Laporan Pendahuluan Mobilisasi Leny 2021007 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DI RUANG ICVCU RSUD DORIS SYLVANUS



Disusun Oleh LENY RISMAWATI 2021007



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA TAHUN 2021



I.



KONSEP DASAR A. Definisi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer (Potter&Perry,2005)



B. Klasifikasi 1. Jenis Mobilitas a. Mobilitas penuh. Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari- hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. b. Mobilitas sebagian. Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat



mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu : 1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang. 2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris. 2. Rentang Gerak dalam mobilisasi Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : 1. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. 2. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya. 3. Rentang gerak fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000). 3 Jenis Immobilitas : Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain : a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.



b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak. c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai. d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.



C. ETIOLOGI 1. Penyebab Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis. Penyebab ( SDKI 2016 ): a. Kerusakan Integritas Struktur Tulang b. Perubahan Metabolisme c. Ketidakbugaran Fisik d. Penurunan Kendali Otot e. Penurunan Massa Otot f. Penurunan Kekuatan Otot g. Keterlambatan Perkembangan h. Kekakuan Sendi i. Kontraktur j. Malnutrisi k. Gangguan Muskuloskeletal l. Gangguan Neuromuskular m. Indek masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia n. Efekagen farmakologis o. Program Pembatasan Gerak p. Nyeri q. Kurang terpapar jnformasi tentang aktivitas fisik r. Kecemasan



s. Gangguan Kognitif t. Keengganan melakukan pergerakan u. Gangguan sensori persepsi 2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi a. Gaya hidup Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk. b. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler. c. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya. d. Tingkat energy Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari. e. Usia dan status perkembangan



Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.



D. PATOFISIOLOGI Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.



E. PATHWAY Mobilisasi



Tidak mampu beraktifitas



Tirah baring yang lama



Kehilangan daya otot



Gangguan fungsi paru paru



Penurunan otot Perubahan sistem muskuluskeletal Hambatan mobilitas fisik



Penumpukan sekret Sulit batuk



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



Jaringan kulit yang tertekan Perubahan sistem intragumen kulit



Gastrointestinal Gangguam katabolisme Anoeksia



Kontriksi pembuluh darah



Nitrogen tidak efektif



Sel kulit mati Kemunduran infekdefekasi Dekubitus Kerusakan integritas kulit



Konstipasi



F. TANDA DAN GEJALA 1. Kontraktur sendi Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot. 2. Perubahan eliminasi urine Eliminasi urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. 3. Perubahan sistem integument Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit sehingga respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati. 4. Perubahan metabolik Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian respon yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup. 5. Perubahan sistem muskulus skeletal Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot atrofi dan penurunan stabilitas. 6. Perubahan pada sistem respiratori Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi pada paru- paru.



G. Pemeriksaan Penunjang a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang. b. CT scan (Computed Tomography) c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas. d. Pemeriksaan Laboratorium:



Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot



H. PENATALAKSANAAN 1. Membantu pasien duduk di tempat tidur Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien. Tujuan : a. Mempertahankan kenyamanan b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas c. Mempertahankan kenyamanan 2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk Tujuan : 1) Mempertahankan kenyamanan 2) Menfasilitasi fungsi pernafasan b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan : 1) Melancarkan peredaran darah ke otak 2) Memberikan kenyamanan 3) Melakukan huknah 4) Memberikan obat peranus (inposutoria) 5) Melakukan pemeriksaan daerah anus c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur. 3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :



a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur b. Mempertahankan kenyamanan pasien c. Mempertahankan kontrol diri pasien d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan 4.



Membantu pasien berjalan Tujuan : a. Toleransi aktifitas b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi



II.



PROSES KEPERAWATAN C. Pengkajian 1. Pemeriksaan Fisik a. Mengkaji skelet tubuh Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang. b. Mengkaji tulang belakang 1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang) 2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada) 3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan) c. Mengkaji system persendian Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi d. Mengkaji system otot Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masingmasing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot. e. Mengkaji cara berjalan



Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson). f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler. g. Mengkaji fungsional klien 



Kategori tingkat kemampuan aktivitas



Rentang gerak (range of motion-ROM) Tipe gerakan



Derajat rentang normal



Leher, spinal, servikal Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada



45



Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak



45



Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin



10



Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah 40-45 setiap bahu Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan 180 sirkuler Bahu Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke 180 depan ke posisi di atas kepala



Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula



180



Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala 180 dengan telapak tangan jauh dari kepala Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320 tubu sejau mungkin Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90 menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang. Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai 90 ibu jari ke atas dan samping kepala Lengan bawa Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga 70-90 telapak tangan menghadap ke atas Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90 menghadap ke bawah Pergelangan tangan Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90 bawah Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, 80-90 dan lengan bawa berada pada arah yg sama Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30 (medial) ke ibu jari Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50 (medial) ke ibu jari Jari-jari tangan Fleksi : membuat pergelangan



90



Ekstensi : meluruskan jari tangan



90



Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang 30-60 sejau mungkin Ibu jari Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak 90 tangan Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan



90



Pinggul Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas



90-120



Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang 90-12 0 lain Lutut Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha



120-130



Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai



120-130



Mata kaki Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk 20-30 ke atas Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50 menekuk ke bawah



Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living) 0



: Pasien mampu berdiri



1



: Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal



2



:Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan



3



: Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat



4



: Tergantung secara total pada pemberian asuhan



Kekuatan Otot/ Tonus Otot 0



: Otot sama sekali tidak bekerja



1 (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu jatuh 2 (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh 3 (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat 4 (75%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tekanan secara stimulan



B. Analisa Data Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data focus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatan lainnya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005) Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk kerumah sakit (initial assesment) (Potter & Perry, 2005).



Tujuan Pengumpulan Data



a) Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien. b) Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien. c) Untuk menilai keadaan pasien. d) Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya. Tipe Data : a) Data Subjektif Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang mobilisasi(Potter & Perry,2005) b) Data Objektif Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran. (Potter & Perry, 2005



C. Rumusan masalah Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien. Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada pemilihan diagnosa untuk mengidentifikasi kebutuhan klien, perawat terlebih dahulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut potensial atau aktual (Potter & Perry, 2005). Diagnosa keperawatan pada gangguan mobilisasi fisik harus aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat menyusun strategikeperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau hambatan mobilisasi (Potter &Perry, 2005) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi (NANDA dalam Potter & Perry, 2005) yaitu: a) Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak. b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.



c) Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan trauma. d) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler e) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder. f) Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas. g) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yang ditandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasas



D. Perencanaan Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap pasien yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang alktual maupun beresiko Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko pasien, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangannya pasien, tingkat kesehatan, dan gaya hidup. Perencanaan



perawatan



juga



termasuk



pemahaman



kebutuhan



pasien



untuk



mempertahanka fungsi motoric dan kemandirian.Perawat dan pasien bekerja sama membuat cara-cara untuk mempertahankan keterliabatan pasien



dalam



asuhan



keperawatan dan mencapai kesejajaran tubuh dana mobilisasi yang optimal dimana pasien berada di rumah sakit ataupun di rumah (Potter & Perry, 2005). Sebagai intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam Potter & Perry, 2005)



No



Diagnosa Keperawatan



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Rasional



1



Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.



- Setelah dilakukan asuhan keperawatan ...x 24 jam diharapkan pasien - -Mencapai mobilisasi ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh kemauan sendiri, pergerakan sendi aktif, dan mobilisasi yang memuaskan. - Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15 sesuai dengan kemampuannya secara mandiri setiap hari



- Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala - Kaji kekuatan otot/ kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5) secara teratur - Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu - Instruksi/ bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten - Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya - Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan yang berkaitan dengan terapi mobilisasi



- Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari - Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/ mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM) - Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan - Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan otot dan sendi - Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari - Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan perawatan diberikan - Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi



2



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.



- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktur. - Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ - atau konpensasi bagian tubuh. - Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.



ROM - Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi spesialis - Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi - (ROM) sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien



ekstremitas fungsional dan mencegah kontraktur - Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam mobilsasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah



- Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu. - Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif - Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan. - Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakanpegangantan gga pada toilet,



- Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan. - Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. - Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas. - Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh. - Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan



3



Gangguan rasa nyaman - Kebutuhan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan nyeri terpenuhi. dengan trauma. - Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi wajah pasien rilek



penggunaan kursi roda. - Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi - Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips, spalek, traksi - Meninggikan dan melapang bagian kaki yang fraktur - Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tandatanda nyeri non verbal - Kolaborasi dalam pemberian analgetik



individual dan dalam mengidentifikasikan alat. - Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dislokasi tulang dan perluasan luka pada jaringan. - Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri. - Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari presepsi/reaksi terhadap nyeri. - Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. -



D. EVALUASI



Evaluasi yang di harapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan fungsi tubuh. 2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot. 3. Peningkatan fleksibilitas sendi. 4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien menunjukkan keceriaan.



Daftar Pustaka Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika. Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika. Dewan Pengurus Pusat PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1) Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC. NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima Medika Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC. T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20182020, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.