Laporan Pendahuluan Nicupicu Asfiksia-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI YANG MENGALAMI ASFIKSIA DI RUANG NICU-PICU



Oleh : Imelda Arofah 14.401.17.041



AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI 2019



LEMBAR PENGESAHAN Laporan pendahuluan ini telah disahkan pada: Hari



:



Tanggal



:



Mahasiswa



Imelda Arofah 14.401.17.041



Mengetahui,



Pembimbing Akademi



Pembimbing Klinik



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami hantarkan kehadirat Allah SWT yang mahaesa, atas kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan mengenai “Asfiksia Berat” laporan ini di rancang untuk memenuhitug keterampilan dasar praktik keperwatan. Dalam laporan ini telah dibahas mengenai definisi dan tindakan perawatan pada bayi dengan Asfiksia Berat. Dan saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Saya menyadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, kami mengharap kritik dan saran yang dapat menjadi pemicu dalam penyempurnaan laporan pendahuluan yang selanjutnya agar dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Angka kematian bayi merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat kesehatan anak. Setiap tahun kematian bayi baru lahir atau neonatal mencapai 37% dari semua kematian pada anak balita. Setiap hari 8.000 bayi baru lahir di dunia meninggal dari penyebab yang tidak dapat dicegah. Mayoritas dari semua kematian bayi, sekitar 75% terjadi pada minggu kehidupan dan antara 25% sampai 45% kematian tersebut terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan seorang bayi. Penyebab utama kematian neonatal di dunaia antara lain bayi lahir premature 29%, sepsis dan pneumonia 25%, dan 23% merupakan bayi baru lahir dengan asfiksisa dan trauma. Asfiksia menempati penyebab kematian bayi ke – 3 di dunia dalam periode awal kehidupan. (WHO, 2012) Asfiksia neonatorum merupakan kondisi atau keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut akan disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis (Ilyas, 1994). Asfiksia merupakan masalah yang terjadi pada bayi baru lahir, suatu kelahiran erat kaitannya dengan proses persalinan, dalam persalinan terdapat tahap yaitu kala 1 (pembukaan 1 sampailengkap), kala II (persalinanjanin), kala III (persalinanplasenta), kala IV (2 jam setelahplasentalahir). B. RumusanMasalah 1. Apakah yang dimaksud dengan asfiksia berat ? 2. Apakah etiologi terjadinya asfiksia berat ? 3. Apakah manifestasi dari asfiksia berat? 4. Bagaimana proses terjadinya asfiksia berat ? 5. Apakah masalah yang ditimbulkan dari asfiksia berat ? 6. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia berat ? C. Tujuan Umum a. Tujuan Umum Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan asfiksia berat sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan membentu proses pemulihan pasien.



b. TujuanKhusus Agar mahasiswa mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan : a) Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi dari asfiksia berat. b) Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita asfiksia berat.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Penyakit 1. Definisi Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis. (Maryunani dan, Eka. 2013: 207) Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. (Nurarif Amin H, dkk. 2016: 43) Asfiksia neonatrum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Ridha, 2014, p. 174)



2. Etiologi Asfiksia neonatorum bisa terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat atau Central Nervus System (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru – paru untuk bernafas. (Kurnia, dkk. 2017: 208) Penyebab asfiksia kehamilan menurut (Ridha, 2014) ialah 1) Faktor dari pihak janin : a. Gangguan aliran darah dalam pusat karena tekanan tali pusat b. Defresi pernafasan karena obat – obat anastesi analgesic yang diberikan kepada



ibu,perdarahan



intra



cranial,



dan



kelainan



bawaan



(hernia



diafragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru – paru dll). 2) Faktor dari pihak Ibu a. Gangguan HIS b. Hipotensi emndadak pada Ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta previa c. Hipertensi pada eklamsia d. Gangguan mendadak pada plasenta 3) Faktor neonatus a. Anastesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dan menimbulkan depresi pernafasan pada bayi



b. Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial c. Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatika, atresia/sternosis saluran pernafasan, hipoplasi paru, dll.



3. Patofisiologis Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagues tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadia telektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat bernapas kembali secara teraturma bayi mengalami asfiksia ringan. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerobia itu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali denganasi dosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan selotak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/ persalinan ini akan mempengaruhi fungsi seltubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. diklasifikasikan sebagai berikut :



Asfiksia neonatorum



1) Asfiksia Ringan( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2) Asfiksia sedang( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3) Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus ototburuk, sianosisberat, dan kadangkadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat. Pemeriksaan apgar untuk bayi : Nilai



0



Appearance



Birupucat



(warnakulit)



1



2



Tubuhmerahmuda, Seluruhtubuhmerahmuda ekstremitasbiru



Pols



Tidakada



100 x/menit



Tidakadarespon



meringis



Terbatukataubersin



Lemas



Sedikit Gerakan



Bergerakaktif



(denyutjantung) Grimas (Reflek) Activity (tonus otot) Resp. Effort



ekstrimitas Tidakada



(upayanafas)



Perlahan



Menangiskuat



(tidakteratur)



Keterangan : Nilai 0-3 :Asfiksia berat Nilai 4-6 :Asfiksiasedang Nilai 7-10 : Normal Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar).



4. Down Score Pemeriksaan score down adalahpemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang barulahir, bertujuan untuk mengevaluasi status gawatnafas. No



Tanda -



0



1



2



80 x/menit



tanda 1.



Frekuensinafas



2.



Retraksi



Tidakada



Retraksi ringan



Retraksi berat



3.



Sianosis



Tidak



Sianosis hilang dengan O2



Sianosis tetap



sianosis



walaupun diberi O2



4.



5.



Air entry



Merintih



Udara masuk



Penurunan ringan udara



Tidak ada udara



bilateral baik



masuk



masuk.



Tidak



Dapatdidengar dengan



Dapatdidengar



merintih



stetoskop



dengan alat bantu



Interpretasihasil : Skor7



: ancaman gagal nafas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan).



5. Tanda dan gejala 1. Ketidakmampuan bernafas 2. Denyut jantung janin (DJJ) : a. Brakikardi (kurangdari 100x/menit) untuk gejala asfiksia berat. b. Takhkardi (lebihdari 140 x/menit) untuk gejala asfiksia ringan. 3. Warna a. Pucat dan adatanda – tandasyok (untuk tanda asfiksia berat) b. Sianosis (untuk tanda asfiksia ringan) 4. Tonus otot: hypotonia hebat dan bila dirangsang tidak ada reaksi. 5. Mekoneum mekoneum air ketuban pada presentasi kepala. (ditemukan mekoneum pada air ketuban menunjukkan kemungkinan adanya gangguan oksigenasi janin dalam kandungan. (Maryunani A. 2014) Tanda gejala sewaktu hamil dan setelah bayi lahir :



1) Pada kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160x/menit atau kurang dari 100x/menit ,halus dan ireguler serta adanya openegluaran meconium a. Jika DJJ normal dan ada meconium: janin mulai asfiksia b. Jika DJJ 160x/menit keatas dan ada meconium: janin sedang asfiksia c. Jika DJJ 100x/menitkebawah dan ada meconium: janin dalam keadaan gawat 2) Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru – biruan b. Usaha bernafas minimal dan tidak ada c. Asidosis metabolic atau aspirasi d. Perubahan fungsi jantung e. Kegagalan multiorgan f. Kalau sudah mengalami perdarahan diotak maka ada gejala neurologic, kejang, nystagmus dan menangis kurang baik/tidak baik. 6. Klasifikasi 1) Vigorous Baby Skor



APGAR



7-10,bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan



istimewa. 2) Mild Moderate asphyksia/Aasfiksia sedang Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitasti dada. Asfiksia ringan-sedang (nilai APGAR 4-6). Disini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian menurut apgar 1 menit. Bila dalam waktu tersebut pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus segera dimulai. 3) Asfiksia berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitasti dakada.



Pada



asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi



jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3). Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan



memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. (Jamil S.D, dkk. 2017: 220 - 221) 7. PeriodeAsfiksia Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Asfiksia dibagi kedalam dua priode antara lain: 1) Perio deapnu primer Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti, juga



mulai menurun, sedangkan



tonus



neuromuscular



denyut jantung berkurang secara



berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagaia pnuprimer. Pemberian perangsangan dan



oksigen selama periode apnu



primer



dapat merangsang terjadinya pernapasan spontan. 2) Periode apnu sekunder Apabila asfiksia berlanjut,



bayi akan menunjukan pernapasan megap-megap



yang dalam denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernapasanmakin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode yang disebut apnu sekunder. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernapasan secara spontan.



Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan



pernapasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera. (Jamil S.D, dkk. 2017: 221 - 222) 8. Komplikasi 1) Edema otak dan perdarahan otak Pada penderita asfiksi dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi rentanan neonatus, sehingga lairan darah keotak pun akan menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksis dan iskemikotak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga menimbulkan perdarahan otak. 2) Anuria dan oliguria Disfungsi ventikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya infeksi yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal ,hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.



3) Kejang Ada yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran O2, hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfungsi jaringan yang tidak efektif. 4) Koma Apabila ada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. 9. Pemeriksaan penunjang 1) Foto polos dada 2) USG kepala 3) Laboratorium Darah rutin (Hemoglobin/hematocrit (HB/Hr) kadarHB : 15 – 20 gr dan Hr 43% 61%) Analisa gas darah dan serum elektrolit. 4) PH talipusat :tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna. 5) langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membrane sel darah merah menunjukkan keadaan hematolik (SusantiIka Y, dkk. 2017: 104). 10. Diagnosa Diagnosis asfiksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian.: 1) Denyut jantung janin Frekuensi normal



ialah antara



120-160



denyutan semenit; selama his



frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100x/menit diluar his, dan lebih – lebih jika jika tidak teraturhalitumerupakantandabahaya. 2) Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. 3) Pemeriksaan pH darah janin



Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Dara ini diperiksa adanya andosis yang menyebabkan turunnya PH. Apabila PH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia (Jamil S.N, dkk. 2017: 225 – 226).



11. Penatalaksanaan Pelaksanaan resusitasi neonatus dilakukan dengan tahapan : 1) Penilaian awal resusitasi Penilaian awal resusitasi dilakukan dengan menjawab pertanyaan pertanyaan berikut. a. Apakah bayi lahir cukup bulan? b. Apakah air ketuban jernih atau tidak bercampur dengan meconium? c. Apakah bayi menangis atau bernafas adekuat? d. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif? 2) Bila jawaban “Ya” Bila jawaban “ya”, artinya bayi baik dan tidak memerlukan tindakan resusitasi dan segeralah melakukan asuhan bayi normal. 3) Bila jawaban tidak Bila jawaban “tidak”, maka segeralah melakukan tindakan resusitasi sebagai berikut (Nelson dalamMaryunani dan Eka, 2013): a. Stabilisasi kondisi bayi Langkah awal dalam melakukan stabilisasi kondisi bayi yaitu : 1) Memberikan kehangatan a) Untuk memberikan kehangatan pada bayi, letakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. b) Memosisikan bayi dengan sedikit mengadahkan kepalanya, caranya : 



Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah agar posisi faring, laring, dan trakea dalam sat ugaris lurus yang akan mempermudah masuknya udara.







Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.



2) Keringkan bayi, rangsang pernafasan, dan letakkan bayi pada posisi yang benar, pengisanapan secret dan pengeringan bayi telah dilakukan, tetapi bayi belum bernafas adekuat, maka perangsang antaktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki. Seainitu, perangsangan dapat dilakukan dengan menggosok punggung tubuh atau ekstremitas bayi. 3) Membersihkan jalan nafas Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam membersihkan jalan nafas sesuai keperluan aspirasi meconium, yaitu : a) Membersihkan jalan nafas keperluan aspirasi meconium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. b) Salah satu pendekatan obstetric yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan pengisapan sebelum lahirnya bau. c) Bila terdapat meconium dalam cairan amnion dan bayi tampak lemas (bayi mengalami depresi pernafasan, tonus otot kurang, dan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit), segera dilakukan pengisapan trakea sebelum timbul pernafasan untuk mencegah aspirasi mekoium. d) Pengisapan trakea meliputi langkah pemasangan laringoskop dan selangen dotrakeal kedalam trakea, kemudian dengan kateter pengisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring, dan trakea sampai glottis. e) Pengisapan dibatasi dalam 5 detik dan kedalaman tidak lebih dari 5 cm dan bibir bayi. f) Pengisapan faring dilakukan dengan hati – hati karena dapat menyebabkan spasmelaring, trauma pada jaringan lunak, bradikardia, tertundanya pernafasan spontan. g) Bila terdapat meconium dalam cairan amnion tetapi bayi terlihat bugar, pembersihan secret dari jalan nafas dilakukan seperti bayi tanpa meconium. 4) Pernafasan Bayi akan bernafas secara regular pada usaha pernafasan awal untuk mempertahankan frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit. Jika frekuensi kurang dari 100 kali/menit maka perlu dilakukan ventilasi tekanan positif. Bayi yang mengalami kesulitan mengembangkan paru ditandai dengan adanya retraksi atau cekungan di daerah bawah iga sternum.



5) Perangsang antaktil Jika pada posisi yang benar, pengisapan secret dan pengeringan telah dilakukan tetapi bayi belum bernafas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki atau dengan menggosok punggung tubuh keekstrimitas bayi. b. Ventilasi tekanan positif Ventilasi tekanan positif dilakukan jika bayi mengalami apneu atau megap – megap atau bila frekuensi denyut jantung kurang dari 100 permneit dan tetap mengalami sianosis sentral meskipun telah diberikan oksigen. Ventilasi tekanan positif merupakan bagian dari tindakan resusitasi guna memasukkan udara keparu – paru dengan tekanan positif yang memadai agar membuka alveoli paru – paru sehingga bayi mampu bernafas secara spontan dan teratur : 1) Bantuan ventilasi untuk pernafasan awal Jika pernafasan nafas antara 40 – 60 x/menit, maka ventilasi harus diberikan frekuensi mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung agar mencapai lebih dari 100x/menit. Ventilasi awal dianggap berhasil jika terjadi percepatan frekuensi denyut jantung. 2) Tekanan akhir ekspirasi Beberapa ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway pressure (CPAP) pada bayi yang bernafas spontan tetapi mengalami kesulitan bernafas setelah lahir. 3) Alatventilasi tekanan positif a) Alat VTP untuk resusitasi neonatus yaitu balon mengembang sendiri,balon tidak mengembang sendiri, balon tidak mengambang sendiri (balonanastesi), T – pieceresus citator. b) Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring bisa digunakan dan lebih efektif untuk bayi>200 gramatau>34 minggu. Alat ini digunakan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak berhasil dan intubasi endotrakeal. 4) Indikasi intubasi pada resusitasi neonatus yaitu : a) Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan meconium dan tidak bugar. b) Bila ventilasi menggunakan balon sankup yang tidak efektif atau memerlukan waktu lama.



c) Bila dilakukan kompresi dada. d) Digunakan untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika congenital atau bayi berat lahir amat sangat rendah. 5) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam VTP a) Posisikan kepala bayi dalam keadaan setengah tengadah sebelum melakaukan VTP. b) Pilihlah ukuran sungkup yaitu ukuran 1 untuk bayi berat normal atau ukuran 0 untuk bayi berat lahir rendah (BBLR). c) Sungkup harus menutupi hidung dan mulut, tidak menekan mata, seperti tidak menggantung di dagu. d) Tekan sungkup dengan jari tangan. e) Bila terdengar udara keluar dari sungkup ,perbaiki peralatan sungkup. f) Berika VTP selama 30 detik dengan kecepatan 40 – 60x/menit 20 – 30 kali/30 detik. g) Pastikan bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi secara simetris. h) Lakukan penilaian VTP setelah VTP dilakukan selama 30 detik. c. Kompresi dada Kompresi dada adalah melakukan penekanan yang tertur pada tulang dada kearah tulang belakang sehingga meningkatkan tekanan intoraks dan memperbaiki sirkulasi darah keseluruh organ vital tubuh. Laju jantung terlalu rendah sehingga sirkulasi darah tidak adekuat untuk mendukung oksigenasi jaringan. Indikasikompresi dada bila frekuensi denyut jantung bayi kurang dari 60 kali/menit. Tekhnik untuk melakukan kompresi dada yaitu : 1) Tekhnik kompresi dada Resusitasi yang efektif dilakukan oleh dua orang. Satu orang melakukan kompresi dada dan yang lainnya melakukan ventilasi dengan posisi disisi kepala bayi agar sungkup dapat ditempatkan secara efektif 2) Lokasi kompresi Lokasi kompresi pada BBL, dilakukan disepertiga bawah tulang dada yang terletak antara ujung tulang dada dan garis khayal yang menghubungkan kedua putting dengan cara sebagai berikut.



a) Teknik menggunakan ibu jari Teknik dengan menggunakan ibu jari diatas sternum dan jari yang lain



melingkar



dibawah



bayi



yang



menyangga



tulang



belakang/punggung serta posisi kedua ibu jari berdampingan. Keterbatasan tekhnik ini tidak dapat dilakukan secara efktif jika bayi besar dan tangan penolong kecil. b) Teknik menggunakan dua jari Tekhnik menggunakan dua jari yaitu jari tengah dan telunjuk atau jari manis dari satu tangan untuk menekan. Kedua jari tegak lurus di dinding dada dan penekanan dengan ujung jari, tangan yang lain menolong bagian belakang (dapat merasakan tekanan dan dalamnya penekanan). 3) Pemberian epinefrin atau pengembang volume (volume expander) a) Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori kekategori selanjutnya ditentukan dengan penilaian tiga tanda vital secara simultan (pernafasan, frekuensi, jantung dan warnakulit). b) Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, selanjutnya dinilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan kelangkah berikutnya (PerinasiaMaryunani, 2013) 4) Penilaian Setelah dilakukan tindakan resusitasi, maka penilaian untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, selanjutnya dinilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan kelangkah berikutnya. Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori kekategori berikutnya ditentukan dengan penilaian tiga tanda vital secara simultan yaitu pernafasan, frekuensi jantung, dan warna kulit.



Tanda vital Pernafasan



Penilaian 1. Gerakan dada pernafasan



yang adekuat, frekuensi, dan dalamnya



bertambah



setelah



rangsangan



taktil



menunjukkan resusitasi berhasil. 2. Pernafasan yang tidak efektif yang ditandai dengan pernafasan megap – megap menunjukkan bahwa resusitasi perlu dilanjutkan. Frekuensi



1. Resusitasi



berhasil



jika



frekuensi



jantung



diatas



jantung



100x/menit. 2. Frekuensi jantung permenit dapat diketahui dengan cara penghitungan bunyi jantung dengan stetoskop selama 6 detik lalu dikalikan 10.



Warnakulit



1. Bayi normal tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuhnya. 2. Jika jantung normal dan ventilasi baik, maka tidak ditemukan sianosis



sentral



yang merupakan



tanda



hipoksemia. 3. Pernafasan dan sirkulasi yang adekuat ditandai dengan warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan. 4. Terapi oksigen tudak perlu diberikan jika sianosi sakral tanpa sianosis sentral. 5. Intervensi diperlukan jika terjadi sianosis sentral. (AmelliaSylvi W.N. 2019: 214 – 224) 5) Penghentian resusitasi Beberapa kriteria untuk menghentikan resusitasi antara lain : a. Bayi tidak ada upaya untuk bernafas dan denyut jantung setelah 10 menit Jika bayi tidak berusaha bernafas dan denyut jantung tidak terdeteksi setelah 10 menit, setelah usaha resusitasi secara menyeluruh dan adekuat serta penyebab lain juga tidak ditemukan, maka resusitasi bisa dihentikan. b. Henti jantung setelah 10 menit Jika jantung berhenti selama 10 menit, sangat kecil kemungkinan bayi selamat dan bila selamat, maka bayi beresiko menderita cacat berat. 6) Tindakan khusus a. Asfiksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat hamper selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika



ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuen sijantung, maka masa sejantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organic seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. b. Asfiksia sedang Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 3060 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan



gerakan



dinding



toraks



dan



abdomen.



Bila



bayi



memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut kemulut atau dari ventilasi kekantong masker. Pada ventilasi dari mulut kemulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali per menit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengana dekuat. Terapi medika mentosa : a. Epinefrin 1) Indikasi



a) Denyut jantung bayi< 60 kali/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. b) Asistolik. 2) Dosis a) 0,1-0,3 ml/kg BB dalamlarutan 1: 10.000



(0,01 mg-0,03



mg/kg BB) Cara: IV atauendotrakeal. Dapatdiulangsetiap 3-5 menitbilaperlu. b. Volume ekspander 1) Indikasi a) Bayibarulahir yang dilakukanresusitasimengalamihipovolemia dan tidakadarespondenganresusitasi. b) Hipovolemiakemungkinanakibatadanyaperdarahanatausyok. Klinisditandaiadanyapucat, perfusiburuk, nadikecil/lemah, dan pada resusitasitidakmemberikanrespon yang adekuat. 2) Jenis cairan a) Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat). b) Transfusi darah golongan O negative jika diduga kehilangan darah banyak. 3) Dosis 1) Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. c. Bikarbonat 1) Indikasi a) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. b) Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. 2) Dosis a) 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%) 3) Cara a) Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.



4) Efek samping a) Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak. d. Nalokson Naloksonhidrochlorida



adalah



antagonis



narkotik



yang



tidak



menyebabkan depresi pernapasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil. 1) Indikasi a) Depresi pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. b) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai



sebagai



pemakai



obat



narkotika



sebabakan



menyebabkan tanda with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi. 2) Dosis a) 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) 3) Cara a) Intravena, endotrakeal/bilaperpusibaikdiberikanIM atauSC 4) Suportif a) Jaga kehangatan. b) Jaga salurannapas agar tetapbersih dan terbuka. c) Koreksigangguanmetabolik



(cairan,



elektrolit). (SusantiIka Y, dkk. 2017: 104 – 105)



glukosadarah



dan



Pathway



Resiko ketidak seimbangan suhu tubuh



Suplai O2 dalam darah berkurang



Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat



Persalinan lama, lilitan tali pusat, presentasi janin abnormal



ASFIKSIA



Bersihkan jalan nafas tidak efektif



Factor lain : obat – obatan dan narkotika



Paralisis pusat pernafasan



Paru – paru terisi cairan



Gangguan metabolisme & perubahan asam basa Napas Cepat



Suplai O2 ke paru menurun Asidosis respiratorik



Apneu



Kerusakan otak Gangguan perfisi ventilasi



Resiko cedera



Kematian bayi



DJJ menurun



Proses keluarga terhenti



Nafas cuping hidung, sianosis, hipoksia



Gangguan pertukaran gas Ketidakefektifan pola nafas



Janin tidak bereaksi terhadap rangsangan



Resiko Kematian Syndrom Bayi Mendadak



B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Identitas Terdiri dari nama, umur/ tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara, identitas orang tua, yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan asfiksia neonatorum. b) Status kesehatan saat ini 1) Keluhan Utama Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas. 2) Riwayat kehamilan dan persalinan Bagaimanakah proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang. 3) Kebutuhan pola dasar a. Pola nutrisi Pada neonatus dengan asfiksis neonatorum intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selainitu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia. b. Pola eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pecernaan belum sempurna. c. Kebersihan diri Perawatan dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya. d. Pola tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas.



4) Pemeriksaan fisik a) Keadaan Umum Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hiperaktif, dan tidak terjadi pada stadium pertama. b) Tanda – tanda vital 1. Airway Bayi tidak menangis atau tidak ada usaha untuk bernafas pada asfiksia berat, kadang-kadang terasa hembusan nafas pada asfiksia ringan 2. Breathing Apnea pada asfiksia berat 3. Circulasi HR >100x/menit pada asfiksia berat 4. Disability Tonus otot lemah 5. Exposure Seluruh tubuh berwarna biru pucat/sianosis, cairan ketuban ibu bercampur moconium pada tubuh bayi, BBLR 6. APGAR Asfiksia berat bernilai 0-3 c) Pemeriksaan fisik 1. Pernafasan Umumnya terdapat peningkatan respirasi. 2. Kulit Pada kulit terdapat biru pucat/sianosis, untuk bayi pretem beresiko terjadinya hipotermi bila suhu tubuh 3detik 7) Konsumsi oksigen meningkat 8) Ventilasi menurun 9) Piloereksi 10) Takikardi 11) Vasokontrisi perifer 12) Kutis memorata Kondisi terkait klinis 1) Hipotiroidisme 2) Anoreksia nervesa 3) Cedera batang otak 4) Prematuritas 5) Berat badan lahir rendah (BBLR) 6) Tenggelam



3. Intervensi a. Gangguan Pertukaran Gas 1. Tujuan 1) Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh tidak terganggunya respon alergi : sistemik, keseimbangan elektrolit dan asambasa, respon ventilasi mekanis: orang dewasa, status pernapasan : pertukaran gas, status pernapasan: ventilasi, perfusi jaringan paru dan tanda-tanda vital 2) Status pernapasan : pertukaran gas tidak akan teragnggu yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) : status kognitif, PaO₂, PaCO₂, Ph, arteri dan saturasi O₂ tidal akhir CO₂ 3) Status pernapasan : pertukaran gas tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal) 4) Status pernafasan : ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal) .



2. Kriteria hasil 1) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal 2) Memiliki ekspansi paru yang simetris 3) Menjelaskan rencana keperawatan di rumah 4) Tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu 5) Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea 6) Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernapas 3. Intervensi NIC Aktivitas keperawatan a. Pengkajian 1) Kaji suara paru, frekuensi napas, kedalaman, dan usaha napas, dan produksi sputum sebagai indikator keefektifan penggunaan alat penunjang 2) Pantau saturasi O₂ dengan oksimeter nadi 3) Pantau hasil gas darah (mis., kadar PaO₂ yang rendah, dan PaCO₂ yang tinggi menunjukkan perburukan pernapasan) 4) Pantau kadar elektrolit 5) Pantau status mental (mis., tingkat kesadaran, gelisah dan konfusi) 6) Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen 7) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut 8) Manajemen jalan napas (NIC) : Identifikasi kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan napas aktual dan potensial, auskultasi suara napas, dan tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan, pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan 9) Pengaturan hemodinamik (NIC) : auskultasi bunyi jantung, pantau dan dokumentasikan frekuensi, irama, dan denyut jantung, pantau adanya edema perifer, distensi vena jugularism dan bunyi jantung S3 dan S4, pantau fungsi alat pacu jantung, jika sesuai b. Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1) Jelaskan penggunaan alat bantu yang di perlukan (oksigen, pengisap, spirometer, dan IPPB) 2) Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi 3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya



4) Berikan informasi kepada pasien atau keluarga bahwa merokok dilarang 5) Manajemen jalan napas (NIC) : ajarkan pasien tentang batuk efektif, ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler yang di anjurkan sesuai dengan kebutuhan c. Aktivitas kolaboratif 1) Konsultasikan kepada dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan pengunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien 2) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (mis., sensorium pasien, suara napas, pola napas, analisi gas dara arteri, sputum, efek obat) 3) Berikan obat yang diresepkan (mis., natrium bikarbonat) untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa 4) Persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu 5) Manajemen jalan napas (NIC) : berikan udara yang di lembabkan atau oksigen jika perlu, berikan bronkodilator jika perlu, berikan terapi aerosol bila perlu, berikan terapi nebulasi ultrasonik jika perlu 6) Pengaturan hemodinamik (NIC) : berikan obat anti-aritmia jika perlu d. Aktivitas lain 1) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, agar ansietas menurun dan rasa kendali meningkat 2) Beri penenangan kepada pasien selama periode gangguan atau kecemasan 3) Lakukan higiene oral secara teratur 4) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen 9mis., pengendalian demam dan nyeri, mengurangi ansietas) 5) Apabila oksigen diprogramkan bagi pasien yang memiliki masalah pernapasan kronis, pantau aliran oksigen dan pernapasan secara hatihati karena adanya resiko depresi pernapasan akibat oksigen 6) Buat rencana keperawatan untuk pasienmenggunakan ventilator yang meliputi : a. Menyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan melaporkan ketidaknormalan gas darah arteri, menggunakan ambu bag yang



diletakkan pada sumber osksigen disisi tempat tidur dan lakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan pengisapan b. Menyakinkan keefktifan pola pernapasan dengan mengkaji sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi c. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan melakukan pengisapan



dan



mempertahankan



slang



endotrakea



atau



penggantian slang endotrakea di tempat tidur d. Memantau komplikasi (mis., pneumotoraks, aerasi unilateral) e. Memastikan Ketepatan penempatan selang ET 7) Manajemen jalan napas (NIC) : atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi, atur posisi untuk mengurangi dispnea, pasang jalan napas melalui mulut atau nasofaring sesuai dengan kebutuhan, bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau melalui pengisapan, sukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk, bantu dengan spirometer intensif jika perlu, lakukan fisioterapi dada jika perlu Pengaturan hemodinamik (NIC) : tinggikan bagian kepala tempat tidur jika perlu, atur posisi klien ke posisi trendelernburg jika perlu. (Wilkinson J. M., 2016, pp. 185-188) b. Pola napas tidak efektif (Wilkinson, 2016, p. 60) 1) Tujuan Pola pernapasan efektif, yang di buktikan oleh status pernapasan, status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas, dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal. 2) Kriteria hasil Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan eksterm, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan): kedalam inspirasi dan kemudahan bernapas, ekspansi dada simetris menunjukkan tidak adanya gangguan status pernapasan : ventilai, yang di buktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 gangguan eksterm ,berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan): penggunaan otot eksesorius, suara napas tambahan, pendek napas pasien akan : a. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang veentilator mekanis b. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien



d. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah e. Mengidentifikasi faktor (mis. Alergen) yang memicu ketidakefetifan pola napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya. 3) Intervensi (NIC) Aktivitas keperawatan Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfungsi pada pengkajian



penyebab



ketidakefektifan



pernapasan,



pemantulan



status



pernapasan, penyuluhan mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap alergi, membimbing pasien untuk memperlambat pernapasan dan mengendalikan resspons dirinya, membantu pasien menjalani pengobtan pernapasan, dan menenangkan pasien selama perisode dipsnea dan napas pendek. Pengkajian 1. Pantau adanya pucat sianosi 2. Pantau efek obat pada status pernapasan 3. Tentukan lokasi dan luasnya repitasi di sangkar iga 4. Kaji kebutuhan insersi jalan napas 5. Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang ventilator Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan 2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas 3. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh : memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding rumah, tidak menggunakan karpet di lantai, menggunakan flter elektronik alat perapian dan AC 4. Ajarkan tekhnik batuk efektif 5. Informasikan kepada pasien dari keluarga bahwa tidak boleh merokok di dalam ruangan 6. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan Aktivitas kolaboratif 1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekkuatan fungsi ventilator mekanis



2. Laporkan perubahan sensori, bunyi, napas, nilai GDA, sputum dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protocol 3. Berikan obat (mis. bronkodilator) sesuai dengan program atau protocol 4. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksige yang dilembabkan sesuai program atau protokol sesuai institusi 5. Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan c. Ketidak efektifan bersihan jalan napas (Wilkinson, 2016, p. 24). 1. Tujuan : pembersihan jalan napas yang efektif, yang di buktikan oleh penegahan aspirasi, status pernapasan, kepatenan jalan napas, dan staatus pernapasan, ventilasi tidak terganggu. 2. Kriteria hasil menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan eksterm, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): kemudahan bernapas, frekuensi dan irama pernapasan, pergerakan sputum keluar dari jalan napas. Pasien akan : a. Batuk efektif b. Mengeluarka sekret secara efektif c. Mempunyai jalan napaas yang efektif d. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih e. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal f. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal g. Mamu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 39). 3. Intervensi (NIC) Aktivitas keperawatan 1. Kaji dan dokumentasikanhal-hal berikut a) Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain b) Keefektifan obat resep c) Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia d) Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan e) Faktor yang berhubungan seperti, nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental, dan keletihan 2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan



3. Pengisapan jalan napas (NIC) a. Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea b. Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik ( tinkat MAP [ Mean Arterial Pressure] dan irama jantung ) segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan c. Catat jenis dan numlah sekret yang dikumpulkan Penyuluhan untuk pasien/keluarga a. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis. Oksigen, mesing pengisap, spirometer, inhaler, dan intermittent possitive pressure breathing [IPPB]) b. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruangan perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok c. Instrusikan kepada pasien tentang batuk dan tkhnik napas dalam untuk memudahkan pengeluaran sekret d. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk e. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna, karakter, jumlah, dan bau f. Pengisapan jalan napas (NIC) : instrusikan kepada pasien dan/atau keluarga tentang cara pengisapan jalan napas, jika perlu Aktivitas kolaboratif 1. Diskusikan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu 2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung 3. Berikut udara atau oksigen yang telaah di humidifikasi (di lembabkan) sesuai dengan kebijakan institusi 4. Lakukan atau bantu dalam terapi arosol, nebulizer ultrasonic, dan peralatan paru lainnya sesuaai dngan kebijakan dan protokol institusi 5. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal d. Hipotermi (Wilkinson, 2013) 1) Tujuan : keseimbangan antara panas yang dihasilkan, peningkatan panas, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan 2) Intervensi (NIC) Aktivitas keperawatan a) Catat nilai dasar ttv b) Lakukan pemantuan jantung pasien



c) Gunakan termometer rentang – rendah, bila perlu untuk mendapatkan suhu yang akurat. d) Kaji gejala hipotermia( misal perubahan warna kulit, menggigil, kelelahan, kelemahan, apatis dan pelo). e) Kaji kondisi medis yang dapat menyebabkna hipotermi f)



Regulasi suhu pasang alatPantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan



g) Regulasi suhu : pasang alat pantau inti tubuh kontinu, jika perlu pantau suhu paling sedikit setiap dua jam Penyuluhan untuk pasien/keluarga a) Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus Aktivitas kolaboratif a) Untuk hipotermi berat, bantu dengan teknik menghangatkan suhu inti tubuh ( hemodialisis, dialisis peritoneal, dan irigasi kolon) Aktivitas lain a) Berikan pakaian hangat, kering dan selimut , alat – alat pemanas mekanis, suhu ruangan disesuaikan , botol dengan air hangat, berendam di air hangat, sesuai toleransi b) Jangan berikan obat IM atau subkutan untuk pasien hipotermik



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelumnya. Umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama dan sesudah persalinan. B. Saran Dengan penulisan laporan pendahuluan ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua



agar



memberikan



kritik



dan



saran



yang



bersifat



membangun.



Daftar pustaka Maryunani A. 2014. AsuhanNeonatus, Bayi dan Balita& Anak Pra – sekolah. TajurHalang: In Media Jamil Siti N, dkk. 2017. AsuhanKebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Jakarta: FfakultasKedokteran dan KesehatanUniversitasMuhamadiyah Jakarta. Nurarif Amin H, dkk. 2016. AsuhanKeperawatanPraktis. Yogyakarta: Medi Action SusantiIka Y, dkk. 2017. AsuhanNeonatus, BayiBalita dan Anak Prasekolah. Surakarta: Kekata Group Amellia S.W.N. 2019. AsuhanKebidananKasusKompleks Maternal dan Neonatal. Yogyakarta: PustakaBaru. Ridha, H. N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Wilkinson. (2016). Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.