psikososial, dan upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi beban psikososial HIV/AIDS 2. Tujuan Khusus Memenuhi tugas laporan program dokter internsip di Puskesmas Pemaron D. MANFAAT 1. Bagi Masyarakat Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga kesehatan dengan senantiasa berperilaku sehat, mengetahui cara mencegah HIV/AIDS 2. Bagi Tenaga Medis Menjadi fasilitator informasi kesehatan dan motivator kesadaran masyarakat senantiasa berperilaku sehat, terutama mempraktekkan cara mencegah HIV/AIDS



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Defenisi



Menurut



Green.



CW



(2007).



HIV



meripakan



singkatan



dari



Human



Immunnedeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini hanya dapat menginfeksi manusia, immuno-deficiency karena efek virus ini adalah melemahkan kamampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan segala penyakit yang menyerang tubuh, termasuk golongan virus karena salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan memanfaatkan sel-sel tubuh. Sel darah putih manusia sebagai sel yang berfungsi untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh virus, bakteri, jamur, parasit dan beberapa jenis kanker diserang oleh Hiv yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. AIDS singkatan dari Acquired Immuno Defeciency Syndrome. Acquired berarti diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain yang sudah terinfeksi. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti kekurangan yang menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan gejala atau tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu penyakit atau mungkin juga tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Gallant. J 2010). Tahap – tahap perjalanan penyakit Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 fase : a. Fase infeksi akut (Acute Retroviral Syndrome) Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion) jumlah berjuta-juta virion. Begitu banyaknya virion tersebut memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu. Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut (ARS) selama 3 sampai 8 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati, mialgia, malaise, nyeri kepala diare dengan penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T (CD4) yang dramatis yang kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini di atas 500 sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 8 minggu terinfeksi HIV. b. Fase infeksi laten Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam Sel Dendritik Folikuler (SDF) dipusat perminativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat



dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten (tersembunyi). Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di kelenjar limfe sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm 3. Meskipun telah terjadi sero positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis (asintomatis) fase ini berlangsung sekitar rata-rata 8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun). c. Fase infeksi kronis Selama berlangsungnya fase ini, didalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan kedalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan didalam sirkulasi sitemik respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berkebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS, infeksi sekunder yang sering menyertai adalah penomonia, TBC, sepsi, diare, infeksi virus herpes, infeksi jamur kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu kanker kelenjar getah bening. (Nasruddin, 2007) Manifestasi Klinik Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV. Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 stadium : a. Stadium pertama : infeksi akut HIV Sejak HIV masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang sangat sulit dikenal karena menyerupai gejala influenza saja, berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut periode jendela, lama periode jendela antara 3-8 minggu bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan. b. Stadium kedua Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukan gejala-gejala. Penderita tampak sehat tetapi jika diperiksa darahnya akan menunjukan sero positif kelompok ini sangat berbahaya karena dapat menularkan HIV ke orang lain. Keadaan ini dapat berlangsung antara 8-10 bahkan 5-10 tahun. c. Stadium ketiga



Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy) tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih 1 bulan biasanya disertai demam, diare, berkeringat pada malam hari, lesu dan berat badan menurun pada kelompok ini sering disertai infeksi jamur kandida sekitar mulut dan herpes zoster. d. Stadium keempat : AIDS Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit antara penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder. Gejala klinis pada satdium AIDS dibagi antara lain : 1) Gejala utama atau mayori a) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan b) Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus. c) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan. d) Penurunan kesadaran dan gangguan neorologis. e) Ensepalopati HIV. 2) Gejala tambahan atau minor a) Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan. b) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur kandida albicans. c) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. d) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh. e) Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. (Nursalam, 2007) Patofisiologi HIV termasuk kelompok retrovirus, virus yang mempunyai enzim (protein) yang dapat merubah RNA, materi genetiknya, menjadi DNA. Kelompok retrovirus karena kelompok ini membalik urutan normal yaitu DNA diubah (replikasi) menjadi RNA. Setelah menginfeksi RNA HIV berubah menjadi DNA oleh enzim yang ada dalam virus HIV yang dapat mengubah RNA virus menjadi (reversetranscriptas) sehingga dapat disisipkan ke dalam DNA sel-sel manusia. DNA itu kemudian dapat digunakan untuk membuat virus baru (virion), yang menginfeksi sel-sel baru, atau tetap tersembunyi dalam sel-sel yang hidup panjang, atau tempat penyimpanan, seperti limfosit sel-sel CD4 (Sel T-Pembantu) yang istirahat sebagai target paling penting dalam penyerangan virus ini. Sel CD4 adalah salah satu tipe dari sel darah putih yang bertanggungjawab untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus yang lain, bakteri jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker. Kemampuan HIV untuk tetap tersembunyi dalam DNA dari sel-sel manusia yang hidup lama, tetap ada seumur hidup membuat infeksi menyebabkan kerusakan sel-sel CD4 dan dalam waktu panjang jumlah sel-sel CD4 menurun menjadi masalah yang sulit untuk ditangani bahkan dengan pengobatan efektif. (Gallant, 2010).



Apabila sudah banyak sel T4 yang hancur, terjadi gangguan imunitas selular, daya kekebalan penderita menjadi terganggu/cacat sehingga kuman yang tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri (infeksi oportunistik) akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit yang serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Apabila sudah masuk ke dalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan antibody dalam sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi pada periode sejak seseorang kemasukan HIV sampai terbentuk antibody disebut periode jendela (Window Period). Periode jendela ini sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody terbentuk di dalam tubuh, HIV sudah ada di dalam darah penderita dan keadaan ini juga sudah dapat menularkan kepada orang lain. (Yayasan Pelita Ilmu, 2012) Cara pemeriksaan yang umum dipakai ialah dengan pemeriksaan darah serologi dengan cara ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay) dan cara pemeriksaan penentu dengan tekhnik Western blot. Pertama kali dilakukan tes ELISA apabila hasil negatif berarti tidak terinfeksi HIV walaupun hasil itu negatif bila baru saja terinfeksi belum lama berselang. Bila tes memberi hasil positif laboratorium melakukan tes kedua dengan Western blot (WB), bila kedua hasil tes terlihat positif maka penderita disebut seropositif atau HIV positif. Jika pemeriksaan ELISA Positif dan WB tidak dapat menentukan dengan pasti atau tidak sepenuhnya negatif namun tidak positif juga ada dua kemungkinan penyebab tes tidak dapat menentukan dengan pasti yaitu pertama kemungkinan baru terinfeksi dan dalam masa pengembangan serologi positif (seroconverting) dan dilakukan tes ulangan tidak lama berselang akan menjadi sepenuhnya positif dalam waktu 1 bulan. Kedua mungkin negatif tetapi hasil tes tidak pasti dengan alasan yang tidak akan pernah diketahui dan bila tes tetap tidak pasti selama 1 sampai 3 bulan berarti tidak terinfeksi, hasil positif 97% dalam waktu 3 bulan dan 100% dalam waktu 6 bulan. (Gallant J, 2010). Cara Penularan AIDS dikelompokkan dalam Penyakit Menular Seksual (PMS) karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual (90%). Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalam semen (air mani) dan cairan vagina/serviks serta darah, cairan mani yang keluar melalui penis pada laki-laki dan vagina pada perempuan sebagai perantara yang paling tinggi menularkan penyakit HIV karena bagian penis dan vagina memiliki struktur lapisan epitel skuamukosa tipis yang mudah ditembusi oleh kuman HIV sampai ke dalam jaringan ikat yang kaya pembuluh darah dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melalui 3 jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut yaitu : a. Transseksual atau jalur hubungan seksual (Homoseksual/ heteroseksual).



b. Transhorisontal atau jalur pemindahan darah atau produk darah seperti : transfusi darah, melalui alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dokter gigi, alat cukur dan melukai luka halus di kulit, jalur transplantasi alat tubuh. c. Transvertikal atau jalur transplasental : janin dalam kandungan ibu hamil denga HIV positif akan tertular (Infeksi transplasental) dan infeksi perinatal melalui ASI atau virus HIV dapat ditemukan dalam air liur, air mata tetapi penularan melalui bahan ini belum terbukti kebenarannya karena jumlah HIV-nya sangat sedikit. HIV juga tidak menular lewat jabat tangan, bercium pipi, bersin/batuk dekat penderita AIDS, berenag bersama dalam satu kolam renang, hidup serumah dengan pengidap HIV tanpa hubungan seksual, hewan seperti nyamuk, kutuk busuk dan serangga lainnya belum terbukti dapat menularkan HIV. Cara Mencegah HIV/AIDS Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum ada obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS maka lebih mudah melakukan pencegahannya. a. Prinsip ABCDE yaitu : A = Abstinence Puasa Sesk, terutama bagi yang belum menikah B = Be faithful Setia hanya pada satu pasangan atau menghindari berganti- ganti pasangan C = use Condom Gunakan kondom selalu bila sudah tidak mampu menahan seks D = Drugs No Jangan gunakan narkoba E = sterilization of Equipment Selalu gunakan alat suntik steril b. Voluntary Conseling Testing (VCT) VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya. VTC mempunyai tujuan sebagai : 1. Upaya pencegahan HIV/AIDS 2. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV. 3. Upaya mengembangkan perubahan perilaku, sehingga secara dini mangarahakan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral (ARV), serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat. c. Universal Precautions (UPI)



Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi serta mencegah penularan HIV/AIDS bagi petugas kesehatan dan pasien. UPI perlu diterapkan dengan tujuan untuk : 1. Mengendalikan infeksi secara konsisten. 2. Mamastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau terlihat seperti beresiko. 3. Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien. 4. Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya. Upaya perlindungan dapat dilakukan melalui : 1. 2. 3. 4.



Cuci tangan Alat pelindung Pemakaian antiseptik Dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi untuk peralatan bedah, sarung tangan dan benda lain.



Pengobatan Sampai saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS. Obat yang ada hanya memperpanjang hidup penderita. Obat Antiretroviral (ARV) seperti Zidovudin (ZDV), Didanosin (DDI) dan Stavudin, bukan pengobatan yang menyembuhkan namun semuanya bekerja menghambat enzimprotease terbaru seperti ritonavir, saquinavir, dan indivinir yang mencegah virus membuat partikel baru. Virus hanya ditekan selama obat diminum secara teratur, jika berhenti mengkonsumsi ARV penyakit akan muncul lagi jadi sekali obat ini diminum seharusnya terus-menerus diminum seumur hidup. Obat terbaru dan menjanjikan adalah eufufirit yang berfungsi sebagai penghambat peleburan HIV yang menghalangi virus ini melekat pada sel T. bila dikombinasikan dengan obat-obatan yang lain dapat mengurangi muatan viral hampir sampai 0. Semua obat yang dipakai dalam pengobatan AIDS memiliki efek samping yang hanya diketahui melalui tes laboratorium termasuk fungsi hati dan anemia (kurang darah merah). Prisip Etika dalam kaitannya dengan HIV/AIDS Prisip etika yang harus dipegang teguh oleh seluruh komponen baik itu seseorang, masyarakat, nasional maupun dunia internasional dalam menghadapai HIV/AIDS adalah : a. Empati, ikut merasakan penderitaan, sesama termasuk ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dengan penuh simpati, kasih sayang dan kesedihan saling menolong.



b. Solidaritas, secara bersama-sama bahu membahu meringankan penderitaan dan melawan ketidakadilan yang diakibatkan olah HIV/AIDS. c. Tanggung jawab, berarti setiap individu, masyarakat lembaga atau bangsa mempunyai tanggung jawab untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dan memberikan perawatan pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Nursalam, 2007). Stigma dan Diskriminasi Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis seseorang buruk moral/perilakunya sehingga mendapat penyakit tersebut. Orang-orang yang di stigma biasanya dianggap melakukan untuk alasan tertentu dan sebagai akibat mereka dipermalukan, dihindari, didiskreditkan, ditolak dan ditahan. Penelitian yang dilakukan oleh Kristina (2005) di Kalimantan Selatan dan Cipto (2006) di Jember Jawa Timur tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap mengenai stigma pada orang dengan HIV/AIDS menunjukan bahwa 72% orang yang berpendidikan cukup (SMU) kurang menerima ODHA dan hanya 5% yang cukup menerima. Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA antara lain karena HIV/AIDS dihubungkan dengan perilaku penyimpangan seperti seks sesama jenis, penggunaan obat terlarang, seks bebas, serta HIV diakibatkan oleh kesalahan moral sehingga patut mendapatkan hukuman. (Kristina dan Cipto dalam Nursalam, 2008). Diskriminasi atau perlakuan tidak adil didefinisikan oleh UNAIDS sebagai tindakan yang disebabkan perbedaan, menghakimi orang berdasarkan status HIV/AIDS mereka baik yang pasti maupun yang diperkirakan sebagai pengidap. Diskriminasi ini juga dapat terjadi dibidang kesehatan antara lain dalam kerahasiaan, kebebasan, pribadi, kelakuan kejam, penghinaan atau perlakuan kasar, pekerjaan pendidikan keluarga dan hak kepemilikan maupun hak untuk berkumpul. ODHA menghadapi diskriminasi dimana saja dan diberbagai negara. Membiarkan diskriminasi akan merugikan upaya penanggulangan infeksi HIV/AIDS. (Nursalam, 2008). Masalah psikososial Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di California, sedangkan penyebab AIDS baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert Gallo dan Luc Montagner. Laporan kasus AIDS pada tahun 1981 menunjukkan tingginya angka kematian pada pasien yang berusia masih muda. Akibatnya timbul ketakutan pada masyarakat terhadap penyakit ini. Sampai sekarang di masyarakat masih terdapat mitos bahwa penyakit AIDS merupakan penyakit fatal yang tak dapat disembuhkan. Selain itu AIDS juga dihubungkan dengan perilaku tertentu seperti hubungan seks bebas, hubungan seks sesama jenis dan sebagainya.



Odha dengan demikian dianggap merupakan orang yang melakukan perilaku yang menyimpang dari norma yang dianut. Akibatnya Odha sering dikucilkan dan tidak mendapat pertolongan yang sewajarnya. Dengan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap AIDS maka diharapkan stigma mengenai AIDS akan berkurang dan beban psikososial Odha juga akan menjadi lebih ringan. Ketika seorang diberitahu bahwa dia terinfeksi HIV maka responsnya beragam. Pada umumnya dia akan mengalami lima tahap yang digambarkan oleh Kubler Ross yaitu masa penolakan, marah, tawar menawar, depresi dan penerimaan. Sedangkan Nurhidayat melaporkan bahwa dari 100 orang yang diketahui HIV positif di Jakarta 42% berdiam diri, 35 marah, bercerita pada orang lain, menagis, mengamuk dan banyak beribadah.. Respons permulaan ini baisanya akan dilanjutkan dengan respons lain sampai pada akhirnya dapat menerima. Penerimaan seseorang tentang keadaan dirinya yang terinfeksi HIV belum tentu juga akan diterima dan didukung oleh lingkungannya. Bahkan seorang aktivis AIDS terkemuka di Indonesia Suzanna Murni mengungkapkan bahwa beban psikososial yang dialami seorang Odha adakalanya lebih berat daripada beban penderita fisik. Berbagai bentuk beban yang dialami tersebut diantanya adalah dikucilkan keluarga, diberhentikan dari pekerjaan, tidak mendapat layanan medis yang dibutuhkan, tidak mendapat ganti rugi asuransi sampai menjadi bahan pemberitaan di media massa. Beban yang diderita Odha baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai keinginan bunuh diri. Upaya mengurangi beban psikososial Untuk megurangi beban psikososial Odha maka pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebar luaskan. Konsep bahwa dalam era obat antiretroviral AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan juga perlu dimasyarakatkan. Konsep tersebut memberi harapan kepada masyarakat dan Odha bahwa Odha tetap dapat menikmati kualitas hidup yang baik dan berfungsi di masyarakat. Upaya untuk mengurangi stigma di masyarakat dapat dilakukan dengan advokasi dan pendamping, contoh nyata tokoh masyarakat yang menerima Odha dengan wajar seperti bersalaman, duduk bersama dan sebagianya dapat merupakan panutan bagi masyarakat. Untuk mengurangi beban psikis orang yang terinfeksi HIV maka dilakukan konseling sebelum tes. Tes HIV dilakukan secara sukarela setelah mendapat konseling. Pada konseling HIV dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpertasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh Odha. Penyampaian hasil tes baik hasil negatif



maupun positif juga disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Konseling pasca tes baik ada hasil positif maupun negatif tetap penting. Pada hasil positif konseling dapat digunakan sebagai sesi untuk menerima ungkapan perasaan orang yang baru menerima hasil, rencana yang akan dilakukannya serta dukungan yang dapat diperolehnya. Sebaliknya penyampaian hasil negatif tetap dilakukan dalam sesi konseling agar perilaku berisisko dapat dihindari sehingga hasil negatif dapat dipertahankan. Psikofarmaka : Terapi psikofarmaka untuk gangguan cemas, depresi serta insomnia dapat diberikan namun penggunaan obat ini perlu memperhatikan interkasi dengan obat-obat lain yang banyak digunakan pada Odha.



Penyuluhan Penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi maupun seni. Lebih lengkapnya penyuluhan dapat diartikan sebagai proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses perubahan “perilaku” (Behaviour) yang merupakan perwujudan dari Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/ pihak lain, baik secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan menurut Depkes (2002), penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Seiring dengan kebijakan otonomi daerah melalui pencanangan paradigma sehat, kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) yang telah bertahun-tahun dilakukan Departemen Kesehatan sebagai bentuk kegiatan Pendidikan Kesehatan, diganti dengan istilah “Promosi Kesehatan”. Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Dari pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan promosi atau penyuluhan kesehatan masyarakat mengalami berbagai hambatan dalam rangka mencapai tujuannya, yaitu



mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakat. Dari berbagai aspek terkait dalam Promosi Kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama adalah tentang metode dan alat peraga yang digunakan dalam promosi kesehatan. Dengan metode yang benar dan penggunaan alat peraga yang tepat sasaran, maka materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi kesehatan akan mudah diterima, dicerna dan diserap oleh sasaran, dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi. Metode Promosi Kesehatan dapat digolongkan berdasarkan Teknik Komunikasi, Sasaran yang dicapai dan Indera penerima dari sasaran promosi. 1. Berdasarkan Teknik Komunikasi a. Metode penyuluhan langsung Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran. Termasuk di sini antara lain: kunjungan rumah, pertemuan diskusi (FGD), pertemuan di balai desa, pertemuan di Posyandu, dll. b. Metode yang tidak langsung Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan perantara (media). Umpamanya publikasi dalam bentuk media cetak, melalui pertunjukan film, dsb. 2. Berdasarkan Jumlah Sasaran Yang Dicapai a. Pendekatan Perorangan Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan, antara lain : kunjungan rumah, hubungan telepon, dan lain-lain b. Pendekatan Kelompok Dalam pendekatan ini petugas promosi berhubungan dengan sekolompok sasaran. Beberapa metode penyuluhan yang masuk dalam ketegori ini antara lain: Pertemuan, Demostrasi, Diskusi kelompok, Pertemuan FGD, dan lain-lain. c. Pendekatan Masal Petugas Promosi Kesehatan menyampaikan pesannya secara sekaligus kepada sasaran yang jumlahnya banyak. Beberapa metode yang masuk dalam golongan ini adalah: Pertemuan umum, pertunjukan kesenian, Penyebaran tulisan/poster/media cetak lainnya, Pemutaran film, dll. 3. Berdasarkan Indera Penerima a. Metode Melihat/memperhatikan. Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera penglihatan, seperti : Penempelan Poster, Pemasangan Gambar/Photo, Pemasangan Koran dinding, Pemutaran Film. b. Metode Pendengaran.



Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengar, umpamanya : Penyuluhan lewat radio, Pidato, Ceramah, dll. c. Metode “Kombinasi”. Dalam hal ini termasuk : Demonstrasi cara (dilihat, didengar, dicium, diraba dan dicoba). Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional. Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Sehingga media penyuluhan memiliki beberapa pengertian, sebagai berikut:  Media Penyuluhan adalah semua sarana dan alat yang digunakan dalam proses penyampaian pesan.  Media Penyuluhan adalah wahana untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian/minat.  Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan. Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya keperilaku yang positif. Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain adalah: a. b. c. d. e. f. g.



Media dapat mempermudah penyampaian informasi. Media dapat menghindari kesalahan persepsi. Media dapat memperjelas informasi. Media dapat mempermudah pengertian. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata. Media dapat memperlancar komunikasi



Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran,



Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut: (1) Wilbur Schramm, (2) Gagne, (3) Allen, (4) Gerlach dan Ely, dan (5)Ibrahim. Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telepon. Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu : benda untuk di demonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik. Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain: info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi. Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer. Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah para guru atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pebelajar, akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.



Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media penyuluhan dibagi menjadi 3 yakni: a. Media cetak Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat. b. Media elektronik Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi,sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan



berubah,



perlu



keterampilan



penyimpanan



dan



keterampilan



untuk



mengoperasikannya. c. Media luar ruang Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.



BAB III KEGIATAN A. INTERVENSI 1. Bentuk kegiatan: penyuluhan, metode yang digunakan berupa metode penyuluhan kelompok besar, dimana jumlah peserta penyuluhan lebih dari 20 orang. Peserta penyuluhan adalah masyarakat desa padasugih yaitu bidan desa, kader, serta peserta pkk. 2. Sasaran: Masyarakat desa padasugih, brebes. 3. Media Penyuluhan : Lefleat sebagai alat bantu lihat. 4. Materi: - Definisi HIV/AIDS dan manifestasi klinisnya - Penyebab HIV/AIDS - Penularan HIV/AIDS - Pencegahan HIV/AIDS - Prisip Etika terhadap penghidap HIV/AIDS - Menghilangkan stigma buruk dan tidak diskriminasi bagi penderita HIV/AIDS - Membantu mengurangi beban psikososial bagi penderita HIV/AIDS 5. Pelaksanaan - Hari/ Tanggal : Rabu, 10 Juni 2015 - Tempat : Balai desa, desa padasugih, brebes - Acara : Kegiatan arisan PKK - Waktu: 16.00 sd selesai B. MONITORING Monitoring dilakukan pada saat penyuluhan berlangsung. Peserta cukup antusias mendengarkan dan memberikan tanggapan. Dari penyuluhan ini terlihat peserta cukup memahami mengenai HIV/AIDS, akan tetapi kebanyakan tidak mengetahui bagaimana tanda dan gejala jika sesorang sedang terkena penyakit tersebut. Secara garis besar peserta sudah mengerti bagaimana cara penularan dari penyakit ini, sehingga diharapkan dari penyuluhan ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas dan dalam kepada para peserta tentang penyakit ini, baik dalam penularan, pencegahan serta merubah stigma dan tidak diskriminatif terhadap seseorang yang telah terinfeksi HIV, sehingga tidak timbul beban psikis dan sosial terhadap penderita.



HIV Saat diberikan penyuluhan warga sangat antusias, hal tersebut terlihat dari banyaknya pertanyaan saat penyuluhan. Evaluasi juga dilakukan dengan menanyakan kembali hal-hal yang perlu diingatkan mengenai materi yang telah di berikan. peserta di tanya kembali dengan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang disampaikan, peserta dengan baik dan lancar dapat menjawab pertanyaan.e C. EVALUASI Pada penyuluhan ini metode yang dipilih adalah metode komunikasi secara langsung, melalui pendekatan per kelompok, media yang dipilih berupa media cetak yaitu berupa lefleat. Kelebihan dari media ini adalah tahan lama, mecakup banyak orang, biaya rendah, mudah untuk di bawa kemana - mana, tidak perlu listrik, dan dapat mempermudah pemahaman. Namun, media cetak ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat. Evaluasi dilakukan secara langsung dengan melihat antusiasme peserta mengenai materi yang telah disampaikan. Hal ini ditunjukkan dengan cukup banyak tanggapan saat dilakanakannya penyuluhan. Dari tanggapan-tanggapan yang muncul dapat diketahui bahwa secara garis besar para peserta penyuluhan sudah memahami tentang penyakit HIV/AIDS baik dari penyebabnya, cara penularannya hingga bagaimana cara mencegah penyakit tersebut. Namun para peserta masih tidak mengetahui bagaimana tanda dan gejala awal jika sesorang sudah terinfeksi penyakit tersebut karena pada penderita yang telah terinfeksi HIV akan timbul gejala penyakitnya setelah sekian tahun dari sejak mulai terinfeksi. Selain itu perlu ditekankan kembali bagaimana cara penularannya bahwa HIV tidak menular lewat jabat tangan, bercium pipi, bersin/batuk dekat penderita AIDS, berenang bersama dalam satu kolam renang, atau hidup serumah dengan pengidap HIV tanpa hubungan seksual. Sehingga akan merubah pola pikir dan mengajak para peserta agar tidak mendiskriminasi serta merubah stigma negatif terhadap penderita AIDS. Hal tersebut bertujuan agar penderita AIDS tidak putus semangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan tidak menjadi beban psikososial bagi penderita. Perlu ditekankan juga bagi para peserta bahwa yang di jauhi adalah virus nya, bukan orang yang telah terinfeksi. Selain itu, evaluasi juga dilakukan dengan cara menilai hasil dari pre test yang dilakukan saat sebelum dilakukan nya penyuluhan dan post tet ketika setelah selasai dilakukannya penyuluhan. Sehingga dapat diketahui sejauh mana materi penyuluhan dapat tersampaikan kepada para peserta penyuluhan.



Hasil No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23



Nama Ny. T Ny. Y Ny. SA Ny. K Ny. N Ny. SU Ny. IS Ny. NH Ny. UM Ny. DS Ny. I Ny. S Ny. A Ny. R Ny. RS Ny. J Ny. ES Ny. TK Ny. G Ny. NG Ny. M Ny. N Ny. L Poin rata-rata Poin maksimal Poin minimal



Pre test 3 4 4 4 5 3 4 3 4 3 4 4 3 5 3 4 4 3 5 4 4 3 4 3,79 5 3



Post test 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4,83 5 3



Kuisoner



Pre



test/post test



Dari hasil Pre/post test didapatkan peningkatan point rata-rata, dimana di dapat rata-rata pretest sebesar 3,79 meningkat menjadi 4,83 dari poin maksimal 5. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan materi penyuluhan dapat tersampaikan kepada para peserta penyuluhan. Dengan adanya penyuluhan ini diharapkan para peserta bisa mengerti dan dapat menerapkannya di kehidupan sehari-hari serta dapat menyampaikannya atau berbagi terhadap warga lainnya untuk bersama-sama menjauhi penyakit HIV/AIDS bukan menjauhi penderitanya.



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN HIV/AIDS merupakan model penyakit yang memerlukan dukungan untuk mengatasi masalah fisik, psikis dan sosial. Gangguan fisik yang berat dapat menimbulkan beban psikis dan sosial namun stigma masyarakat akan memperberat beban psikososial penderita. Dalam penatalaksanaan HIV/AIDS selain penanganan aspek fisik maka aspek psikososial perlu diperhatikan dengan seksama. B. SARAN 1. Bagi Masyarakat Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga manfaat langsung akan dicapai apabila masyarakat tergerak untuk bersama-sama mencegah penyakit HIV/AIDS dan tidak mendiskriminasi penderita HIV/AIDS. 2. Bagi Tenaga Medis Penyuluhan agar dapat dilakukan di beberapa sekolah/ fasilitas kegiatan masyarakat lainnya agar semakin banyak masyarakat yang mendapatkan informasi. Agar dilakukan berkesinambungan dengan kegiatan penyuluhan kesehatan lainnya. Adapun alat peraga dapat dimaksimalkan dengan inovasi yang lebih baik misalnya menggunakan pyoyektor atau peraga tambahan lainnya.



DAFTAR PUSTAKA 1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006 2. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002.



3. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. The United States of America: McGrawHill 4. Kelompok Studi Khusus AIDS FKUI. In: Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z, editors. Infeksi oportunistik pada AIDS. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2005. 5. Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia. 2009 [cited 2009 March 10]. Available at url: http://www.aidsindonesia.or.id 6. Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006. 7. Sarwono, Sarlito Wirawan. ?Aspek Psikososial AIDS? diambil pada 10 Maret 2008 dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_AspekPsikososialAids.pdf/12_AspekPsikososialAid s.html 8. Susiloningsih, Agus. ?AIDS: Aspek Klinis, Permasalahan dan Harapan? diambil pada 20 Februari 2008 dari http://fkuii.org/tiki-index.php?page=halaman2



LAMPIRAN



Pembukaan oleh kepala sekolah



Siswa aktif mendengarkan



Penjelasan menggunakan flipchart



Siswa aktif bertanya



Simulasi cuci tangan



Siswa mengikuti arahan



KUISIONER Nama : Usia : 1) Apakah yang dimaksud HIV? a. Virus yang menyerang sisitem kekebalan tubuh manusia dan akan menimbulkan AIDS b. Virus yang menyebabkan Flu, demam dan sakit kepala c. Tidak tahu 2) Bagaimana cara penularan HIV? a. Melalui hubungan seksual b. Berdekatan dengan penderita HIV c. Berjabat tangan 3) Dibawah ini manakah yang tidak beresiko untuk terkena HIV? a. Bergonta ganti pasangan seksual b. Penggunaan jarum suntik bersamaan c. Berjabat tangan



4) Virus HIV terdapat dalam? a. Air keringat b. Darah, cairan vagina, sperma c. Tidak tahu 5) Apakah penderita HIV/AIDS harus dijauhi oleh keluarga, teman dan masyarakat? a. Setuju b. Tidak tahu c. Tidak setuju